• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Kejadian Anemia Dengan Kadar Cd4 Pada Pasien Hiv Aids Yang Mendapat Terapi Arv Dengan Rejimen Yang Mengandung Zidovudin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Kejadian Anemia Dengan Kadar Cd4 Pada Pasien Hiv Aids Yang Mendapat Terapi Arv Dengan Rejimen Yang Mengandung Zidovudin"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Human ImmunodeficiencyVirus/Acquired Immunodeficiency Syndrome(HIV/AIDS)

2.1.1 Sejarah

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan

tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDSdikemukakan

pertama kali tahun 1981.U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan kejadian infeksi Pneumocystis jiroveci (P. carinii) pneumonia di Los Angeles dan Sarkoma kaposi dengan atau tanpa Pneumocystis jiroveci pneumonia di New York dan Los Angele pada pria homoseksual yang sebelumnya sehat (1,15,16). Beberapa bulan

kemudian kasus tersebut juga dijumpai pada Injection Drug User (IDU), penerima transfusi darah dan penderita hemofilia(1).Tahun 1983, HIV

diidentifikasioleh Lue Montagnier, diberi nama LAV (Lymphadenopathy virus) sedangkanRobert Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada 1984 yang dinamakan HTLV-III,selanjutnya didemontrasikan bahwa

virus tersebut merupakan penyebab AIDS (1).

Barré-Sinoussi F et al. tahun 1983 berhasil mengisolasi HIV dari pasien dengan limfadenopati kemudian HIV didemonstrasikan sebagai

penyebab dari AIDS. Metode pemeriksaan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dikembangkan pada tahun 1985, pemeriksaan ini memberikan apresiasi yang positif terhadap epidemi

HIV di Amerika Serikat dan negara lainnya (1).

Sejak tahun 1986 telah banyak dilakukan penelitian tentang HIV.

HIV2 berhasil diisolasi dari pasien AIDS di Afrika hingga pada tahun

(2)

8

untuk menekan replikasi HIV (17).Luc Montagnier menerima penghargaan nobel atas penelitian yang berhasil mengisolasi HIV dari pasien dengan

limfadenopati.

2.1.2 Definisi

Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah suatu sindroma klinis yang bervariasi terhadap infeksi opurtunistik spesifik

atau keganasan yang terjadi bersamaan dengan infeksi HIV dan

merupakan petanda telah terjadi infeksi HIV stadium lanjut (18). Menurut

U.S. GovernmentSource for HIV/AIDS Medical Practice Guidelines, Clinical Trials and Other Research Information, AIDS merupakan kelainan pada sistem imun yang disebabkan oleh infeksi HIV, dimana terjadi

perusakan limfosit CD4 (sel CD4). Hal ini akan mengakibatkan tubuh

mudah terpapar infeksi dan keganasan. AIDS menunjukan stadium lanjut

dari infeksi HIV (19).Sedangkan untuk kepentingan surveilan, WHO (18)

memberikan definisi HIV stadium lanjut sebagai infeksi HIV dengan

stadium klinis 3 atau 4, atau bila tersedia pemeriksaan CD4.

2.1.3 Etiologi

Human Immunodefiency Virus (HIV) adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus.Berdasarkan strukturnya (Gambar 1) HIV termasuk famili retrovirus, suatu virus RNA dengan berat molekul 9.7 kb (kilobases) dan memiliki diameter 120 nm (20,21).Virus ini terdiri dari dua salinanRNA

beruntai tunggalyang mengkode sembilangentertutup (gag, pol, vif, vpr,

vpu, env, rev, tat dan nef), dan terdiridari2.000kopi p24 protein

(3)

9

selubung virus terdiri atas dua protein membran non-kovalen

yaituglycoprotein 120 (gp120) dan glycoprotein 41 (gp41)(20). Gambar 2.1

StrukturHIV-1.Membranluargp120,komponentransmembrangp41,

Agenom,enzimreverse transkriptase, p18(17) membran dalam(matriks), dan

proteinintip24(kapsid)

Sumber: Fauci AS and Lane HC. Harrison’s Principles of Internal Medicine 2008.

2.1.4 Status imunologi

Patogenesis infeksi HIV berhubungan dengan penurunan jumlah

limfosit T yang mengandung reseptor CD4 (CD4+). Agar dapat terjadi

infeksi HIV diperlukan reseptor spesifik pada sel host yaitu molekul CD4. Molekul CD4 mempunyai afinitas yang sangat besar terhadap HIV,

terutama terhadap molekul gp120 dari selubung virus.Diantara sel tubuh

yang memiliki molekul CD4 paling banyak adalah sel limfosit-T.Status

imunologi penderita HIV dapat dinilai dengan mengukur jumlah absolut

(per mm3 darah) atau persentase dari sel CD4+, dan ini dianggap sebagai

pemeriksaan standar untuk menilai dan menentukan derajat

imunosupresi yang berhubungan dengan infeksi HIV.Penurunan progresif

(4)

10

peningkatan resiko infeksi oportunistik serta manifestasi klinis lainnya,

termasuk wasting syndrome dan kematian (19).

2.1.5.Patogenesis Infeksi HIV

HIV merupakan virus yang termasuk famili retroviridae, klas retrovirus dan subklas lentivirus termasuk virus RNA karena menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. Disebut retrovirus karena memiliki enzim reverse transkriptase. Enzim ini memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA kedalam

bentuk DNA yang kemudian diintegrasikan dalam informasi genetik sel

limfosit yang diserang. Termasuk subklas Lentivirus karena terdapat interval yang lama dari awal mulai infeksi sampai timbul gejala yang

serius.

Virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuwan Perancis yang

mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati,

sehingga pada waktu itu dinamakan lymphadenopathy associated virus (LAV). Para peneliti mengidentifikasi dua jenis HIV, HIV-1 merupakan jenis

yang dominan di seluruh dunia dan HIV-2 terutama terdapat di Afrika

Barat. HIV-1 memiliki peranan dalam menginfeksi makrofag dan limfosit

pada penderita AIDS. Virus ini secara berangsur-angsur menghancurkan

sel-sel pertahanan tubuh, sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan

(5)

11 Siklus hidup HIV

Gambar

Gambar 2.2

Sumber: www.med.sc.edu:85/lecture/hiv7.htm

Viral gp 120 berikatan dengan molekul CD4 yang terdapat pada limfosit T

helper, makrofag, sel dendritik, monosit dan sel langerhan. Terjadi

perubahan bentuk gp 120 yang memfasilitasi pengikatan co reseptor

(chemokine) yaitu CCR5 dan CXCR4 selain itu sel dendritik juga memiliki

reseptor lektin tipe C (DC SIGN) yang dapat berikatan dengan gp 120.

Virus HIV yang menggunakan CCR5 sebagai reseptor disebut virus R5

lebih mudah menginfeksi monosit,microglia sedangkan virus HIV yang

menggunakan CXCR4 disebut virus X4 dan cenderung menginfeksi limfosit

T helper dan membentuk syncytium (penggabungan sel membrane

limfosit yang terinfeksi dengan yang tidak terinfeksi). Melalui protein

(6)

12

menarik sel virus mendekati membrane sel host untuk penggabungan

(fusion)  RNA masuk kedalam sel.

Reverse transkriptase (RT) HIV membentuk DNA copy single strand (

RNA-DNA hybrid) kemudian di degradasi oleh ribonuklease di RT, kemudian

dibentuk double strand DNA (provirus). Proviral translokasi ke nukleus

dan integrasi ke DNA sel host dengan enzim integrase, aktifasi dari sel

host diperlukan untuk proses transkripsi virus sehingga terbentuk mRNA,

mRNA digunakan untuk mencetak protein HIV di reticulum endoplasma

sel host. Enzim protease memotong rantaipanjang dari protein HIV dan

bersama HIV RNA membentuk virus baru, kemudian virus melakukan

budding untuk menembak envelope.

Secara klinis digunakan hitung jumlah limfosit CD4 sebagai

penanda munculnya infeksi oportunistik ini pada penderita HIV/AIDS.CD4

adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel – sel

darah putih manusia, terutama sel – sel limfosit.Sel ini berfungsi dalam

memerangi infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Pada orang dengan

sistem kekebalan yang baik, jumlah CD4 berkisar antara 1400 – 1500sel/μL .HIV menyerang limfosit T helper yang memiliki reseptor CD4 pada permukaannya. Limfosit T helper menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain

dalam sistem imun dan pembentukan antibodi sehingga bukan hanya

(7)

13 Gambar 2.3

Sumber: www.wellesley.edu/chemistry/Chem101/hiv/HIV-1.html

Setelah terinfeksi HIV, 2-6 minggu terjadilah sindrom retroviral

akut sebagai gejala infeksi primer berupa demam, nyeri otot, nyeri sendi,

rasa lemah, kelainan mukokutan (ruam kulit, ulkus di mulut),

pembengkakan kelenjar limfe, gejala neurologi (nyeri kepala, nyeri

belakang kepala, fotofobia, depresi), maupun gangguan saluran cerna

(nausea, diare dan jamur di mulut). Selanjutnya merupakan fase

asimtomatik rata-rata 8 tahun (7-10 tahun), di negara bekembang lebih

cepat menjadi 2-3 tahun. Faktor risiko yang menyebabkan cepatnya

progresivitas penyakit ini antara lain viral load, penurunan cepat nilai Cluster designation4 (CD4), usia lanjut dan pada pengguna obat suntik.Penurunan CD4 disebabkan oleh kematian CD4 yang dipengaruhi

oleh HIV.Pada masa asimtomatik terjadi penurunan CD4 secara lambat

(8)

14 Gambar 2.4

Sumber: www.wellesley.edu/chemistry/Chem101/hiv/HIV-1.html

Sebagian besar pengidap HIV pada fase asimtomatik tampak

sehat, dapat melakukan aktifitas normal namun dapat menularkan

kepada orang lain. Setelah masa tanpa gejala memasuki fase

simptomatik, akan timbul gejala-gejala pendahuluan seperti demam,

pembesaran kelenjar limfe yang diikuti infeksi oportunistik. Dengan

adanya infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit telah memasuki

stadium AIDS. Fase simtomatik berlangsung rata-rata 1-3 tahun dan

berakhir dengan kematian(23,29).

2.1.6.Stadium klinis

Penilaian stadium klinis (tabel 1) ditentukan setelah diagnosis

infeksi HIV ditegakan (serologi dan/atau virologi).Stadium klinis

bermanfaat untuk menilai status penderita saat diagnosis HIV ditegakan

dan follow-up penatalaksanaan, serta menjadi pedoman untuk memulai terapi profilaksis kotrimoxazol dan/atau intervensi lainnya yang

(9)

15

ARV.Stadium klinis berhubungan dengan angka harapan hidup, prognosis

dan progresifitas penyakit tanpa terapi ARV (19).

Tabel 2.1 Stadium klinis infeksi HIV pada dewasa menurut WHO

Stadium klinis 1

Asimptomatis

Limfadenopati generalisata persisten

Stadium klinis 2

Penurunan berat badan <10%

ISPA berulang, sinusitis, tosilitis, otitis media dan faringitis

Herpes zoster

Luka disekitar bibir (keilitis angularis)

Ulkus mulut berulang

Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo-PPE (Pruritic papular eruption)) Dermatitis seboroik

Infeksi jamur kuku

Stadium klinis 3

Penurunan berat badan >10%

Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan

Kandidosis oral atau vaginal

Oral hairy leukoplakia

TB Paru dalam 1 tahun terakhir

Infeksi bakterial yang berat (pneumonia, piomiositis, dll)

TB limfadenopati

Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut

Anemia (HB < 8 g%), netropenia (< 5000/ml), trombositopenia kronis

(<50.000/ml)

(10)

16 Sindroma wasting HIV

Pneumonia pnemosistis, pnemonia bakterial yang berat berulang

Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan

Kandidosis esofageal

TB extraparu

Sarkoma kaposi

Retinitis CMV (Cytomegalovirus)

Abses otak toksoplasmosis

Encefalopati HIV

Meningitis kriptokokus

Infeksi mikobakteria non-TB meluas

Lekoensefalopati multifokal progresif (PML)

Peniciliosis, kriptosporidosis kronis, isosporiasis kronis, mikosis meluas,

histoplasmosis ekstra paru, cocidiodomikosis

Limfoma serebral atau B-cell, non-Hodgkin (gangguan fungsi neurologis tanpa

sebab lain seringkali membaik dengan terapiARV)

Kanker serviks invasive

Leismaniasis atipik meluas

Gejala nefropati atau kardiomiopati terkait HIV

Sumber: WHO Case Definitions of HIV and Revised Clinical Staging and

Immunological Clasification of HIV-related Disease in Adult and

Children 2007.

2.1.7. Kriteria Diagnosis

Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah

seseorang terinfeksi HIV sangat penting, karena pada infeksi HIV gejala

klinisnya dapat baru terlihat setelah bertahun-tahun lamanya pada tabel

(11)

17

Tabel.2.2 Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV

Keadaan Umum

• Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar

• Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral >37,5 oC) yang lebih dari satu bulan

• Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan • Limfadenopati meluas

Kulit

• PPE dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi

tidak selalu terkait dengan HIV

Infeksi

Infeksi Jamur • Kandidosis oral *

• Dermatitis seboroik

• Kandidosis vagina kambuhan

Infeksi viral • Herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu dermatom)

• Herpes genital (kambuhan)

• Moluskum kontagiosum

• Kondiloma

Gangguan

Pernapasan

• Batuk lebih dari satu bulan • Sesak napas

• TB

• Pneumonia kambuhan

• Sinusitis kronis atau berulang

Gejala neurologis • Nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak jelas

penyebabnya)

• Kejang demam

• Menurunnya fungsi kognitif

*Keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap infeksi HIV

Dikutip dari: Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan

(12)

18

Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk

memastikan diagnosis infeksi HIV.Pemeriksaan serologi yang digunakan

untuk diagnosis HIV adalah deteksi antibody.Rapid Test adalah

immunokromatografi untuk deteksi antobodi HIV-1 dan antibody HIV-2

secara kualitatif.Western Blotmerupakan metode konfirmasi yang paling

banyak dipakai setelah dilakukan pemeriksaan penyaring misalnya

dengan EIA.Prinsip pemeriksaannya adalah reaksi antara antibody anti

HIV dengan antigen HIV.ELISA(Enzyme linked immunoassay) merupakan

jenis pemeriksaan penyaring yang efektif dan banyak dipakai untuk

mendeteksi antibody antiHIV karena mempunyai sensitifitas yang

tinggi.Mendeteksi antibody terhadap protein p6 dan gp41 yang

merupakan bagian virus HIV.Untuk mendiagnosis infeksi HIV selain

deteksi antibody juga dikembangkan deteksi antigen diantaranya dengan

mengukur viral load memakai metode polymerase chain reaction (PCR)

untuk mendeteksi asam nukleat virus HIV. Dilakukan biasanya pada bayi

dibawah usia 18 bulan karena pada usia kurang 18 bulan antibody belum

terbentuk.

Tabel 2.3 Perbandingan pemeriksaan HIV

Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan

panduan nasional yang berlaku pada saat ini, selalu didahului dengan

konseling pra-tes atau informasi singkat.Setelah dinyatakan terinfeksi HIV

maka pasien perlu menjalani serangkaian pemeriksaan yang meliputi

penilaian stadium klinis, penilaian imunologis (pemeriksaan jumlah CD4)

(13)

19 2.2 Terapi Antiretroviral

Setelah ditemukannya virus HIV berbagai upaya telah dilakukan

untuk menghambat ataupun menyembuhkan penyakit ini.Berbagai terapi

baru AIDS dapat segera diaplikasikan pada pasien, mengingat sifat

penyakit ini yang memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi.Ditemukannya

obat golongan NRTI yang mampu memperbaiki masa hidup penderita

AIDS, namun belum mampu mengeradikasi virus secara total.Dengan

diperkenalkannya kombinasi obat golongan PI dengan NRTI yang dikenal

sebagai HAART digunakan untuk menekan replikasi HIV, maka saat ini

penyakit AIDS tidak lagi sefatal dulu selama pengobatan dilakukan secara

teratur dan dalam jangka waktu yang panjang.

Manfaat pemberian terapi ARV lebih awal telah direkomendasikan

pada saat melakukan konsultasi dengan ODHA.Namun demikian,

perhatian lebih ditujukan terhadap risiko efek samping, terjadinya

resistensi terhadap ARV lini pertama, ketersedian kecukupan obat dan

tidak tersedianya regimen lini kedua (8).

Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan

kadar CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya.

Hal tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita sudah

memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum (7).

WHO merekomendasikan pemberian ARV terhadap(8):

- Seluruh penderita dengan kadar CD4 <350 sel/mm3 tanpa memandang stadium klinis.

- Penderita dengan stadium klinis 1 dan 2 harus melakukan pemeriksaan kadarCD4 untuk menentukan kapan akan memulai

terapi ARV.

(14)

20

Selama pemberian terapi ARV, perlu dilakukan pemantauan klinis

pada minggu ke-2, 4, 8, 12 dan 24 sejak memulai terapi ARV dan

kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah mencapai keadaan stabil.

Begitu juga dengan kadar CD4, pemantauan berkala dilakukan setiap 6

bulan atau lebih sering bila ada indikasi klinis (6).

Tabel 2.4

Dikutip dari : Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan

Terapi Antiretroviral pada orang dewasa

HIV memerlukan sel inang untuk memproduksi salinan dari selnya. Ketika

salinan itu terbentuk, HIV lalu keluar dan menginfeksi jutaan sel lainnya

dalam waktu singkat bila produksi tidak dicegah. Pengobatan ARV terdiri

dari obat-obat yang bertujuan untuk memperlambat reproduksi HIV pada

tubuh. Agar pengobatan ini dapat lebih efektif dalam waktu yang lama

maka diperlukan terapi kombinasi dari beberapa obat ARV. Penggunaan

(15)

21

Terdapat lebih dari 20 obat ARVdan tersedia untuk regimen

kombinasi. Masing-masing memiliki cara yang berbeda dalam merusak

atau menghambat HIV( 21,25,26):

Reverse Transcriptase Inhibitors

Reverse transcriptaseadalah suatu enzim yang dibutuhkan HIV untuk menginfeksi sel inang dan mereproduksi dirinya. Reverse Transcriptase Inhibitor berfungsi untuk memperlambat produksi dari enzim transcriptase dan membuat HIV tidak dapat menginfeksi sel dan menduplikasi sel-selnya. Golongan obat reverse transcriptase ini terdiri dari:

Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors

Obat Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs) juga dikenal sebagai nukleoside analog adalah obat jenis pertama untuk menghambat HIV. Obat golongan ini dikenal sejak tahun 1987.

Non- Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors

Obat Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTIs) mulai dikenal pada tahun 1997. Obat golongan ini secara umum dikenal sebagai

non-nukleosid.

Nukleotide Reverse Transcriptase Inhibitors

Hanya ada satu jenis obat golongan ini yaitu tenovovir. Obat ini bekerja

(16)

22

Tabel 2.5 ARV golongan Reverse Transcriptase Inhibitors

Nukleosid analog

Non Nucleside Reverse

Transcriptase Inhibitors

-3TC (Epivir, lamivudine) -Abacavir (Ziagen, ABC) -AZT (Retrovir, zidovudine) -Combivir (AZT/3TC)

-Trizivir (AZT/3TC/abacavir) -D4T (Zerit, stavudine) -ddC (Hivid, zalcitabine) -ddI (Videx (tablet) Videx

C (capsule),

-FTC (Emtriva, emtricitabine)

- Delavirdine (Rescriptor) - Efavirenz (Sustiva) - Nevirapine(Viramune)

Tenofovir

(Viread)

Protease Inhibitor (PI)

Jenis kedua dari obat ARV adalahProtease Inhibitor (PI), diperkenalkan pertama kali tahun 1995. PI menginhibisi protease yaitu suatu enzim digestif yang berfungsi untuk memecah protein dan

merupakan salah satu dari banyak enzim yang digunakan oleh HIV untuk

menduplikasikan dirinya. Enzim protease pada HIV berperan untuk merusak dan memotong rantai protein menjadi potongan-potongan kecil.

Potongan ini kemudian digunakan oleh HIV untuk menduplikasi diri dan

menginfeksi sel lainnya. PI berperan dalam mencegah sebelum enzim

(17)

23

adalah cara protease untuk menghambat proses duplikasi dari virus dan

mencegah HIV menginfeksi sel-sel baru.

Tabel 2.6 Obat Protease Inhibitor Protease Inhibitor (PI)

-Amprenavir (Agenerase) -Atazanavir (Reyataz) -Indinavir (Crixivan)

-Lopinavir/ritonavir (Kaletra) -Nelfinavir (Viracept)

-Ritonavir (Norvir)

-Saquinavir (Fortovase (soft gel) Invirase (hard gel)) -Tipranavir (PNU)

Fusion Inhibitor (FI)

Permukaan dari HIV bermuatan protein yang dikenal sebagai gp

41 dan gp120. Protein ini merupakan protein yang mempersiapkan HIV

untuk dapat melekatkan dirinya pada sel atau masuk kedalam sel. Dengan

mencegah salah satu dari protein tersebut, maka akan dapat

memperlambat proses reproduksi dari HIV sendiri. Sebagai contoh T20

adalah fusi inhibitor yang melekat pada gp41. Obat T20 berbeda dari obat

lainnya karena harus disuntikkan. T20 merupakan suatu protein, sehingga

tidak dapat diberikan secara oral karena tidak dapat dicerna. Salah satu

T20 adalah fruzeon atau enfuvirtid.

Co-reseptor Antagonist

Sebagai tambahan untuk reseptor CD4, HIV juga membutuhkan

ko-reseptor untuk memasuki target sel. Pada pertengah tahun 1990

(18)

24

Reseptor-reseptor ini, yang diduga lebih dari 200, dinamakan

berdasarkan natural chemokines yang biasanya mengikat mereka.Varian

HIV menggunakan kedua reseptor ini untuk masuk ke sel target.Varian

HIV disebut R5 apabila menggunakan CCR5 sebagai ko-reseptornya,

sedangkan virus yang menggunakan CXCR4disebut virus X4. Virus R5

adalah virus yang didominasi dengan menginfeksi makrofag, sedangkan

virus X4 terutama menginfeksi sel T. Pada kebanyakan pasien, virus R5

ditemukan pada awal-awal stadium infeksi, virus X4 lebih mematikan dan

dapat menginfeksi sel dengan spektrum yang lebih luas, muncul pertama

kali pada stadium lanjut.

Integrase Inhibitors

Integrase inhibitor pertama kali dikenal mulai tahun 2000. Tahun 2005 studi klinis berkembang dengan cepat sehingga akhirnya integrase inhibitor menjadi kelas obat baru yang menjanjikan dalam pengobatan HIV. Tiga enzim utama dalam siklus replikasi HIV-1 yaitu integrase, reverse transkriptase dan protease. Enzim ini mengandung 288 asam amino, terlibat dalam integrasi virus DNA ke host genome, dan penting untuk proliferasi HIV. Integrasi virus DNA memiliki 4 langkah yang

semuanya dihambat oleh integrase inhibitor yang berbeda:

• Pengikatan integrase inhibitor pada sitoplasma terhadap virus DNA, sehingga membentuk kompleks pre-integrasi yang stabil (langkah ini dapat dicegah dengan pyranodipyridimine sebagai integrase-DNA-binding inhibitor).

(19)

25

Strand transfer. Integrase mengikat host DNA terjadi setelah kompleks pre-integrasi diubah dan ditransfer ke dalam nukleus sel

melalui pori-pori nuklear. Hal ini memediasi ikatan irreversibel

ujung hydroxyl dari virus DNA terhadap jembatan phosphodiesterase host DNA (langkah ini dihambat 2 integraseinhibitor yaitu raltegravir dan elvitegravir), yang disebut strand transfer inhibitor (STI).

Gap repair. Kombinasi dari virus DNA dan host DNAyang merupakan produk menengah dengan gap, yang dapat diperbaiki

dengan enzim perbaikan sel host.

Berdasarkan Pedoman Nasional Tatalaksana HIV 2011 di

Indonesia, pemerintah menganjurkan pengobatan antiretroviral lini

pertama adalah 2NRTI + 1NNRTI, dengan salah satu dari paduan

dibawah ini :

Tabel 2.7 Panduan ARV lini pertama

AZT + 3TC + NVP (Zidovudine + Lamivudine + Nevirapine) ATAU

AZT + 3TC + EFV (Zidovudine + Lamivudine + Efavirenz) ATAU

TDF + 3TC (atau FTC) + NVP (Tenofovir + Lamivudine (atau

Emtricitabine) + Nevirapine)

ATAU

TDF + 3TC (atau FTC) + EFV (Tenofovir + Lamivudine (atau

(20)

26 Tabel 2.8

Dikutip dari : Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan

(21)

27

Pedoman pemberian pengobatan ARV pada koinfeksi HIV-TB

CD4 REJIMEN YANG

DIANJURKAN

Keterangan

CD4<200/mm3 Mulai terapi TB

Mulai ART segera setelah

terapi TB dapat

ditoleransi ( 2 minggu-2

bulan).

Regimen yang

mengandung EFV ( AZT

atau d4T) + 3TC + EFV.

Setelah OAT selesai bila

perlu EFV diganti NVP

Dianjurkan ART

EVP merupakan

kontraindikasi ibu hamil

atau PUS tanpa

kontrasepsi

CD4 200-350/mm3 Mulai terapi TB Pertimbangkan ART

Mulai salah satu rejimen

berikut setelah fase

intensif

Rejimen yang

mengandung EFV : ( AZT

atau d4T) + 3TC + EFV.

Atau rejimen yang

mengandung NVP bila

regimen TB fase lanjutan

tidak menggunakan

rifamfisin. (AZT atau d4T)

+ 3TC + NVP

CD4>350/mm3 Mulai terapi TB Tunda ART

CD4 tak mungkin

diperiksa

(22)

28 Tabel 2.9 (Sumber : Depkes RI,2004)

Tabel 2.10 Rekomendasi ARV penderita HIV disertai munculnya TB dalam 6 bulan pengobatan ART rejimen lini pertama atau lini kedua

ARV lini pertama atau lini kedua

Rejimen ARV yang dipakai saat munculnya TB

Pilihan

ART lini pertama Dua NRTIs + EFV

Dua NRTIs + NVP

Tiga Rejimen NRTI

Lanjutkan dengan dua

NRTIs + EFV

Subsitusi EFVab

Atau

Subsitusi dengan rejimen

tiga NRTIa, atau lanjutkan

dengan dua NRTIs + NVPc

Lanjutkan dengan

rejimen tiga NRTI

ART Lini Kedua Dua NRTIs + PI Subsitusi dengan atau

lanjutkan ( bila tersedia)

LPV/r- atau SOV/r- dan

RTVa

(WHO,2006) Keterangan :

a. Subsitusi kembali ke rejimen semula sekali lagi yaitu ke rejimen yang mengandung rifamfisin. Bila swit dari EFV ke NVP tidak memungkinkan

b. Penggunaan EFV tidak direkomendasikan pada wanita hamil trisemester pertama atau wanita peserta program kontrasepsi tetapi tidak adekuat

Gambar

Gambar 2.1
Gambar
Gambar 2.3
Gambar 2.4 Sumber: www.wellesley.edu/chemistry/Chem101/hiv/HIV-1.html
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai rata-rata (mean), maksimum, minimum, standar deviasi, dan varian indikator kinerja keuangan perusahaan dari

Untuk mengidentifikasi jamur pada kuku jari kaki mahasiswa Fakultas. Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 1.3.2

Ushul Fiqh (Termasuk Qawaidhul Fiqhiyah &amp; Ushuliyah)4. Ilmu Hukum (Pilih

Namun sebenarnya, pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam tertua yang mengalami banyak perkembangan, baik dari bentuk bangunan fisiknya maupun sistem belajar

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan maksud untuk memperjelas dan mempertajam permasalahan

Onikomikosis pada perenang 23% dibandingkan dengan populasi umum 8%. Jamur yang menyerang kuku dapat menyebar ke kaki menyebabkan tinea pedis. ketika aktivasi

pelaksanaan diskusi dengan menggunakan lembar observasi yang memuat: Kejelasan dan kedalaman informasi yg diperoleh Keaktifan dalam diskusi Kejelasan dan kerapian

Dimana jika sebuah prodi memiliki sebuah website tersendiri, maka penyediaan informasi yang berhubungan dengan prodi tersebut lebih mudah dilakukan, sehingga dapat memberikan