commit to user
i
KAJIAN BATIK TULIS
DI RUMAH INDUSTRI “RETNO
MULYO
” BAYAT KLATEN
SKRIPSI
Oleh:
DENNY EKO NUR PRAMBUDY
K3206018
PENDIDIKAN SENI RUPA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iii
KAJIAN BATIK TULIS
DI RUMAH INDUSTRI “RETNO MULYO” BAYAT KLATEN
Oleh:
DENNY EKO NUR PRAMBUDY
K3206018
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
vi MOTO
“Lakukan yang terbaik untuk hari ini seolah-olah tiada lagi hari esok” (Penulis)
“Semua hal yang terjadi pada saat ini merupakan pengingat untuk menentukan
langkah selanjutnya ”
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Teriring syukurku pada-Mu, ku persembahkan karya ini untuk:
Almamater prodi pendidikan SR FKIP UNS Surakarta
Bapak Ibu dan semua keluargaku
Senantiasa mendoakan dan memberikan segalanya
Adek Candra:
Yang selalu memotivasiku, menemaniku, dan mengingatkanku
Teman-teman ’06, kakak dan adik tingkat program Seni Rupa:
Terimakasih atas semangat dan bantuannya
Teman-teman kampung:
commit to user
viii ABSTRAK
Denny Eko Nur Prambudy. KAJIAN BATIK TULIS DI RUMAH INDUSTRI “RETNO MULYO” BAYAT KLATEN.
Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Latar belakang rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten (2) Manajemen produksi batik tulis di rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten (3) Strategi pengembangan produksi batik tulis di rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten.
Penelitian ini dilaksanakan di rumah industri batik Retno Mulyo Dukuh Mejan RT 03/ RW 02, Desa Kebon, Kec. Bayat. Kab. Klaten, Prop. Jawa Tengah, pada bulan Maret sampai Mei 2012. Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dan strategi model tunggal terpancang. Sumber data penelitian ini yaitu pemilik rumah industri batik Retno, pekerja rumah industri batik Retno Mulyo, Siswi SMK Rota yang PKL di rumah industri batik Retno Mulyo, pengurus kelompok batik di desa Kebon, kepala Desa Kebon, tempat, dan dokumen. Teknik pengumpulan data yaitu menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam, dan analisis dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling. Untuk teknik validitas data menggunakan review informan dan
trianggulasi. Teknik analisis data dengan analisis jalinan atau mengalir.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Di rumah industri Retno Mulyo terdapat beberapa input yang merupakan unsur penting untuk menjalankan produksi batik, yaitu: a. Pelaku usaha (pemilik usaha, karyawan, siswi SMK Rota yang PKL), b. Peralatan (meja pola, penghapus, gunting, alat tulis, alat ukur panjang, sendok plastik, kukusan, gelas, dingklik, canting, kwas,
jegul, gawangan, skrap, kompor, wajan, ijuk, bak celup, jimbeng, pawon,
timbangan, sarung tangan, gombal, tongkat, ember, kenceng, bambu), c. Bahan (kain mori, kertas, malam, zat warna, d. Bahan pembantu (asam sulfat, soda abu,
TRO, tawas, kanji), e. Disain motif tradisional, f. Energi (minyak tanah, kayu bakar, sinar matahari, listrik). (2) Proses produksi berupa persiapan (pemotongan kain dan mola), nyanting (klowongan, ngiisen-iseni, nembok), pewarnaan (dengan zat warna alam dan buatan), dan finishing (nglorod, penguatan zat warna). (3) Hasil produksi berupa kain batik dengan ukuran 250 cm x 150 cm dan 250 cm x 125 cm, dengan motif-motif yang tradisional. (4) Pengembangan produksi dilakukan bertahap, a. Mulai membangun usaha dengan modal (alat,bahan,uang) dan hasil produksi yang sedikit, b. Hasil produksi sulit dipasarkan, c. Memproduksi batik untuk mengikuti pameran batik di wilayah Jawa Tengah, d. Hasil produksi mulai diminati konsumen, e. Membangun tempat produksi yang lebih baik dan melengkapi peralatan serta bahan, f. Mampu meningkatkan jumlah produksi untuk dipasarkan di wilayah Jawa. Sekarang akan mengembangkan produksi batik cap untuk menambah jumlah hasil produksi.
commit to user
ix ABSTRACT
Denny Eko Nur Prambudy. THE STUDIES ON BATIK TULIS IN “RETNO MULYO” HOME INDUSTRY IN BAYAT KLATEN.
Thesis. Surakarta: Faculty of Training and Education. Sebelas Maret University of Surakarta. June 2012.
This research purpose is to know (1) The background of Retno Mulyo batik home industry in Bayat Klaten, (2) The manajgemen production of Retno Mulyo batik home industry in Bayat Klaten (3) The production development strategy of Retno Mulyo batik home industry in Bayat Klaten.
The reasearc was conducted in Retno Mulyo batik home industry, Mejan RT 03/RW 02 , Kebon, Bayat, Klaten, Central Java, from Marc to May 2012. The form of is qualitative descriptive and single stacked model. the source of reserch data was the owner of Retno Mulyo batik home industry owner, the worker in Retno Mulyo Retno Mulyo batik home industry, batik home industry, SMK
Rota’s student which got job training the head of batik corporation in Kebon
Village, Village Chief of Kebon, the place, and documents. The data collecting method was using observation, in depth interview, and document analisis. The sampling used was purposive sampling. Data validity technique was using informan review, and trianggulation. Data analysis technique was using brainded and flow analysis.
From the research result, it can be concluded that (1) In Retno Mulyo batik home industry there are several input wich become important element to run batik production, those are: a. Business personel (owner, worker, and on the job trainer from SMK Rota), b. Tools/equipmen (pattern table, eraser, scissors, writing tools, measurement tools, plastic spoon, kukusan, glasses, small wooden, dingklik,
canting, brush, jegul, gawangan, skrap, stove, friying pan, palm fiber, immersing
bensin, jimbeng, pawon, scales, gloves, scrap cotton, stick, basin, kenceng, bamboo), c. Material (mori textile, paper, wax, diyes), d. Suporting material (sulfirid acid, caustic soda, TRO, alum, Starch), e. Tradisional motif design, f. Energy (petroleum, wood, sunlight, electricity), (2) Production process from preparation (cut the fabric, an making pattern), nyanting (klowongan, isen-iseni,
nembok), coloring (using natural and chemical dyes), to finishing (nglorod, color
enchancement), (3) The production result in form of traditional motif fabric in 250 cm x 125 cm, and 250 cm x 125 cm sizes, (4) The production development was done in stages, a. Start running the bussines by small capital (money, material, and equipment), b. Production result difficulty to be marketed, c. Produc special batik to join batik exhibition in Central Java, d. The produc started to get attention from customers, e. Build better production area and provide more complete equipment and materials, f. In crease the production capacity to sell in Java Island area. And now, they will develop stamp batik to increase the sum of production.
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang
timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan
terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan izin pelaksanaan tugas skripsi.
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum. selaku ketua Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang memberikan izin pelaksanaan tugas
skripsi.
3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd, selaku Ketua Program Penidikan Seni Rupa
Jurusan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin
pelaksanaan tugas skripsi
4. Dr.H. Edy Tri Sulistyo, M.Pd, selaku Pembimbing I, yang telah
membimbing dengan sabar dan memberikan pengarahan yang sangat
berarti dalam esensi tulisan ini.
5. Nanang Yulianto, S.Pd, M.Ds, selaku pembimbing II yang telah
membimbing dengan sabar dan memberikan pengarahan yang sangat
berarti dalam esensi tulisan ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Seni Rupa yang secara tulus
memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis.
7. Ibu Sipon selaku pemilik rumah industri batik Retno Mulyo.
commit to user
xi
9. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang
memberikan bantuan terhadap kelancaran penulisan skripsi ini. Semoga
amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah
SWT.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan di dunia pendidikan khususnya.
Surakarta, Juni 2012
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... v
commit to user
xiii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 27
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 27
C. Sumber Data ... 28
D. Teknik Sampling ... 29
E. Teknik Pengumpulan Data ... 30
F. Validitas Data ... 32
G. Analisis Data ... 33
H. Prosedur Penelitian... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 37
A. Deskripsi Lokasi Rumah Industri Batik Retno Mulyo ... 37
B. Latar Belakang Keberadaan Rumah Industri Batik Retno Mulyo. 43 C. Manajemen Produksi Batik Tulis di Rumah Industri Batik Retno Mulyo ... 46
1. Input (masukan) Untuk Produksi Batik Tulis di Rumah Industri Batik Retno Mulyo ... 46
2. Proses Produksi Batik Tulis di Rumah Industri Batik Retno Mulyo ... 61
3. Hasil Produksi Rumah Industri Batik Retno Mulyo ... 84
D. Strategi Pengembangan Produksi Untuk Mengembangkan Produk Batik Tulis di Rumah Industri Batik Retno Mulyo ... 91
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... 104
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Peralatan Membatik ... 8
Tabel 2.2. Bahan Membatik ... 13
Tabel 4.3. Peralatan Batik Tulis di Rumah Industri Batik Retno Mulyo ... 47
Tabel 4.4. Bahan Batik Tulis di Rumah Industri Batik Retno Mulyo... 54
commit to user
Gambar 4.7. Ruang Penyimpanan Produk Setengah Jadi ... 42
commit to user
Gambar 4.48. Disain Motif Lung-lungan Pada Kertas Kalkir ... 58
Gambar 4.49. Disain Motif Lung-lungan Pada Kertas Kalkir 2 ... 58
Gambar 4.50. Disain Motif Lung-lungan Kombinasi Parang ... 59
Gambar 4.51. Disain Motif Lung-lungan Pada Kertas Karton ... 59
Gambar 4.52. Disain Motif Nuju Prono... 59
Gambar 4.53. Disain Motif Nogo Gini... 59
commit to user
xviii
Gambar 4.55. Disain Motif Semen ... 60
Gambar 4.56. Disain Motif Solo ... 60
Gambar 4.57. Disain motif Lereng ... 60
Gambar 4.58. Kegiatan Pemotongan Kain Mori ... 62
Gambar 4.59. Kegiatan Mola Kain Mori Menggunakan Meja Pola ... 63
Gambar 4.68. Kegiatan Pewarnaan Batik Putihan dengan Zat Warna Indigo. 71
Gambar 4.69. Batik Putihan Setelah Selesai Diwana Indigo... 71
Gambar 4.70 Kegiatan Nglorod Kain Batik ... 73
Gambar 4.71. Kegiatan Mbironi Batik Kelengan ... 73
Gambar 4.72. Kegiatan Pewarnaan Dengan Zat Warna Soga ... 74
Gambar 4.73. Hasil Pewarnaan Dengan Zar Warna Soga ... 74
Gambar 4.74. Kegiatan Pewarnaan Dengan Jolawe ... 75
Gambar 4.75. Hasil Pewarnaan Dengan Zat Warna Jolawe ... 75
Gambar 4.76. Pencelupan Batik Putihan ke Dalam Larutan TRO ... 77
Gambar 4.77. Kegiatan Nyolet Oleh Siswi PKL ... 78
Gambar 4.78. Kegiatan Pewarnaan Dengan Zat Warna Naftol ... 79
Gambar 4.79. Kegiatan Mbironi dan Nggranit Kain Batik ... 80
Gambar 4.80. Kain Batik Pewarna Sintetis Dijemur Setelah Dilorod ... 81
Gambar 4.81. Pewarnaan Batik Putihan Dengan Zat Warna Indigosol ... 82
Gambar 4.82. Penjemuran Kain Setelah Diwarnai dengan Indigosol ... 83
Gambar 4.83. Hasil Warna Kain Setelah Dijemur ... 83
commit to user
Gambar 2. Wawancara dengan Sukoco (Kepala Desa Kebon) ... 108
Gambar 3. Wawancara dengan Ibu Sipon (Pemilik Rumah Industri batik Retno Mulyo) ... 109
Gambar 4. Wawancara dengan Bapak Sunardi (Pemilik Rumah Industri batik Retno Mulyo) ... 109
Gambar 5. Wawancara dengan Endang Winarsih (Pekerja Rumah Industri Batik Retno Mulyo/Putri Ibu Sipon) ... 109
commit to user
xx
Gambar 7. Wawancara dengan Novi (Siswi SMK Rota yang PKL di Rumah
Industri Batik Retno Mulyo) ... 110
Gambar 8. Batik Retno Mulyo Mengikuti Pameran di Solo Paragon Mal ... 110
Gambar 9. Wawancara dengan Bapak Sunardi di Solo Paragon Mal ... 111
Gambar 10. Galeri Kelompok Batik Kebon Indah... 111
Gambar 11. Wawancara Dengan Ibu Arini (Pengurus Kelompok Batik Kebon Indah) ... 111
Gambar 12. Batik Kelengan Motif Merak (Hasil Produksi Tahun 2010) ... 112
Gambar 13. Batik Motif Ceplok (Hasil Produksi Tahun 2010) ... 112
Gambar 14. Batik Kelengan Motif Merpati(Hasil Produksi Tahun 2011)... 113
Gambar 15. Batik Motif Lung-lungan Semen (Hasil Produksi Tahun 2011) .. 113
commit to user
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Foto-foto Lokasi Observasi dan Kegiatan Wawancara ... 108
Lampiran 2. Foto-foto Hasil Produksi ... 112
Lampiran 3. Hasil Wawancara ... 114
Lampiran 4. Surat Ijin Menyusun Skripsi ... 140
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keaneka ragaman
budaya yang dihasilkan oleh kelompok-kelompok masyarakat. Budaya merupakan
identitas dari suatu kelompok yang akhirnya diharapkan menjadi identitas
nasional. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan terdiri dari banyak suku,
sehingga muncullah beragam adat-istiadat, dan budaya. Salah satu wujud budaya
tersebut adalah batik. Menurt Sa’du (2010: 5) “Batik secara historis berasal dari
suku Jawa. Walaupun disetiap daerah di Indonesia memiliki industri batik, tapi
industri batik yang paling besar yaitu di pulau Jawa”. Seni batik sudah ditemukan
sejak zaman nenek moyang kita.
Kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang pada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Batik yang dihasilkan pada waktu itu ialah batik tulis sampai dengan awal abad ke-20 dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920 (Dedi S, 2009: 6-7).
Menurut Sugiarti (2009: 14) ”Pada akhir abad ke-19 ada beberapa pengrajin batik yang dikenal di Mojokerto. Bahan yang dipakai pada waktu itu,
kain putih yang ditenun sendiri dan obat-obatan batik dari soga jambal,
mengkudu, nila/tom, tingi, dan sebagainya”.
commit to user
2
Batik sampai saat ini terus mengalami perkembangan. Tidak
mengherankan jika batik mengalami perkembangan pesat baik menyangkut
motif/coraknya. Menurut Sa’du, (2010: 14) ”Motif batik tradisional yang
didominasi oleh lukisan binatang dan tanaman sempat bergeser pada motif abstrak
seperti awan, relief candi, dan wayang. Hanya saja semua motif batik yang kini
bermunculan tetap bertumpu pada pakem tradisional”. Sebagai akibat dari
perkembangan tersebut, warisan budaya Indonesa ini sempat diklaim oleh negara
tetangga. Menanggapi klaim tersebut, pemerintah Indonesia pada akhirnya
berinisiatif untuk mendaftarkan batik ke UNESCO (United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization)/organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan perserikatan bangsa-bangsa. Dalam rangka mendapatkan
pengakuan sebagai warisan budaya dunia, pemerintah Indonesia harus melewati
berbagai proses panjang. Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO mengukuhkan
batik sebagai global cultural heritage (warisan budaya dunia) yang berlangsung di
Prancis (Sa’du, 2010: 15).
Mengenai teknik, peralatan, dan bahan untuk pembuatan batik sampai
sekarang ini juga mengalami perubahan. Obat-obat untuk membuat batik semula
adalah bahan yang diperoleh dari alam kini telah banyak bahan sintetis. Menurut
Soetarman (2008: 3) ”Obat-obat luar negeri baru dikenal sesudah Perang Dunia I yang dijual oleh pedagang-pedagang Cina di Mojokerto”. Perubahan-perubahan
batik dari batik tradisional sampai batik zaman sekarang ini berdampak pada
perubahan pasar penjualan batik bahan alami di nusantara. Pengrajin batik yang
menggunakan bahan alami saat ini tergolong sedikit, karena banyak para
pengrajin memilih menggunakan bahan-bahan buatan seperti pewarna buatan
(pewarna sintetis).
Sekarang ini juga telah muncul kain bermotif batik yang proses
pembuatannya dengan teknik printing. “Banyak kalangan yang tidak setuju batik
printing disebut batik, karena dibuat dengan proses sablon, tetapi bermotif batik.
Bahkan sejak adanya batik printing pada tahun 1982, banyak produsen atau
perajin yang tidak lagi memproduksi batik, karena kalah bersaing” (Yusuf, 2012:
commit to user
3
modal besar mampu menguasai pasar batik dimana-mana”. Terlepas dari
kontroversi keberadaan batik printing, para pengrajin harus mampu bersikap
bijak. Dengan adanya batik printing masyarakat bisa menikmati hasil budaya
bangsanya sendiri dengan harga terjangkau, tapi kita jangan sampai melupakan
budaya membatik secara tradisional yaitu dengan canting yang sudah turun
temurun.
Meskipun perkembangan batik dari masa ke masa, pada aspek bahan
pembuatan dan teknik atau prosesnya telah menunjukkan perkembangan, namun
sampai saat ini masih ada pengrajin batik yang tetap konsisten mempertahankan
pembuatan batik dengan teknik-teknik seperti zaman dulu, dengan menggunakan
bahan-bahan alami dan dengan proses pembuatan batik secara tradisional. Salah
satu rumah industri yang saat ini dalam proses pembuatan batik tetap
mempertahankan cara-cara tradisional dengan canting, serta menggunakan bahan
alami adalah rumah industri batik Retno Mulyo.
Rumah industri batik Retno Mulyo didirikan oleh ibu Sipon dan sudah
berjalan 3 tahun yang lalu. Beliau memperoleh keterampilan membatik dari hasil
bekerja di batik Danar Hadi Solo. Sambil bekerja, beliau juga belajar di BLK
(Balai Latihan Kerja) Solo, di sana beliau belajar mengenai peralatan dan bahan
yang digunakan dalam membatik dan cara membatik dari proses awal yaitu
meliputi persiapan alat dan bahan, nyanting, pewarnaan hingga proses finishing.
Saat itu yang dipelajari adalah batik tulis dan cap. Setelah lulus dari BLK, beliau
semakin dipercaya oleh juragan batik Danar Hadi, di sana beliau menjadi pegawai
yang diandalkan dan selalu dilibatkan setiap kali ada program promosi
perusahaan. Akhirnya ibu Sipon memutuskan untuk keluar dari batik Danar Hadi
Solo. Beliau membangun usaha batik di rumahnya sendiri. Sudah tiga tahun
beliau mendirikan usaha dan mengajak warga sekitar untuk menjalankan
usahanya. Rumah industri ini mengerjakan batik tulis dari proses awal hingga
proses finishing, dan merupakan salah satu sentra pengrajin batik tulis yang
menggunakan pewarnaan bahan alam dan sintetis, namun lebih mengutamakan
pewarnaan alami. Sekarang ini rumah industri batik yang lain banyak yang beralih
commit to user
4
lebih mudah dan cepat, selain itu harga hasil produk batik printing juga lebih
murah dibanding batik tulis maupun cap, para konsumen juga banyak yang beralih
memilih batik printing. Batik tulis maupun cap telah mengalami pergeseran dan
semakin berkurang peminatnya. Dengan kondisi seperti itu rumah industri batik
Retno Mulyo tetap mempertahankan produksi batik tulis dan lebih mengutamakan
bahan alami untuk pewarnanya. Ibu Sipon juga selalu optimis mengembangkan
usahanya. Batik tradisional tidak akan terus tergeser keberadaannya jika semua
pihak sadar akan besarnya nilai yang terkandung di dalam warisan budaya ini dan
mau berama-sama terus melestarikan salah satu warisan nenek moyang bangsa
Indonesia.
Kain batik warisan leluhur kita merupakan hasil karya seni yang indah dan
unik. Keunikannya ada pada kata “batik” itu sendiri. Meskipun singkat namun
padat unsur. Misalnya proses membatik, yang terdiri dari persiapan alat dan
bahan, kemudian proses membatik dengan malam, pewarnaan, dan proses akhir
yaitu nglorod (menghilangkan malam pada kain batik). Mengingat banyak unsur
yang terkandung dalam batik, dapat dimengerti kalau banyak upaya telah
dilakukan berbagai kelompok pecinta atau pemerhati batik untuk selalu
melestarikan. Masing-masing kelompok atau individu tentu memilih unsur batik
yang sesuai dengan bakat, perhatian, dan kepentingannya sebagai dasar dalam
melakukan pelestarian batik di Indonesia.
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
dapat dimengerti bahwa keberadaan batik tulis dengan pewarna alami telah
tergeser dengan batik printing dan bahan-bahan buatan (sintetis) terutama untuk
bahan pewarnanya, produsen batik banyak yang beralih memproduksi batik
printing, namun rumah industri batik Retno Mulyo tetap mempertahankan
produksi batik dengan teknik tradisional yaitu dengan teknik tulis dan lebih
mengutamakan bahan alami untuk proses pewarnaan, maka peneliti mengkaji dan
meneliti dengan mengambil judul “Kajian Batik Tulis di Rumah Industri “Retno
commit to user
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang dikaji
dapat dirumuskan ke dalam berbagai pertanyaan penelitian seperti berikut ini:
1. Bagaimanakah latar belakang keberadaan rumah industri batik Retno
Mulyo Bayat Klaten?
2. Bagaimanakah manajemen produksi batik tulis di rumah industri batik
Retno Mulyo Bayat Klaten?
3. Bagaimanakah strategi pengembangan produksi untuk mengembangkan
produk batik tulis di rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang berkenaan
dengan:
1. Latar belakang keberadaan rumah industri batik Retno Mulyo Bayat
Klaten.
2. Manajemen produksi batik tulis di rumah industri batik Retno Mulyo
Bayat Klaten.
3. Strategi pengembangan produksi untuk mengembangkan produk batik
tulis di rumah industri batik Retno Mulyo Bayat Klaten.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
seperti tersebut di bawah ini:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai referensi bagi penelitian yang akan datang mengenai
pembuatan batik tulis.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian dapat dijadikan bahan pembanding atau masukan pada
industri batik lainnya mengenai pembuatan batik tulis.
b. Dapat dijadikan pedoman untuk mengukur kemampuan seseorang
commit to user
6 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Batik
Batik memiliki pengertian yang cukup banyak, para ahli mengemukakan
batik dengan pengertiannya masing-masing, namun memiliki arti yang sama.
Menurut Oriyati dan Winarni (1982: 89) “Batik adalah suatu istilah di Indonesia
yang menggambarkan suatu proses pencapan rintang dengan desain yang khas.
Perintang tersebut dengan jalan menempelkan malam pada kedua permukaan
kain. Selanjutnya dilakukan pencelupan dalam larutan warna pada suhu dingin “.
Batik (atau kata batik) berasal dari bahasa Jawa “amba” yang artinya sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan, tetapi ketika ditemukannya batik cap, maka laki-laki pun ikut andil dalam bidang ini. Teknik membatik sudah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga teknik ini berasal dari bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India. Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Srilangka, dan Iran. Selain di Asia batik juga sangat populer di beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari pulau Jawa (Dedi S, 2009: 1).
Batik adalah seni melukis di atas kain, dengan menggunakan alat canting
yang diisi lilin (malam) sebagai tinta lukisnya. Secara ilmu etimologi kata batik
berasal dari kata ”tik” yang berarti titik/kecil. Jadi, membatik adalah suatu
pekerjaan yang harus memiliki kesabaran (Soetarman, 2008: 5).
Menurut Sa’du (2010: 11) ”Istilah batik berasal dari kosakata bahasa Jawa,
yaitu amba dan titik. Amba berarti kain, dan titik adalah cara memberi motif pada
commit to user
7
Cara kerja membuat batik pada dasarnya adalah menutup permukaan kain
dengan malam cair (wax) agar ketika kain dicelup ke dalam cairan pewarna, kain
yang tertutup malam tersebut tidak ikut terkena warna. ”Jika proses membuat
batik dilakukan dengan cara ditulis menggunakan alat yang disebut canting, maka
batik tersebut dinamakan batik tulis” (Soetarman, 2008: 5). ”Ada juga jenis batik
yang pembuatan motifnya menggunakan alat cetak khusus yang terbuat dari
logam dengan motif-motif tertentu, batik yang dibuat dengan cara ini mirip
dengan stempel atau cap. Batik yang dibuat seperti ini disebut sebagai batik cap
atau batik stempel” (Sa’du, 2010: 11-12).
Mengukir di atas kain itu disebut membatik, kata batik sendiri berasal dari
kata “tik” yang artinya titik, batik berarti bertitik. Memang kain batik
adalah kain yang dihiasi dengan ukiran terbuat dari garis dan titik-titik. Membatik ialah melukis juga. Melukis dilakukan di atas layar, dan membatik di atas mori. Melukis dilakukan dengan kuas, tetapi membatik dengan canting. Kalau melukis dengan cat, tetapi membatik dengan malam. Tujuan melukis dan membatik adalah kesenian, karena melahirkan keindahan di atas bahan (Soekamto,1994: 9-10).
Dari pengertian-pengertian di atas, jelas bahwa batik adalah karya yang
dipaparkan di atas bidang datar kain dengan dilukis atau ditulis dengan
menggunakan canting atau dicap dengan menggunakan malam untuk menutup
bagian kain yang tidak akan diwarnai.
B. Alat dan Bahan Membatik
Dalam proses pembuatan batik, tentunya menggunakan peralatan dan
bahan yang diperlukan yang berfungsi untuk menunjang proses produksi. “Alat
merupakan benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai
maksud tujuan, sedangkan bahan merupakan barang yang akan dibuat menjadi
barang yang lain” Tim Pustaka Phoenix (2008: 99). Soetarman (2008: 15) menyatakan bahwa “Peralatan dan bahan membatik terdiri dari bermacam-macam, namun peralatan yang digunakan cukup sederhana dilihat dari bentuk dan
fungsinya”. Meskipun saat ini banyak bermunculan peralatan-peralatan yang lebih modern, untuk batik tulis dan cap pada umumnya menggunakan
commit to user
8
1. Peralatan Membatik
Menurut Soekamto (1994: 21) “Alat yang dipakai untuk mengerjakan batik antara lain adalah: Pensil, penghapus, meja, bingkai, canting, cap,
gawangan, pisau, kuas, kompor, sapu, timbangan, belanga, tongkat kayu, sarung
tangan, clemek, bak celup”. Jenis-jenis peralatan dan kegunaannya dapat dilihat
dalam tabel berikut:
a. Meja pola, dibuat khusus untuk memola motif batik dari kertas pola batik ke kain putih. Daun meja terbuat dari kaca dan diberi lampu neon di bawahnya.
b.Meja cap, digunakan untuk meletakkan kain mori yang akan dicap. Meja cap terbuat dari kayu yang daun mejanya harus benar-benar datar dan dilapisi plastik, busa, kertas semen dan mika.
2 Penghapus
Gambar 2.2. Penghapus
(Kantong Seni, 2011: 1)
Untuk menghapus gambar yang salah pada saat memola dengan pensil pada kertas kalkir maupun pada kain. Pola yang salah, dihusap dengan stip secara perlahan, searah dengan goresan pola pensil, supaya cepat hilang dan kain tidak rusak.
3 Dingklik
Gambar 2.3. Dingklik
commit to user grafit (barang tambang berwarna hitam arang), dengan kode H/HB, pensil ini
Untuk melukis pada waktu membatik kain yang digunakan untuk membuat batik tulis. Canting terdapat berbagai macam jenis. Jenis canting menurut fungsinya: a. Canting reng-rengan, digunakan untuk
membatik reng-rengan. Reng-rengan
adalah batikan pertama kali sesuai dengan pola atau membatik kerangka dari motif dasar sebelum pekerjaan lebih lanjut
b.Canting isèn, digunakan untuk mengisi bidang polaan (Soetarman, 2008:19)
6 Cap
Gambar 2.6. Cap
(Perpus Albidayah, 2011: 1)
Alat cap disebut juga canting cap,
berbentuk stempel dan terbuat dari bahan tembaga, terdiri dari:
a. Bagian muka, berupa susunan plat tembaga dengan disain batik.
b.Bagian dasar, tempat melekat bagian muka.
c. Tangkai cap, untuk memegang cap pada saat digunakan untuk pencapan (Oriyati & Winarni, 1982:89).
7 Gawangan
Gambar 2.7. Gawangan
(Yusma, 2011: 1)
Untuk menggantungkan kain pada waktu membatik. Ukuran panjang gawang 150 cm, tinggi 75 cm. Gawangan pada umumnya terbuat dari kayu bambu dan besi. Para pengrajin batik kebanyakan menggunakan gawangan yang terbuat dari bambu, karena lebih ringan, mudah
commit to user
10 8 Pisau
Gambar 2.8. Pisau
Pisau yang digunakan adalah:
a. Pisau dapur dengan ujung meruncing digunakan untuk menghilangkan noda malam yang menetes di atas kain yang sedang dibatik.
b.Golok digunakan untuk memotong malam yang akan dimasak.
9 Kompor
Gambar 2.9. Kompor
(Republika, 2012: 1)
Kompor yang digunakan ada dua macam, kompor kecil dan besar, keduanya
memiliki fungsinya masing-masing, yaitu: a. Kompor kecil, digunakan untuk
memasak malam supaya cair, yang akan digunakan untuk membatik.
b.Kompor besar, untuk memasak air yang akan digunakan untuk melorod kain batik .
10 Wajan
Gambar 2.10. Wajan Kecil
(Kantong Seni, 2012: 2)
Untuk tempat mencairkan malam. Wajan yang dipakai berukuran kecil, dibuat dari logam baja atau tanah liat. Wajan
sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa menggunakan alat lain.
11 Ijuk
Gambar 2.11. Ijuk
commit to user
a. Kuas besar, digunakan untuk menutup bagian yang luas yang tidak dapat dibatik dengan canting.
b.Kuas kecil, digunakan untuk mencolet larutan obat pewarna batik ke bagian yang akan diberi warna.
13 Bak Celup
Gambar 2.13. Bak Celup
(Perpus Albidayah, 2011: 1)
Untuk mencelup kain batik dalam larutan obat pewarna. Bak celup untuk pewarnaan batik dibuat khusus, dengan panjang 150 cm dan lebar 25 cm, dan tinggi 35 cm. Bak celup ini dibuat dari bahan kayu supaya tidak berkarat.
14 Wadah Untuk Memasak Air
Gambar 2.14. Belanga
(Kantong Seni, 2012: 2)
Wadah yang digunakan untuk memasak air pada umumnya adalah:
a. Cèrèt, gunanya untuk memasak air, dan
ukuran ceret lebih dari satu liter. b.Belanga, disebut juga “kèncèng”.
Gunanya untuk memasak air dan air itu dipakai untuk menghilangkan lilin yang melekat pada kain batik pada waktu
“melorod. Belanga dapat digunakan
untuk memasak air dengan jumlah yang lebih banyak dibanding cèrèt.
15 Timbangan
Gambar 2.15. Timbangan Kue
(Kantong Seni, 2011: 2)
commit to user
12 16 Sarung Tangan
Gambar 2.16. Sarung Tangan (Bisma, 2011: 1)
Untuk melindungi kulit tangan agar tidak menjadi kotor oleh larutan obat pewarna pada saat kita mencelup dan juga untuk melindungi tangan dari bahan kimia yang dapat merusak tangan. Sarung tangan yang digunakan pada umumnya adalah sarung tangan dari bahan plastik dan karet.
17 Clemek atau Skort
Gambar 2.17. Clemek
(Bisma, 2011: 1)
Clemek atau skort yaitu selembar kain
yang diberi tali pada kedua ujung sisi atas, supaya dapat diikatkan di pinggang. Gunanya untuk melindungi pakaian dari kotoran-kotoran bila kita membatik kain atau mencelup kain.
18 Tongkat Kayu
Gambar 2.18. Tongkat Kayu
Untuk mengait kain batik pada waktu
melorod (merendam) kain batik dengan air
panas. Tongkat harus tumpul atau tidak tajam di sisi-sisinya, agar tongkat tidak merusak kain yang dikait.
19 Ember
Gambar 2.19. Ember (Bisma, 2011: 1)
Ember yang digunakan ada dua jenis, yaitu:
a. Ember kecil, digunakan untuk
melarutkan obat pewarna. Ember yang digunakan terbuat dari bahan plastik, bukan dari metal, sebab jika
menggunakan bahan metal tidak akan tahan dengan kostik soda dan mudah berkarat.
commit to user
13
2. Bahan Membatik
Bahan-bahan yang digunakan dalam membatik menurut Oriyati dan
Winarni (1982: 94-96) dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.2. Bahan Membatik
No Bahan Kegunaan
1 Kain putih Sebagai media untuk membatik. Kain putih yang dijadikan batik disebut mori, biasanya terbuat dari katun. Kualitas mori sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan .Berikut beberapa jenis kain yang digunakan untuk
membatik, yaitu:
Gambar 2.20. Mori Primissima
(Kantong Seni, 2011: 1)
a. Mori primissima, merupakan golongan mori yang paling halus.
Gambar 2.21. Mori Prima
(Tugas, 2012: 1)
b. Mori prima, Merupakan golongan mori yang kedua sesudah primissima, Mori golongan ini digunakan untuk batik halus dan batik cap.
Gambar 2.22. Mori Biru (Tugas, 2012: 1)
commit to user
14
2 Malam Batik Malam batik adalah bahan untuk menutup permukaan kain menurut desain, sehingga permukaan yang tertutup tersebut menolak zat warna.
Jenis-jenis bahan pokok malam antara lain:
Gambar 2.23. Malam Tawon
(Indonetwork, 2011: 1)
a. Malam tawon, berasal dari sarang lebah
“tala tawon”. Berwarna kuning suram,
mudah meleleh, mudah melekat pada kain, dan mudah lepas pada proses
lorodan. Penggunaannya banyak
dicampurkan malam klowongan.
Gambar 2.24. Gondorukem
(Perpus Albidayah, 2011: 1)
b.Gondorukem, berasal dari pinus
merkusu yang telah dipisahkan minyak dan airnya. Titik leleh agak tinggi, mudah menembus pada kain, mudah patah setelah dingin. Penggunaannya dicampurkan pada malam klowongan.
Gambar 2.25. Damar Mata Kucing
(Indonetwork, 2011: 1)
c. Damar mata kucing diambil dari pohon
shoria spec, langsung dipecah-pecah
menjadi kecil. Bahan ini Sukar meleleh pada saat dipanaskan dan mudah membeku jika sudah menempel pada kain.
Gambar 2.26. Microwax
(Excelintl, 2012: 1)
d.Microwax, disebut juga malam mikro
commit to user
15
3 Zat warna Untuk mewarnai kain batik melalui proses celup maupun dikuas. Menurut Oriyanti dan Winarni (1983: 93-99) ditinjau dari asalnya, Zat pewarna batik terdiri dari dua jenis yaitu:
Gambar 2.27. Indigofera
(Wikipedia, 2011: 1)
a. Zat warna alam, diperoleh dari hasil alam tanpa campuran bahan buatan atau sintetis. Jenis zat warna alam
diantaranya adalah:
1) Nila atau indigo, disebut juga tom, diambil dari daun tanaman indigofera. Tanaman ini terdapat bermacam-macam jenis, diantaranya adalah indigofera arrecta, indigofera guatemalaensis, indigofera sumatrana, indigofera inctoria.
Gambar 2.28. Soga
(Vhrmedia, 2011: 1)
2) Soga, Selain warna biru indigo, warna coklat banyak digunakan dalam pembatikan. Warna ini diperoleh dari soga dan umumnya campuran
bermacam-macam soga dari tumbuh-tumbuhan. Warna ini diambil dari kulit pohon atau kayu lalu direbus, diambil warnanya. Karena penyerapan terhadap kain sangat lambat maka pewarnaan dilakukan dengan mencelup dalam
Golongan zat warna buatan yang digunakan dalam pembatikan adalah:
Indigosol, naftol, rapid, bejana, reaktif,
direk atau chrom. Warna-warna yang
commit to user
16
Selain bahan pembuatan batik di atas, dalam proses membatik juga sering
menggunakan bahan-bahan pembantu. Menutut Oriyanti dan Winarni (1983:
98-99) bahan pembantu yang digunakan antara lain adalah:
a. Natrium hidroksida (Kostik soda)
dikenal dengan sebutan soda api atau natronloog adalah alkali kuat.
Penggunaanya di dalam pelarutan zat warna naftol, rapid serta untuk mengètèl
atau melarutkan malam.
b. Natrium karbonat (Soda abu)
Larutannya bersifat alkali lemah dan digunakan untuk mengètèl, membuat
larutan alkali untuk lorodan dan zat pembantu pada pencelupan dengan zat
warna indigosol dan reaktif.
c. Turkis Red Oil (TRO)
Terbuat dari minyak jarak dan digunakan sebagai zat pendispersi maupun
sebagai zat pembasah untuk mencuci kain yang akan dicap.
d. Asam chlorida
Digunakan untuk membangkitkan warna dari zat warna indigosol serta
menghilangkan kanji secara rebusan.
e. Asam sulfat
Penggunaannya untuk membangkitkan warna zat warna indigosol.
f. Tawas
Tawas berupa kristal putih untuk fiksasi zat warna soga alam.
g. Kapur
Air kapur yang merupakan lapisan air jernih pada pelarutan kapur
digunakan untuk fiksasi zat warna soga alam atau melarutkan zat warna indigo
secara reduksi dengan tunjung atau tetes.
h. Air hijau
Air hijau merupakan senyawa chrom dengan soga buatan menyebabkan
warna soga mempunyai ketahanan yang baik dan tahan pada proses melorod.
i. Minyak kacang
Minyak kacang digunakan untuk mengètèl sehingga kain menjadi lemas
commit to user
17
C. Proses Produksi Batik
Menurut Downey dan Erickson (1992: 396) “Produksi dapat dinyatakan
sebagai kegiatan yang terjadi dalam penciptaan produk atau jasa”. Dalam sebuah
penciptaan produk dibutuhkan suatu manajemen produksi, menurut Tim Pustaka
Phoenix (2008: 565) “Manajemen merupakan pengetahuan tentang proses
penggunaan dan pengelolaan sumberdaya, manusia, peralatan lainnya secara
terpadu untuk mencapai sasaran yang diharapkan ... Manajemen produksi
merupakan pengelolaan aspek kegiatan mengubah bahan baku menjadi barang
jadi”. Menurut Elwood S. Bufa (1993:9) “Inti dari manajemen produksi ialah
memelihara hubungan dari semua variabel [masukan/input berupa sumberdaya:
Energi, tenaga kerja, bahan baku, dan proses konversi/pengubahan] dan sedapat
mungkin memandang keseluruhan proes sebagai suatu sistem terpadu”. jadi dalam
proses produksi batik memang perlu adanya manajemen produksi, yang bertujuan
untuk memelihara hubungan antara variabel-variabel penting dalam proses
produksi batik, yaitu: bahan baku, peralatan, disain, energi, pelaku usaha, untuk
menjadi suatu sistim terpadu sehingga tercapainya produk berupa kain batik yang
berkualitas. Proses produksi batik merupakan proses pembuatan batik dari dari
mori batik sampai menjadi kain batik yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan
menggunakan alat dan bahan yang tersedia. Menurut Oriyati dan Winarni (1983:
92-93) proses produksi batik meliputi 2 bagian utama, yaitu:
1. Persiapan
Persiapan dimaksudkan sebagai bermacam-macam proses pada mori
sehingga menjadi kain yang siap untuk dibuat batik, pada umumnya ada 3 tahapan
persiapan, meliputi:
a. Ngètèl
Setelah kain mori dipotong-potong menurut panjang kain yang akan
dibuat, dihilangkan kanjinya terlebih dahulu dengan jalan direndam dalam air
bersih selama semalam. Kemudian agar kain mempunyai daya serap yang baik
dan menjadi supel kain direndam dalam campuran minyak nabati (minyak
kacang, TRO) Pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang dan prosesnya disebut
commit to user
18
b. Menganji
Kain yang akan dibatik perlu dikanji agar malam batik tidak meresap ke
dalam kain, sehingga pada akhir proses mudah dihilangkan kembali. Kanji
(tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon/singkong) tidak
menghalangi pewarna kain, karena hanya berupa kanji ringan.
c. Mengemplong
Kain mori yang telah dikanji perlu dihaluskan atau diratan permukaanya
dengan cara dikemplong. Beberapa lembar kain yang telah kering dan dikanji,
digulung, diletakkan di atas kayu yang rata permukaannya, dipukul dengan
pemukul kayu. Setelah menjadi rata, dibuka dan dilipat satu persatu (Oriyati
dan Winarni, 1983: 92-94).
2. Membuat Batik
Dalam membatik pada umumnya terdapat dua teknik yaitu tulis dan cap.
Masing-masing teknik membatik tersebut memiliki cara yang berbeda dalam
proses pelekatan malam.
a. Batik Tulis
Batik tulis adalah kain yang dihiasi dengan tekstur dan corak batik
menggunakan canting. Motif-motif dilukis satu persatu, garis demi garis, dan
titik demi titik (Dedi S. 2009: 5).
Ciri-ciri pembuatan batik tulis menurut Sa’du (2010: 58-59) adalah
sebagai berikut:
1) Dikerjakan dengan menggunakan canting, yaitu alat yang terbuat dari
tembaga yang dibentuk bisa menampung malam (lilin batik) dan memiliki
ujung berupa saluran/pipa kecil untuk keluarnya malam guna membentuk
gambar awal pada permukaan kain.
2) Bentuk gambar/desain pada batik tulis tidak ada pengulangan yang jelas,
sehingga gambar tampak lebih luwes dengan ukukran garis motif yang
relatif lebih kecil dibanding dengan batik cap.
3) Gambar batik tulis bisa dilihat dari kedua sisi kain yang tampak lebih rata
commit to user
19
4) Warna dasar kain biasanya lebih muda dibanding dengan warna pada
goresan motif (batik tulis putihan/tembokan), misalnya wana coklat muda,
kuning, biru muda.
5) Setiap potongan gambar (ragam hias) yang diulang pada lembaran kain
biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya. Berbeda dengan
batik cap dalam pengulangan gambar (ragam hias) kemungkinan bisa sama
persis antara gambar yang satu dengan gambar lainnya.
6) Waktu yang dibutuhkan untuk membuat batik tulis bisa mencapai 3 hingga
6 bulan.
7) Alat kerja berupa canting, harganya relatif lebih murah berkisar
Rp.10.000,00 hingga Rp.20.000,00. Harga jual batik tulis relatif lebih
mahal karena kualitasnya lebih bagus, mewah, dan unik.
Menurut Soetarman (2008: 34-46) dalam membuat batik tulis terdapat
beberapa tahapan yang dikerjakan oleh orang yang berbeda dan tidak bisa
dikerjakan bersamaan dalam waktu yang sama. Tahap-tahap itu adalah:
1) Membatik kerangka, Pada tahap awal membatik, dilakukan dengan
pembuatan pola (gambar lukisan motif batik). Membatik kerangka dengan
memakai pola disebut mola, sedangkan tanpa pola disebut ngrujak, kain
batik yang sudah dibatik seluruhnya berupa kerangka, baik bekas memakai
pola maupun dirujak, disebut batikan kosongan atau klowongan.
2) Ngisèn-isèni, Tahap ini adalah memberi isi atau disebut ngisèn-isèni dari
kata isi yang berarti memberi isi dengan mempergunakan canting cucuk
kecil disebut juga canting isèn. Canting isèn bermacam-macam tetapi
sepotong mori belum tentu menggunakan seluruh macam canting isèn.
Adapun membatik pekerjaannya harus satu per satu, setiap bagian harus
selesai sebelum bagian lain dikerjakan dengan canting lain, misalnya
nyeceki (membuat motif yang terdiri atas titik-titik) bagian cecekan ini
harus selesai seluruhnya. Setelah cecekan selesai, kemudian mengerjakan
bagian lain yang mempunyai nama masing-masing, nama tersebut diambil
menurut nama canting yang dipergunakan. Batikan yang lengkap dengan
commit to user
20
pengobeng yang membatik dari permukaan sampai penyelesaian (akhir)
memberi isen-isen disebut ngènggrèng. jadi ngènggrèngan merupakan
kesatuan motif dari keseluruhan yang dikehendaki.
3) Nerusi, Batikan yang berupa ngènggrèngan (batikan yang sudah selesai
diberi isèn-isèn) kemudian dibalik permukaannya, dan dibatik lagi pada
permukaan kedua itu disebut nerusi. Nerusi ialah membatik mengikuti
motif pembatikan pertama pada bekas tembusannya. Nerusi tidak berbeda
dengan mola, dan batikan pertama berfungsi sebagai pola. Batikan yang
selesai pada tahap ini pun masih disebut ngènggrèngan.
4) Nèmbok, Sebuah batikan tidak seluruhnya diberi warna, atau diberi warna
yang bermacam-macam pada waktu penyelesaian menjadi kain. Maka
bagian-bagian yang tidak diberi warna atau yang diberi warna bagian yang
lain harus ditutupi dengan malam. Cara penutupannya, seperti membatik
bagian lain dengan mempergunakan canting tèmbokan bercucuk besar.
Orang yang mengerjakan disebut nèmbok atau nèmboki, dan hasilnnya
disebut tèmbokan.
5) Bliriki, ialah nerusi tèmbokan agar bagian-bagian itu benar-benar tertutup.
Bliriki mempergunakan canting tèmbokan dan caranya seperti nèmboki.
Apabila tahap terakhir ini telah selesai berarti proses membatik juga
selesai. Hasil bliriki disebut “blirikan” tetapi jarang disebut demikian,
lebih biasa disebut “tèmbokan”. Membatik dianggap selesai apabila proses
terakhir tadi telah selesai, batikan dijemur sampai malamnya hampir
meleleh. Maksud penjemuran itu agar lilin tidak mudah rontok atau hilang.
Sebab malam mendidih dan bersinggungan dengan mori dingin akan
membeku seketika karena proses kejut. Pembekuan malam demikian
kurang baik, karena batikan sering patah-patah dan malam mudah rontok.
Jika dijemur, pemanasan terjadi secara merata, dan mori ikut terpanasi.
Mori yang mengalami pemanasan sinar matahari akan mengembang, dan
mempunyai daya serap.
6) Mbabar, ialah proses penyelesaian dari batikan menjadi kain, Selesai
commit to user
21
Bahan-bahan untuk mbabar batikan dipergunakan bahan dari hasil alam
dengan pengolahan sederhana. Proses mbabar batikan terdapat beberapa
tahap, yaitu medel dan mbironi, nyoga, nglorot.
b. Batik cap
Menurut Dedi S (2009: 5) “Batik cap adalah kain yang dihiasi dengan tekstur dan corak batik yang dibentuk dengan cap (biasanya terbuat dari
tembaga)”.
Ciri-ciri pembuatan batik cap sebagai berikut:
1) Dikerjakan menggunakan cap (alat yang terbuat dari tembaga yang
dibentuk sesuai dengan gambar atau motif yang dikehendaki). Untuk
pembuatan satu gagang cap batik dengan dimensi panjang dan lebar 20 cm
x 20 cm dibutuhkan waktu rata-rata 2 minggu.
2) Bentuk gambar/desain pada batik cap selalu ada pengulangan yang jelas,
sehingga gambar tampak berulang dengan bentuk yang sama dengan
ukuran garis motif relatif lebih besar dibandingkan dengan batik tulis.
3) Gambar batik cap biasanya tidak tembus pada kedua sisi kain.
4) Warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada
goresan motifnya. Hal ini disebabkan batik cap tidak melakukan
penutupan pada bagian dasar motif yang lebih rumit seperti halnya yang
bisa dilakukan pada proses batik tulis. Korelasinya yaitu dengan mengejar
harga jual lebih murah dan waktu produksi yang lebih cepat. Waktu yang
dibutuhkan untuk membuat sehelai kain batik cap lebih berkisar 1 hingga
3 minggu.
5) Untuk membuat batik yang beragam motif, maka diperlukan banyak cap.
Sementara harga cap batik pada kondisi sekarang dengan ukuran 20 cm x
20 cm berkisar Rp.350.000,00 hingga Rp.700.000,00 per motif. Sehingga
dari sisi modal awal, batik cap relatif lebih mahal.
6) Jangka waktu pemakaian cap batik bisa mencapai 5 tahun hingga 10 tahun,
dengan catatan tidak rusak. Pengulangan cap batik tembaga untuk
commit to user
22
7) Harga jual batik cap relatif lebih murah dibandingkan dengan batik tulis,
karena jumlahnya banyak dan memiliki kesamaan satu dan yang lainnya.
(Sa’du, 2010: 60-61).
Pembuatan batik cap lebih cepat dibandingkan dengan proses pembuatan
batik tulis karena pembuatan motifnya dengan menggunakan cap, proses
pembuatan batik cap yaitu:
1) Kain mori diletakkan di atas meja datar terbuat dari kayu yang daun
mejanya dilapisi plastik, busa, kertas semen dan kertas mika.
2) Perebusan malam, dimaksudkan unuk mencairkan malam. Malam direbus
hingga mencair dan dijaga agar suhu cairan malam ini tetap dalam kondisi
60 sampai dengan 70 derajat celcius.
3) Pengecapan, cap dimasukkan ke dalam cairan malam, kurang lebih 2 cm
bagian bawah canting cap yang tercelup cairan malam, dan kemudian
dicapkan dengan tekanan yang cukup di atas kain mori.
4) Pewarnaan, dengan cara mencelupkan kain mori ini ke dalam bak pewarna
yang berisi larutan zat warna. Kain mori yang permukaannya telah diresapi
oleh cairan malam, tidak akan terkena dalam proses pewarnaan ini,
sedangkan kain yang tidak tertutupi malam, akan mengalami pewarnaan.
pewarnaan dapat menggunakan warna sintetik atau warna alam.
5) Nglorot, setelah proses pewarnaan, dilakukan proses penghilangan malam
yang disebut nglorot. Nglorot dilakukan dengan cara mencelupkan kain
batik yang sudah diwarnai ke dalam ember berisi air panas, sehingga
malam akan meleleh. (http://batikklewer.wordpress.com).
D. Motif Batik
Menurut Tim Pustaka Phoenix (2008: 164) “Motif atau corak merupakan
gambar pada kain, tenunan, anyaman”. Sekarang ini banyak di jumpai motif batik,
dari motif tradisional sampai motif kontemporer (motif yang kekinian). Motif
batik merupakan simbol-simbol penuh makna yang memperlihatkan cara berpikir
masyarakat pembuat batik. Beberapa motif batik dan filosofinya menurut Sa’du
commit to user
23
1. Kawung
Kawung adalah kain yang dipakai raja dan keluarga dekatnya sebagai
lambang keadilan dan keperkasaan. Empat bulan dengan sebuah titik pusat
melambangkan raja didampingi oleh para pembantunya.
Gambar 2.30 Kawung
(Sa’du, 2010: 34)
2. Sidomukti
Batik ini dipakai oleh pengantin dalam upacara pernikahan. Sido berarti
terus-menerus, dan mukti berarti kecukupan dan penuh kebahagiaan.
Diharapkan pengantin yang memakai batik ini kelak akan mendapatkan
kebahagiaan dan sejahtera selamanya.
Gambar 2.31 Sidomukti
commit to user
24
3. Truntum
Kain ini dipakai oleh orang tua pengantin dalam upacara pernikahan.
Truntum berarti menuntun. Diharapkan si pemakai/orang tua mempelai
mampu memberikan petunjuk dan contoh kepada putra-putrinya untuk
memasuki kehidupan baru berumah tangga yang penuh dengan dinamika
hidup.
Gambar 2.32 Truntum
(Sugiarti. 1993: 47)
4. Parang
Makna dari batik jenis parang ini adalah senjata yang menggambarkan
commit to user
25
Gambar 2.33 Parang
(Sugiarti. 2009: 43)
5. Ciptoning
Makna dari batik jenis ini, diharapkan siapapun yang memakainya menjadi
orang yang bijak dan mampu memberikan petunjuk tentang keluhuran budi,
juga jalan yang benar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Tuhan Yang
Maha Kuasa.
Gambar 2.34 Ciptoning
(Sa’du, 2010: 37)
6. Sido Mulyo
Sido berarti terus-menerus, sedangkan mulyo berarti kecukupan dan
kemakmuran. Diharapkan orang yang memakai batik ini mendapatkan
kecukupan dan kemakmuran sepanjang hidupnya.
Gambar 2.35 Sido Mulyo
commit to user
26
E. Kerangka Berpikir
Batik kebanyakan diproduksi oleh pengrajin di sebuah rumah industri. Di
rumah industri batik Retno Mulyo Dukuh Mejan, Desa Kebon, Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten merupakan industri pembuatan batik. Dalam produksi batik
terdapat beberapa variabel penting, yaitu: Input (pemilik, pekerja, disain, energi,
alat, bahan) dan konversi (proses produksi/pengubahan). Semua unsur tersebut
tidak dapat dipisahkan, kesemuanya harus selalu ada dalam proses pembuatan
batik, karena semua memiliki peran masing-masing yang saling terkait.
Pelaku usaha sebagai orang yang menjalankan usaha dengan
menggunakan alat, bahan, sumber energi, serta gambar pola sebagai acuan untuk
membuat motif pada kain yang akan dibatik. Di setiap rumah industri memiliki
ciri khas masing-masing mengenai motif, alat, bahan, energi serta proses
produksinya. Jika semua hubungan variabel terjaga dengan baik akan
menghasilkan produk yang baik juga.
Untuk mempermudah alur penelitian ini, maka disusun suatu kerangka
berpikir sebagai berikut:
commit to user
27 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah objek penelitian di mana kegiatan penelitian
dilakukan. Penentuan lokasi dilakukan untuk mempermudah dan memperjelas
objek yang menjadi sasaran penelitian, sehingga permasalahan tidak terlalu luas.
Penelitian ini dilakukan di rumah industri batik tulis Retno Mulyo yang
beralamatkan di Dukuh Mejan RT 03/ RW 02, Desa Kebon, Kecamatan Bayat.
Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan tempat ini didasarkan pada
alasan bahwa rumah industri ini dalam proses produksi masih mengutamakan
bahan-bahan alami dan dengan proses pembuatan batik secara tradisional.
Waktu penelitian perlu ditetapkan dengan jelas sehingga akan lebih mudah
dalam menentukan langkah-langkah pelaksanaannya. Penelitian ini dilakukan
selama tiga bulan yaitu sejak bulan Maret sampai Mei 2012, dengan tahap Satu
bulan pertama digunakan untuk proses pengumpulan data dan analisis termasuk di
dalamnya adalah proses validasi. Sedangkan pada tahap satu bulan berikutnya
digunakan untuk melengkapi data yang masih kurang sekaligus merupakan usaha
recheck data untuk mendukung akuratnya pengumpulan data pada tahap pertama.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah kualitatif, yaitu suatu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang,
peristiwa ataupun kejadian yang sedang berlangsung dan yang sedang diamati.
Bogdan dan Taylor (dalam Prastowo, 2011: 22) menyatakan: “Metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.
Berdasarkan masalah yang diteliti, maka strategi penelitian ini bersifat
kasus tunggal terpancang. Sutopo (2002: 112) menyatakan bahwa ”Maksud
penelitian terpancang ini adalah peneliti di dalam proposalnya sudah memilih dan
commit to user
28
studinya”. Disebut kasus tunggal karena penelitian ini terarah pada satu lokasi
atau satu subjek yang memiliki karakteristik sama, yaitu pada rumah industri batik
Retno Mulyo Dukuh Mejan, Desa Kebon, Kecamatan Bayat, kabupaten Klaten.
C. Sumber Data
Menurut Prastowo (2011: 43) “dalam penelitian kualitatif data yang
dikumpulkan berupa data deskriptif, misalnya dokumen pribadi, catatan lapangan,
tindakan responden, dan lain-lain”. Sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Informan
Moleong (2000: 90) menyatakan bahwa “Informan adalah orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian”. Informan adalah seseorang yang dianggap mengetahui tentang permasalahan yang diteliti, dengan begitu data yang didapat bisa
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam penelitian ini digunakan dua kategori informan, yaitu informan
pokok dan informan pelengkap. Informan pokoknya adalah: Ibu Sipon selaku
pemilik rumah industri batik Retno Mulyo. Sedangkan informan pelengkap
meliputi bapak Sunardi (suami ibu Sipon), Endang Winarsih (putri ibu Sipon), ibu
Pujiati (pekerja rumah industri batik Retno Mulyo), Novi (siswi SMK Rota yang
PKL di rumah industri batik Retno Mulyo), ibu Arini (pengurus kelompok batik
Kebon Indah), dan bapak Sukoco (kepala Desa Kebon).
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat yang dijadikan sebagai sumber data yang bersifat umum
mencakup seluruh lingkungan Desa Kebon. Sedangkan tempat yang dijadikan
sebagai sumber data yang bersifat khusus diarahkan pada tempat yang digunakan
untuk proses produksi, yaitu di rumah industri batik Retno Mulyo dan tempat
pemasaran produk, yaitu di pameran Kampung Kerajinan Asepi Solo Paragon.
Peristiwa-peristiwa yang dikaji pada umumnya meliputi perilaku
commit to user
29
sedangkan secara khusus kajian ditujukan pada proses dan hasil produksi. batik
tulis.
3. Dokumen
Dokumen adalah sumber data (informasi) yang berupa gambar atau tulisan
yang berkaitan dengan batik tulis di rumah industri batik Retno Mulyo Dukuh
Mejan, Desa Kebon, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Beberapa dokumen
yang dijadikan sumber data antara lain berupa: buku-buku, catatan administrasi,
foto-foto, disain motif.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan metode untuk memperoleh informasi
sebanyak mungkin dari berbagai sumber data dengan tujuan memperinci dan
memusatkan informan atau orang yang dijadikan sumber informasi dalam
penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara pengambilan sampel yang
benar-benar berhubungan dengan masalah yang diteliti di lapangan. Pada teknik ini
pemilihan sekelompok subjek didasarkan pada sifat dan ciri spesifik dari populasi
yang sudah diketahui sebelumnya.
Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai
dengan persyaratan sampel yang diperlukan (tatangmanguny.wordpress.com).
Seperti yang dikatakan Sutopo (2002: 36), teknik cuplikan penelitian kualitatif
cenderung bersifat “purposive” karena dipandang lebih mampu menangkap
kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapi realitas yang tidak
tunggal. Sutopo (2002: 56) juga menyatakan “Dalam purposive sampling, peneliti cenderung memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan
masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
yang mantap”. Sugiono (dalam Prastowo, 2011: 197) menyatakan ”Teknik yang
digunakan untuk menentukan informan dengan jalan peneliti memasuki situasi
sosial tertentu, melakukan observasi, dan wawancara kepada orang-orang yang
dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut, penentuan orang yang menjadi
commit to user
30
tujuan tertentu”. Teknik ini dipilih karena dalam pelaksanaan pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan
dalam memperoleh data, dalam penelitian ini cenderung lebih memilih informan
yang dianggap mengetahui informasi dan permasalahannya secara mendalam dan
dapat dipercaya guna menjadi sumber data yang tepat. Dalam hal ini informannya
adalah ibu Sipon (pemilik rumah industri batik Retno Mulyo), bapak sunardi
(Suami ibu Sipon), Endang Winarsih (putri ibu Sipon), ibu Pujiati (pekerja rumah
industri batik Retno Mulyo), Novi (siswi SMK Rota yang PKL di rumah industri
batik Retno Mulyo), ibu Arini (pengurus kelompok batik Kebon Indah), dan
bapak Sukoco (kepala Desa Kebon).
.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pohan (dalam Prastowo, 2011:208) menyatakan bahwa ”Teknik
pengumpulan data yang utama adalah cara yang dipakai untuk mengumpulkan
informasi atau fakta-fakta di lapangan”. Sesuai kebutuhan data yang akan
digunakan dalan penelitian ini serta kesesuaian dengan bentuk kualitatif, maka
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengamatan (observasi)
Menurut Sutrisno Hadi (dalam Prastowo, 2011: 220) ”Pengamatan
(observasi) merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap
suatu gajala yang tampak pada objek penelitian”.
“Observasi adalah mengamati dan mendengar secara langsung dalam
rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda, dan simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi dengan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan
data analisis (gurutrenggalek.blogspot.com)”.
Untuk mendapatkan informasi, dalam penelitian ini peneliti menggunakan
observasi partisipan. “Observasi partisipan adalah teknik pengumpulan data melalui pengamatan terhadap objek pengamatan dengan langsung hidup bersama,
merasakan, serta berada dalam aktifitas kehidupan objek pengamatan” (Andi
commit to user
31
2. Wawancara Mendalam
Bugin (2001: 108) menyatakan bahwa “Wawancara adalah proses
percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,
kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya, yang dilakukan dua
pihak yaitu pewawancara (interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewe)”.
Penelitian ini menggunakan wawancara tidak terstruktur atau yang biasa di
sebut “wawancara mendalam”, dimana wawancara mendalam adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, yaitu pewawancara
dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama, Bugin (dalam
Prastowo, 2011: 212). Dengan kelonggaran semacam ini maka akan diperoleh
data yang rinci, jujur, dan mendalam dari informan. Wawancara ini akan
dilakukan kepada para informan, yaitu: Ibu Sipon selaku pemilik rumah industri
batik Retno Mulyo, bapak Sunardi (suami ibu Sipon), Endang Winarsih (putri ibu
Sipon), ibu Pujiati (pekerja batik Retno Mulyo), Novi (siswi SMK Rota yang PKL
di rumah industri batik Retno Mulyo) ibu Arini (pengurus kelompok batik Kebon
Indah), dan bapak Sukoco selaku kepala Desa Kebon.
3. Analisis Dokumen
“Dokumen merupakan sesuatu yang tertulis, tercatat yang dipakai sebagai
bukti atau keterangan biasanya bersifat rahasia/interen” (Tim Pustaka Poenix, 2008: 199). Menurut Prastowo (2011: 227) “dokumen pada dasarnya: pertama,
rekaman yang bersifat tertulis atau film; dan kedua, isinya adalah peristiwa yang
telah berlalu”. Dalam hal ini, dokumen yang dijadikan sebagai sumber informasi
meliputi berbagai alat dan hasil kerajinan batik.
Dokumen lain yang akan dianalisis adalah data monografi dan peta yang
fungsinya sebagai pelengkap untuk menjelaskan keberadaan wilayah penelitian
secara menyeluruh. Data-data dokumentasi lain berupa referensi pustaka, katalog,