• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapsus Asuhan Kebidanan Pada Anak Dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Lapsus Asuhan Kebidanan Pada Anak Dengan"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA ANAK “A”

DENGAN THALASEMIA MAYOR DAN ANEMIA SEDANG DI RUANG POLIKLINIK ANAK RSUP SANGLAH

DENPASAR

NAMA : GUSTI KANZANIA FINANSI NIM : S.12.1019

AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA BANJARMASIN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga berkat karuniaNya penulis dapat mnyelesaikan laporan kasus berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang”, di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar

Dalam penulisan ini saya banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan ini dapat selesai pada waktunya. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Anggrita Sari, S.Si.T., M.Pd., M.Kes, selaku direktur Akbid Sari Mulia Banjarmasin.

2. Ibu Nurul Hidayah, SST, selaku bagian praktik klinik AKBID Sari mulia Banjarmasin.

3. Ibu Ni Nyoman Wirati, AMK selaku Pembimbing Klinik (CI)

4. Ibu Sulasmi, SST selaku Pembimbing Pendidikan (CT) yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.

5. Serta seluruh pihak yang membantu penulisan laporan ini.

Penulisan laporan ini saya rasakan masih jauh dari kesempurnaan, maka saya mohon saran dan kritiknya dari pembaca sekalian. Akhir kata saya berharap penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Denpasar,...2014

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Halaman Pengesahan...ii

Kata Pengantar...iii

Daftar Isi... v

BAB I Pendahuluan...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus...2

C. Manfaat...2

BAB II TINJAUAN TEORI...4

A. Pengertian Thalasemia...4

B. Klasifikasi...4

C. Etiologi... 8

D. Patofisiologi...10

E. Gejala Klinis...10

F. Komplikasi...11

G. Pemeriksaan Penunjang...12

H. Pencegahan...13

I. Penatalaksanaan Medis...16

J. Pengertian Anemia...18

K. Pembagian Anemia...19

L. Etiologi... 19

M. Patofisiologi...20

N. Tanda Gejala...21

O. Kemungkinan Komplikasi...21

P. Pemeriksaan Khusus Dan Penunjang...21

Q. Penatalaksanaan...22

(4)

A. Subjektif Data...23

B. Objektif Data...28

C. Analisis Data...26

D. Penatalaksanaan...27

E. Implementasi...27

BAB IV Pembahasan...30

BAB V Penutup...31

A. Kesimpulan...31 B. Saran 31

DAFTAR PUSTAKA

(5)

LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG

Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb).Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010).

Presentasi klinis thalasemia di seluruh dunia mencapai 15 juta orang. Fakta ini mendukung thalasemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak. Yayasan Thalasemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di dunia dengan Thalasemia α. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalasemia β jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang. Angka kejadian carrier thalasemia β di Indonesia sekitar 3-5%, bahkan di beberapa daerah mencapai 10%. 2500 bayi baru lahir diperkirakan akan mengidap thalasemia setiap tahunnya (I Wahidiyat, PA Wahidiyat, 2006 ; Yaish Hassan M, 2010).

Berdasarkan latar belakang di atas maka sangat penting bagi seorang perawat untuk memberikan asuhan pada pasien sedini mungkin, mulai pada deteksi dini, cara penanganan serta cara pencegahan sebagai upaya deteksi adanya penyakit yang memerlukan tindakan segera serta perlunya rujukan agar mencapai derajat kesehatan yang tinggi pada pasien dengan penyakit tersebut sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan kebidanan kepada pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.

(6)

Adapun tujuan yang dapat diambil dari penyusunan laporan ini adalah agar mahasiswa mampu:

a. Melakukan pengkajian dan pengumpulan data secara subjektif dan objektif pada kasus pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.

b. Melakukan penyusunan rencana asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa yang didapatkan setelah melakukan pengkajian secara subjektif dan objektif pada pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar. c. Melakukan asuhan kebidanan berdasarkan rencana asuhan setelah

mendapatkan hasil pengkajian baik secara subjektif maupun objektif kepada pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.

d. Melakukan tindakan dan evaluasi berdasarkan seluruh kegiatan pengkajian yang telah dilakukan kepada pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.

C. MANFAAT

1. Bagi Instansi Pelayanan

Diharapkan dapat memberikan informasi secara objektif tentang pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang sehingga dapat menjadi pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan memberikan pendidikan kesehatan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada pasien anak dengan masalah serupa.

(7)

Sebagai dokumentasi pada perpustakaan serta dapat dikembangkan lebih luas untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Pembaca Lain

Sebagai bahan acuan ataupun referensi dalam melakukan pembelajaran baik secara teori maupun praktik.

4. Bagi Pasien

(8)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Thalasemia 1. Pengertian

Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb).Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010)

Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang berarti lautan dan anaemia (“weak blood”). Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean (TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006). Nama Mediterranean anemia yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena kondisi ini bisa ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik pada daerah geografi tertentu (Paediatric Thalassemia, Medscape).

(9)

Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).

Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).

Berikut adalah jenis-jenis thalasemia:

a. Thalassemia α

Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).

1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)

(10)

tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).

2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)

Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).

3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)

Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).

4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)

Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006). b. Thalasemia β

Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).

(11)

Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak, 2007). Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).

2) Thalassemia β+

Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).

Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada:

a) Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ)

Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+ atau βo. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu gen β yang masih berfungsi secara normal dan formasi kombinasi αβ yang normal masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada sistesis rantai globin β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai δ di mana keduanya akan berikatan membentuk HbA2 / α2δ2 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik dan selain dari anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva, 2006) b) Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo)

or (βoβo) or (β+β+)

(12)

(Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai globin γ (Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011).

c) Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)

Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).

Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)

(13)

b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya

Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004) a. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a)

b. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b)

c. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya diduga berdekatan).

d. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)

3. Etiologi

(14)

proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.

Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.

Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/ pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.

(15)

memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassemia mayor.

4. Patofisiologi

Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

(16)

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu : a. Thalasemia Mayor:

1) Pucat 2) Lemah 3) Anoreksia 4) Sesak napas 5) Peka rangsang

6) Tebalnya tulang kranial

7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali 8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang

9) Disritmia 10) Epistaksis

11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik 12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml

13) Kadar besi serum tinggi 14) Ikterik

15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar.

b. Thalasemia Minor: 1) Pucat

2) Hitung sel darah merah normal

3) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

6. Komplikasi

(17)

yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

7. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.

a. Screening test

Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

1) Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining. 2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

(18)

81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).

3) Indeks eritrosit

Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).

4) Model matematika

Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).

Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).

b. Definitive test

1) Elektroforesis hemoglobin

(19)

negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).

2) Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).

3) Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

8. Pencegahan

WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program itulah yang diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005) konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui menderita kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia juga membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia-β mayor) maka penting untuk menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.

(20)

Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:

1) Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.

2) Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan Talasemia β berat

3) Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia (Permono, & Ugrasena, 2006).

Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia β. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai α. Penting untuk membedakan Talasemia αo(-/αα) dan Talasemia α+(-α/-α), pada kasus pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia αo homozigot. Pada kasus jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia β heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai α utuh, kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi atau Talasemia β dengan HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2006)

b. Diagnosis Prenatal

(21)

sintesis rantai globin pada sampel darah janin dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi chorion (CVS=corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko rendah untuk menimbulkan kematian atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006).

Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR) untuk mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk α dan β dari Talasemia secara langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi individual, membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik untuk memperbesar region gen globin β melalui membran nilon. Sejak sekuensi dari gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat dibatasi sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam (Permono, & Ugrasena, 2006).

(22)

Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%. Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti, dan rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage analysis (Permono, & Ugrasena, 2006).

Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan Talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif.

9. Penatalaksanaan Medis

Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain : a. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari

(23)

(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.

b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).

c. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002; Herdata, 2008) :

a. Medikamentosa

1) Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.

2) Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.

3) Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.

4) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah

(24)

Splenektomi, dengan indikasi:

1) limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture

2) hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.

Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.

c. Suportif Tranfusi Darah

Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

B. Anemia

1. Pengertian anemia pada umumnya

(25)

Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).

Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin (Hb) nya kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit (Hct) kurang dari 41% pada laki-laki, dan konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36% pada perempuan.

Berikut adalah HB, Ht, dan E normal manusia: a. Nilai Normal Hemoglobin :

1) Infant (neonatus) = 14 – 22 gr/dl 2) 6 bulan = 11 – 14 gr/dl 3) Anak (1 – 15 th) = 11 – 15 gr/dl 4) Dewasa :

a) Laki-laki = 14 – 18 gr/dl b) Perempuan = 12 – 16 gr/dl 5) Nilai normal hematokrit

a) Laki-laki = 40 – 48% b) Perempuan = 37 – 43% 6) Nilai normal eritrosit

a) Laki-laki = 4,5 – 5,5 juta/ml b) Perempuan = 4,0 – 5,0 juta/ml

2. Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer Institute)

a. Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/dL Perempuan 12.016.0 g/dL Laki-laki 14.0-18.0 g/dL b. Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL10.0 g/dL – nilai normal

(26)

3. Etiologi

a. Hemolisis (eritrosit mudah pecah) b. Perdarahan

c. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)

d. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper

e. Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:

Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan anemia. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung (aspirin, anti inflamasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll). Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.

(27)

Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera).

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

5. Tanda Dan Gejala

Tanda gejala yang umum muncul pada penderita anemia adalah: a. Lemah, letih, lesu dan lelah

(28)

c. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi.

d. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit dada)

e. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)

f. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada SSP

g. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare)

6. Kemungkinan Komplikasi Yang Muncul Komplikasi umum akibat anemia adalah:

a. Gagal jantung b. Kejang

c. Perkembangan otot buruk (jangka panjang) d. Daya konsentrasi menurun

e. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun

7. Pemeriksaan Khusus Dan Penunjang

Kadar Hb, hematokrit, indeks sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serumPemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.

8. Penatalaksanaan a. Anemia aplastik:

(29)

2) Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit(ATG)

b. Anemia pada penyakit ginjal

Pada pasien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat

c. Ketersediaan eritropoetin rekombinan d. Anemia pada penyakit kronis

Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat. e. Anemia pada defisiensi besi

Dicari penyebab defisiensi besi. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.

f. Anemia megaloblastik

1) Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.

2) Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.

(30)

BAB III Tinjauan Kasus

Asuhan Kebidanan Pada Anak DenganThalasemia Mayor Dan Anemia Sedang

Di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar

Hari/tanggal pengkajian : Senin/22 Desember 2014

Pukul : 10.00 WITA

Tempat pengkajian : Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar

A. SUBJEKTIF DATA

1. Identitas

Anak

Nama : An. A

Umur : 5,4 th

(31)

2. Keluhan Utama

Orangtua mengatakan anaknya tidak memiliki keluhan. Datang ke poliklinik anak untuk melelakukan kontrol thalasemia dengan membawa hasil laboratorium.

3. Riwayat Prenatal

a. Kehamilan ke : 1 b. Tempat ANC : BPM c. Imunisasi TT : Lengkap

d. Obat-Obatan yang pernah diminum selama hamil : Vitamin dan tablet tambah darah

e. Penerimaan Ibu/Keluarga Terhadap kehamilan : baik f. Masalah yang pernah dialami ibu saat hamil

N

o Keluhan / Masalah

Umur Kehamilan

Tindakan Oleh Ket

1 Mual muntah 8 minggu KIE Bidan

(32)

2 Pusing 8 minggu KIE Bidan

-4. Riwayat IntraNatal

a. Persalinan ke : 1

b. Tempat dan penolong persalinan : RS/Bidan c. Masalah saat persalinan : Tidak ada

d. Cara Persalinan : Spontan belakang kepala

e. Lama persalinan

Kala 1 : 5 jam

Kala II : 30 menit

f. Keadaan bayi saat lahir

Keadaan umum : Baik

Segera menangis/tidak : Segera menangis BB lahir/PB Lahir : 3000 gr/45 cm

5. Riwayat Kesehatan a. Anak

Orang tua mengatakan anaknya sering masuk rumah sakit untuk rawat dengan penyakit thalasemia

b. Keluarga

(33)

6. Status Imunisasi

7. Tumbuh kembang

Personal sosial : Berjalan dan bermain dengan lincah Motorik halus : Mengidentifikasi gambar, mampu

mengingat dan

menjelaskan peristiwa yang telah lampau Bahasa : Mampu berbicara dengan lancar dengan

kosa kata

Jenis Imunisasi Umur Diberikan Tempat Pelayanan HB 0

BCG+Polio 1 DPT-HB 1+Polio 2 DPT-HB 2+Polio 3 DPT-HB 3+Polio 4 Campak

0 hari 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan

(34)

banyak, dapat mengenali dan menuliskan namanya

Motorik kasar : Melepas pakaian sendiri

Tes perilaku : Memilih teman-temannya, mampu bermain sendiri, memiliki kesukaan sendiri

8. Data Kebutuhan Biologis a. Kebutuhan Nutrisi

Jenis Makanan dan Minuman : Nasi, lauk pauk, sayuran dan terkadang ditambah

buah Frekuensi : 1-2x sehari Banyaknya : ½ porsi Masalah : Tidak ada b. Kebutuhan Eliminasi

BAB

Frekuensi : 1x sehari Konsistensi : Lembek

Warna : Coklat tua

Masalah : Tidak ada BAK

Frekuensi : 2-3x sehari

Warna : kuning muda

Bau : Khas urin

(35)

Frekuensi Mandi : 2x sehari

Frekuensi Ganti pakaian : sesuai kebutuhan d. Tidur dan stirahat

Malam : 7-8 jam

Siang : 1-2 jam

Masalah : Tidak ada

9. Data Psikososial dan Spiritual Orang Tua/Keluarga

a. Tanggapan orangtua terhadap keadaan anaknya: cemas b. Tanggapan anak terhadap penyakitnya :belum mengerti

tentang keadaannya

c. Pengambil keputusan dalam keluarga: ayah

d. Pengetahuan keluarga tentang perawatan anak: petugas kesehatan

B. OBJEKTIF DATA 1. Pemeriksaan umum

a. Keadaan umum : baik

b. Kesadaran : compos mentis c. Tanda Vital : N 84 x/menit

S 36,2 °C R 22 x/menit 2. Pemeriksaan Antropometri

a. BB : 18 kg

(36)

3. Pemeriksaan Khusus a. Inspeksi

1) Kepala : kulit kepala tampak bersih, tidak ada massa

2) Muka : tampak simetris, muka tampak pucat 3) Mata : tampak simetris, konjungtiva pucat,

sklera

tidak ikterik

4) Telinga : tampak simetris, tidak tampak pengeluaran

serumen

5) Hidung : tidak tampak pengeluaran sekret, tidak ada

pernafasan cuping hidung

6) Mulut : bibir pucat tidak ada karies gigi, lidah

bersih, mukosa mulut dan bibir

lembab, tidak ada pendarahan gusi 7) Leher : tidak tampak pembesaran vena

jugularis

dan tidak tampak pembesaran kelenjar

limfe

8) Dada : tampak simetris dan tidak ada retraksi dada

9) Abdomen : datar, turgor cepat kembali 10) Genetalia : tidak ada kelainan

(37)

1) Leher : tidak teraba pembesaran vena jugularis dan

pembesaran kelenjar limfe 2) Abdomen : tidak terdapat nyeri perut

3) Ekskremitas : tidak teraba oedem dan varises, hangat

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil pemeriksaan darah pada tanggal 22 Desember 2014:

HB: 7,7

C. Analisa Data

1. Diagnosa : Resiko infeksi, resiko cedera 2. Masalah : Tidak ada

3. Kebutuhan : KIE, health education dan terapi

D. Penatalaksanaan

1. Memberitahukan kepada orang tua hasil pemeriksaan anaknya, yaitu:

a. Nadi : 84 x/menit b. Suhu : 36,2 °C

c. Respirasi : 22 x/menit d. Berat badan : 18 kg

e. Hb : 7,7 gr%

Ibu mengetahui dan mengerti hasil pemeriksaan anaknya 2. Memberitahu orangtua agar menjaga pola istirahat anaknya,

(38)

3. Memberitahu orangtua untuk tetap memberikan nutrisi yang adekuat kepada anaknya, orangtua mengerti dan akan mengikuti anjuran perawat.

4. Memberitahu orangtua agar selalu menjaga personal hygiene anaknya, oragtua mengerti dan akan mengikuti anjuran perawat.

5. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak mengenai pemberian terapi dan MRS :

a. Anak dijadwalkan untuk masuk ke ruang anak pada tanggal 22 desember 2014 untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut

b. Pemberian transfusi PRC: PRC 350 ml terbagi menjadi 2, yaitu:

1) I 250 ml 2) II 100 ml

Orangtua mengerti dan menyetujui tindakan yang akan diberikan oleh dokter.

BAB IV

(39)

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang

Anemia sedang adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah 8 gr/dL bai anak-anak.

Dilakukan pemeriksaan pada An. A dengan thalasemia mayor dan anemia sedang. Diagnosis ini didapatkan dari pengkajian secara langsung maupun tidak langsung kepada pasien, Nadi: 84 x/menit, Suhu: 36,2 °C, Respirasi: 22 x/menit, Berat badan: 18 kg, Hb: 7,7 gr%. Berkolaborasi dengan dokter spesialis anak dalam pemberian terapi:pemberian transfusi PRC 350 ml yang terbagi menjadi 2 kolf. Kolf I: 250 ml, kolf II 100 ml. Anak ditempatkan di ruang pudak atau ruang perawatan anak untuk mendapatkan perawatan serta tindakan lebih lanjut. Perawatan sehari-hari dilanjutkan hingga kedaan umum anak membaik.

(40)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Mahasiswa telah mampu melaksanakan asuhan kebidanan kepada pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.

2. Mahasiswa telah melakukan pengkajian dan pengumpulan data secara subjektif dan objektif secara langsung dan tidak langsung kepada pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.

3. Mahasiswa telah menyusun rencana asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa yang didapatkan setelah melakukan pengkajian secara subjektif dan objektif baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.

4. Mahasiswa telah dapat melakukan asuhan kebidanan berdasarkan rencana asuhan setelah mendapatkan hasil pengkajian baik secara subjektif maupun objektif kepada pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.

5. Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan dan evaluasi berdasarkan seluruh kegiatan pengkajian yang telah dilakukan kepada pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang di Ruang Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar.

B. Saran

(41)

Diharapkan laporan ini dapat memberikan informasi secara objektif tentang pasien anak dengan Thalasemia Mayor dan Anemia Sedang sehingga dapat menjadi pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan memberikan pendidikan kesehatan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada ibu hamil dengan masalah serupa.

4. Bagi Instansi Pendidikan

Diharapkan laporan ini dapat digunakan sebagai dokumentasi pada perpustakaan serta dapat dikembangkan lebih luas untuk penelitian selanjutnya.

5. Bagi Pembaca Lain

Diharapkan laporan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan ataupun referensi dalam melakukan pembelajaran baik secara teori maupun praktik. 6. Bagi Pasien

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan

Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.

Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2.Media Aesculapius Fkul.

Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas KedokteraanUnlam / RSUD Ulin Banjarmasin.

Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar Interpratama : Jakarta.

(43)

North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Referensi

Dokumen terkait

Dari paparan diatas diketahui bahwa respon getaran baik lateral maupun torsional pada poros turbin sumbu vertikal tipe darrieus dengan mekanisme fixed blade

generis , yang berarti “unik” , artinya bahwa masyarakat memiliki karakteristiknya sendiri yang tidak bisa dijumpai dalam realitas lain dalam alam semesta atau tidak.. dapat

Tujuan proposal penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) cara penentuan harga pokok yang dilakukan oleh UD.Batik Ibnu Hajar (2) perbedaan antara perhitungan

Embedded sistem ini mempunyai input berupa image capture kamera dari obyek daun bawang yang akan dibandingkan dengan template yang sudah tersedia dimikrokomputer,

CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap social maupun lingkungan

penurunan atau pengurangan luasan vegetasi mangrove di Pesisir Mimika Papua, khususnya di daerah Muara Sungai Kamora, Tipuka, Ajkwa, Minajerwi dan Mawati terjadi di

Beberapa aspek teknis pengolahan yang perlu disempurnakan dalam rangka meningkatkan kepuasan pembeli teh Indonesia berturut turut mulai dari prioritas pertama dalah :

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuji pada hipotesis pertama menunjukan bahwa relationship marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan