• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Penambangan Emas Tradisional Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Penambangan Emas Tradisional Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Air Bersih

Berdasarkan Permenkes RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. air bersih adalah sebagai berikut:

“Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat dan dapat diminum

langsung. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah

dimasak”.

2.1.1 Sumber Air

Sumber-sumber air dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Air Laut

Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk menjadi air minum (Sutrisno, 2004).

2. Air Angkasa

(2)

3. Air Permukaan

Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Dibandingkan dengan sumber-sumber air lainnya, air permukaan mudah sekali mengalami pencemaran. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pencemaran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota dan sebagainya.

Air permukaan ada 2 (dua) macam, yaitu air sungai dan air rawa/danau. a. Air Sungai

Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi.

b. Air Rawa/Danau

Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat organik tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan dalam keadaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn ini akan larut (Sutrisno, 2004).

4. Air Tanah

Air tanah dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: a. Air tanah dangkal

(3)

jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air yang akan terkumpul merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal.

Air tanah dangkal ini dapat pada kedalaman 15,00 m. Sebagai sumur air minum, air tanah ini ditinjau dari segi kualitas agak baik. Jika dilihat dari segi kuantitas, air tanah kurang cukup dan tergantung pada musim.

b. Air tanah dalam

Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapis air.

Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artesis. Jika air tidak dapat ke luar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini.

(4)

(HCO3)2. Jika melalui batuan granit, maka air itu lunak dan agresif karena mengandung gas CO2 dan Mn (HCO3).

c. Mata air

Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas/ kuantitasnya sama dengan keadaan air dalam (Sutrisno, 2004).

2.2. Syarat Air Bersih

Berdasarkan Permenkes RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengolahan Kualitas air dan pengendalian pencemaran air syarat-syarat pengawasan kualitas air, syarat-syarat air bersih antara lain:

1. Persyaratan Biologis

Persyaratan biologis berarti air bersih itu tidak mengandung mikroorganisme yang nantinya menjadi infiltran tubuh manusia. Mikroorganisme itu dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu parasit, bakteri, virus, dan kuman. Dari keempat jenis mikroorganisme tersebut umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri seperti Eschericia coli.

2. Persyaratan Fisik

Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada umumnya, yakni derajat keasaman, suhu, kejernihan, warna, dan bau. Aspek fisik ini selain penting untuk aspek kesehatan langsung yang terkait dengan kualitas fisik seperti suhu dan keasaman, tetapi juga penting untuk menjadi indikator tidak langsung pada persyaratan biologis dan kimia, seperti warna air dan bau.

3. Persyaratan Kimia

(5)

dengan proses biokimiawi tubuh. Bahan kimia seperti nitrat, arsenik, dan berbagai macam logam berat khususnya air raksa, timah hitam, dan kadmium dapat menjadi gangguan pada tubuh dan berubah menjadi racun.

4. Persyaratan Radioaktif

Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti di sekitar reaktor nuklir. 2.2.1. Sumber Pencemaran Air

Menurut Mukono (2006), beberapa sumber pencemaran air yaitu: 1. Domestik (Rumah Tangga)

Yaitu berasal dari pembuangan air kotor dari kamar mandi, kakus dan dapur. 2. Industri

Jenis polutan yang dihasilkan oleh industri sangat tergantung pada jenis industrinya sendiri, sehingga jenis polutan yang dapat mencemari air tergantung pada bahan baku, proses industri, bahan bakar dan sistem pengelolaan limbah cair yang digunakan dalam industri tersebut.

Secara umum jenis polutan air dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Fisik

Pasir atau lumpur yang tercampur dalam limbah air. b. Kimia

(6)

c. Mikrobiologi

Berbagai macam bakteri, virus, parasit, dan lain-lainnya. Misalnya yang berasal dari pabrik yang mengolah hasil ternak, rumah potong, dan tempat pemerahan susu sapi.

d. Radioaktif

Beberapa bahan radioaktif yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dapat menimbulkan pencemaran air.

3. Pertanian dan Perkebunan

Polutan air dari pertanian/perkebunan dapat berupa:

a. Zat kimia, misalnya berasal dari penggunaan pupuk dan pestisida.

b. Mikrobiologi, misalnya virus, bakteri, parasit yang berasal dari kotoran ternak dan cacing tambang di lokasi perkebunan.

c. Zat radioaktif, berasal dari penggunaan zat radioaktif yang dipakai dalam proses pematangan buah, mendapatkan bibit unggul, dan mempercepat pertumbuhan tanaman.

2.3. Pencemaran Air 2.3.1. Polutan Air

Bahan polutan (pencemar) merupakan bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut.

(7)

1. Polutan alamiah, yaitu polutan yang memasuki suatu lingkungan (misalnya badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, dan fenomena alam lainnya. Polutan alamiah ini sulit dikendalikan. 2. Polutan antropogenik, yaitu polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas

manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan perkotaan, maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya polutan tersebut (Effendi, 2003).

Berdasarkan sifat toksiknya, polutan (pencemar) dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Polutan Tidak Toksik

Polutan/pencemar tidak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Polutan tidak toksik terdiri atas bahan-bahan tersuspensi dan nutrien. Bahan tersuspensi dapat mempengaruhi sifat fisika perairan, antara lain meningkatkan kekeruhan sehingga menghambat penetrasi cahaya matahari. Dengan demikian, intensitas cahaya matahari pada kolom air menjadi lebih kecil dari intensitas yang dibutuhkan untuk melangsungkan proses fotosintesis. Keberadaan nutrien/unsur hara yang berlebihan dapat memacu terjadinya eutrofikasi perairan dan dapat memacu pertumbuhan mikroalga dan tumbuhan air secara pesat, yang selanjutnya dapat mengganggu keseimbangan ekosistem akuatik secara keseluruhan.

2. Polutan Toksik

(8)

karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya berupa bahan-bahan yang bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen, dan bahan artifisial lainnya. Polutan berupa bahan yang bukan alami ini dikenal dengan istilah xenobiotik, yaitu polutan yang diproduksi oleh manusia (Effendi, 2003).

Mason (1993), mengelompokkan pencemar toksik menjadi 5 (lima), yaitu: a. Logam (metals), meliputi: timbal, nikel, kadmium, zinc, dan merkuri. b. Senyawa organik, meliputi pestisida organoklorin, herbisida, PCB,

hidrokarbon alifatik berklor, pelarut (solvents), surfaktan rantai lurus, hidrokarbon petroleum, aromatik polinuklir, dibenzodioksin berklor, senyawa organometalik, fenol, dan formaldehida. Senyawa ini berasal dari kegiatan industri, pertanian, dan domestik.

c. Gas, misalnya klorin dan amonia.

d. Anion, misalnya sianida, fluorida, sulfida, dan sulfat. e. Asam dan alkali.

2.4.Indikator Pencemaran Air 2.4.1. Perubahan Suhu Air

(9)

Menurut Kristanto (2002), naiknya suhu air akan menimbulkan akibat sebagai berikut:

1. Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air. 2. Meningkatkan kecepatan reaksi kimia.

3. Mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya.

4. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati.

Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi. Di samping itu suhu yang tinggi juga akan menurunkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air. Akibatnya, ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen. Suhu air kali atau air limbah yang relatif tinggi ditandai antara lain dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen.

2.4.2. Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion Hidrogan di dalam air. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air (Wardhana, 2001).

(10)

Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dan air limbah industri dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih.

Selain itu degradasi bahan buangan industri dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan warna air. Tingkat pencemaran air tidak mutlak harus tergantung pada warna air, karena bahan buangan industri yang memberikan warna belum tentu lebih berbahaya dari bahan buangan industri yang tidak memberikan warna. Seringkali zat-zat yang beracun justru terdapat di dalam bahan buangan industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air sehingga air tetap tampak jernih.

Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan buangan atau air limbah dari kegiatan industri, atau dapat pula berasal dari hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air. Bahan buangan industri yang bersifat organik atau bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri pengolahan bahan makanan seringkali menimbulkan bau yang sangat menyengat hidung. Mikroba di dalam air akan mengubah bahan buangan organik, terutama gugus protein, secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi.

(11)

garam-garaman. Air yang mempunyai rasa biasanya berasal dari garam-garaman yang terlarut. Bila hal ini terjadi maka berarti juga telah ada pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah konsentrasi ion Hidrogen dalam air. Adanya rasa pada air umumnya diikuti dengan perubahan pH air (Wardhana, 2001).

2.4.4. Timbulnya Endapan, Koloidal dan Bahan Terlarut

Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal. Endapan sebelum sampai ke dasar sungai akan melayang di dalam air bersama-sama dengan koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan proses fotosintesis. Karena tidak ada sinar matahari maka proses fotosintesis tidak dapat berlangsung. Akibatnya, kehidupan mikroorganisme jadi terganggu.

Apabila endapan dan koloidal yang terjadi berasal dari bahan buangan organik, maka mikroorganisme dengan bantuan oksigen yang terlarut di dalam air, akan melakukan degradasi bahan organik tersebut sehingga menjadi bahan yang lebih sederhana. Dalam hal ini kandungan oksigen yang terlarut di dalam air akan berkurang sehingga organisme lain yang memerlukan oksigen akan terganggu pula.

(12)

berat yang pada umumnya bersifat racun, seperti cadmium (cd), kromium (cr), dan timbal (pb) (Wardhana, 2001).

2.4.5. Mikroorganisme

Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke air lingkungan, baik sungai, danau, maupun laut. Kalau bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak, berarti mikroorganisme akan ikut berkembang biak. Pada perkembangbiakan mikroorganisme ini tidak tetutup kemungkinan bahwa mikroba patogen ikut berkembang pula. Mikroba patogen adalah penyebab timbulnya berbagai macam penyakit. Pada umumnya industri pengolahan bahan makanan berpotensi untuk menyebabkan berkembangbiaknya mikroorganisme, termasuk mikroba patogen. 2.4.6. Meningkatnya Radioaktivitas Air

Akhir-akhir ini pemanfaatan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir dalam berbagai bidang kegiatan sudah banyak dijumpai. Aplikasi teknologi nuklir antara lain dapat dijumpai pada bidang kedokteran, farmasi, biologi, pertanian, hidrologi, pertambangan, industri, dan lain-lain.

(13)

Mengenai hal ini Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) secara aktif mengawasi pelaksanaan peraturan perundangan terssebut (Wardhana, 2001).

2.5.Penambangan Emas Tradisional

Kegiatan penambangan emas tradisional di Indonesia dicirikan oleh penggunaan teknik eksplorasi dan eksploitasi yang sederhana dan murah. Untuk pekerjaan penambangan dipakai peralatan cangkul, linggis, palu, dan beberapa alat sederhana lainnya. Batuan dan urat kuarsa mengandung emas atau bijih ditumbuk sampai berukuran 1-2 cm, selanjutnya digiling dengan alat gelundung (trammel, berukuran panjang 55-60 cm dan diameter 30 cm dengan alat penggiling 3-5 batang besi). Proses pengolahan emasnya biasanya menggunakan teknik amalgamasi, yaitu dengan mencampur bijih dengan merkuri untuk membentuk amalgam dengan media air. Selanjutnya emas dipisahkan dengan proses penggarangan sampai didapatkan logam paduan emas dan perak (bullion). Produk akhir dijual dalam bentuk bullion dengan memperkirakan kandungan emas pada bullion tersebut (Setiabudi, 2005).

Perlengkapan yang di perlukan untuk mengolah bijih emas adalah : 1. Tabung gelundung, sebagai tempat menggerus batuan.

2. Kincir air atau genset yang berfungsi sebagai penggerak tabung gelundung. 3. Batang besi baja/media giling sebagai alat pengguras batuan.

4. Merkuri yang berfungsi untuk mengikat emas.

5. Air untuk mendapatkan persentasi padatan yang berkisar antara 30-60%. 6. Dulang atau sejenisnya, sebagai tempat untuk memisahkan Merkuri yang

(14)

7. Emposan yaitu alat untuk membakar amalgam untuk mendapatkan paduan (alloy) emas perak (bullion) (Widodo, 2008).

Gambar 2.1. Proses Pengolahan Batuan Emas (Ruslan, 2011)

Amalgam Merkuri

Pencemaran Merkuri terhadap Lingkungan

Limbah cair

Pembakaran Amalgam

Uap Merkuri Bullion

Penyaringan Amalgam,(Merkuri) Limbah cair

Limbah padat

Pemisahan

Penggilingan dengan tromel (galundung) + Besi penggiling + Air Penghancuran batuan

Proses amalgamasi

(dengan merkuri) Penggalian

(15)

2.6.Ekstraksi Emas

Ekstraksi adalah suatu metode operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau leaching.

Ekstraksi emas dalam skala industri yang paling umum dilakukan, yaitu: 1. Pencairan

2. Amalgamasi 2.6.1. Pencairan

Pemisahan pencairan (liquation separation), adalah proses pemisahan yang dilakukan dengan cara memanaskan mineral di atas titik leleh logam, sehingga cairan logam akan terpisahkan dari pengotor. Yang menjadi dasar untuk proses pemisahan metode ini, yaitu berat jenis dan titik cair. Contohnya dalam memisahkan emas dan perak. Titik cair emas pada suhu 1064.18 oC, sedangkan titik cair perak pada suhu 961.78 oC. Ini artinya perak akan mencair lebih dulu dari pada emas. Namun untuk benar-benar terpisah, maka perak harus menunggu emas mencair 100%. Kemudian bila dilihat dari berat jenisnya, maka berat jenis emas cair sebesar 17.31 gram per cm3 sedangkan berat jenis perak sebesar 9.32 gram per cm3. Hal ini berarti berat jenis emas lebih besar dari pada berat jenis perak.

(16)

akan terapung diatas lapisan cairan emas, seperti halnya cairan minyak mengambang diatas lapisan air. Dari sana, perak dipisahkan dari emas, sampai tidak ada lagi perak yang terapung.

2.6.2. Amalgamasi

Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara mencampur bijih emas dengan merkuri (Hg). Produk yang terbentuk adalah ikatan antara emas-perak dan merkuri yang dikenal sebagai amalgam (Au-Hg). Merkuri akan membentuk amalgam dengan semua logam kecuali besi dan platina. Penggunaan raksa alloy atau amalgam pertama kali pada tahun 1828, meskipun penggunaan secara luas teknik baru ini dicegah karena sifat air raksa yang beracun. Sekitar tahun 1895, eksperimen yang dilakukan oleh GV Black menunjukkan bahwa amalgam aman digunakan, meskipun 100 tahun kemudian ilmuwan masih diperdebatkannya. Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan murah, namun demikian amalgamasi akan efektif pada emas yang terliberasi sepenuhnya maupun sebagian pada ukuran partikel yang lebih besar dari 200 mesh (0.074 mm) dan dalam membentuk emas murni yang bebas.

(17)

Tahapan amalgamasi secara sederhana sebagai berikut:

1. Sebelum dilakukan amalgamasi hendaknya dilakukan proses kominusi dan konsentrasi gravitasi, agar mencapai derajat liberasi yang baik sehingga permukaan emas tersingkap.

2. Pada hasil konsentrat akhir yang diperoleh ditambah merkuri (amalgamasi) dilakukan selama kira-kira 1 jam

3. Hasil dari proses ini berupa amalgam basah dan tailing. Amalgam basah kemudian ditampung di dalam suatu tempat yang selanjutnya didulang untuk pemisahan merkuri dengan amalgam

4. Terhadap amalgam yang diperoleh dari kegiatan pendulangan kemudian dilakukan kegiatan pemerasan dengan menggunakan kain parasut untuk memisahkan merkuri dari amalgam. Merkuri yang diperoleh dapat dipakai untuk proses amalgamasi selanjutnya. Jumlah merkuri yang tersisa dalam amalgan tergantung pada seberapa kuat pemerasan yang dilakukan. Amalgam dengan pemerasan manual akan mengandung 60-70% emas, dan amalgam yang disaring dengan alat sentrifugal dapat mengandung emas sampai lebih dari 80%.

5. Retorting yaitu pembakaran amalgam untuk menguapkan merkuri, sehingga yang tertinggal berupa alloy emas.

Ekstraksi Amalgamasi yang baik, yaitu:

1. Lokasi ekstraksi bijih harus terpisah dari lokasi kegiatan penambangan. 2. Dilakukan pada lokasi khusus baik untuk amalgamasi untuk meminimalkan

(18)

3. Dilengkapi dengan kolam pengendap yang berfungsi baik untuk mengolah seluruh tailing hasil pengolahan sebelum dialirkan ke perairan bebas.

4. Lokasi pengolahan bijih dan kolam pengendap diusahakan tidak berada pada daerah banjir.

5. Hindari pengolahan dan pembuangan tailing langsung ke sungai.

Gambar 2.2. Perjalanan Merkuri dari Alam Sampai ke Tubuh Manusia (Widowati, 2008)

Manusia Pertamabangan

emas tradisional

Gunung Berapi , pelapukan batuan

Udara Darat

Limah merkuri

Laut Sungai

Pertanian

Hewan

Ikan Plankton

(19)

2.7.Merkuri

2.7.1. Pengertian Umum

Merkuri (Hg) adalah logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak, serta mudah menguap pada suhu ruangan. Merkuri (Hg) akan memadat pada tekanan 7.640 Atm. Merkuri (Hg) memiliki nomor atom 80, berat atom 200,59 g/mol, titik beku -39o C, dan titik didih 356,6o C.

Kelimpahan merkuri (Hg) di bumi menempati urutan ke-67 di antara elemen lainnya pada kerak bumi. Merkuri jarang didapatkan dalam bentuk bebas di alam, tetapi berupa bijih cinnabar (HgS). Untuk mendapatkan Merkuri dari

cinnabar, dilakukan pemanasan bijih cinnabar di udara sehingga menghasilkan logam Merkuri (Widowati, 2008).

Dalam keseharian, pemakaian bahan merkuri telah berkembang sangat luas. Merkuri digunakan dalam bermacam-macam perindustrian, untuk peralatan-peralatan elektris, digunakan untuk alat-alat ukur, dalam dunia pertanian dan keperluan lainnya. Demikian luasnya pemakaian merkuri, mengakibatkan semakin mudah pula organisme mengalami keracunan merkuri (Palar, 2008).

Dikenal 3 bentuk merkuri, yaitu:

1. Merkuri elemental: terdapat dalam gelas termometer, tensimeter air raksa, amalgam gigi, alat elektrik, batu batere dan cat. Juga digunakan sebagai katalisator dalam produksi soda kaustik dan desinfektan serta untuk produksi klorin dari sodium klorida.

(20)

a. Merkuri klorida (HgCl2) termasuk bentuk Hg inorganik yang sangat toksik, kaustik dan digunakan sebagai desinfektan

b. Mercurous chloride (HgCl) yang digunakan untuk teething powder dan laksansia (calomel)

c. Mercurous fulminate yang bersifat mudah terbakar.

3. Merkuri organik: terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain :

a. Metil merkuri dan etil merkuri yang keduanya termasuk bentuk alkil rantai pendek dijumpai sebagai kontaminan logam di lingkungan. Misalnya memakan ikan yang tercemar zat tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis dan kongenital.

b. Merkuri dalam bentuk alkil dan aryl rantai panjang dijumpai sebagai antiseptik dan fungisida.

2.7.2. Sumber Merkuri 2.7.2.1. Terdapat di Alam

Sebagai hasil tambang, merkuri dijumpai dalam bentuk mineral HgS yang disebut sinabar (cinnabar). Terdapat sebagai batuan dan lapisan batuan yang terhampar di Spanyol, Itali, dan bagian Amerika, serta banyak didistribusikan sebagai batuan, abu, dan larutan.

2.7.2.2. Hasil Aktifitas Manusia

(21)

merkuri akan membentuk amalgam dengan logam-logam (Au, Ag, Pt) dan sebagian hilang dalam proses.

2.7.3. Kegunaan Merkuri Dalam Kehidupan

Penggunaan merkuri yang terbesar adalah dalam industri klor-alkali, dimana produksi klorin (Cl2) dan kaustik soda (NaOH) dengan cara elektrolisis garam NaCl. Kedua bahan ini sangat banyak gunanya sehingga diproduksi dalam jumlah tinggi setiap tahun. Fungsi merkuri dalam proses ini adalah sebagai katode dari sel elektrolisis (Kristanto, 2002).

Pada peralatan listrik, merkuri ditemukan pada lampu listrik. Sementara itu, di laboratorium logam merkuri digunakan sebagai alat ukur. Sebagai contoh adalah termometer. Dalam pekerjaan laboratorium, banyak pekerja yang mengalami keracunan merkuri secara kronis. Hal itu terjadi karena uap dari tumpahan merkuri yang tidak terlihat, sedikit demi sedikit terhirup oleh para pekerja.

Dalam bidang pertanian, senyawa merkuri banyak digunakan sebagai fungisida, dimana hal ini menjadi penyebab yang cukup penting dalam peristiwa keracunan merkuri pada organisme hidup. Karena penyemprotan yang dilakukan secara terbuka dan luas, maka banyak organisme hidup lainnya yang terkena senyawa racun tersebut. Sehingga dari penyemprotan fungisida tersebut tidak hanya membunuh jamur melainkan juga organisme hidup lainnya.

(22)

ini menjadi sangat berbahaya, karena kertas seringkali digunakan sebagai alat pembungkus makanan (Palar, 2008).

2.7.4. Kinetika Merkuri

Secara umum proses terjadinya pencemaran air ini di kelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:

1. Pencemaran dari sumber-sumber langsung atau (direct contaminant sources) yaitu buangan (effluent) yang berasal dari sumber pencemar limbah hasil pabrik atau suatu kegiatan limbah seperti limbah cair domestik serta sampah, pencemaran terjadi karena buangan ini langsung mengalir ke dalam sistem pasokan air (urban water supplies sistem), seperti sungai, kanal, parit ataau sekolah.

2. Pencemaran yang bersumber dari yang tidak langsung (indirect contaminant sources) yaitu kontaminan yang masuk dan yang bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah atau pori pori tanah dan batuan akibat adanya pencemaran pada iar permukaan baik dari limbah industri maupun limbah domestik (Susanto, 2005).

(23)

2.7.5. Sifat Merkuri

Sifat-sifat kimia dan fisik merkuri membuat logam tersebut banyak digunakan untuk keperluan kimia dan industri. Beberapa sifat tersebut diantaranya adalah:

1. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berwujud cair pada suhu kamar (25oC) dan mempunyai titik beku terendah dibanding logam lain yaitu -39oC. 2. Masih berwujud cair pada suhu 396oC. Pada temperatur 396oC ini telah

terjadi pemuaian secara menyeluruh.

3. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam lain.

4. Merkuri dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrit, tetapi tahan terhadap basa.

5. Mempunyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam.

6. Ketahanan listrik sangat rendah sehingga merupakan konduktor terbaik dibanding semua logam lain.

7. Banyak logam yang dapat larut di dalam merkuri membentuk komponen yang disebut dengan amalgam.

8. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap semua makhluk hidup (Kristanto, 2002).

2.7.6. Pencemaran Merkuri di Lingkungan

(24)

alamiah, tidaklah menimbulkan efek-efek merugikan bagi lingkungan karena masih dapat ditolerir oleh alam. Merkuri menjadi bahan pencemar sejak manusia mengenal industri, kemudian menggali sumber daya alam dan memanfaatkannya semaksimal mungkin untuk kebutuhannya (Palar, 2008).

Penggunaan merkuri di dalam industri sering mengakibatkan pencemaran lingkungan, baik melalui air limbah maupun melalui sistem ventilasi udara. Merkuri yang terbuang ke sungai, pantai atau badan air di sekitar industri-industri tersebut dapat mengkontaminasi ikan dan makhluk air lainnya, termasuk ganggang dan tumbuhan air. Ikan-ikan dan hewan air tersebut kemudian dikonsumsi manusia sehingga manusia terpapar merkuri di dalam tubuhnya. FDA

(Food and Drug Administration) menetapkan batasan kandungan merkuri maksimum adalah 0,005 ppm untuk makanan, sedangkan WHO (World Health Organization) menetapkan batasan maksimum untuk air, yaitu 0,001 ppm (Kristanto, 2002).

2.7.7. Senyawa Merkuri Anorganik

(25)

Pada hewan percobaan seperti kelinci, tikus dan kera, 1% dari jumlah yang diserap ini akan terakumulasi di otak. Jumlah merkuri yang menumpuk tersebut, 10 kali lebih besar bila dibandingkan dengan senyawa merkuri lain yang masuk atau dimasukkan ke dalam tubuh dengan dosis yang sama. Selain penumpukan merkuri terjadi pada otak, logam ini juga terserap dan menumpuk pada ginjal dan hati. Namun demikian penumpukan yang terjadi pada organ ginjal dan hati masih dapat dikeluarkan bersama urin dan sebagian akan menumpuk pada empedu. Selain menumpuk pada organ tubuh tersebut, merkuri juga mampu menembus membran plasenta (Palar, 2008).

Toksisitas akut dari merkuri anorganik meliputi gejala muntah, kehilangan kesadaran, sakit abdominal, diare disertai darah dalam feses, albuminuria, anuria, uraemia, ulserasi, dan stomatitis. Sementara toksisitas kronis dari merkuri anorganik meliputi gejala gangguan sistem saraf, antara lain tremor, terasa pahit di mulut, gigi tidak kuat dan rontok, anemia, dan gejala lain berupa kerusakan ginjal, serta kerusakan mukosa usus (Widowati, 2008).

2.7.8. Senyawa Merkuri Organik

Senyawa-senyawa merkuri organik telah lama akrab dengan kehidupan manusia. Yang paling terkenal diantaranya adalah senyawa alkil-merkuri. Beberapa senyawa alkil-merkuri yang banyak digunakan, terutama di kawasan negara-negara sedang berkembang adalah metil merkuri khlorida (CH3HgCl) dan etil khlorida (C2H5HgCl). Senyawa-senyawa tersebut digunakan sebagai pestisida dalam bidang pertanian.

(26)

melalui pernafasan. Peristiwa keracunan melalui jalur pernafasan tersebut disebabkan karena senyawa-senyawa alkil-merkuri sangat mudah menguap. Uap merkuri yang masuk bersama jalur pernafasan akan mengisi ruang-ruang dari paru-paru dan berikatan dengan darah (Palar, 2008).

Waktu paruh dari senyawa alkil-merkuri dalam tubuh adalah 70 hari. Selanjutnya senyawa alkil-merkuri tersebut dikeluarkan dari dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme. Akan tetapi, jumlah yang dikeluarkan sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah uap atau senyawa alkil-merkuri yang masuk ke dalam tubuh. Diperkirakan jumlah alkil-merkuri yang dikeluarkan sebagai hasil samping metabolisme tubuh hanyalah 1%, sedangkan sisanya 99% terakumulasi dalam berbagai organ dalam tubuh (Palar, 2008).

Gejala toksisitas merkuri organik meliputi kerusakan sistem saraf pusat berupa anoreksia, ataksia, dismetria, gangguan pandangan mata yang bias mengakibatkan kebutaan, gangguan pendengaran, koma, dan kematian (Widowati, 2008).

2.8.Efek Merkuri pada Manusia 2.8.1. Keracunan akut

(27)

Keracunan akut yang ditimbulkan oleh logam merkuri dapat diketahui dengan mengamati gejala-gejala berupa iritasi gastrointestinal berupa mual, muntah, sakit perut dan diare. Keracunan Phenyl mercury (merkuri aromatis) menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal, malaise dan mialgia. Keracunan metil merkuri menyebabkan efek pada gastrointestinal yang lebih ringan tetapi menimbulkan toksisitas neurologis yang berat berupa rasa sakit pada bibir, lidah dan pergerakan (kaki dan tangan), halusinasi, iritabilitas, gangguan tidur, sulit bicara, kemunduran cara berpikir, reflek tendon yang abnormal, dan pendengaran rusak (Rianto, 2012)

2.8.2. Keracunan Kronis

Keracunan kronis yang disebabkan oleh merkuri, peristiwa masuknya sama dengan keracunan akut, yaitu melalui jalur pernafasan dan makanan. Akan tetapi pada keracunan kronis, jumlah merkuri yang masuk sangat sedikit sehingga tidak memperlihatkan pengaruh pada tubuh. Namun demikian masuknya merkuri ini berlangsung secara terus-menerus. Sehingga lama kelamaan, jumlah merkuri yang masuk dan mengendap dalam tubuh menjadi sangat besar dan melebihi batas toleransi yang dimiliki tubuh sehingga gejala keracunan mulai terlihat (Palar, 2008).

(28)

saraf sebagai akibat keracunan kronis merkuri, yaitu tremor (gemetar) ringan dan parkinsonisme yang juga disertai dengan tremor pada fungsi otot sadar.

Tanda-tanda seseorang penderita keracunan kronis merkuri dapat dilihat pada organ mata. Biasanya pada lensa mata penderita terdapat warna abu-abu sampai gelap, atau abu-abu kemerahan, yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop mata. Di samping itu, gejala keracunan kronis merkuri yang lainnya adalah terjadinya anemia ringan pada darah.

2.9.Pencegahan Pencemaran Merkuri

Untuk mengurangi pencemaran limbah merkuri di daerah pertambangan emas, dilakukan berbagai cara seperti:

1. Memilih teknik penggalian yang ramah lingkungan, yaitu menerapkan sistem pertambangan tertutup sehingga memperkecil keluarnya merkuri dari dalam tanah.

2. Menggunakan teknologi pemrosesan batuan tambang yang tidak menggunakan merkuri, tetapi diganti dengan menggunakan sianida.

Dalam lingkungan yang telah tercemar oleh merkuri, upaya yang dilakukan adalah penyehatan kembali lingkungan dengan cara:

1. Memindahkan sedimen yang mengandung merkuri (Hg) tinggi, lalu melakukan isolasi.

2. Treatment tanah atau air yang terpolusi secara fisik atau kimiawi. 3. Imobilisasi dengan memasang batas di daerah yang tercemar.

(29)

Untuk meminimalisasi tingginya tingkat pencemaran merkuri dalam usaha penambangan emas, dengan membuat bak pengendap yang mampu menampung material yang tercecer pada saat dan sedang melakukan penggaran di dalam ruang tertutup atau kedap udara sehingga uap merkuri yang terbentuk bisa dialirkan masuk ke dalam bak pengendap yang tertutup rapat (Widowati, 2008).

Fitoremidiasi menggunakan tanaman sebagai alat pengolah bahan pencemar. Tanaman yang tumbuh subur di tanah-tanah dengan kandungan mineral khas disebut metalokolus atau metalofit. Beberapa tanaman metalofit bisa digunakan sebagai indikator untuk suatu deposit logam berat di dekat permukaan tanah sehingga cocok untuk ditanam di daerah pertambangan atau industri. Jenis tanaman Stelaria setacea( eceng gondok) tumbuh subur di tanah yang mengandung merkuri (Hg) (siswoyo 2012).

2.9.1. Penanggulangan Toksisitas Merkuri

(30)

2.10.Kerangka Konsep

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi

syarat

Tidak ada keluhan Ada keluhan

Ada kandungan

merkuri

Tidak ada kandungan

merkuri

Keluhan Kesehatan Pada masyarakat

– Permenkes Republik Indonesia No. 28 Tahun 2001 Tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air – Uji kualitatif merkuri

(Laboratorium)

Gambar

Gambar 2.1. Proses Pengolahan Batuan Emas (Ruslan, 2011)
Gambar 2.2. Perjalanan Merkuri dari Alam Sampai ke Tubuh Manusia (Widowati, 2008)

Referensi

Dokumen terkait

Fase-fase mitosis pada penelitian yang dilakakukan telah ditemukan fase profase, prometafase, metaphase, anaphase dan telofase pada preparat akar markisa ungu

[r]

[r]

Berdasarkan gambar grafik pada hasil, dapat dilihat bahwa buah tanaman melon TANIA lebih ringan dibanding dengan kedua indukkannya dan melon TALITA mempunyai berat buah

[r]

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh informasi bahwa: (1) Kemampuan komunikasi matematis secara tertulis siswa dengan gaya kognitif FD sebagai berikut: (a) Mampu

[r]

[r]