KEDUDUKAN DAN FUNGSI PEMBUKAAN UUD 1945
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bersama sama dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar
1945,disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, dan diundangkan dalam Berita republik
Indonesia Tahun II No.7. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam ilmu hukum mempunyai
kedudukan di atas pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Konsekuensinya keduanya memiliki
kedudukan hukum yang berlainan, namun keduanya terjalin dalam suatu hubungan kesatuan yang kasual
dan organis.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdiri atas empat alinea, dan setiap alenia memiliki
spesifikasi kalau ditinjau berdasarkan isinya. Alinea pertama, kedua dan ketiga memuat segolongan
pernyataan yang tidak memiliki hubungan kasual organis dengan pasal-pasalnya. Bagian tersebut memuat
serangkaian pernyataan yang menjelaskan peristiwa yang mendahului terbentuknya negara
indonesi,adapun bagian keempat (Alinea IV) memuat dasar-dasar fundamental negara yaitu : tujuan
negara, ketentuan UUD negara,bentuk negara dan dasar filsafat negara Pancasila.Oleh karena itu alinea
IV ini memiliki hubungan 'kasual organis' dengan pasal-pasal UUD 1945,sehingga erat hubungannya
dengan isi pasal-pasal UUD 1945 tertsebut.
1. Pembukaan UUD 1945 dalam Tertib Hukum Indonesia
2. Pembukaan UUD 1945 Memenuhi Syarat Adanya Tertib Hukum Indonesia
3. Pembukaan UUD 1945 Sebagai Staatsfundamentalnorm
4. Eksistensi Pembukaan UUD 1945 bagi Kelangsungan Negara Republik Indonesi
Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis.
Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis. Dengan demikian setiap produk
hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan
atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang
pada akhirnya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan muaranya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum negara
(Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004).
Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki
peraturan perundangan di Indonesiamenempati kedudukan yang tertinggi. Dalam hubungan ini, UUD
1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945 mengontrol apakah
norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma hukum yang lebih tinggi, dan pada
akhirnya apakah norma-norma hukum tersebut bertentangan atau tidak dengan ketentuan UUD 1945.
Undang-Undang Dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hukum dasar, melainkan hanya
merupakan sebagian dari hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Disamping itu masih ada hukum
dasar yang lain, yaitu hukum dasar yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis tersebut
merupakan aturanaturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara
-meskipun tidak tertulis – yaitu yang biasa dikenal dengan nama ‘Konvensi’.
Contoh : Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan yang masih dipelihara selama ini adalah setiap tanggal
16 Agustus, Presiden RI menyampaikan pidato pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Praktek yang demikian tidak diatur dalam UUD 1945, namun tetap dijaga dan dipelihara dalam praktek
penyelenggaraan kenegaraan Republik Indonesia.
POKOK PIKIRAN DALAM PEMBUKAAN UUD 1945
Adapun empat pokok pikiran dari Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu sebagai berikut ini :
1. Pokok Pikiran Pertama
Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar asas
persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pokok Pikiran Kedua
Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Pokok pikiran ini
menempatkan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai dalam Pembukaan, dan merupakan suatu
kuasa finalis (sebab tujuan), sehingga dapat menentukan jalan serta aturan-aturan mana yang harus
dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai pada tujuan itu yang didasari dengan bekal
persatuan.
3. Pokok Pikiran Ketiga
Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok
pikiran ini dalam ‘pembukaan’ mengandung konsekuensi logis bahwa sistem negara yang terbentuk
dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan
permusyawaratan/perwakilan
4. Pokok Pikiran Keempat
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Hal ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengandung pengertian taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab yang
mengandung pengertian menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau nilai kemanusiaan yang
luhur. Pokok pikiran keempat itu merupakan Dasar Moral Negara yang pada hakikatnya merupakan suatu
penjabaran dari Sila Kedua Pancasila.
SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
A.
Pengertian Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Ketatanegraan adalah segala sesuatu mengenai tata negara. Menurut hukumnya, tata negara
adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang menyangkut sifat ,
bentuk, tugas negara dan pemerintahannya serta hak dan kewajiban para warga terhadap
pemrintah atau sebaliknya. Dan dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, memerlukan
sebuah Amandemen UUD 1945 demi berlangsungnya sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dan
terciptanya tujuan negara republik indonesia.
B.
Hukum Dasar Tertulis (UUD)
UUD itu rumusannya tertulis dan tidak berubah. Adapun pendapat L.C.S Wade dalam
bukunya Contution Law, UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang
memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu Negara dan
menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut jadi UUD itu mengatur mekanisme
dan dasar dari setiap sistem pemerintahan.
UUD juga dapat dipandang sebagai lembaga/sekumpulan asas yang menetapkan
bagaimana kekuasaan tersebut bagi mereka memandang suatu Negara dari sudut kekuasaan dan
menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan. Adapun hal tersebut di bagi menjadi tiga
yaitu badan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerjasama dan
menyesuaikan diri satu sama lain.UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam satu
Negara. Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa UUD 1945 bersifat singkat dan
supel,UUD 1945 hanya memilik 37 pasal, adapun pasal-pasal lain hanya memuat aturan
peralihan dan aturan tambahan yang mengandung makna yaitu:
1.
Telah cukup jikalau UUD hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis besar
intruksi kepada pemerintah pusat dan semua penyelenggara Negara untuk menyelenggarakan
kehidupan Negara dan kesejahteraan sosial.
2.
Sifatnya harus supel (elastic) dimaksudkan bahwa kita harus senantiasa ingat bahwa
masyarakat ini harus terus berkembang dan dinamis seiring perubahaan zaman .Oleh karena itu,
makin supel sifatnya aturan itu makin baik. jadi kita harus menjaga agar sistem dalam UUD itu
jangan ketinggalan zaman. Menurut Dadmowahyono, seluruh kegiatan Negara dapat
dikelompokan menjadi dua macam yaitu penyelenggara kehidupan Negara, kesejahteraan social.
Sifat-sifat UUD
1.
Rumusannya merupakan suatu hukum positif yang mengikat pemerintah sebagai
penyelenggara Negara maupun mengikat bagi warga Negara.
2.
UUD 1945 itu bersifat supel dan singkat karena UUD 1945 memuat aturan-aturan pokok
yang setiap kali harus di kembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan memuat HAM.
3.
Memuat norma-norma/aturan-aturan/ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus
dilaksanakan secara konstitusional.
4.
UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan peraturan hukum positif yang
tertinggi, disamping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-norma hukum positif yang lebih
rendah dalam hirarki tertib hukum Indonesia.
Hukum dasar yang tidak tertulis atau sering disebut convensi, merupakan aturan-aturan dasar
yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Convensi ini merupakan
pelengkap dari aturan-aturan dasar yang belum tercantum dalam Undang-Undang Dasar dan
diterima oleh seluruh rakyat dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Convensi juga sebagai hukum dasar yang tak tertulis dan memiliki aturan-aturan dasar yang
timbul dan terperihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis.
Sifat-sifatnya yaitu:
1.
Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
Negara.
2.
Tak bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar
3.
Diterima oleh seluruh rakyat/masyarakat
4.
Bersifat sebagai pelengkap sehingga memungkinkan bawa convensi bias menjadi
aturan-aturan dasar yang tidak tercantum dalam UUD 1945
Contoh :
1.
Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat.menurut pasal 37 ayat(1) dan
(4) UUD 1945 segala keputusan MPR diambil berdasarkan suara terbanyak tetapi sistem ini
kurang jiwa kekeluargaan sebagai kepribadian bangsa.oleh karena itu,dalam praktek-praktek
penyelenggaraan Negara selalu di usahakan untuk mengambil keputusan berdasarkan
musyawarah untuk mufakat dan ternyata hampir selalu berhasil. Pungutan suara baru ditempuh
jika usaha musyawarah untuk mufakat sudah tak dapat dilaksanakan.
2.
Praktek-praktek penyelenggaraan Negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak tertulis
antara lain:
a.
Pidato kenegaraan presiden RI setiap 16 Agustus di dalam sidang DPR
b.
Pidato presiden yang di ucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang rencana anggaran
pendapatan belanja (RAPB) Negara pada minggu 1, pada bulan januari tiap tahunnya.
Jika convensi ingin di jadikan rumusan yang bersifat tertulis maka yang berwenang
adalah MPR dan rumusannya bukan lah merupakan suatu hukum dasar melainkan tertuang
dalam ketetapan MPR dan tidak secara otomatis setingkat dengan UUD melainkan sebagai suatu
ketetapan MPR.
HUKUM DASAR TERTULIS DAN HUKUM DASAR TIDAK TERTULIS
Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 didasarkan pada suatu kenyataan sejarah selama orde lama dan orde baru bahwa penerapan terhadap pasal UUD memiliki sifat-sifat intrerretable atau berwayuh arti sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden karena latar belakang politik ini lah maka pada orde baru UUD 1945 di lestarikan dan di anggap bersifat keramat yang tak dapat di ganggu gugat.
Menurut bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD 1945 adalah suatu keeharusan karena akan mengantarkan bangsa Indonesia ketahapan yang baruu dalam melakukan penataan terhadap ketatanegaraan.Amandemen terhadap UUD 1945 di lakukan oleh bangsa Indonesia sejak 1999 di mana pemberian tambahan dan perubahan terhadap pasal 9 UUD 1945 kemudian amandemen ke2 tahun 2000 disahkan tanggal 10 Agustus 2002 UUD 1945 hasil amandemen 2002 dirumuskan dengan melibatkan sebanyak-banyak nya partisipasi rakyat dalam mengambil keputusan politik,sehingga di harapkan struktur kelembagaan Negara yang lebih demokratis ini akan bagaimana kekuasaan tersebut bagi mereka memandang suatu Negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan.Adapun hal tersebut di bagi menjadi tiga badan legislatif,eksekutif dan yudikatif.
UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain.UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam satu Negara.Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa UUD 1945 bersifat singkat dan supel,UUD 1945 hanya memilik 37 pasal,adapun pasal-pasal lain hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan yang mengandung makna:
1. Telah cukup jikalau UUD hanya memuat aturan-aturan pokok,hanya memuat grafis besar intruksi kepada pemerintahpusat dan semua penyelenggara Negara untuk menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan social.
2. Sifatnya harus supel (elastic)dimaksudkan bahwa kita harus senantiasa ingat bahwa
masyarakat ini harus terus berkembangdan dinamis seiring perubahaan zaman .Oleh karena itu,makin supel sifatnya aturan itu makin baik.jadi kita harus menjaga agar sistem dalam UUD itu jangan ketinggalan zaman.Menurut dadmowahyono ,seluruh kegiatan Negara dapat dikelompokan menjadi dua macam penyelenggara kehidupan Negara kesejahteraan social.
Sifat-sifat UUD
1. Oleh karena sifatnya maka rumusannya merupakan suatu hokum positif yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara Negara maupun mengikat bagi warga Negara.
2. UUD 1945 itu bersifat supel dan singkat karena UUD 1945 memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus di kembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan memuat ham.
3. Memuat norma-norma/aturan-aturan/ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan secara kontituional.
4. UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan peraturan hukum positif yang
tertinggi,disamping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-norma hukum positif yang lebih rendah dalam hirarki tertib hukum Indonesia.
Hukum dasar tak tertulis (Convensi)
Convensi adalah hukumdasar yang tak tertulis yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terperihara dalam [raktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis.
Sifat-sifat:
1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara.
4. Bersifat sebagai pelengkap sehingga memungkinkan bawa convensi bias menjadi aturan-aturan dasar yang tidak tercantum dalam UUD 1945
Contoh :
1. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat.menurut pasal 37 ayat(1) dan (4) UUD 1945 segala keputusan MPR diambil berdasarkan suara terbanyak tetapi sistem ini kurang jiwa kekeluargaan sebagai kepribadian bangsa.oleh karena itu,dalam praktek-praktek penyelenggaraan Negara selalu di usahakan untuk mengambil keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan ternyata hamper selalu berhasil.pungutan suara baru ditempuh jika usaha musyawarah untuk mufakat sudah tak dapat dilaksanakan.
2. Praktek-praktek penyelenggaraan Negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak tertulis antara lain:
Pidato kenegaraan presiden RI setiap 16 Agustus di dalam siding DPR
Pidato presiden yang di ucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang rencana anggaran
pendapatan belanja (RAPB)Negara pada minggu 1,pada bulan januari tiap tahunnya.
Jika convensi ingin di jadikan rumusan yang bersifat tertulis maka yang berwenang adalah MPR dan rumusannya bukan lah merupakan suatu hukum dasar melainkan tertuang dalam ketetapan MPR dan tidak secara otomatis setingkat dengan UUD melainkan sebagai suatu ketetapan MPR.
Konstitusi
Berasal dari bahasa inggris constitution dan berasal dari bahsa belanda contutie.pengertian konstitusi ketatanegaraan umumnya:
1. Lebih luas dari pada UUD karena UUD hanya meliputi konstitusi tertulis saja dan konstitusi tak tertulis tidak tercakup dalam UUD.
2. Sama dengan UUD yaitu dalam praktek ketatanegaraan Negara RI.
Adapun sistem konstitusional dalam sistem pemerintahan Negara menurut UUD 1945 hasil amandemen 2000:
1. Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar)tidak bersifat absolut (kekuaasaan yang tak terbatas ).sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengandalian
pemerintah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional,ketetapan MPR,UU dan lain-lainnya.Bisa di bilang sistem ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem Negara hukum seperti di kemukakan di atas.
2. Landasan kedua sistem Negara hukum dan sistem konstitusional di ciptakan sistem mekanisme hubungan dan hukum antar lembaga Negara yang sekiranya dapat menjamin terlaksananya sistem itu sendiri dan dengan sendirinya juga dapat memperlancar pelaksanaan pencapaian cita-cita nasional.
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan populer disebut sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce gronslag). Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk dalam sumber tertib hukum di Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber nilai, norma dan kaidah baik moral maupun hukum di Indonesia. Oleh karenanya, Pancasila merupakan sumber hukum negara baik yang tertulis maupun yang tak tertulis atau convensi.
Yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Untuk menyelediki hukum dasar suatu negara tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD nya saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan suasana kebatinannya dari UUD itu.
Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dalam menentkan mekanisme kerja badan-badan tersebut seperti ekslusif, yudikatif dan legislatif. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis, kedudukan dan fungsi dari UUD 1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarkat, warga negara Indonesia sebagai hukum dasar UUD 1945 memuat normat-norma atau aturan-aturan yang harus diataati dan dilaksanakan.
aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam system peraturan perundang – undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.
Hal ini tidaklah lepas dari eksistensi pembukaan UUD 1945, yang dalam konteks ketatanegaraan Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting karena merupakan suatu staasfundamentalnorm dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Indonesia. Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap aspek penyelenggaraan negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum di Indonesia.
Maka kedudukan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, sesuai dengan yang tercantum dalam penjelasan tentang pembukaan UUD yang termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II no. 7, hal ini dapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif Indonesia.
Dengan demikian seluruh peraturan perundang – undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia. Dapat kita bahwa pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI. Dalam beberapa tahun ini Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai system ketatanegaraan.
Dalam hal perubahan tersebut Secara umum dapat kita katakan bahwa perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUD 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.
Penjelasan UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga negara.
Sebelum amandemen, kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden, menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta mengubah Undang-Undang Dasar.
Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada Presiden
Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
Dengan demikian seluruh peraturan perundang – undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia.
Hukum dasar yang tidak tertulis atau sering disebut convensi, merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Convensi ini merupakan pelengkap dari aturan-aturan dasar yang belum tercantum dalam Undang-Undang Dasar dan diterima oleh seluruh rakyat dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Dalam praktek penyelenggaraan negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak tertulis, yaitu Pidato kenegaraan Presiden di depan sidang DPR Setiap tanggal 16 Agustus, penyampaian pertanggungjawaban Presiden di depan MPR dan Penilian MPR terhadap pertanggung jawaban tersebut. Rancangan GBHN oleh Presiden pada MPR.
2. Konstitusi
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris “Constitution” dan bahasa Belanda “Constitute” yang diterjemahkan dengan Undang-Undang Dasar, sesuai dengan kebiadaan orang Belanda dan Jerman dalam perbincangan sehari-hari menggunakan istilah Groundwet (Ground = Dasar, Wet = Undang-undang) keduanya menunjukkan naskah tertulis
Hukum itu dapat dibedakan / digolongkan / dibagi menurut bentuk, sifat, sumber, tempat berlaku, isi dan cara mempertahankannya.
Menurut bentuknya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Tertulis, adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan. COntoh : hukum pidana dituliskan pada KUHPidana, hukum perdata dicantumkan pada KUHPerdata. 2. Hukum Tidak Tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam
undangan. Contoh : hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan pada
perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah tertentu.
Hukum tertulis sendiri masih dibagi menjadi dua, yakni hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak dikodifikasikan. Dikodifikasikan artinya hukum tersebut dibukukan dalam lembaran negara dan diundangkan atau diumumkan. Indonesia menganut hukum tertulis yang dikodifikasi. Kelebihannya adalah adanya kepastian hukum dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kekurangannya adalah hukum tersebut bila dikonotasikan bergeraknya lambat atau tidak dapat mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju.
Menurut sifatnya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum yang mengatur, yakni hukum yang dapat diabaikan bila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
2. Hukum yang memaksa, yakni hukum yang dalam keadaan apapun memiliki paksaan yang tegas. Menurut sumbernya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Undang-Undang, yakni hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. 2. Hukum Kebiasaan (adat), yakni hukum yang ada di dalam peraturan-peraturan adat.
3. Hukum Jurisprudensi, yakni hukum yang terbentuk karena keputusan hakim di masa yang lampau dalam perkara yang sama.
4. Hukum Traktat, yakni hukum yang terbentuk karena adanya perjanjian antara negara yang terlibat di dalamnya.
Menurut tempat berlakunyanya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2. Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara.
3. Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di negara asing.
Menurut isinya, hukum itu dibagi menjadi :
2. Hukum Negara (Hukum Publik) dibedakan menjadi hukum pidana, tata negara dan administrasi negara.
3. Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan negara.
a. Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan alat perlengkapan negara.
b. Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antar alat perlengkapan negara, hubungan pemerintah pusat dengan daerah.
Menurut cara mempertahankannya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Materiil, yaitu hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah dan larangan. Contoh Hukum Pidana, Hukum Perdata. Yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Materiil dan Hukum Perdata Materiil.