• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERJANJIAN PEMBORONGAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pemborongan - Perjanjian Pengadaan Barang Informasi Teknologi (IT) Antara CV. Dhymas Com dengan PT. Gapura Angkasa Dalam Pelaksanaannya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PERJANJIAN PEMBORONGAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pemborongan - Perjanjian Pengadaan Barang Informasi Teknologi (IT) Antara CV. Dhymas Com dengan PT. Gapura Angkasa Dalam Pelaksanaannya."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERJANJIAN PEMBORONGAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pemborongan

Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan. Di dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan sebagai kontrak adalah sebagai berikut:

An agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do to particular thing”

Artinya kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, di mana menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak meelakukan sesuatu secara sebagian.4

Berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Para sarjana menyatakan bahwa rumusan Pasal 1313 KUHPerdata di atas memiliki banyak kelemahan, salah satunya adalah Abdul Kadir Muhammad. Abdul Kadir Muhammad menyatakan kelemahan-kelemahan Pasal 1313 KUHPerdata adalah sebagai berikut :5

1. Hanya menyangkut sepihak saja

Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Kata mengikatkan sifatnya hanya datang dari satu pihak saja tidak dari dua pihak. Seharusnya

4

Salim H. S, Hukum Kontrak : Teori …. , Op.Cit., hal. 26.

5

(2)

dirumuskan saling mengikatkan diri jadi ada consensus antara pihak-pihak.

2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus

Pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus.

Seharusnya dipakai kata persetujuan. 3. Pengertian perjanjian terlalu luas

Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan dan janji perkawinan yang diatur dalam lapangan hukum keluarga.

4. Tanpa menyebut tujuan

Dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak yang mengikatkan diri tidak memiliki tujuan yang jelas untuk apa perjanjian tersebut dibuat.

Ada pula R. Setiawan yang berpendapat bahwa definisi perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut selain belum lengkap juga terlalu luas. Belum lengkapnya definisi tersebut karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja, terlalu luas karena dipergunakan kata perbuatan yang juga mencakup perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, maka definisi perjanjian perlu diperbaiki menjadi:6

1. Perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.

6

(3)

2. Menambahkan perkataan atau saling mengikatkan dirinya dalam Pasal 1313KUH Perdata.

Menurut R. Setiawan perjanjian adalah sebagai berikut:

“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”7

Pengertian perjanjian akan lebih baik apabila sebagai suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.8 Pengertian yang lengkap dan sempurna mengenai pengertian atau definisi dari perjanjian sangatlah sulit untuk kita dapatkan karena masing-masing sarjana mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Untuk mempermudah pengertian perjanjian dari para sarjana, maka ada beberapa pendapat yang dikemukakan sebagai berikut:

1. Menurut R. Subekti :

“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.”9 2. Menurut Sudikno Mertokusumo:

“Perjanjian adalah sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih

berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”10 3. Menurut Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S

“Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih

yang didasarkan pada kata sepakat dengan tujuan untuk menimbulkan

(4)

Dari pengertian di atas terlihat bahwa dalam suatu perjanjian itu akan menimbulkan suatu hubungan hukum dari para pihak yang membuat perjanjian. Masing-masing pihak terikat satu sama lain dan menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak yang membuat perjanjian. Dalam praktiknya bukan hanya orang perorangan yang membuat perjanjian, namun termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum.

Perjanjian banyak jenisnya, tergantung dari para pihak yang ingin mengikatkan diri satu sama lain mengenai hal apa, antara lain perjanjian pemborongan. Istilah konstruksi dan pemborongan apabila dikaji terdapat perbedaan di antara kedua istilah tersebut, tetapi dalam teori dan praktek hukum kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika dikaitkan dengan istilah hukum atau kontrak konstruksi dan/atau hukum atau kontrak pemborongan. Walaupun begitu sebenarnya istilah pemborongan mempunyai cakupan yang lebih luas daripada istilah konstruksi. Sebab dengan istilah pemborongan dapat saja berarti bahwa yang diborong tersebut bukan hanya konstruksinya (pembangunannya), melainkan dapat juga berupa pengadaan barang saja (procurement).11 Berdasarkan Pasal 1601 huruf b KUHPerdata yang dimaksud dengan perjanjian pemborongan adalah perjanjian dengan mana pihak satu yaitu si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain yaitu pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan.12

11

Munir Fuady, Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 12.

12

(5)

Dari definisi yang diberikan oleh KUHPerdata terlihat bahwa Undang-Undang secara keliru memandang kepada kontrak pemborongan sebagai suatu jenis kontrak unilateral, dimana seolah-olah hanya pihak kontraktor yang mengikatkan diri dan harus berprestasi, padahal dalam perkembangannya baik pihak kontraktor maupun pihak bouwheer saling mengikatkan diri dengan masing-masing mempunyai hak dan kewajiban masing-masing.13 Di sini tidaklah penting bagi pihak yang memborongkan pekerjaan bagaimana pihak yang memborong pekerjaan mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil dari pekerjaan tersebut yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik (mutu dan kualitas/ kuantitas) dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.

Dalam Black’s Law Dictionary yang dimaksud kontrak konstruksi adalah

Type of contract which plans and specification for construction for made a part of the contract itself and commonly it secured by performance and payment bonds

to protect both subcontractor and party for whom building is beaing constructed”

Artinya kontrak konstruksi adalah suatu tipe perjanjian atau kontrak yang merencanakan dan khusus untuk konstruksi yang dibuat menjadi bagian dari perjanjian itu sendiri.14

A.1 Syarat Sah Perjanjian

Subekti membagi syarat sahnya suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata ke dalam 2 kelompok, yaitu:

13

Munir Fuady, Op. Cit., hal. 13.

14

(6)

1. Syarat subyektif merupakan syarat yang menyangkutkan subyek yang mengadakan perjanjian, yaitu pihak yang mengadakan perjanjian yang terdiri dari:

a. Kesepakatan Kedua Belah Pihak

Kesepakatan adalah penyesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.15 Persetujuan kehendak di sini harus benar-benar atas kemauan sendiri tidak ada paksaan dari pihak manapun dalam persetujuan dan tidak ada kekhilafan dan penipuan. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:16

1) Bahasa yang sempurna dan tertulis; 2) Bahasa yang sempurna secara lisan;

3) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan;

4) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya; 5) Diam atau membisu asal dipahami pihak lawan.

Berdasarkan pasal 1321 KUH Perdata, kata sepakat harus diberikan secara bebas tidak boleh terdapat unsur cacat kehendak antara lain:

1) Kekhilafan, yaitu sesat dianggap ada apabila pernyatan sesuai dengan kemauan tapi kemauan itu didasarkan pada gambaran yang keliru baik mengenai orangnya (eror in persona) maupun objeknya (eror in substansia).

15

Salim H.S, Hukum Kontrak : Teori …. , Op.Cit., hal. 33.

16

(7)

2) Paksaan (dwang), yaitu kekerasan jasmani atau ancaman dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Paksaan ini bukan karena kehendaknya sendiri namun adanya paksaan dari pihak lain.

3) Penipuan (bedrag), yaitu pihak yang menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk menyepakati.

b. Kecakapan Bertindak

Kecakapan bertindak adalah kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiaban. Mereka yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah mereka yang sudah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Mengenai orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perbuatan hukum diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu:

(8)
(9)

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan (curatele) yaitu mereka yang mengalami ganguan jiwa, sakit ingatannya, suka berjudi, suka mabuk-mabukan, dan pemboros.

(10)

Dalam Pasal 110 KUHPerdata disebutkan bahwa seorang istri biar ia kawin diluar persatuan harta kekayaan, atau telah berpisahan dalam hal itu, biar ia melakukan sesuatu mata pencaharian atas usaha sendiri sekalipun, namun tak bolehlah ia menghadap di muka Hakim tanpa bantuan suaminya.

Selain SEMA, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tepatnya Pasal 31 ikut memperkuat hapusnya Pasal 108 dan Pasal 110 KUHPerdata. Dengan begitu maka istri termasuk dalam subjek hukum yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum.

2. Syarat obyektif yaitu syarat yang meliputi objek perjanjian yang terdiri dari:

a. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian adalah objek perjanjian. Dalam suatu kontrak objek perjanjian yang disepakati oleh para pihak harus jelas. Objek perjanjian tersebut dapat berupa barang atau jasa.17 b. Suatu sebab yang halal

Perjanjian tanpa sebab yang halal akan berakibat bahwa perjanjian tersebut akan batal demi hukum. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum, sedangkan pengertian sebab (causa) disini adalah tujuan

17

(11)

daripada perjanjian, apa yang menjadi isi, kehendak dibuatnya suatu perjanjian.

Bila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan. Artinya salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Selama tidak dibatalkan perjanjian tersebut tetap mengikat. Bila syarat obyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada sehingga tidak ada dasar untuk saling menuntut di pengadilan.

A.2 Asas-Asas Perjanjian

Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang di selenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 dihasilkan 8 asas-asas perjanjian. Kedelapan asas tersebut antara lain:18

1. Asas kepercayaan

Setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka di belakang hari.

2. Asas persamaan hukum

Subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum.

18

(12)

3. Asas keseimbangan

Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.

4. Asas kepastian hukum

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya.

5. Asas moral

Asas ini di dasarkan pada kesusilaan sebagai panggilan hati nurani. 6. Asas kepatutan

Asas ini tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang. 7. Asas kebiasaan

Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.

8. Asas perlindungan (protection)

Para pihak baik kreditur maupun debitur harus dilindungi oleh hukum, namun yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena berada pada pihak yang lemah.

(13)

1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of making contract)

Asas ini mempunyai arti bahwa setiap orang boleh mengadakan perjanjian dengan siapa saja, dengan syarat apa saja, dalam bentuk apa saja, dan tentang apa saja walaupun belum atau tidak diatur dalam Undang-Undang. Walaupun berlaku asas ini, kebebasan berkontrak tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak bertentangan dengan Undang-Undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum (beginselen der contrachtsvrjheid atau party autonomy).

2. Asas Konsensualisme

Perjanjian sudah dapat dikatakan ada atau lahir pada saat adanya kata sepakat dari pihak yang membuat perjanjian walaupun belum terjadi penyerahan barang yang diperjanjikan (levering). Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.19 Asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

3. Asas Kepastian Hukum (Pacta sunt servanda)

Setiap perjanjian yang dibuat adalah mengikat para pihak yang membuat dan berlaku seperti undang-undang bagi para pihak. Asas ini berarti bahwa perjanjian hanya belaku bagi para pihak yang membuatnya. Hal ini terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuat. Hal ini juga dimaksudkan untuk menyatakan kekuatan tentang perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu

19

(14)

Undang-Undang, kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah. Karena itu, Hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah Undang-Undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.20

4. Asas Itikad Baik (Goede Trouw)

Asas itikat baik merupakan asas bahwa para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur harus melakukan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan yang baik dari para pihak. Asas itikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Itikad baik nisbi dapat dilihat dengan memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Sedangkan itikad baik mutlak penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan dimana di dalamnya dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma yang objektif.21 Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

5. Asas Kepribadian (Personalitas)

Pada prinsipnya asas ini menentukan bahwa suatu perjanjian berlaku bagi para pihak yang membuatnya saja. Ketentuan mengenai asas ini tercantum dalam Pasal 1315 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk

20Ibid.

21

(15)

dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUH Perdata yang menyatakan bahwa perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.

A.3 Subjek dan Objek Perjanjian

Subjek perjanjian adalah para pihak yang terdiri dari kreditur yaitu pihak yang berhak atas prestasi dan debitur yaitu pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi yang terdiri dari manusia (natuurlijk persoon) dan badan hukum (recht persoon). Objek Perjanjian adalah segala sesuatu yang diperjanjikan oleh para pihak yang membuat perjanjian. Objek perjanjian dapat berupa benda atau jasa. Berdasarkan Pasal 503, 504, 505 KUHPerdata benda (zaak) dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:22

1. Benda bertubuh atau benda berwujud (lichamelijke zaken)

Benda ini sifatnya dapat dilihat, diraba dan dirasakan dengan panca indera. Benda bertubuh dapat dibagi lagi, yaitu:

a. Benda bergerak atau benda tidak tetap (roerende zaken) yang dapat digolongkan menjadi:

1) Benda yang dapat dihabiskan, misalnya minyak, bensin dan lain-lain.

2) Benda yang tidak dapat dihabiskan misalnya mobil, perhiasan dan lain-lain.

b. Benda tidak bergerak atau benda tetap (onroerende zaken)

Misalnya tanah, pabrik, rumah, kapal yang berukuran 20 m3 ke atas, toko, gedung, sawah, kayu di hutan dan barang-barang lain yang

22

(16)

sifatnya secara prinsip terpaku atau tertancap di tanah. Termasuk juga hak-hak seperti hak pakai hasil, hak usaha, hak bunga tanah, hak pengabdian tanah, hak pasar yang diakui pemerintah.

2. Benda tak bertubuh atau benda tak berwujud (onlichamelijke zaken)

Benda ini hanya bisa dirasakan oleh panca indera saja dan tidak dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, seperti hak cipta, merek, dan lain-lain.

Perjanjian pemborongan diatur dalam beberapa aturan hukum yang berlaku sebagai payung yang melindungi para pihak yang ada di dalamnya demi terciptanya asas kepastian hukum. Dasar hukum perjanjian pemborongan, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

2. Pasal 1604 s/d 1617 KUHPerdata dan peraturan-peraturan khusus yang dibuat Pemerintah seperti AV 1941 (Algemene Voorwarden Voor de uitvoering bij aaneming van openbare werken in Indonesia) yang artinya syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia.23 Tidak adanya ketegasan dalam pasal-pasal KUHPerdata mengenai kontrak pemborongan ini apakah bersifat hukum memaksa (mandatory law) atau hanya hukum mengatur. Sebagaiman umumnya pasal-pasal dalam buku ketiga KUHPerdata, maka kebanyakan ketentuan tentang hukum pemborongan tersebut bersifat hukum mengatur. Jadi umumnya dapat dikesampingkan oleh para pihak.24

23

F. X. Djumialdji, Op.Cit., hal. 3-4.

24

(17)

3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa konstruksi.

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.

Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan Jasa Konstruksi

6. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Instansi Pemerintah.

Dibentuknya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi memiliki beberapa tujuan, yaitu:

(18)

2. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.

Syarat sah perjanjian pemborongan bagi pihak swasta tunduk pada Pasal 1320 KUHPerdata sedangkan bagi pihak pemerintah tunduk pada Pasal 1320 KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pasal 1319 KUHPerdata mengatur bahwa semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu, karena itu para pihak yang melakukan perjanjian tidak bernama tidak hanya tunduk pada peraturan yang mengaturnya, tapi harus tunduk pula pada ketentuan dalam KUHPerdata. Dalam hal ini berlaku asas lex specialis derogat legi generalis. Jika pengaturan khusus tersebut tidak mengatur secara rinci maka dapat dipergunakan peraturan yang bersifat umum.

Pemborong bertanggung jawab dalam jangka waktu tertentu. Pada masa ini pemborong wajib melakukan perbaikan jika terbukti adanya cacat ataupun kegagalan. Menurut Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 tahun.

B. Jenis-Jenis Perjanjian Pemborongan

Berdasarkan cara terjadinya perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu:25

25

(19)

1. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang diperoleh sebagai hasil pelelangan atas dasar penawaran yang diajukan.

2. Perjanjian pemborongan pekerjaan atas dasar penunjukkan.

3. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang diperoleh sebagai hasil perundingan antara pemberi tugas dengan pemborong.

Berdasarkan cara penentuan harganya perjanjian pemborongan dapat dibedakan atas 3 bentuk utama sebagai berikut:26

1. Perjanjian pelaksanaan pemborongan dengan harga pasti (fixed price). Di sini harga pemborongan telah ditetapkan secara pasti, baik mengenai harga kontrak maupun harga satuan.

2. Perjanjian pelaksanaan pemborongan dengan harga lumpsum. Di sini harga borongan diperhitungkan secara keseluruhan.

3. Perjanjian pelaksanaan pemborongan atas dasar satuan (unit price).

Di sini harga yang diperhitungkan untuk setiap unit. Luas pekerjaan ditentukan menurut jumlah perkiraan atau jumlah unit.

4. Perjanjian pelaksanaan pemborongan atas dasar jumlah biaya dan upah (costplus fee).

Di sini pihak pemberi tugas akan membayar pemborongan dengan jumlah biaya yang sesungguhnya yang telah dikeluarkan ditambah dengan upahnya.

Berdasarkan usahanya perjanjian pemborongan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:27

26

(20)

1. Kontrak perencanaan konstruksi, yaitu kontrak yang dibuat oleh masing-masing pihak. Salah satu pihak yaitu pihak perencana memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi. Layanan jasa perencanaan ini meliputi rangkaian kegiatan atau bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi.

2. Kontrak pelaksanaan konstruksi, yaitu kontrak antara orang perorangan atau badan usaha dengan pihak lainnya dalam pelaksanaan konstruksi. 3. Kontrak pengawasan, yaitu kontrak antara orang perorangan atau badan

usaha dengan pihak lainnya dalam pengawasan konstruksi.

Berdasarkan jangka waktunya perjanjian pemborongan dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:28

1. Tahun tunggal, yaitu pekerjaan yang pendanaan dan pelaksanaannya direncanakan selesai selama satu tahun.

2. Tahun jamak, yaitu pekerjaan yang pendanaan dan pelaksanaannya direncanakan selesai lebih dari satu tahun.

Berdasarkan cara pembayaran hasil pekerjaan perjanjian pemborongan dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:29

1. Sesuai kemajuan pekerjaan, yaitu kontrak yang pembayaran hasil pekerjaannya dilakukan dalam beberapa tahapan dan bisa juga pembayaran dilakukan sekaligus pada saat pekerjaan fisik selesai seluruhnya.

27

Ibid., hal. 43.

28

Ibid., hal. 45

29

(21)

2. Pembayaran secara berkala, yaitu kontrak yang pembayaran hasil pekerjaannya dilakukan secara bulanan pada setiap akhir bulan.

Berdasarkan obyeknya perjanjian pemborongan dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:30

1. Kontrak pengadaan barang, yaitu kontrak yang dibuat oleh para pihak yang objeknya berupa barang dan dipergunakan untuk kepentingan pemerintah.

2. Kontrak konsultasi, yaitu kontrak yang dibuat oleh para pihak dimana pihak penyedia jasa memberika jasa professional dalam berbagai bidang untuk mencapai sasaran tertentu yang hasilnya berupa piranti lunak. Kontrak jenis ini disusun berdasarkan kepada kerangka acuan kerja yang sistematis yang ditetapkan pengguna jasa.

C. Para pihak Dalam Perjanjian Pemborongan

1. Pemberi Tugas (bouwheer/ aanbesteder/ owner/ employer/ client/ promoter/ buyer/ kepala kantor/ satuan kerja/ pemimpin proyek/ prinsipal/ yang memborongkan)

Pemberi tugas dapat berupa perorangan, badan hukum, instansi pemerintah ataupun swasta. Adapun tugas dan wewenang dari seorang pemberi tugas, yaitu:

a. Memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan pemborong. b. Menerima hasil pekerjaan.

c. Membayar harga bangunan.31

30

(22)

d. Penunjukan arsitek.

e. Wewenang dalam hubungannya dengan asuransi. f. Memberikan lokasi kepada kontraktor.

g. Kewenangan dalam hubungannya dengan ganti rugi. h. Kewenangan menetapkan pekerjaan dari kontraktor. i. Kewenangan dalam hal persertifikasian.

j. Kewenangan dalam hal arbitrase bila terjadi sengketa di kemudian hari.32

Hubungan antara pemberi tugas dengan perencana jika pemberi tugas adalah pemerintah dan perencana juga dari pemerintah maka terdapat hubungan kedinasan. Jika pemberi tugas dari pemerintah dan/atau swasta dengan perencana adalah pihak swasta yang bertindak sebagai penasihat pemberi tugas, maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian melakukan jasa-jasa tunggal (perjanjian perencana), sedangkan apabila pemberi tugas dari pemerintah atau swasta dengan perencana dari pihak swasta yang bertindak sebagai wakil pemberi tugas (sebagai direksi) maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792-1819 KUHPerdata).

2. Pemborong (kontraktor/ rekanan/ developer/ annamar)

Pemborong bisa perseorangan, badan hukum, swasta, maupun pemerintah. Tugas pemborong adalah:

a. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kontrak. b. Menyerahkan pekerjaan.

31

F. X. Djumialdji, Op.Cit., hal. 8.

32

(23)

Penunjukan sebagai pelaksana oleh pemberi tugas dapat terjadi karena pemborong menang dalam pelelangan atau memang ditetapkan sebagai pelaksana oleh pemberi tugas. Dalam perjanjian pemborongan, pemborong dimungkinkan menyerahkan sebagian pekerjaan tersebut kepada pemborong lain yang merupakan subkontraktor berdasarkan perjanjian khusus.

Subkontraktor adalah pihak ketiga yang dilibatkan oleh pihak kontraktor utama untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tertentu yang terbit dari kontrak konstruksi antara pihak bouwheer dengan pihak kontraktor utama, pekerjaan mana dilakukan oleh subkontraktor untuk dan atas nama pihak kontraktor utama.33 Secara yuridis hubungan hukum subkontraktor hanya dengan kontraktor utamanya saja. Apabila dilakukan pengangkatan subkontraktor maka kontraktor harus meminta persetujuan dari pengguna jasa serta menyatakan secara rinci jenis pekerjaan yang diberikan kepada subkontraktor. Pihak pemborong tetap bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan dalam mensubkontrakkan pekerjaan. Apabila terbukti bahwa pelaksanaan pekerjaan kontraktor tidak sesuai dengan perencanaan, maka kontraktor akan dikenakan sanksi-sanksi yaitu: denda, penangguhkan pembayaran, diadakan pembongkaran atau penggantian, memasukkan nama perusahaan kontraktor ke dalam daftar hitam rekanan dan pemutuskan kontrak dengan kontraktor.

Penunjukan pada pihak subkontraktor dapat dilakukan dengan cara penunjukan sendiri oleh pihak kontraktor utama atau penunjukan subkontraktor dengan partisipasi pihak bouwheer. Pihak bouwheer campur tangan dalam

33

(24)

menentukan subkontraktor dengan alasan bouwheer hanya percaya pada kemampuan pihak kontraktor semata-mata, ketersediaan keahlian yang cukup pada kontraktor tertentu, dan ketersediaan peralatan yang cukup pada kontraktor tertentu. Apabila pihak subkontraktor gagal memenuhi kewajibannya maka pihak

bouwheer dapat mengajukan klaim atas kerugiannya kepada pihak kontraktor, kecuali kontrak yang bersangkutan dengan tegas menentukan sebaliknya.34 Untuk menghindari terjadinya kerugian maka kontraktor harus benar-benar memilih subkontraktor yang memilih reputasi yang baik, bertanggung jawab dan memiliki kemampuan yang dapat diandalkan.

3. Perencana (arsitek)

Arsitek adalah perseorangan atau badan hukum yang berdasarkan keahliannya memiliki tugas, yaitu:

a. Sebagai penasihat

Di sini perencana mempunyai tugas membuat rencana biaya dan gambaran proyek sesuai dengan pesanan pemberi tugas (bouwheer).

b. Sebagai wakil

Di sini perencana bertindak sebagai pengawas dengan tugas mengawasi pelaksanaan pekerjaan. Perencana juga dapat menunjuk orang lain untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan (ada subsitusi).35 Sebagai wakil perencana dapat diberhentikan sewaktu-waktu apabila ditariknya kembali kuasanya si kuasa, dengan

34Ibid.,

hal. 186-188.

35

(25)

pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si kuasa, dengan meninggalnya si pemberi kuasa maupun si kuasa, dengan pengampuannya si pemberi kuasa maupun si kuasa, dengan pailitnya si pemberi kuasa maupun si kuasa, dengan perkawinannya si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa (Pasal 1813 KUHPerdata).

4. Pengawas (Direksi)

Direksi bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborong. Di sini pengawas memberi petunjuk-petunjuk memborongkan pekerjaan, memeriksa bahan-bahan, waktu pembangunan berlangsung dan akhirnya membuat penilaian opname dari pekerjaan. Selain itu pengawas bertugas untuk mengadakan pengumuman pelelangan yang akan dilaksanakan, memberikan penjelasan mengenai Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) untuk pemborongan-pemborongan atau pembelian dan membuat berita acara penjelasan, melaksanakan pembukuan surat penawaran, mengadakan penilaian dan menetapan calon pemenang serta membuat berita acara hasil pelelangan dan sebagainya.36 Fungsi mewakili yang terbanyak dari direksi adalah pada fase pelaksana pekerjaan dimana direksi bertindak sebagai pengawas terhadap pekerjaan pemborong, jadi kewenangan mewakili dari direksi ini ada selama tidak ditentukan sebaliknya oleh pemberi tugas secara tertulis dalam perjanjian yang bersangkutan bahwa dalam hal-hal tertentu hanya pemberi tugas yang berwenang menanganinya.

36

(26)

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan 1. Pemberi tugas (bouwheer)

Hak-hak pihak bouwheer, yaitu :

a. Hak utama yaitu menerima hasil pekerjaan secara utuh dan sesuai ketentuan yang terdapat dalam kontrak sesuai dengan keinginan pihak pemberi tugas dan diselesaikan sesuai jadwal waktunya. b. Mengetahui jalannya pekerjaan pemborongan di lapangan.

c. Mengecek jalannya pelaksanaan pekerjaan di lapangan apakah sudah sesuai dengan perjanjian atau tidak.

d. Memperoleh laporan bulanan mengenai hasil kemajuan pekerjaan. e. Berhak untuk memperlakukan subkontraktor dalam pemenuhan

kewajiban dan konsep yang sama seperti kontraktor utama, yaitu dalam hal pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh kontraktor utama, subkontraktor juga dianggap tidak dapat melakukannya. Jika kontraktor mengenai sesuatu hal dianggap tidak berkepentingan untuk melakukannya maka subkontraktor juga dianggap tidak berkepentingan untuk melakukan pekerjaan tersebut.

f. berhak untuk memutuskan perjanjian dengan didahului dengan pemberitahuan secara tertulis apabila denda keterlambatan penyelesaian proyek telah mencapai batas maksimum yaitu 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak.

(27)

a. Kewajiban utama adalah melakukan pembayaran sesuai dengan nilai kontrak dari pihak pemborong jika pemborong telah menyelesaikan pekerjaannya.

b. Membayar uang maka pekerjaan (down payment) kepada pihak pemborong setelah menerima jaminan pelaksanaan dari pihak pemborong.

c. Memberikan pengarahan dan bimbingan apabila dalam pelaksanaan pekerjaan lapangan terdapat hal-hal menyimpang di luar isi perjanjian.

d. Memberikan biaya tambahan atas kenaikan harga atau jasa sehubungan dengan pekerjaan tersebut.

2. Pemborong (kontraktor)

Hak-hak pihak pemborong,yaitu:

a. Hak utama adalah menerima pembayaran sebesar nilai kontrak dari pihak pemberi tugas.

b. Hak mendapatkan uang muka (down payment) dari pihak pemberi borongan pekerjaan bangunan sesuai dengan yang diperjanjikan. c. Berhak menuntut tambahan biaya atas kenaikan harga barang atau

jasa sehubungan dengan perkerjaan itu dengan syarat telah mendapat ijin dari pemberi borongan pekerjaan tentang klaim yang diajukan pihak pemborong.

(28)

e. Mencari tambahan dana dari pihak ketiga.

f. kontraktor utama berhak untuk memberlakukan syarat-syarat dari perjanjian induk kepada subkontraktor yang berarti mengalihkan beban yang diwajibkan oleh pemberi tugas yang semula berlaku bagi kontraktor utama menjadi berlaku bagi subkontraktor.

g. kontraktor dapat juga berhak atas pembayaran mengerjakan bangunan tersebut jika si pemberi tugas lalai untuk melakukan pemeriksaan dan menyetujui pekerjaan atau bendanya menjadi rusak karena cacat.

Kewajiban-kewajiban pihak pemborong, yaitu :

a. Kewajiban utama adalah menyelesaikan pekerjaan pemborongan pekerjaan bangunan yang diberikan pihak pemberi borongan pekerjaan.

b. Mentaati dan melaksanakan ketentuan umum yang berlaku di Indonesia termasuk ketentuan mengenai hubungan ketenagakerjaan dan keselamatan kerja.

c. Mengadakan tindakan preventif agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilaksanakan dengan cara yang benar dan tidak membahayakan keselamatan, baik bagi para pekerja atau yang berdampak buruk bagi masyarakat sekitar.

(29)

e. Melakukan pekerjaan pemeliharaan pekerjaan selama 30 (tiga puluh) hari sejak penyerahan pertama dilakukan.

f. Membuat laporan setengah harian dan setengah bulan atas kemajuan fisik yang dicapai dalam pelaksanaan pekerjaan.

g. Mengadakan pemberitahuan secara tertulis apabila terjadi force majeure pada pihak pemberi tugas.

h. Jika ada kekurangan atau kekeliruan dalam gambar bestek, maka pemborong wajib memberitahukan pada pemberi tugas dan pemborong wajib bertanggung jawab atas kekurangan serta keamanan dan konstruksi hasil pekerjaan, sehingga jika pekerjaan yang tidak baik, pemborong masih berkewajiban memperbaiki atas biaya pemborong sampai baik dan diterima pihak pemberi tugas.

i. Pemborong yang melakukan pekerjaan dan menyediakan material, jika kemudian pekerjaannya musnah sebelum penyerahan pekerjaan maka risiko ada pada pemborong, ini berarti pemborong harus mengerjakan lagi dengan material yang baru kecuali jika si pemberi tugas telah lalai melakukan pemeriksaan dan menyetujui pekerjaan tersebut maka risiko beralih pada pemberi tugas (Pasal 1650 KUH Perdata).

(30)

Sebagai tambahan pula bahwa peran serta masyarakat dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan tidak dapat dihilangkan begitu saja. dalam hal ini masyarakat pun memiliki hak dan kewajibannya. Hak masyarakat berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, yaitu:

1. Melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi.

2. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Kewajiban masyarakat berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, yaitu:

1. Menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang Pelaksanaan jasa konstruksi.

2. Turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.

E. Metode Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan

Dalam tahap awal pelaksanaan perjanjian pemborongan dilakukan kualifikasi perusahaan pemborongan, yaitu:37

1. Golongan C3 adalah pemborong yang mampu melaksanakan pekerjaan pemeliharaan/ perbaikan ringan dan pembangunan dengan persyaratan teknis sederhana bernilai di atas Rp 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah).

37

(31)

2. Golongan C2 adalah pemborong yang mampu melaksanakan pekerjaan pemeliharaan/ perbaikan ringan dan pembangunan dengan persyaratan teknis sederhana bernilai di atas Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

3. Golongan C1 adalah pemborong yang mampu melaksanakan pekerjaan pemeliharaan/ perbaikan ringan dan pembangunan dengan persyaratan teknis sederhana bernilai di atas Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).

4. Golongan B2 adalah pemborong yang mampu melaksanakan perbaikan dan pembangunan dengan persyaratan teknis madya di atas Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

5. Golongan B1 adalah pemborong yang mampu melaksanakan perbaikan dan pembangunan dengan persyaratan teknis madya di atas Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000 (satu miliyar rupiah).

6. Golongan A adalah pemborong yang mampu melaksanakan pekerjaan perbaikan dan pembangunan dengan persyaratan teknis tinggi atau sangat tinggi bernilai di atas RP 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Setelah tahap pengkualifikasian perusahaan pemborongan selesai lalu lanjut ke tahap selanjutnya, yaitu:38

1. Pelelangan umum

38

(32)

Pelelangan umum adalah pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media masa dan atau pada papan pengumuman resmi untuk penerangan umum, sehingga masyarakat luas atau dunia usaha yang berminat dapat mengikutinya. Pelelangan umum dilakukan denga cara sebagai berikut:

a. Diadakannya pengumuman kepada yang berminat. b. Pemberian penjelasan.

c. Pengajuan penawaran kepada panitia. d. Pembukaan surat penawaran.

e. Penetapan calon pemenang pelelangan. f. Penetapan pemenang pelelangan. g. Pengumuman pemenang pelelangan. h. Penunjukan pemenang.

2. Pelelangan terbatas

Pelelangan terbatas adalah pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang dilakukan di antara pemborong atau rekanan yang dipilih dari pemborong atau rekanan yang terdaftar dalam Daftar Rekanan Mampu (DRM) sesuai dengan bidang usaha atau ruang lingkupnya atau klasifikasi kemampuannya.

3. Penunjukan langsung

(33)

pelelangan terbatas dan dilakukan diantara sekurang-kurangnya tiga penawar dari pemborong atau rekanan yang tercatat dalam Daftar Rekanan Mampu (DRM). Penunjukan langsung bisa terjadi karena alasan khusus berhubungan dengan telah terjadinya bencana alam berdasarkan pernyataan Kepala Daerah yang bersangkutan. Contohnya penunjukan langsung pada pihak-pihak pemborong untuk membangun kembali Nangroe Aceh Darusalam pasca tsunami yang melanda Aceh 26 Desember 2004 lalu. Penunjukan langsung ini dikarenakan pekerjaan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi yang membutuhkan tindakan yang cepat.

4. Pengadaan langsung

Referensi

Dokumen terkait

El concepto hab´ıa quedado plasmado, pero con una puesta en marcha algo pobre: el proyecto consist´ıa en una interfaz gr´ afica simple mediante la cual presentar al usuario

Jenis penelitian ini adalahkualitatifmenggunakan pendekatangrounded research dengan menggunakan suatu teknik constant comparation, yaitu sewaktu penelitian berada di

tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap pelaksanaan, tahap analisis data, dan tahap pelaporan. Hasil penelitian: 1) Jenis kesulitan belajar pada mata

penulis berharap bahwa akan hubungan negatif antara rasio utang dari perusahaan dan likuiditas karena perusahaan dengan likuiditas yang tinggi dapat mengahsilkan pemasukan kas

Tiada alasan lagi bagi remaja untuk berkahwin; bagi ibu bapa untuk membenarkan anak-anak mereka mendirikan rumah tangga; dan bagi masyarakat untuk memandang berkahwin adalah

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kadar hemoglobin dengan kejadian abortus di RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.. Dari tabel tersebut

Untuk melihat upaya yang telah dilakukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Batang dalam meningkatkan kualitas pelayanan akta kelahiran diamati dari

Analisis respons siswa terhadap perangkat dan kegiatan pembelajaran berorientasikan model pemaknaan mata pelajaran IPA kelas IV, yakni sebagai berikut.