• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : M. Anis Bachtiar M. Fil. I Abstrak: Kata Kunci: A. Pendahuluan - PDF (Bahasa Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Oleh : M. Anis Bachtiar M. Fil. I Abstrak: Kata Kunci: A. Pendahuluan - PDF (Bahasa Indonesia)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Orientasi Ideologis Gerakan Modern Islam Kajian Historis Awal Abad 20 M Oleh : M. Anis Bachtiar M. Fil. I

Abstrak:

Kata Kunci:

A. Pendahuluan

Era modern adalah salah satu masa kritis terberat dalam sejarah masyarakat Islam. Krisis ini muncul bukan hanya disebabkan stagnasi pemikiran di kalangan umat Islam

Serta dispotisme kekhalifahan Utsmaniyah. Tetapi, lebih dikarenakan interksi dengan power politik dan militer Eropa yang terus menanjak sejak abad 18 ditandai dengan mendaratnya Napoleon ke Mesir tahun 1798. Ekspansi, Penatrasi dan kolonialisasi Eropa ke negara-nagara Muslim telah menciptakan disintegarsi politik “Islamdom” yang berakses pada independensi wilayah dengan mengatasnamakan Nasionalisme dan Patriotisme. Bahkan, lebih fantastis lagi dominasi Eropa telah menggoncangkan jati diri umat.

Fenomena tersebut merupakan faktor yang signifikan bagi lahirnya pergumulan perkumpulan pemikiran yanga intens di kalangan para Raoshanfikr (meminjam istilah Ali Syariati) dan sejak itulah genderanga revolusi pemiliran modern ditabuh yang memunculkan para mujaddid diantaranya : Jamal al Din al –Afghani, Muhammad Abduh, Amir Ali, Auhammad Iqbal, Rashid Ridha, al-Kawakib, Taha Husain, al Banna, Abu A’la al- Mududi serta sederet agent of change lainnya yang orientasi ideologis yang cukup beragam.1

1

(2)

Secara spesifik, tullisan ini berupaya mengidentifikasi orientasi idiologis gerakan Islam modern dengan straising pembahasan pada awal abad 20, melacak kedalaman kosepsi, kerakteristik tokkoh-tokohnya dengan tanpa bermaksud membarikan pemihakan pada salah satu tokoh atau gerakan tertentu.

B. Tipologi Gerakan

Trend “ gerakan Islam modern” diperkenalkan di berbagai dunia Muslim pada abad ke 19 dan 20 sebagai respon atas Barat yang telah menyusupkan Hemegominya dalam sektor politik, teknologi, kultur, sosial dan intelektual. Dalam kondisi ini beragam pertanyaan dan gugatan menggelitik di benak para pemikir :Apakah yang salah dengan umat Islam ?, mengapa mereka yang pernah menentukan rotasi sejarah lini menjadi lower sosiety ?, Mampukah Islam memberi solusi atas arus modernitas?, Dapatkah tradisi Islam mendukung perubahan sosial politik modern ?, maka Islamic modern movenments bertujuan menjawab kritis multidimensional yang melanlda lumat dengan mengartikualasikan konsepsi Islam dalam wawancara perubahan.

Dalam perkembangannya, telah terjadi evolusi pemimkiran diantara para pemikir Muslim yang mengarah pada polarisasi idiologis yang cukup manajam.2 Secara umum terdapat empat tipe gerakan yaitu sekuler-modernis, konservatif tradisionalis, reformis-modernis, dan fundamentalis-revivalis.

1. Sekuler

Term “sekuler” berasal dari kata “saeculum “ yang berarti dunia dan masa. Sementara dunia atau keduniaan dipertentangkan

2

(3)

dengan yang suci, ritual dan religius.3 Dengan pengertian lain, sekuler adalah upaya sterilisasi dalam zona politik dan domistikasi agama pada zona ritual dan individual. Tipologi pemikiran ini mewakili para modernis Muslim Westernizers yang secara radikal baradaptasi terhadap proses modernisasi dan menjadi muqallid sistim politik kenegaraan Barat. Seperti Nation State, Nationalisme, Soverignity, Freedom, dan Fatherland.

Setidaknya terdapat tiga kerakteristik gerakan sekuler; pertama, pemisahan poliltik dari idiologi agama dan unsur ekstesistical (campur tangan lembaga keagamaan) ; kedua perubahan yanga bersifat Adi-Kodrati dan theologi menjadi hal yang bersifat alamiah ; ketiga, kecenderungan melakukan interpretasi teks yang bersifat rosional, pragmatik dan nontransendental. Bahkan cenderung lepas dari akar teks-teks asli.

Pellopor dari ide ini adalah Namik Kemal dan Ziya Gokalp yang meletakkan dasar pondasi teoritis intelektual bagi Turkinisme yang berimbas pada eksklusifitas kekhalifahan Utsmani yanga mencapai sukses besar dibawa Mustafa Kama al Tatruk (1881-1938) Ia adalah seorang militer Turki yang kemudian menduduki kursi keprsidenan setelah menumbangkan kesultanan Utsmani (1924) dan mrnggantikannya menjadi negara nasonalis Turki. Ia melancarakan proyek westernisasi secara represif dan cenderung menggambil alih secara harfiah dan naif atas segala yang berbau Barat yang sacara hanif didindentikkan dengan modernisme. Ia aktor tang bertangagung jawab dalam teralinasinya masyarakat Turki dari akar badayanya karena mengganti tulisan Arab menjadi latin dan mengubah tradisi Agama ke dalam bahasa Turki. Dalam

3

(4)

perkembangannya proyek sekularisisi Turki mengalami kegagalan dan ia tetap jauh tertinggal dari negara barat yang disanjungnya .

Taha Husain (1889-1973), ia adalah murid Abduh yang menjadi pemimpin politik dan intelaktual. Setelah menganalisis kondisi destruktif kekhalifahan Utsmaniyah, ia menyakini bahwa pilihan kehidupan modern yanga tebaik adalah dengan memisahkan agama dan politik. Ia berasumsi bahwa kekuatan Umat Islam tidak dapat terwujud dengan cara kembali ke era tradisional, tetapi dengan reformasi liberal dan sekuler yang berorientasi ke barat. Ide-idenya tertuang dalam bukunya “Future of Colture in Egyp”.4

Senada dengan Taha Husain adala Ali Abd al Raziq (1999-1966). Pemikirannya yang termaktub dalam buku “al-Islam wa Ushul al-Hukm” memicu kontroversi yanga sangat tajam. Ia memahami bahwa kekuasaan aagma dan admitrasi politik pada masa Nabi tidak dapat diidentikkan, pemerintahan Muhamad atasa komunitas Muslim bukanlah misi dari kenabaian dan para kholifah yanga meneruskan kekuasaan bersifat temporal. Oleh karena itu, khalifah bukanlah sistem pemerintahan yang bersifat temporal. Oleh karena itu, khalifah bukanlah sistem pemerintahan yang inhern dalam ajaran Islam.Persoalan agama dan dunia tidak membutukan keberadaan sistem khilafah dalam ahli fiqih . Maka, konsep khilafah adalah warisan tradisi Islam turath

Yang tidak harus direfleksikan pada era modern. Maka, konstitusi muslim bersifat fleksibel dan tidak layak menjadi institusi

4

(5)

yang rigit dan dipolitisir sebagai alat mempertahakan status quo oleh para raja.5

2. Konservatif-Tradisionalis

Istilah konservatif dilabelkan kepada mereka yang cenderung bersikap kolot, mempertahakan tradisi yang berlaku serta melestarikan pranata yang suda ada dengan menentang perubahan secara radikal.6 Secara umum tipologi ini didukung kalangan tradisionalis dan masyarakat yang mempertahankan kekuasaan. Tipe ini memiliki karakteristik : pertama ; berupaya membangkitkan masa silam sebagai replilkal ideal Islam yang harus diaktualisasikan pada era modern : kedua, merefleksikan turath secara puritan dengan menafikkan wilayah interpretasi baru teradap teks-teks keagamaan dengan tanpa membedakan antara historia dan dokrin: ketiga, internalisasi konsep Islam dalam seluruh aspek kehidupan, lebih menjadikan Islam sebagai dokrin akidah daripada peradaban yang dibentuk dari akumulasi pergulatan sejarah kehidupan muslim : keempat, kembali ke ajaran Al-Qur’an dan Al -Hadith “al Aslah al Islamiyah” sebagai jalan mencapai kebangakitan Islam sekaligus membuang elemen-elemen yang berasal dari selain Islam.

Tokoh yang dikategorikan dalam tipe ini adalah M. Ilyas (1887-1948). Ia pendiri jamah Tabligh pada tahun 1930. jamaah Tabligh adalah gerakan internasional yang berpusat di India dan bercorak Conversion (mengupayakan kebaikan individu sebagai infastruktur terwujudnya Islah al-Mujtama’). Mereka berasumsi bahwa distorsi nilai dan dekandensi moral umat telah mencapai titik

5

John L. Esposito,…., 95. Taha Husain dan Ali adalah murid setia Muhammad Abduh yang berdomisili di Mesir, pemikirannya pro sekuler yang semakin jauh meninggalkan kerangkah berpikir gurunya.

6

(6)

kronis, maka solusi yang efektif adalah dengan menumbuhkan kesadaran muslim untuk mengakutualisasikan warisan Arab An-sih secara legal formal dalam kehidupan modern, dengan mensubordinasikan peran akal dalam memahami nash-nash dan menganjurkan taklid pada madhab tertentu. Karena pintu ijtihad telah tertutup dan tidak ditemukan lagi pada zaman modern ini ulama yang memiliki kapabilitas dan obyektivitas dalam melaksanakan ijtihad hukum.7

3. Reformis-Modernis

Secara etimologi kata reformis memiliki makna upaya memperbaiki diri menjadi lebih baik. Dalam wacana Islam pengertian reformis diidentikkan dengan rasionalitas sebagai proses perombakan pola pikir lama dan menggantikannya dengan pola pikir yang akliyah.

Faktor kunci dalam diskursus modernisasi adalah status dan pegangan tradisi (turath). Tipologi reformistik berkecenderungan meyakini bahwa antara warisan Islam dan modernitas dapat disintesakan dan diharmonisasikan denan standar rasio. Sehingga, hanya berpegang pada tradisi adalah konyol dan terbebas dalam arus moderitas adalah jahil, secara umum karakteristik gerakan eformasi modernis dapat diklasifikasikan sebagai berikut : pertama, upaya purivikasi tradisi Islam yang telah mengalami distorsi oleh inovasi dalam beribadah dan kecenderungan umat tenggelam dalam dunia missianis yang anti kemajuan; kedua, merekonstruksi tatanan sosial melalui ijtihad, didasarkan atas prinsip kebebasab berpikir dan rasionalitas yang terbingkai dalam koridor nash-nash syara’8). Ketiga,

7

Majalah Tempo, terbit tanggal 3 April 1993. lihat pula Ensyklopedi Islam hal. 267.

8

(7)

reinterpretasi prinsip-prinsip Islam tentang politik serta kristalisasi perdebatan khlafah dengan tetap konsis menolak imperalisasi Barat.9

Di antara tokoh gerakan ini adalah Muhammad Abduh (1849-1905), dalam paruh pertama perjuangannya ia terlibat sangat intens bersama gurunya dalam menggulirkan konsep pan-Islamisme )persatuan seluruh negeri muslim dalam satu bendera) sebagai respon atas kekhilafahan Uthmani yang cenderung tiranik dan mengekor ke Barat memlalui program tanzimat. Sementara, dalam paruh kedua, ia lebih memfokuskan pada diri pada bidang reformasi keagamaan, pendidikan, dan sosial serta mengentikan kegiatan politik dan agitasi menentang penguasa. Hal itu dikarenakan keyakinannya bahwa tranformasi sosial memerlukan kaji ulang terhadap teks-teks syara’ untuk diimplementasikan dalam wacana kekinian. Ia dijuluki Father Of Islamic Modern (Bapak pembaharuan Islam). Karena, para pemikir sesudahnya memiliki mata rantai pemikiran dengan Muhammad Abduh.

Sikapnya yang menolak taklid buta (te blind following of tradition) menyebabkan ia menformulasi penafsiran baru terhadap Islam yang membuktikan keyakinannya bahwa Islam relevan bagi contemporary thought dan kehidupan modern. Abduh menegaskan bahwa tidak ada konflik antara agama, akal, dan penemuan ilmiah. Ia mengemukakan landasan pemikiran rasional bagi untegrasi selektif umat Islam terhadap ide-ide dan lembaga modern. Pemikirannya tersalurkan melalui media al-Manar yang disusun bersama muridnya Rasyid Ridho sebagai sarana mencerdaskan umat dan menyebarkan modernisasi di Mesir.

9

(8)

Upaya keterbukaan ijtihad yang ditelorkan mencapai momentumnya setelah pada tahun 1899, ia diangkat menjadi mufti of egypt yang resmi sebagai mufti Mesir memperhatikan karakter pada aturan –aturan yang otoriter. Ia mengesahkan pakaian ala barat kebolehan membanyar bunga bank, dan menggugat konsep poligami.10

M. Rasyida Ridha (1865-1935) mewarisi pemikiran gurunya yaitu M. Abduh, Rido menggagas kembali konsep negara Islam dengan bercermin pada jaman keemasan pemerintahan Islam dan mengacu pada konsepsi politik yang telah mapan didalam historiografi muslim. Ia menyakini bahwa membangkitkan kembali kekhalifahan Islam adalah hal yang tidak mungkin. Namun demikian, diperlukan pemindahan fungsi kepada negara Islam ( Daulah al-Islamiyah) sebagai altenatif.11 Pembaharuan Islam dalam seluruh aspek keidupan menuntut keberadaan suatu sistem stuktural, ia berpendirian bahwa sistem yang Islami didasarkan atas konsultasi atara khalif dengan ulama, karena ulama memiliki posisi yang sangat urgen sebagai penafsir hukum ditengah arus modernitas yang menuntut restorsi dan reformasi hukum Islam.12

Konsepsi politik ideal Rashid Ridho ada internasionalisme politik Islam. Namun, sesudah perang dunia I kondisi riil umat Islam memaksanya berpikir realistis dan mengharuskannya berkompromi

10

John J. Donohue dan Jon L. Esposito, Islam in Transition, Muslim Perpectives, ( New York : Oxford University Press, 1982), 70. dalam ijtihad kemanusiaan ia memperjuangkan hak-hak wanita, memberikan pembelaan serta kesempatan pendidikan dan ketegasan hukum mengenai status muslimah. Lihat Mayam Jamelah, 57.

11

Hamid Enayat, Modern Islamic Political Though ( University of Texas Press, 1982), 69

12

(9)

politik. Gagasannya tentang pembentukan daulah universal bergeser ke arah nasionalisme Arab yang di dasarkan pada Islam.13

4. Fundamentalisme-Revivalis

Bahasa fondamentalis sering diasumsikan sebagai gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner yang menolak perubahan dan memperjuangkannya secara radikal. Term ini dalam perspektif Barat mengandung makna pejoratif dan anti kemapanan. Padahal pada hakekatnya fundamentalisme adalah gerakan Islam yang berupaya menguah realitas kehidupan muslim yang terpuruk sebagai dampak negatif dari aplikasi sistem produk Barat (wadl’I) dan melancarkan serangan terhadap konsepsi-konsepsi Barat serta mengembalikannya pada pondasi Islam.14Dalam wacana Islam gerakan ini memiliki karakteristik; pertama, keyakinan bahwa Islam adalah ideologi rahma li al-Alamin yang dapat memberi solusi terhadap problem manusia dan kemanusiaan serta menunjukkan manusia bagaimana menata kehidupan sesuai nur ilahi. Islam adalah mandat ilahi untuk melawan konsep meterialisme dan sekulerisme yang dikembangkan ideologi kapitalisme dan komunisme. Kedua, bersikap vis avis Barat dan berupaya melikalisasikan Barat pada wilayahnya dan menumbangkan arogansi Barat untuk menjadikan peradabannya sebagai paradigma kemajuan dan central of world civilization. Ketiga, penolakan tegas terhadap westernisasi ide dalam

13

Sekalipun secara pragmatis ia menerima nasionalisme dan nation state, dia tetap mengingatkan umat Islam untuk konsis terhadap ide solidaritas dan trans nasional.

14

(10)

seluruh rana baik sosial, politik, dan budaya serta menerima menerima moderisasi madiyah (sains dan teknologi).15

Tokoh fundamentalis Islam adalah Hasan al-Bannna pendiri jama’ah Ikhwan al-Muslimin pada tahun 1929. Ia memiliki visi ideologis yang kental dengan meyakini bahwa proyek terbesar Islam sebagai sebuah ideoligi adalah bagaimana meruba masyarakat sesuai dengan visi dan misi Islam mengenai transformasi sosial. Transformasi yang Islami tidak dapat terwujud tanpa adanya sistem politik berdasarkan aqidah Islam. Oleh karena itu, ia bersikap oposan terhadap pemerintahan Mesir dengan menganggap bahwa legalitas politik Mesir jauh dari idealitas Islam sehingga harus dirombak untuk memudahkan aplikasi syari’ah secara totalitas.16

Dakwah al-Ikhwan di dasarkan atas prinsip universalitas Islam, korporasi antara agama dan dunia dengan menegasikan sekulerisme, serta menyebarkan revolosi pemikiran ke seluruh dunia. Bahkan, tujuan fundamental gerakan ini adalah meraih pemerintahan menuju sistem khilafah sebagai salah satu pilar tegaknya Islam.17

Tokoh lainnya adalah Abu A’lah al-Maududi (1903). Seorang pemikir asal India pendiri gerakan jama’ah Islami yang berupaya mendekonstruksi kultur jahiliyah yang telah menggurita di masyarakat. Ia menyerang ideologi modern yang menguasai cara berpikir mayoritas muslim, sambil membongkar kesesatan dan nihilitas ideologi man-made tersebut, diantarana, nasionalisme yang

15

Youssef M. Choueri, Islamic Fundamentalis, (Boston : University Press), 15.

16

Erick Davis, Ideology Social Class and Islamic Radicalism in Modern Egypt, (State University of New York Press), 134-138.

17

(11)

mengarah pada jinggo-isme dan xenophobisme. Demokrasi yang dianggap membatasi kedaulatan souverenitas Tuhan serta modernisasi radikal yang telah mencampakkan penyembahan kepada alam Nature worship, tetapi menggantikannya dengan penyembahan kepada sesama manusia man-warship.

Konsep politik yang ia tawarkan adalah theo demokrasi dengan memberikan kedaulatan kepada rakyat tetapi dibatasi oleh pengawasa Tuhan atau alimited popular severgnity under the secerainty of God.

Dalam uapayanya merovolosi kehidupan masyarakat India Pakistan, ia telah berupaya sekuat tenaga mengembangkan program kompeherensif yang akan mengubah Pakistan menjadi masyarakat dan negara ideal, oleh karena itu, ia merekrut kalangan intelekyual memotivasi mereka dalam sektor ijtihad sebagai prinsip gerak dalam sistem Islam dengan tujuan membawa alur kehidupan dibawah petunjuk Tuhan serta menyebarkan perubahan pemikiran ke seluruh lapisan masyarakat. Ia meyakinkan bahwa Islam akan menjadi realitas yang operatif pada masa kini jika memiliki umat yang beriman, memiliki integritas dan visi yang jelas terhadap tatanan Islam.

C. Refleksi gerakan Modernis Islam di Indonesia

Pergumulan pemikiran di kawasan Timur Tengah berimplikasi positif bagi tumbuhnya pembaharuan di Indonesia yang dipelopori oleh mahasiswa muslim Indonesia yang belajar di Timur Tengah, diantaraya KH. M. Dahlan pendiri organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912.

(12)

Muhammadiyah. Bahkan, Muhammadiyah tidak sungkan menggambil sistem dan teknik pedidikan modern dengan kurikulum perpaduan antara suybek agama dengan mata pelajaran umun. Muhammadiyah melangkah lebih jauh dengan mendirikan sekolah-sekolah Belanda semacam MULO plus, HIS plus dan AM plus. Modernisasi yang dilakukan jau mengalahkan al-Azhar Kairo yang pada saat bersamaan masih berkubang menerapkan prinsi-prinsip pendidikan tradisonal.18

Dari sisi ideologis Muhammadiyah terpengaruh ole gerakan konservatif yang menekankan sentralitas tauhid dab urifikasi beribadah, konsekwensi logisnya ia menolak inovasi ibadah dan khurafat dan mengajak umat kembali kepada sunnah Nabi dan sahabat (ashab al-salaf). Dalam konteks inilah Muhammadiya termasuk gerakan reformos modern dalam tataran praktis yang terilami ide Abduh dan Rida, serta berediologi konservatif yang menyeruhkan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadith.

Pada pihak lain pengibaran bendera modernis Islam dan regiditas Muhammadiyah menghadapi bid’ah dan khurafat melatarbelakangi lahirnya Nahdlatul Ulama oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1926, berbeda dengan Muhammadiyah, NU pada awal kelahirannya cenderung bersifat tradisionalis dengan memandang tasawuf dan tarekat sebagai dimensi batin atau jantung pewahyuan Islam dan menekankan pada peningkatan aktifitas ritual keagamaan serta mengesampingkan modernisasi pendidikan.

Muhammadiyah dan NU adalah dua organisasi terbesar di Indonesia yang eksistensinya tidak pernah terputus, keduanya merupakan imbas dari gerakan modernisasi yang berlangsung di Timur Tengah (mewakili reformis modernis dan konservatif).

18

(13)

Adapun pemikiran Islam fundamentalis berpengaruh di Indonesia sejak pada dekade 80-an. Pada saat NU dan Muhammadiyah menerima azas tunggal Pncasila, maka sejumlah generasi muda Islam yang ingin mencari tempat berteduh mulai mencari alternatif sendiri dan menjawab kegelisahan serta ketimpangan sosial politik yag ada dalam bentuk bergabung dengan gerakan Islam yang bersendi revivalis. Fenomena ini dapat diamati di kampus-kampus perguruan tinggi, diantaranya gerakan Timur Tengah yang telah bersosialisasi dan mengembangkan sayapnya di Indonesia adalah : Ikhwan al-Muslimin, Hizbu al-Tahrir, Tarbiyah, Salafiyah, Tanzim al-Jihad, yang semuanya berorentasi pada pengembalian kejayaan Islam.

D. Penutup

Pergulatan pemikiran para mujadid dalam merespon perubahan zaman telah menciptakan peta arah masa depan gerakan Islam. Kalangan sekuler, dengan pragmatisnya mengerlingkan matan pada ide-ide Barat tanpa reserve sedikitpun. Sementara, kalangan konservatif bersikukuh pada turath gurun pasir tanpa mengindahkan arus modernitas. Adapun para reformis modern berikhtiar menghubungkan mata rantai teks-teks Islam dengan modernitas berpijak pada argumentasi wahyu yang dirfleksikan dalam kondisi budaya yang berubah dengan mengedepankan rasionalitas. Di sisi lain pada fundamentalis berupaya mendobrak inferioritas umat Islam di hadapan Barat dengan tetap konsisten terhadap nilai-nilai Islam dan melancarkan arus pemahaman akan kesempurnaan Islam sebagai way of life dan Islam akan eksis dalam percaturan global jika mengusung konsep ilahi dalam seluruh sektor kehidupan.

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) tipe kepeminpinan kepala sekolah kreatif SD Muhtadin, yaitu kepemimpinan demokratis (aspiratif akomodatif, assertif dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) perbedaan prestasi belajar siswa antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen yang diberikan treatment penggunaan

fasilitas pelayanan kesehatan, upaya pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan tradisional, serta pemberdayaan masyarakat terkait penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional.

Berdasarkan analisis hasil pembahasan dalam penelitian ini, maka penelitian yang berjudul hubungan antara efikasi diri dengan pilihan karir pada siswa kelas IX

Berkat rahmat ALLAH SWT, penulis selesai mengerjakan disertasi dengan judul Pengembangan Fungsi dan Tugas Kapal Aparat Negara di Laut dalam Rangka Penegakan Hukum dan SAR di

Setelah mempelajari mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan aspek penting ilmu mikrobiologi yang terkait dengan bidang industri meliputi prinsip

Hal ini berarti kinerja perawat 43,5% dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan suportif dari 49 responden, mengatakan bahwa atasan atau pemimpin mereka mempunyai gaya

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi sebagai berikut : (a) Bagaimana persepsi santri di