• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Adversity Quotient dengan Komitmen Organisasi pada Medical Representative di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Adversity Quotient dengan Komitmen Organisasi pada Medical Representative di Kota Medan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Perusahaan farmasi adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan, produksi dan pemasaran obat yang memiliki surat izin untuk penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007). Perusahaan farmasi juga meneliti, mengembangkan dan mendistribusikan alat-alat kesehatan ke rumah sakit. Wardana (2008) menyatakan bahwa banyak perusahaan farmasi di Indonesia yang memproduksi obat dan alat kesehatan dengan kegunaan yang sama sehingga persaingan antar perusahaan farmasi menjadi sangat ketat. Persaingan ini menjadi semakin ketat sejak pemerintah mewajibkan seluruh rumah sakit bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Program BPJS Kesehatan memiliki pengaruh positif bagi masyarakat dimana masyarakat kecil dapat berobat dengan harga yang murah. Namun, program ini memiliki dampak tersendiri bagi perusahaan farmasi.Berikut kutipan dari hasil wawancara dengan salah satu karyawan perusahaan farmasi di Kota Medan:

“Susah juga karena BPJS ini dek. Ya gimana ga susah, pemerintah beli obat dengan harga murah, obat BPJS kan rata-rata generik. Padahal biaya produksi tinggi, apalagi obat yang masih diimpor kan mahal. Udah ada beberapa perusahaan farmasi yang memotong jumlah karyawannya dek, gak laku. Dokter pun jadi sulit nulis obat kami di resep karna ya itu tadi obat BPJS kan rata-rata generik. Medrep pun banyak yang tidak capai target, penjualan menurun karena obat-obatan yang mahal jarang dipakai.”

(2)

Kutipan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa perusahaan farmasi mengalami gejolak akibat program BPJS Kesehatan, bahkan ada perusahaan yang memotong jumlah karyawannya. Dampak dari program BPJS Kesehatan juga dirasakan oleh medical representative dimana penjualan menurun karena obat-obatan yang mahal jarang digunakan. Medical representative atau biasa disebut sebagai medical reps adalah ujung tombak perusahaan farmasi sebab mereka bertugas memperkenalkan produk perusahaan kepada dokter sebagai konsumen jangka panjang (Jatinegara, 2011).

Meyer dan Allen (1997) menyatakan bahwa ketika organisasi semakin kecil, maka karyawan-karyawan yang berada di dalamnya menjadi semakin penting. Ada beberapa perusahaan farmasi yang telah memotong jumlah karyawannya sehingga karyawan-karyawan yang tetap dipertahankan memiliki nilai penting bagi perusahaan. Oleh karena itu, komitmen karyawan farmasi perlu dijaga agar karyawan tidak pindah ke perusahaan lain sehingga tujuan perusahaan tercapai. Jika karyawan berkualitas pindah ke perusahaan lain (turnover), maka produktivitas perusahaan menurun dan perusahaan akan mengeluarkan biaya besar untuk proses perekrutan kembali (Jewell, 1998). Merekrut karyawan baru bukanlah solusi untuk memutus rantai turnover sebab karyawan baru juga berpotensi untuk melakukan hal yang sama.

(3)

kemauan untuk mencapai tujuan organisasi (Meyer & Allen, 1997). Karyawan yang berkomitmen akan bekerja dengan penuh dedikasi karena pencapaian tugas dalam organisasi merupakan hal yang paling penting bagi karyawan (Allen & Meyer, 1990). Karyawan yang berkomitmen terhadap perusahaan akan bertahan dalam perusahaan (Meyer & Allen, 1997) dan kecil kecenderungan untuk pindah ke perusahaan lain (Lee dkk., 1992; Terranova, 2008). Salami (2008) menyatakan bahwa komitmen terhadap organisasi dapat menciptakan iklim organisasi yang sehat, meningkatkan motivasi dan produktivitas perusahaan. Komitmen terhadap organisasi juga mempengaruhi perilaku extra-role (OCB) pada karyawan (Purba & Seniati, 2004; Salehi & Gholtash, 2011; Sani, 2013).

Meyer dan Allen (1993) menyatakan bahwa komitmen dapat muncul dalam tiga komponen, yaitu komitmen afektif, komitmen berkelanjutan dan komitmen normatif. Komitmen afektif (affective commitment) adalah kelekatan emosional yang dimiliki karyawan terhadap organisasi. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) adalah komitmen yang didasarkan pada pertimbangan karyawan mengenai resiko yang akan ditanggung apabila meninggalkan organisasi. Komitmen normatif (normative commitment) adalah komitmen yang didasarkan pada kewajiban untuk mengabdi pada organisasi.

(4)

atribut-atribut psikologis seperti kepribadian dan nilai yang dianut individu (Meyer & Allen, 1997). Faktor karakteristik organisasi mencakup struktur organisasi, pengambilan keputusan, formalisasi kebijakan dan prosedur (Meyer & Allen, 1991). Faktor pengalaman selama bekerja dapat membentuk komitmen karyawan jika karyawan merasa bahwa kebutuhannya terpuaskan dan selaras dengan nilai yang dianutnya, misalnya persepsi mengenai keadilan pembagian keuntungan perusahaan dan terlibat dalam pengambilan keputusan di perusahaan (Meyer & Allen, 1997).

Dari ketiga faktor tersebut, penelitian ini lebih berfokus kepada faktor personal karena faktor ini menimbulkan perbedaan individual dalam bekerja. Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2007) menyatakan bahwa fenomena dimana ada karyawan yang bersedia menerima perubahan sedangkan yang lain tidak, ada karyawan yang produktif ketika diawasi dan ada yang produktif ketika tidak diawasi, serta ada karyawan yang lebih cepat mempelajari hal yang baru, menunjukkan perbedaan individual pada karyawan. Para ahli mengembangkan banyak konsep untuk mengetahui perbedaan individual yang dihasilkan lingkungan dan genetik, serta pengaruhnya pada kinerja karyawan. Salah satu konsep yang dapat menjelaskan suatu proses mental tersebut adalah adversity quotient yang dikembangkan oleh Paul G. Stoltz (2000).

(5)

pengetahuan, energi, pengharapan, kebahagiaan, vitalitas, kesehatan emosional, kesehatan jasmani, ketekunan, daya tahan, prestasi kerja serta respon terhadap perubahan (Stoltz, 2000). Penelitian-penelitian tentang Adversity Quotient

menyebutkan bahwa AQ mempengaruhi kepuasan kerja (Ningsih, 2013; Paramanandam & Shwetha, 2013) dan berkontribusi terhadap kinerja professional pada guru (Taman, Yudana, & Dantes, 2013). Arfidianingrum, Nuzulia, dan Fadhallah (2013) juga meneliti tentang AQ dan diperoleh bahwa AQ berkorelasi negatif dengan work family conflict dimana dengan adanya AQ yang tinggi maka orang-orang akan mampu mengelola konflik yang timbul.

Stoltz (2000) membagi tiga kelompok kepribadian manusia ditinjau dari tingkat AQ yang dimiliki, yaitu Quitters, Campers dan Climbers. Quitters adalah karyawan yang mundur dan berhenti berusaha ketika menghadapi kesulitan.

Quitters kurang bersemangat ketika bekerja, kurang kreatif, menghindari resiko dan tidak banyak berkontribusi bagi perusahaan. Campers adalah karyawan yang menjawab tantangan, namun berhenti setelah mencapai tingkat tertentu. Campers

berusaha demi mendapatkan rasa aman dan terhindar dari resiko dipecat. Climbers

adalah karyawan yang selalu optimis, memiliki harapan dan ingin maju. Climbers

memiliki visi dan berjuang untuk mendapatkan yang terbaik sehingga karyawan dengan tipe ini akan terus memperbaiki, dan berkontribusi bagi perusahaan serta kehidupannya sendiri. Climbers dianggap memiliki tingkat AQ yang tertinggi dan

Quitters adalah yang terendah.

(6)

karyawan yang berprofesi sebagai medical representative, karyawan yang gigih dan mampu mengatasi kesulitan-kesulitan selama bekerja dianggap memiliki AQ

yang tinggi, sedangkan karyawan yang menyerah dan tidak berusaha dianggap memiliki AQ yang lebih rendah.Hal ini tampak ketika ada karyawan yang mampu mencapai target, bahkan melebihi target yang ditentukan dan ada pula yang tidak mampu mencapai target. Karyawan dengan AQ yang lebih tinggi diharapkan dapat mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi selama bekerja dalam rangka mempertahankan kinerja dan pencapaian target perusahaan.

Berdasarkan penjelasan di atas, ketika medical representative memiliki

adversity quotient yang tinggi, maka karyawan tersebut akan mampu mengatasi kesulitan selama bekerja dan menunjukkan kinerja yang lebih baik sehingga mampu mencapai target yang ditentukan perusahaan di tengah gejolak yang dialami perusahaan farmasi karena Program BPJS Kesehatan. Ketika karyawan mampu mencapai target perusahaan, maka karyawan akan mendapatkan imbalan atas kinerjanya berupa insentif. Ketika kebutuhan karyawan terpenuhi dan karyawan merasakan keadilan pembagian keuntungan perusahaan maka komitmennya terhadap perusahaan akan terbentuk (Meyer & Allen, 1997). Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara faktor personal, yaitu adversity quotient,

(7)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk mengetahui:

1. Apakah ada hubungan antara adversity quotient dengan komitmen afektif pada medical representative?

2. Apakah ada hubungan antara adversity quotient dengan komitmen berkelanjutan pada medical representative?

3. Apakah ada hubungan antara adversity quotient dengan komitmen normatif pada medical representative?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah meneliti hubungan antara

adversity quotient dengan komitmen organisasi pada medical representative.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi perkembangan ilmu psikologi, terutama Psikologi Industri dan Organisasi mengenai adversity quotient dan komitmen organisasi pada medical representative.

2. Manfaat Praktis

(8)

itu, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik mengenai adversity quotient dan komitmen organisasi pada medical representative.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan berisikan uraian mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori berisikan tinjauan teoritis yang digunakan sebagai landasan penelitian yang diakhiri dengan pengajuan hipotesis penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Komitmen Organisasi yang terdiri dari definisi Komitmen Organisasi, Model Komitmen Organisasi, pengukuran Komitmen Organisasi, serta faktor-faktor yang memengaruhi Komitmen Organisasi dan Teori Adversity Quotient yang terdiri dari definisi Adversity Quotient, pengukuran Adversity Quotient

dan penggolongan tipe-tipe Adversity Quotient. Di bab ini juga dijelaskan hubungan antara Adversity Quotient dengan Komitmen Organisasi dan akan ditutup dengan pengajuan hipotesa penelitian.

(9)

operasional variabel, subjek penelitian, metode pengambilan data, validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan berisikan uraian mengenai hasil penelitian yang mencakup deskripsi sampel penelitian, uji asumsi data penelitian, hasil utama penelitian, hasil tambahan penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Wren (ed.), The Moral Domain: Essays in the Ongoing Discussion between Philosophy and the Social Sciences , Cambridge, Mass., The MIT Press, 1990... Kessen, ‘The American child

Proxy server adalah sebuah sistem yang menjembatani komputer dengan jaringan internet, dimana jaringan internet sering digunakan untuk mencari data dan informasi dengan cepat

[r]

[r]

Penulisan ilmiah ini berisi tentang cara bagaimana menggunakan atau memanfaatkan osCommerce untuk membangun sebuah toko online, dari tahap instalasi, konfigurasi admin, sampai

[r]

Bahwa dalam rangka kelancaran proses Belajar Mengajar untuk Program Studi D-ll PGSD Penjas Swadana kelas B, E dan F FIK-UNY Kampus Yogyakarta perlu ditetapkan nama Dosen pengajar

menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DAN KREATIVITAS GURU DALAM MENGAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH