• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF RENTENIR DITINJAU DARI HUKUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERSPEKTIF RENTENIR DITINJAU DARI HUKUM"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Oleh: Muh. Aspar

:

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA

HUKUM

PERBANKAN

PERSPEKTIF RENTENIR

DITINJAU DARI

(2)

PERSPEKTIF RENTENIR

DITINJAU DARI

HUKUM PERBANKAN

DAN

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr Wb

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan Khadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga kami bisa menyelesaikan makalah “HUKUM PERBANKAN yang membahas tentang PERSPEKTIF RENTENIR DITIJAU DARI HUKUM PERBANKAN DAN HUKUM SYARIAH“ tepat pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan terimah kasih kepada Dosen pembimbing kami yang telah memberikan tugas ini sehingga kami lebih banyak mengetahui tentang Hal HUKUM PERBANKAN DAN SYARIAH

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat terutama pada kami sebagai penyusun makalah dan pembaca. Namun dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan didalamnya. Kami mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat. Terima kasih

Wassalam

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

... ... ... KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

BAB II PEMBAHASAN ... 4

A. Pengertian Rentenir ... 4

a. Kelebihan Rentenir ... 4

b. Kekurangan Rentenir ... 5

B. Perspektif Rentenir Menurut Hukum Pebankan ...6

C. Perspektif Rentenir Menurut Hukum Syariah ...14

a. Definisi Riba ...15

b. Hukum Riba ...15

BAB III KESIMPULAN ... 18

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Permasalahan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat memang tidak ada habisnya. Hal ini disebabkan terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan yang tentunya sangat merugikan dan meresahkan masyarakat. Kesulitan ekonomi ini tak jarang membuat masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Keadaan ini akan membuat masyarakat yang notabene hanya pengusaha kecil akan menjadi sulit dalam membangun usaha mereka yang disebabkan modal mereka hanya sedikit dan tidak mudah untuk menemukan tempat untuk meminjam modal. Dan pada saat seperti inilah peran bank di masyarakat akan sangat dibutuhkan.

Bank merupakan salah satu institusi yang sangat berperan dalam bidang perekonomian suatu negara (khususnya dibidang pembiayaan perekonomian). Hal ini, didasarkan atas fungsi utama bank yang merupakan lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang memerlukan dana (lack of fund). Dengan adanya Bank di masyarakat, maka diharapkan akan membantu masyarakat dalam meningkatkan usaha

(7)

ambulu yang menyatakan “saya dulu memang pinjam di bank, tapi sekarang saya tidak meminjam lagi karena proses peminjamannya sangat ruwet dan lama, padahal saya ingin cepat punya modal. Dan sekarang saya lebih sering meminjam ke rentenir yang prosesnya gampang dan cepat”.

(8)

B. TUJUAN

1. Mengetahui Pengertian Rentenir

2. Mengetahui Kelbihan dan Kekurangan Rentenir

3. Membahas Masalah Perspektif Rentenir yang ditinjau dari Hukum Perbankan dan Hukum Syariah

4. Mencari solusi untuk mengatasi permasalahan yang sering ditimbulakan dengan adanya Rentenir di tengah-tengah masyarakat

(9)

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RENTENIR

Rentenir adalah suatu jenis pekerjaan yang sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan bank dan lembaga keuangan non bank yang bergerak dibidang jasa pelayanan simpan pinjam uang. Sebagai contoh lembaga tersebut seperti Penggadaian, Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Umum. Perbedaannya terletak di statusnya dimana rentenir adalah wiraswasta yang tidak berbadan hukum, yang mengolah usahanya sendiri, dengan kebijakan dan peraturan sendiri. Sementara Pegadaian, KSP, BPR dan Bank Umum adalah suatu institusi berbadan hukum dengan peraturan dan kebijakannya disesuaikan pada ketentuan-ketentuan dan ketetapan-ketetapan pemerintah atau lembaga ekonomi lainnya.

Adapun kelebihan dan kekurangan rentenir yaitu:

a. Kelebihan Rentenir

(10)

atau sekedar bunga pinjaman, karena biasanya pemberi pinjamanlah yang mendatangi para peminjam uang bahkan ke kios atau ke rumah mereka.

b. Kekurangan Rentenir

Adapun rentenir memiliki kekurangan dimana hal ini yang dapat membuat peminjam mengeluh, bahkan kabur dari tanggung jawabnya. Bunganya terlalu besar, biasanya rentenir menetapkan bunga dengan interval 10% sampai dengan 30 %. Sementara kalau dibandingkan pinjaman dari Penggadaian, Koperasi Simpan Pinjam, BPR dan Bank Umun, yang mana kisaran bunganya tidak lebih dari 10% sampai dengan 15% (berptokan pada suku bunga acuan Bank Indonesia) atau bahkan hanya 3% sampai dengan 4 % dalam menetapkan bunga. Penagihan pinjaman dilakukan dengan tindakan sewenang-wenang kepada nasabah yang mulai telat dalam membayar cicilan. Karena tidak ada jaminan atau agunannya, banyak nasabah yang akhirnya melarikan diri, karena tidak sanggub membayar. Biasanya rentenir memiliki tukang pukul untuk mengejar nasabah yang melarikan diri dari tanggung jawabnya.

Rentenir disamping memudahkan masyarakat, juga sangat menyengsarakan masyarakat dalam segi pembayaran pinjaman dan cara penagihan hutang. Hal ini tentunya mengundang tindakan dari pemerintah untuk mengatasi perkembangan rentenir (bank illegal) di masyarakat

B. PERSPEKTIF RENTENIR MENURUT HUKUM PEBANKAN

(11)

cara penagihan hutang. Hal ini tentunya mengundang tindakan dari pemerintah untuk mengatasi perkembangan rentenir (bank illegal) di masyarakat.

Sejak dahulu, perjanjian pinjam-meminjam uang disertai dengan bunga adalah merupakan salah satu bentuk perjanjian yang dikenal oleh masyarakat Indonesia, dan hal ini dapat dikatakan telah membudaya. Namun, khusus bagi umat Islam perbuatan ini dikenal sebagai riba yang diharamkan menurut ajaran Islam sebagaimana ditegaskan dalam Alqur'an.

Dalam sistem hukum positif Indonesia, perjanjian pinjam-meminjam yang disertai bunga merupakan suatu bentuk perjanjian yang lahir berdasarkan atas kepakatan antara pemilik uang dan pihak peminjam. Perjanjian semacam ini, di satu pihak dikenal atau diperbolehkan baik dalam sistem Hukum Adat maupun dalam sistem Hukum Perdata, dan di lain pihak tidak ada larangan dalam Hukum Pidana (khususnya tindak pidana perbankan). Sehingga adalah sangat keliru kalau seseorang yang meminjamkan uang dengan bunga dikatakan menjalankan praktik "bank gelap" (istilah ini bukan istilah hukum dan tidak dikenal dalam UU Perbankan),

Pada dasarnya, yang dimaknai dengan bank gelap adalah orang atau pihak-pihak yang menjalankan kegiatan yang seolah-olah bertindak sebagai bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) jo. Pasal 16 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU 10/1998”).

(12)

pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar”.

Dari rumusan Pasal 46 ayat (1) UU No. 10/1998 di atas, jelas yang dilarang adalah perbuatan menghimpun dana dari masyarakat. Sedangkan, perbuatan yang dilakukan pihak yang menyalurkan atau meminjamkan uang dengan bunga (rentenir) tidak dilarang dalam UU Perbankan, sehingga demikian rentenir tidak dapat dikualifisir sebagai suatu tindak pidana perbankan, dengan kata lain tidak menjalankan usaha bank gelap.

Dalam kasus yang diduga praktik "bank gelap", yang akhir-akhir ini muncul dipermukaan, pihak tersangka tidak menghimpun dana dari masyarakat, tetapi hanya menyalurkan dana kepada masyarakat yang disertai bunga s/d 10%. Dengan demikian sangat keliru kalau dikatakan telah terjadi praktik "bank gelap" yang merupakan suatu kejahatan perbankan. Untuk jelasnya seseorang barulah dapat dikatakan menjalankan praktik "bank gelap" bila ia menghimpun dana masyarakat dan sekaligus menyalurkan dana kepada masyarakat tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia.

Jadi menjawab pertanyaan di atas, perbuatan pinjam meminjam uang disertai bunga adalah suatu perbuatan yang legal atau perbuatan tidak terlarang yang tidak dapat dipidana.

Argumentasi hukum dari pernyataan tersebut di atas didukung oleh aturan undang-undang, dalam hal ini BW (Burgerlijk Wetboek)

(13)

"Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula."

Adapun mengenai pinjam-meminjam uang yang disertai dengan bunga dibenarkan menurut hukum, hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1765 KUH Perdata, yang merumuskan "bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian".

Sampai berapa besar "bunga yang diperjanjikan" tidak disebutkan, hanya dikatakan: asal tidak dilarang oleh undang-undang. Pembatasan bunga yang terlampau tinggi hanya dikenal dalam bentuk "Woeker-ordonantie 1938", yang dimuat dalam

Staatblaad (Lembaran Negara) tahun 1938 No. 524, yang menetapkan, apabila antara kewajiban-kewajiban bertimbal-balik dari kedua belah pihak dari semula terdapat suatu ketidak-seimbangan yang luar biasa, maka si berutang dapat meminta kepada Hakim untuk menurunkan bunga yang telah diperjanjikan ataupun untuk membatalkan perjanjiannya (Prof. R. Subekti, S.H., Aneka Perjanjian, hal. 1985: 130).

Bahkan dalam sistem Hukum Adat, penetapan besarnya bunga lebih liberal, artinya besarnya suku bunga pinjaman adalah sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan (Yurisprudensi Mahkamah Agung, tanggal 22 Juli 1972, No. 289 K/Sip/1972).

(14)

Penyalahgunaan Keadaan ("Undue Influence” atau “misbruik van dengan bunga yang tinggi telah memanfaatkan keadaan debitur yang berada posisi lemah di mana ia sangat membutuhkan uang untuk suatu keperluan yang sangat mendesak, sehingga terpaksa menyetujui bunga yang ditetapkan oleh kreditur

Dari uraian tersebut di atas jelas bahwa dalam perjanjian pinjam-meminjam uang dengan disertai bunga adalah perbuatan yang legal atau dibenarkan oleh hukum. Dan mengenai batasan besarnya bunga sampai saat ini (menurut pengetahuan penulis) belum ada aturan hukumnya. Dan perlu pula dipahami bahwa sejak berlakunya

UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 maka Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang bertugas mengatur dan mengawasi bank. Sehingga tidak tepat kalau Pemerintah dikatakan sebagai pihak yang menetapkan besarnya suku bunga bank.

(15)

1. Peraturan Daerah

Berbicara tentang praktek rentenir dari sisi hukum positif, paling tidak ada 2 undang-undang yang secara secara prinsip sebenarnya telah dilanggar walaupun implisit.

Pertama, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Artinya selain bank dan lembaga keuangan non bank (seperti koperasi, asuransi, perusahaan sekuritas, dan lembaga pembiayaan yang diperbolehkan oleh peraturan perundangan), dilarang melakukan pengumpulan dana dan miminjamkan dana kepada masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan.

Kedua, berdasarkan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU Bank Indonesia) diterangkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia (BI) adalah mengatur dan mengawasi Bank dalam ruang lingkup Indonesia, dan dalam rangka tersebut Pasal 26 UU BI menegaskan bahwa Bank Indonesia berwenang untuk:

a) Memberikan dan mencabut izin usaha Bank;

b) Memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor Bank;

c) Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank;

(16)

Implikasinya, semua kegiatan masyarakat yang menghimpun dan/atau meminjamkan dana kepada masyarakat dengan tujuan komersial harus mendapatkan izin dari Bank

a. Perlunya disusun Peraturan Daerah (PERDA) untuk melarang praktek rentenir adalah alasan filosofis dan berdasarkan urgensinya melihat maraknya praktek rentenir yang sangat merugikan masyarakat ini. Tugas penyelenggara Negara, termasuk pemerintahan di daerah (cq. Pimpinan Daerah dan Wakil-Wakil Rakyat di DPRD) adalah mengayomi kepentingan masyarakat banyak. Bukankah salah satu amanah pembukaan UUD 45, “…untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia…,” dst.

(17)

merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dengan kata lain, untuk alasan kepraktisan, adanya PERDA Anti Rentenir diharapkan akan memudahkan aparat pemerintah di daerah dan penegak hukum di daerah menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai pelayan masyarakat. Dua UU yang disebut di atas, yakni UU Perbankan dan UU BI, memang menjadi sumber hukum positif tidak dibenarkannya praktek rentenir/lintah darat atau pun bank liar, tapi ketentuan ini hampir bisa dipastikan hanya dimengerti oleh mereka yang paham bahasa hukum. Di tingkat pelaksana di lapangan, perlu rujukan aturan hukum yang lebih jelas dan tegas.

2. Melakukan Edukasi Kepada Masyarakat Berupa Penyuluhan Bahwa Rentenir Itu Illegal

(18)

C. PERSPEKTIF RENTENIR MENURUT HUKUM SYARIAH

Di Indonesia, masih banyak terjadi pertentangan pendapat antar para ulama dalam menyikapi bunga (interest). Ada ulama yang mengatakan bahwa bunga itu haram karena sama dengan riba. Ada juga yang ulama yang menyatakan bahawa bunga bank itu halal karena tidak ada syarat pada waktu akad, sedangkan adat yang berlaku tidak dapat begitu saja dijadikan syarat. Ulama yang lain menyatakan bahawa bunga adalah subhat (tidak tentu halal-haramnya), sebab para ahli hukum berselisih pendapat tentangnya.

Dalam hukum Islam meminjam uang di rentenir hukumnya riba. Riba merupakan perbuatan yang dibenci dan diharamkan Allah swt. Dalam QS Al-Baqarah (2): 275, Allah swt berfirman, "dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."

Sesungguhnya orang yang memperhatikan realita kondisi kaum muslimin pada saat ini, maka dia akan mendapati bahwasanya masih banyak di antara mereka yang meremehkan atau menggampangkan masalah riba, entah dengan memakannya, menjadi praktisi, menentukan hukum, mengambil pinjaman,menjadi saksi, penjamin, penulis, penganjur, pendorong atau pun pambantu dalam proses riba. Baik Riba yang dilakukan instansi resmi, Bank, BPR, Koperasi, Leasing, Toko-toko yang melayani kredit berbunga, Rentenir dan sebagainya, rasanya hampir semua kebutuhan manusia bisa kena Riba, jika kita tidak hati-hati.

(19)

mereka dengan api neraka pada saat hari penghimpunan di hadapan-Nya.

Dan yang lebih disayangkan lagi adalah, anda melihat bahwa banyak dari mereka, baik tua atau muda bahkan para wanita yang penampilan mereka mencerminkan orang yang iltizam (konsisten) dengan ajaran Islam, berjilbab rapi, atau baju koko plus kopiah, namun tetap saja mereka terlibat dalam dosa besar ini, menganggap remeh hal tersebut dan bahkan mungkin berlomba-lomba menuju sana. Maka akhirnya mereka terbelenggu oleh RIBA yang tidak ada yang tahu kecuali hanya Allah, sebagaimana mereka juga telah terbelenggu dengan kemarahan Allah aljabbar, dengan laknatnya, dan kelak terbelenggu dengan siksanya jika mereka tidak mau bertaubat lalu taubatnya diterima oleh Allah.

a. Definisi Riba

Ditinjau dari ilmu bahasa Arab, riba mempunyai makna, tmabhan, tumbuh dan menjadi tinggi (AlQamus Muhith)

Sedangkan arti secara syariat, banyak sekali didefinisikan oleh para Ulama, tapi definisi yang lengkap adalah; suatu akad/transaksi atas barang tertentu yang ketika akad berlangsung, tidak diketahui kesamaanya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi obyek akad atau salah satunya.(Mughni Muhtaj oleh Asy-Syarbini 2/21)

b. Hukum Riba

(20)

Masing-masing dari keduanya menanggung dosa, bahkan keduanya dilaknati (dikutuk). Dan setiap orang yang ikut membantu keduanya, dari penulisnya, saksinya juga dilaknati. Berdasarkan keumuman ayat-ayat dan hadits-hadits shahih yang-nyata mengharamkan riba. Allah Ta’ala berfirman,

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya omng yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan. mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. A1-Baqarah: 275)

Dan telah tetap dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasannya ia menuturkan,

،هيدهاشو هبتاكو هلكومو ابرلا لكآ مللسو هيلع هللا ىللص هللا لوسر نعل

.( ) :

ملسم هاور ءاوس مه لاقو

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknati pemakan riba (rentenir), orang yang memberikan / membayar riba (nasabah), penulisnya (sekretarisnya), dan juga dua orang saksinya. Dan beliau juga bersabda, ‘Mereka itu sama dalam hal dosanya’.”(HR. Muslim).

(21)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ةةييننزي ني ينثثلي ثيوي ةثتتسث نن مث دد شي أي مم ليعنيي ويهموي لم جمرتلا هملمكمأنيي ابةرث ممهيرندث

“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobihmengatakan bahwa hadits ini shahih)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ابيررلا ىبيرنأي ننإثوي هممتأم لمجمردلا حيكثننيي ننأي لمثنمث اهيرمسي ينأ ابةابي ني ونعمبنسي وي ةةثيلي ثي ابيرثلا م

ث لثسن مملنا لث جمرتلا ضم رنعث

Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya)

Tersebarnya riba merupakan “pernyataan tidak langsung” dari suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan adzab dari Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda,

هثللا بي اذي عي من هثسث فمننأيبث اونلدحيأي دنقيفي ةةييرنقي يفث ابيررلاوي اينزرلا ريهيظي اذيإث

(22)

BAB III

KESIMPULAN

Sebagaimana materi yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Rentenir adalah suatu jenis pekerjaan yang sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan bank dan lembaga keuangan non bank yang bergerak dibidang jasa pelayanan simpan pinjam uang. 2. Rentenir disamping memudahkan masyarakat, juga sangat

menyengsarakan masyarakat dalam segi pembayaran pinjaman dan cara penagihan hutang. Hal ini tentunya mengundang tindakan dari pemerintah untuk mengatasi perkembangan rentenir (bank illegal) di masyarakat.

3. Berbicara tentang praktek rentenir dari sisi hukum positif, paling tidak ada 2 undang-undang yang secara secara prinsip sebenarnya telah dilanggar walaupun implisit.

4. Dalam hukum Islam meminjam uang di rentenir hukumnya riba. 5. Riba adalah suatu akad/transaksi atas barang tertentu yang

ketika akad berlangsung, tidak diketahui kesamaanya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi obyek akad atau salah satunya.

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengujian keausan telah didapatkan nilai hasil rata-rata spesifik abrasi dari tiap sampel dengan nilai 0.0018 mm 3 /mm untuk asbestos dan 0.002 mm 3 /mm

Menurut Mardiasmo (2011:12) Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

Ketentuan Presidential Threshold awal mulanya diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, pada periode tahun 2004,

at 6 at 6 orang ibu !ost !artum yang tidak mengeta orang ibu !ost !artum yang tidak mengeta ui ui dengan baik tentang !elaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD) !ada bayi

Reaksi-reaksi pada langkah ini terjadi oleh adanya enzim-enzim yang disebut terpene synthase dan menghasilkan komponen kimia dengan tipe kerangka tertentu yang menjadi ciri

Dalam menafsirkan surat al-Nu<r, al-Ghaza<li< menjelaskan bahwa al-Nur< merupakan salah satu Asma’ al-H}usna. Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang melihat

3. Pada hari besar seperti tahun baru dan saat sedang ada festival kebudayaan, Kawasan Malioboro tertutup untuk kendaraan bermotor. Lalu lintas di jalan tersebut

Hasil analisis pada data tersebut menunjukan terdapat hubungan pada riwayat diabetes di keluarga dan umur kejadian DM pada pasien DM tipe 2, yaitu pada subjek