• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 Fulltext Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kasus Tentang Pastoral Gereja Terhadap Penderita Stroke dan Keluarganya di Jemaat GPIB Tamansari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1 Fulltext Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi Kasus Tentang Pastoral Gereja Terhadap Penderita Stroke dan Keluarganya di Jemaat GPIB Tamansari"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KASUS TENTANG PASTORAL GEREJA TERHADAP PENDERITA STROKE DAN KELUARGANYA DI JEMAAT GPIB TAMANSARI

Diajukan Kepada Fakultas Teologi

TRULLY

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

1

STUDI KASUS TENTANG PASTORAL GEREJA TERHADAP PENDERITA STROKE DAN KELUARGANYA DI JEMAAT GPIB TAMANSARI

JURNAL

Diajukan Kepada Fakultas Teologi Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar

Sarjana Sains Teologi (S.Si.Teol)

DISUSUN OLEH:

TRULLY IMANUEL TUMONGGI NIM : 712005071

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2014

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

6

STUDI KASUS TENTANG PASTORAL GEREJA TERHADAP PENDERITA STROKE DAN KELUARGANYA DI JEMAAT GPIB TAMAN SARI

I. Pendahuluan

Latar Belakang

Stroke didefinisikan sebagai gangguan pada fungsi sistem saraf yang terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak. Stroke terjadi akibat gangguan pembuluh darah di otak. Gangguan peredaran darah otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron), dan gangguan fungsi otak ini akan menimbulkan gejala stroke. Beberapa penelitian menunjukkan terdapat beberapa faktor resiko yang membuat seorang individu menjadi lebih rentan terkena stroke, dahulu stroke hanya menyerang orang kaum lanjut usia saja (lansia) seiring dengan berjalannya waktu, kini ada kecenderungan bahwa stroke mengancam usia produktif, bahkan di bawah usia 45 tahun.1 Kalangan dokter menduga, kondisi ini terjadi akibat adanya transformasi sosial, di mana peningkatan stroke pada kaum muda adalah kebiasaan mereka seperti merokok dan kurang menjaga pola makan yang sehat, maka dari itu untuk mencegah stroke, faktor – faktor resiko ini harus dikendalikan. Caranya dengan menerapkan pola makan sehat, menjauhi rokok, serta rutin melakukan aktivitas fisik, misalnya olahraga. Hal ini penting untuk dilakukan, karena stroke, masih menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Stroke pun ternyata bisa menyerang siapa saja, tanpa memandang jabatan maupun strata sosial dalam masyarakat. Peneliti berpendapat stroke adalah suatu gangguan fungsi syaraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah ke otak.2 Secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah lokal di otak yang terganggu. Stroke merupakan salah satu masalah penyakit tertinggi di dunia, dan menjadi penyebab kematian nomor tiga di dunia setelah

1 Rizaldy Pinzon, LaksmiAsanti, Awas Stroke!, Pengertian, Gejala, Tindakan,Perawatan, & Pencegahan (Yogyakarta: Andi, 2010), 1.

(7)

7

jantung dan kanker, serta menjadi penyebab kecacatan utama.3 Oleh karena itu ketika seseorang mengalami hal seperti itu, sangat diharapkan peningkatan keprihatinan dan kepedulian yang seharusnya muncul dari gereja. Masalah ini membutuhkan penanganan pastoral secara holistik, baik bagi penderita stroke maupun keluarganya. Pihak gereja memiliki suatu lembaga yang khas, di mana secara khusus mengorganisasikan pelayanan, dalam upaya-upaya melaksanakan pelayanan itu sebagai tugas diakonia.

Dalam hal ini juga perlu adanya keterlibatan keluarga sebagai gereja mini. Keluarga adalah tempat di mana kisah perjalanan hidup manusia dimulai. Perjalanan saat mulai memahami kehidupan, ketika mencoba mengenal kerasnya kehidupan dunia dan bagaimana mencoba mengatasi berbagai tantangan yang dihadapinya, semua bermula dari keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat dan merupakan pengayom kehidupan yang mempunyai fungsi keagamaan, kebudayaan, perlindungan, pembinaan, reproduksi, dan cinta kasih, juga merupakan wadah pembentukan karakter dan tingkah laku.4 Keluarga juga merupakan suatu lingkungan di mana terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah sebagai kelompok sosial yang terdiri dari sejumlah individu, yang memiliki hubungan antar individu, serta terdapat ikatan, kewajiban, dan tanggung jawab antar individu tersebut.

Hidup keluarga menjadi suatu cermin, yang memancarkan hubungan kasih Allah kepada manusia seperti tertera di dalam kasih Yesus Kristus kepada Gereja-Nya, sama halnya dengan keluarga Kristen, maka membangun keluarga Kristen juga berarti membangun gereja dalam bentuk mini. Dalam hal ini sangat penting sekali peran keluarga dalam mengayomi satu dan yang lain. Gereja pun secara konsisten mempertahankan agar keluarga menanamkan kasih dari dalam rumah, kehidupan keluarga merupakan suatu arena di mana sebagian besar dari kita mempunyai kesempatan untuk mempraktikan kehadiran Allah, serta membuka mata terhadap kenyataan ilahi yang bersinar melalui peristiwa-peristiwa yang paling biasa dalam kehidupan kita. Sebagai gereja miniatur, keluarga juga harus mempunyai kesadaran bahwa tidak hanya tentang firman, melainkan juga melalui tekad yang meliputi perbuatan atau tindakan nyata dalam hidup keseharian. Tekad atau keinginan merupakan hal yang amat menentukan bagi keluarga atau gereja mini yang ingin memenuhi panggilan mereka sebagai sarana utama pembentukan dalam

3 Pinzon, Asanti, Awas Stroke!, 37.

(8)

8

mengayomi tubuh Kristus. Dengan memilih pola kehidupan yang memperkaya pertumbuhan rohani di rumah, mereka akan semakin sadar akan anugerah yang mereka terima sebagai pemeliharaan Allah terhadap mereka agar bertumbuh di dalam Kristus.5

Kristus hidup melalui gerejaNya telah memerintahkan kepada gembalaNya untuk menyelamatkan kawanan dombaNya. Dalam hal ini konseling pastoral adalah wadah yang penting untuk membantu gereja menjadi pos penyelamat jiwa, tempat berlindung, taman kehidupan rohani dan bukan suatu klub atau museum. Konseling dapat membantu menyelamatkan bidang kehidupan yang menderita kerusakan dalam kehidupan sehari-hari, yang hancur karena rasa cemas, rasa bersalah, dan kurangnya integritas kepribadian. Dalam program pendampingan dan konseling yang efektif, pendeta dan warga gereja sudah terdidik berfungsi sebagai orang yang memperlancar penyembuhan dan pertumbuhan. Program pendampingan dan konseling yang efektif dapat mentransformir suasana antar pribadi jemaat dan dapat membuat gereja menjadi tempat pemeliharaan keutuhan manusia di sepanjang siklus kehidupannya.6 Yang dimaksudkan disini dengan pelayanan pastoral (pemeliharaan jiwa) ialah bukan pemberitaan Firman, seperti yang berlangsung dalam ibadah Jemaat, tetapi percakapan antara dua orang; antara pastur dan anggota jemaat. Karena itu disamping pemberitaan Firman perlu adanya pelayanan pastoral (pemeliharaan jiwa).7 Sangat dibutuhkan sekali peranan pendampingan pastoral di dalam gereja untuk menyikapi masalah seperti ini, karena sudah menjadi tugas dan tanggung jawab majelis gereja untuk memperhatikan dan mengayomi jemaatnya.

Melalui pernyataan di atas, hal ini dialami oleh beberapa warga jemaat GPIB Taman sari Salatiga yang berdampak juga bagi keluarganya. Pendampingan pastoral adalah suatu alternatif yang efektif untuk diterapkan bagi warga gereja dalam kehidupan warga jemaat GPIB Taman sari Salatiga. Pendampingan pastoral adalah suatu praktek yang kompleks, layaknya sebuah bentuk tindakan, pendampingan pastoral yang dilakukan melalui tahapan ‘reasoning’ dan ‘decision’ (identifikasi dan pengambilan keputusan).

Dengan demikian dilihat dari tujuannya konseling pastoral dapat dijadikan salah satu alternatif, dalam meningkatkan kualitas hidup warga jemaat pasca stroke. Berdasarkan uraian

5 Sumiyatiningsih, Teladan Kehidupan 1, 28.

6 Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 17.

(9)

9

latar belakang di atas, penulis tertarik dan memfokuskan penelitian ini pada studi kasus pastoral gereja terhadap penderita stroke di jemaat GPIB Tamansari Salatiga.

Perumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai berikut pertama bagaimana situasi keluarga dan penderita sebagai akibat dari stroke dan bagaimana tindakan pastoral gereja terhadap penderita stroke dan keluarganya. Adapun tujuan penelitian dalam hal ini adalah mendeskripsikan situasi keluarga dan penderita sebagai akibat dari stroke lalu menganalisis tindakan pastoral gereja dalam menyikapi persoalan stroke bagi keluarga dan penderita. Manfaat penelitian terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, manfaat teoritis berguna agar penelitian ini memberikan sumbangan/wawasan bagi, keluarga, gereja, dan fakultas agar hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi, dan penelitian ini diharapkan berguna untuk perkembangan pastoral dalam ruang lingkup gereja, serta penelitian ini juga untuk memberikan gambaran pengetahuan tambahan kepada gereja mengenai pastoral gereja, sehingga gereja mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat bagi perkembangan pastoralnya. Manfaat praktis berguna agar penelitian ini membantu untuk membuka wacana berpikir para majelis saat ini, untuk menyadari akan pentingnya perkembangan pastoral dalam kehidupannya. Adapun metode penelitian yang dipergunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilaksanakan untuk menjelaskan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat yang terkait dengan substansi penelitian.8 Metode deskriptif analisis, dipilih karena penelitian ini bermaksud mendeskripsikan situasi keluarga akibat stroke dan menganalisis tindakan pastoral gereja terhadap stroke. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, wawancara menggambarkan peran seorang peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur adalah wawancara bebas dengan pedoman wawancara yang digunakan hanya garis besar permasalahan yang ditanyakan.9

Dalam penulisan ini, tulisan dibagi atas beberapa bagian. Bagian pertama tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

8 M. Nazir. Metode Penelitian (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), 112.

(10)

10

penelitian, metodelogi penelitian dan sistematika penulisan. Bagian kedua tentang pendampingan pastoral dan stroke, yang meliputi defenisi makna mengenai stroke dan dampak stroke terhadap kondisi keluarga, serta defenisi dan fungsi konseling pastoral pada pendampingan gereja menurut teori Howard J. Clinebell. Bagian ketiga tentang hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi deskripsi situasi keluarga penderita stroke dan analisis tindakan pastoral gereja terhadap penderita stroke dan keluarga. Bagian empat tentang penutup yang meliputi kesimpulan tentang penemuan-penemuan dalam penelitian, serta saran dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.

II. Pendampingan Pastoral Dan Stroke

2.1 Defenisi Stroke

Persoalan “Allah dan penyakit” ini tidak jauh berbeda dengan persoalan tentang “Pelarian ke dalam penyakit ”. Apakah penyakit yang diderita oleh seseorang itu datangnya dari Allah? Atau justru sebaliknya; Apakah Allah musuh dari penyakit? Apakah penyakit itu suatu hukuman? Banyak sekali orang sakit bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan ini, Karl barth dalam dogmatikanya menganggap kesehatan sebagai suatu kekuatan untuk berada sebagai manusia, namun ungkapan Barth itu belum seluruhnya mengungkapkan apa itu penyakit dan kesehatan. Umumnya para ahli berpendapat bahwa kita dan orang-orang sakit yang kita layani harus tetap melihat penyakit sebagai musuh, yang harus kita lawan dan musnahkan.10

Otak manusia terbagi menjadi dua bagian (hemisfer), kanan dan kiri. Pada dasar otak, terdapat otak kecil (serebelum) dan batang otak yang merupakan penghubung otak dengan jaringan saraf (medula spinalis). Semua informasi dari dunia luar dikenali oleh akhiran pada saraf ini. Akhiran saraf ini akan menghantarkan informasi melewati medula spinalis kemudian naik ke batang otak dan berakhir pada salah satu hemisfer otak. Di hemisfer inilah diputuskan apa yang akan dilakukan sebagai tanggapan atas informasi yang diterima. Aliran darah otak berasal dari jantung melalui pembuluh darah utama dari jantung (aorta), aorta bercabang menjadi empat pembuluh darah utama di otak. Pada bagian depan, terdapat dua arteri karotis dan

(11)

11

disepanjang tulang belakang terdapat dua arteri vertebralis. Keempat arteri tersebut terhubung dalam sirkulus willisi (circle of willis) ketika masuk ke tengkorak. Struktur ini sangat penting karena jika salah satu dari arteri tersumbat akan menimbulkan stroke.11 Stroke adalah keadaan yang terjadi saat otak rusak akibat aliran darah terganggu. Setiap bagian otak bertanggung jawab atas fungsi tertentu sehingga gejala stroke bergantung pada daerah otak yang kekurangan suplay darah. Stroke juga bisa terjadi karena (hemoragi) atau pendarahan di dalam otak dan permukaan otak. Stroke merupakan penyebab utama kematian dan merupakan penyebab tersering kecacatan pada orang dewasa. Menurut teori yang di kemukakan oleh dr. Anthony Rudd, stroke meliputi penyakit yang mempunyai empat efek atau akibat yang dapat dialami oleh penderita antara lain;

1. Efek yang pertama bergantung pada bagian otak mana yang terserang dan seberapa luas daerah yang mengalami kerusakan.

2. Efek yang menyebabkan permasalahan yang berhubungan dengan jantung dan sirkulasi darah.

3. Efek yang mempengaruhi baik fisik maupun psikis. Sering kali, orang yang terserang stroke mengalami depresi. Masalah-masalah psikologis seperti merasa cemas, lelah, sulit berkonsentrasi, dan sulit mengingat sesuatu yang sering terjadi.

4. Efek ketidak stabilan emosi, seperti menjadi sangat sensitive, mudah marah, dan kurang bersemangat.

Kehidupan setiap penderita stroke akan berubah, meskipun mereka mendapat pemulihan lengkap. Oleh karena itu perawatan penderita stroke haruslah per individu dan tidak bisa disamakan antara satu penderita dengan yang lainnya. Salah satu arah penyembuhannya adalah dengan cara rehabilitasi, rehabilitasi pasca stroke bertujuan agar penderita dapat hidup mandiri dan produktif kembali. Tingkat irehabilitasi pasca stroke sangat tergantung dari banyak aspek : mulai dari seberapa luas kerusakan di otak, waktu penanganan yang sedini mungkin (golden peroid), profesional yang menangani (dokter, fisioterapi), lalu peran serta keluarga yang harus ikut andil dalam hal ini dan yang terpenting adalah niat dan usaha dari penderita itu sendiri. Program rehabilitasi itu sendiri mencakup mulai dari latihan (exercise), modalitas alat,

(12)

12

obatan, terapi wicara, dan psikologi. Lingkungan sosial dan aspek psikologi sering dilupakan padahal ini merupakan aspek yang penting. Bahkan interaksi antara penderita dengan keluarga dan profesional (dokter) akan mempercepat proses pemulihan, karena interaksi tersebut akan memberikan dukungan emosional dan motivasi lebih bagi penderita stroke.12

2.2Kondisi Keluarga Penderita Stroke

Stroke tidak hanya mempengaruhi fisik penderitanya saja, tetapi juga hubungannya dengan keluarga. Peranan keluarga memang sangat penting dalam proses mengayomi salah seorang keluarganya yang sedang mengalami stroke. Karena perhatian yang diberikan kepada penderita akan mendukung mental dan fisiknya. Penderita stroke memerlukan banyak dukungan untuk mempercepat kesembuhannya. Selain pengawasan intensif dari dokter yang merawat, perhatian keluarga juga sangat menentukan. Stroke merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai dimasyarakat modern sekarang ini. Bukan hanya penderitanya yang dihadapkan pada suatu keadaan yang sangat menyiksa, tetapi juga keluarga. Kondisi beban yang ditimbulkan dari penderita stroke terhadap keluarganya mencakup beberapa hal, mulai dari segi fisik dalam merawat penderita, maupun segi keuangan. Dengan semua kondisi beban yang dipikul sebagai keluarga, bagaimana cara kita menghadapinya? Apakah kita harus malu atau mungkin malah depresi dalam menghadapinya? Tentu wajabannya tidak. Seorang penderita akan mempunyai rasa percaya diri yang besar untuk segera sembuh, apa bila keluarga memahami derita yang dialaminya. Sebaliknya, penderita akan sulit sembuh jika keluarga atau suasana rumah tidak mendukung. Hal inilah yang benar-benar harus dibutuhkan di dalam peranan keluarga untuk mengayomi salah satu anggota keluarga pasca stroke.13

1.3 Dampak Stroke terhadap Keluarga

Dampak stroke tidak hanya dirasakan oleh penderitanya namun juga oleh orang-orang terdekatnya (anggota keluarga inti). Dampak ekonomi dan dampak psikologis tentunya hal yang sering ditemui biasanya berupa depresi. Depresi terjadi karena penderita menyadari bahwa dirinya tidak memiliki stamina seperti sebelumnya, dan dalam kadar yang berbeda, penderita tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal dan secara mandiri kesadaran ini

12 Rudd, Stroke at Your Fingertips, 217.

(13)

13

menimbulkan perasaan tidak berdaya, tidak berguna, perasaan menjadi beban orang lain sehingga sering mereka tampak sedih, melamun atau menangis. Situasi pasca stroke bukanlah situasi yang mudah untuk dihadapi. Selain mempengaruhi hubungan di antara anggota keluarga dan penderitanya, kelelahan secara fisik dan mental juga dialami oleh anggota keluarga yang merawat. Keadaan ini tidak dapat dipastikan akan berlangsung berapa lama, tergantung pada kondisi penderita (stroke ringan yang menyebabkan pikun beberapa hal atau stroke berat sampai lumpuh) dan juga penerimaan keluarga akan kondisi ini serta bagaimana mereka menyesuaikan diri menghadapi kondisi tersebut.Dengan demikian penyesuaian diri memegang peranan penting dan penyesuaian ini dimulai dengan menerima kondisi ini baik oleh penderita maupun keluarga terdekatnya. Tidak dapat dipungkiri, merawat penderita stroke merupakan dampak suatu beban yang tidak ringan. Perasaan cemas, tertekan, bingung, sedih dan jengkel akan menyelimuti anggota keluarga. Oleh sebab itu, persamaan pemahaman tentang perubahan yang terjadi dalam lingkungan keluarga, sangatlah penting. Untuk mencapai konsensus/saling pengertian yang kokoh diperlukan pengorbanan masing-masing pribadi. Hal ini memang tidak mudah, karena banyak faktor yang mempengaruhi. Tapi setidak-tidaknya motivasi ke arah kondisi tadi harus selalu dipertahankan oleh keluarga dengan sebaik-baiknya, hal ini diperlukan untuk memperkecil dampak yang akan timbul didalam keluarga.14

Pendampingan Pastoral

Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang mempunyai makna pelayanan, yaitu kata pendampingan dan kata pastoral. Pertama, istilah pendampingan, kata ini berasal dari kata kerja “mendampingi”. Mendampingi merupakan suatu kegiatan menolong orang lain yang karena suatu sebab perlu didampingi. Orang yang melakukan kegiatan “mendampingi” disebut sebagai “pendamping”. Antara yang didampingi dan pendamping terjadi suatu interaksi sejajar atau relasi timbal- balik. Dengan demikian istilah pendampingan memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu, menemani, dan kepedulian dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan. 15 Dalam kaitannya dengan kata “Conseling” memang masih banyak pandangan yang berbeda-beda, oleh sebab itu, pengistilahan tersebut sebaiknya

14 Sarafino, Stroke Petunjuk Penting bagi Keluarga, 116.

(14)

14

mempertimbangkan berbagai macam latar belakang pelayanan, sejauh tidak meninggalkan pengertian yang mendasar. Artinya bahwa mereka yang membutuhkan pertolongan, mempunyai berbagai latar belakang dan persoalan-persoalan yang beragam, karena tujuan Allah dengan manusia adalah keutuhan, hanya sebagai manusia yang utuh kita dapat menjalankan tugas kita sebagai manusia beriman menurut gambar Allah.

Kata Pastoral berasal dari bahasa latin Pastore, dalam bahasa Yunani disebut Piomen yang berarti Gembala. Secara tradisional, pastoral merupakan tugas pendeta yang menjadi gembala bagi jemaatnya. Didalam kata gembala terkandung pengertian tentang hubungan antara Allah yang penuh kasih dengan manusia lemah yang memerlukan arahan dan bimbingan. Karena itu, konseling suatu fungsi pastoral lebih menunjukkan pada sifat dan fungsi dari seorang gembala yang selalu membimbing, merawat, memelihara, melindungi dan menolong orang lain.16 Dalam kitab Yesaya 40:11 dikatan tugas gembala adalah mengembalakan kawanan ternak, menghimpun dengan tangannya, memangku anak domba, menuntun iduk domba dengan hati-hati. Tuhan Yesus sendiri memperkenalkan diriNya sebagai Gembala (Yoh.10; Akulah gembala yang baik). Sebagai gembala yang baik pendeta mempunyai tugas dan panggilan untuk mengayomi jemaatNya, salah satu tugas panggilan dari seorang pendeta adalah sebagai konselor pastoral. Sebagai konselor pastoral seorang pendeta harus memiliki sikap yang dapat menerima orang lain dan merasakan yang mereka rasakan, serta dapat menempatkan dirinya dalam kehidupan dan perasaan orang lain, sehingga mereka merasa dihargai, diterima dan dikasihi. Disisi lain, pendeta sebagai simbol nilai-nilai yang dirasakan oleh orang lain sebagai suatu panutan dan teladan, bahkan lebih dari itu, menjadi pancaran sinar sikap, sifat dan kepribadian dari Yesus. Sebagaimana kehidupan Yesus yang diharapkan dari pendeta adalah sebagai seorang gembala harus seperti Yesus.17

Dalam konseling pastoral, seorang pendeta berkewajiban untuk memberikan layanan pastoral bagi mereka yang berada dalam kebimbangan, penderitaan, dan dalam pergumulan hidup, diminta maupun tidak diminta. Layanan pastoral melalui perkunjungan membatu pendeta mengetahui dan dengan cepat dapat memberikan layanan sebelum seseorang jatuh ke dalam kehidupan yang berat. Pelayanan kunjungan pastoral sering kali tidak berkelanjutan meskipun

(15)

15

sebenarnya banyak cara untuk mempertahankan keefektifannya. Gereja-gereja besar sering mengangkat pendeta, atau suatu tim pelayanan biasa, yang khusus untuk menangani kunjungan keluarga bagi semua anggota jemaat secara teratur. Apa pun cara yang digunakan, ada gagasan khusus yang perlu diingat untuk menciptakan suatu pelayanan kunjungan pastoral yakni mengena pada sasaran. Kunjungan pastoral keluarga telah menjadi suatu pelayanan yang mulia. Dalam banyak hal, kenyataannya bentuk pelayanan ini tidak berkembang. Sesungguhnya, kunjungan pastoral biasa, yang ditandai dengan percakapan santai dan mungkin suatu doa penutup, merupakan gejala yang mulai menghilang. Baik hamba Tuhan maupun jemaat sama-sama sibuk dewasa ini. Dalam banyak hal, berkurangnya kunjungan pastoral justru dianggap menggembirakan. Kerap kali kunjungan dilakukan tanpa rasa kewajiban. Kebanyakan yang berlangsung hanya sendau gurau ringan yang dirasa cukup bila kedua pihak, yang berkunjung dan yang dikunjungi, merasa "enak". Percakapan tidak berkembang lebih mendalam lagi. Tapi bagaimanapun kunjungan pastoral tradisional masih memberikan pelayanan, adanya pelayanan keluarga itu semata-mata untuk menunjukkan, bahwa gereja menaruh perhatian-perhatian secukupnya untuk meluangkan waktu dan berkunjung ke rumah. Bagi orang jompo dan orang sakit khususnya, pelayanan kunjungan ini sangatlah berarti. Kunjungan itu memperlihatkan bahwa mereka berharga. Mereka tetap terhitung meskipun tidak dapat hadir dalam kebaktian atau kegiatan jemaat lainnya. Kunjungan pastoral sering menjadi sarana bagi anggota jemaat untuk mengungkapkan ketakutan, sukacita, dan masalah mereka, baik yang bersifat pribadi maupun rohani. Meskipun bukan suatu konseling formal, kunjungan tersebut sering memberikan nasihat yang membantu.18

Dalam lingkup konseling hamba Tuhan memiliki kelebihan dibandingkan seorang konselor keluarga, karena mereka lebih mudah diterima oleh keluarga. Dalam lingkungan keluarga, tiap anggota akan tampil sewajarnya daripada berada di ruangan seorang konselor. Kunjungan pastoral secara positif mencakup konseling atau paling tidak pemahaman akan hubungan dalam keluarga. Namun, fungsi utama kunjungan pastoral dalam pertumbuhan rohani adalah membantu orang atau orang-orang dalam keluarga untuk menyelami pengalaman hidup mereka, dan selanjutnya mengaitkan pengalaman itu dengan iman mereka. Hal itu akan tercapai bila ada kesediaan baik pada pihak hamba Tuhan maupun anggota jemaat untuk memperhatikan

(16)

16

dengan sungguh-sungguh "sisi dalam" dari pengalaman hidup mereka. Kesediaan untuk membagikan perasaan yang terluka, rasa malu, dan juga sukacita akan mengungkapkan sisi dalam proses pendampingan pastoral tersebut.19

Pendampingan pastoral dapat berlanjut menjadi konseling pastoral, dengan kata lain konseling pastoral merupakan sebuah dimensi pendampingan pastoral dalam melaksanakan fungsi yang bersifat memperbaiki yang dibutuhkan ketika orang mengalami krisis yang merintangi pertumbuhannya. Orang membutuhkan pendampingan pastoral sepanjang hidupnya, tetapi mungkin orang membutuhkan konseling pastoral ketika mengalami krisis yang hebat (Howard Clinebell, 2002). Dalam bukunya tipe- tipe dasar pendampingan dan koseling pastoral Howard Clinebell menambahkan bahwa konseling pastoral adalah alat yang penting sekali yang membantu gereja menjadi pos penyelamat jiwa, tempat berlindung, dan taman kehidupan rohani. Konseling dan pendampingan pastoral dapat menjadi alat-alat penyembuhan dan pertumbuhan rohani, pengembalaan dan konseling pastoral adalah pemanfaatan hubungan antara seseorang dan orang lainnya di dalam pelayanan. Pengembalaan adalah suatu pelayanan yang luas cakupannya, pengembalaan mencakup pelayanan yang saling menyembuhkan dan menumbuhkan di dalam suatu jemaat dan komunitasnya sepanjang perjalanan hidup mereka. Konseling pastoral adalah sebuah dimensi dari pengembalaan. Dimana konseling pastoral merupakan suatu fungsi yang bersifat memperbaiki, yang dibutuhkan ketika orang mengalami krisis yang merintangi pertumbuhannya.20

Hal yang perlu diperhatikan oleh pendeta secara tepat adalah mutu dari program pendampingan dan pertolongan warga gereja. Karena hikmat Alkitabiah sadar akan keterasingan (alienasi) dan kerusakan manusia tetapi juga menyadari potensinya untuk berkembang kearah keutuhan. Dalam gereja, para pendeta harus mengadakan percobaan dengan pendekatan yang baru ketika mereka mencari sumber daya untuk memperkaya keefektifan mereka dalam pelayanan pendampingan dan konseling.21 Dalam hal ini William A. Clebsch (ahli sejarah gereja) dan Charles R. Jaekle (spesialis pendampingan pastoral) mengemukakan empat fungsi

19 Gibble, Pentingnya Suatu Kunjungan Pastoral, 57.

20 Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 17 & 32.

(17)

17

pengembalaan dan Howard Clinebell menambahkan satu fungsi dalam pendampingan pastoral. Jika dilihat dari fungsi-fungsi tersebut, maka ada lima fungsi pendampingan, antara lain;

1. Fungsi Menyembuhkan (Healing)

Adalah suatu fungsi pastoral yang terarah untuk mengatasi kerusakan yang dialami orang menuju keutuhan dan membimbingnya kearah kemajuan di luar kondisinya terdahulu.

2. Fungsi Mendukung (Sustaining)

Menolong orang yang sakit (terluka) agar dapat bertahan dan mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada waktu yang lampau, dimana penyembuhan atas penyakitnya kemungkinan sangat tipis.

3. Fungsi Membimbing (Guiding)

Membantu seseorang yang berada dalam kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti (meyakinkan di antara berbagai pikiran dan tindakan alternatif/pilihan).

4. Fungsi Memulihkan (Reconciling)

Usaha membangun hubungan-hubungan yang rusak kembali di antara manusia dan sesama manusia, dan diantara manusia dengan Allah.

5. Fungsi Memelihara atau Mengasuh (Nurturing)

Tujuan dari fungsi tersebut adalah memampukan orang untuk mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepada mereka, di sepanjang perjalanan hidup mereka.

Semua fungsi pelayanan mempunyai satu tujuan tunggal yang mempersatukan semuanya, yaitu memperkuat keutuhan manusia yang berpusat pada Roh. Melalui fungsi-fungsi inilah setiap proses dalam penggembalaan dapat dilakukan, setiap fungsi dapat menjadi suatu alat pertumbuhan dan penyembuhan secara holistik, karena dari kelima fungsi ini merupakan suatu saluran dari pemeliharaan Pastoral.22

(18)

18

Selain itu dalam bukunya yang berjudul tipe-tipe dasar pendampingan dan konseling pastoral, teori dari Howard Clinebell memaparkan juga enam dimensi yang saling keterkaintan dari fungsi-fungsi pendampingan dalam mencapai suatu keutuhan pengembalaan dan konseling pastoral dalam aspek kehidupan manusia, dimana yang satu sama lainnya saling berkaitan;

Dimensi pertama – menyegarkan pikiran – Mencakup pengembangan sumber-sumber personalitas. Kemampuan berpikir dari manusia yang memperkaya horizon-horizon intelektual dan artistic manusia merupakan bagian dari pendekatan pengembalaan dan konseling pastoral, yang dipusatkan pada keutuhan hidup.

Dimensi kedua – membuat tubuh lebih bergairah – Memampukan orang mengatasi keterasingan dari tubuh mereka, dan membatu mereka menikmati keutuhan tubuh-jiwa-roh, menjadi bagian yang hakiki dalam konseling

Dimensi ketiga – memperbaharui dan memperkaya hubungan-hubungan dekat – Menolong orang memperbaiki, memperbaharui, dan memperkaya jaringan hubungan yang penuh kepedulian merupakan penyembuhan maupun pertumbuhan yang bergantung pada kualitas hubungan-hubungan yang penting. Penyembuhan yang mencakup hubungan-hubungan itu lebih kearah pertumbuhan karena hubungan-hubungan tersebut merupakan bagian hakiki dari suatu pelayanan akan keutuhan hidup.

Dimensi keempat – memperdalam hubungan orang dengan alam dan lingkungan hidup – Pengembalaan dan konseling pastoral yang bersifat membebaskan hubungan kita dengan lingkungan hidup kita serta memperluas kesadaran orang agar menjadi lebih utuh baik secara fisik, mental, dan spiritual.

(19)

19

dalam rangka membuat lembaga-lembaga menjadi tempat manusia dimana keutuhan tiap pribadi terpelihara dengan baik.

Dimensi keenam – memperdalam dan menggairahkan hubungan dengan Allah – Dari pertumbuhan menuju keutuhan, pertumbuhan rohani berkaitan dengan kelima dimensi tersebut, dan merupakan ikatan yang mempersatukan keseluruhan dimensi lainnya. Kunci bagi perkembangan manusia adalah hubungan-hubungan yang terbuka, jujur, dan penuh sukacita dengan Roh kasih yang merupakan sumber segala kehidupan, penyembuhan, dan pertumbuhan.

Dalam perjanjian baru, pengembalaan dipahami sebagai tugas seluruh warga jemaat yang berfungsi sebagai persekutuan pemeliharaan dan penyembuhan, dimana yang lebih berperan aktif adalah pendeta sebagai gembala. Tugas pendeta adalah mendidik, melatih, member inspirasi, dan mengawasi warga jemaat dalam pelayanan pengembalaan.23 Kesempatan-kesempatan yang sangat besar bagi pengembalaan dan konseling dalam gereja terjadi disekitar krisis-krisis kehidupan. Menurut Howard Clinebell ada dua macam krisis yang dapat kita pahami; pertama, krisis perkembangan yang terjadi disekitar transisi-transisi normal yang penuh dengan ketegangan dalam perjalanan hidup (seperti perkawinan, kelahiran, dan lulus sekolah) dan yang kedua, krisis yang terjadi secara kebetulan, yang menimbulkan ketegangan-ketegangan dan kehilangan-kehilangan yang tidak diharapkan (seperti kecelakaan, bencana alam, pembedahan, dan penyakit) yang dapat muncul pada tahap-tahap dalam kehidupan.24

Salah satu tujuan dari pengembalaan dan konseling gereja adalah memampukan orang (jemaat) dalam menanggapi krisis-krisis mereka sebagai kesempatan untuk bertumbuh, karena fokus utama dari pengembalaan gereja melalui pelayanan konseling pastoral adalah menolong jemaat (warga gereja) dalam mengatasi masalah-masalah dan krisis-krisis kehidupan kearah pertumbuhan. Sama halnya ketika ada warga gereja yang mengalami krisis yang terjadi secara kebetulan (krisis menurut Howard) yaitu penyakit (sakit). Dengan demikian harus diingat bahwa jemaat adalah persekutuan para imam, yaitu orang-orang yang mempersembahkan persembahan rohani kepada Tuhan. Karena tubuh setiap umat sendirilah yang sekarang menjadi korban yang hidup dan kudus bagi Allah (Rm. 12:1). Tuhan menginginkan gereja-Nya menjadi tubuh bagi

(20)

20

orang-orang percaya yang dalam kata dan perbuatan penyataan pelayanan kasih-Nya pada sesama.25 Tuhan Yesus dan jemaat mula-mula memperdulikan orang lain dengan beberapa cara: mereka menghibur yang susah, melayani orang yang sakit, memberi makan yang lapar, menguatkan yang lesu, memberi semangat kepada yang kecewa, mendoakan, juga membimbing orang-orang yang mempunyai masalah mental dan rohani26.

Maka pelayanan pastoral di dalam gereja harus didekati secara holistik, artinya memandang pribadi yang menghadapi masalah itu tidak secara terpecah-pecah, tetapi harus didekati sebagai kesatuan dan keutuhan yaitu secara fisik, mental, sosial, dan spiritual. Dalam hal ini sangat penting sekali integritas dalam kehidupan pribadi pelayan yang harus diniatkan, integritas tidak terjadi hanya kareana komitmen untuk melayani. Pelayan Tuhan harus berusaha menjadi orang yang berintegritas dalam kehidupan pribadinya. Kunci pelayanan yang efektif adalah pertumbuhan yang berkelanjutan pada diri pelayan Kristus itu sendiri, asalkan tetap bertumbuh secara spiritual dan berhubungan secara pribadi dengan umat yang ia layani, pastinya pelayanan seorang pelayan akan selalu tetap efektif. Jika memang demikian, maka pendeta akan memiliki pemahaman yang jelas tentang peran yang mereka lakukan didalam pelayanan.27

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa jikalau istilah pendampingan dan pastoral digabungkan menjadi pendampingan pastoral, itu berarti pastoral merupakan sifat dari pekerjaan pendampingan itu sendiri. Dengan demikian maka dalam mendampingi sesama yang menderita haruslah bersifat pastoral. Atau dengan kata lain, pertolongan terhadap sesama harus mencakup kelima fungsi dan keenam dimensi diatas. Sebab Allah yang adalah pencipta, bersifat merawat dan memelihara. Maka bila pastoral dihubungkan kepada istilah pendampingan, dimaksud untuk memperdalam makna pekerjaan pendampingan. Dimana pendampingan tersebut tidak hanya memiliki aspek horizontal (dari manusia kepada manusia) akan tetapi juga mewujudkan aspek vertikal (hubungan dengan Allah).

25 Gary. R. Collins, Pengantar pelayanan konseling Kristen yang efektif (Malang: seminari Alkitab asia tenggara, 1989), 37.

26 Mesach Krisetya, Konseling Pastoral (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2001), 10.

27 Joe E. Trull, James E. Carter, Etika Pelayanan Gereja; Peran Moral dan Tanggung Jawab Etis Pelayan

(21)

21

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

3.1. Deskripsi Situasi dan Analisis Terhadap Keadaan Penderita Stroke dan Keluarga

Stroke merupakan suatu masalah penyakit yang sangat serius, karena sakit stroke sangat sulit sekali untuk disembuhkan, karena memakan waktu proses pemulihan yang sangat lama. Situasi ini terjadi atau dialami oleh beberapa warga jemaat GPIB Tamansari Salatiga. Ibu S adalah salah satu warga jemaat GPIB Tamansari yang mengalami stroke, saat ini Ibu S sudah berumur 45 tahun, sudah cukup lama Ibu S mengalami stroke, banyak sekali perubahan yang dialami beliau, salah satunya ialah mengenai faktor ekonomi yang berdampak juga pada faktor psikologis, dahulu sebelum Ibu S mengalami stroke, keadaan hidupnya sangat berkelimpahan, dari memiliki rumah, mobil, emas, usaha, dan deposito semua serba ada. Beliau juga suka sekali dalam melakukan perkunjungan dan membantu orang-orang yang penuh kesusahan dan kesulitan, serta membantu dalam setiap kegiatan gereja, apapun beliau lakukan dalam hal dana pun beliau ikut andil. Ada rasa penyesalan dan sakit hati yang dirasakan, mengapa Tuhan seperti ini terhadap saya. Ketika stroke datang menghampiri semua keadaan menjadi berubah total, tidak ada lagi semangat hidup yang dirasakan, saat ini semangat yang saya miliki dalam melakukan pelayanan, seolah sirna begitu saja ketika penyakit ini datang kepada saya, hanya rasa emosi yang dirasakan ketika saya melihat kondisi fisik saya seperti ini. Bahkan sampai sekarang hanya rumah ini yang saya miliki, selebihnya semua yang saya miliki musnah dalam seketika. Saya tidak menduga hal ini akan terjadi pada saya, bahkan tidurpun saya merasa tidak tenang, selalu saja ada ketakutan yang terlintas dipikiran saya, tentang bagaimana kehidupan biaya terutama untuk berobat dalam jangka panjang, ujar beliau. Terlebih lagi faktor biaya rumah sakit dan penyakit yang diderita oleh saya sungguh di luar logika, terutama bagi keluarga kami.28

Pada awalnya bapak H tidak percaya bahwa isteri terkasihnya akan mengalami hal ini, namun apa daya ketika stroke datang menghampiri salah seorang dari keluarga kami, yaitu istri saya. Tentunya ada kondisi di luar dugaan kami yang akan timbul dan mau tidak mau harus kami terima salah satunya faktor ekonomi, jujur saja itu merupakan suatu beban bagi kami, namun bagaimana kami berupaya untuk semuanya agar bisa teratasi dan kembali normal seperti dahulu lagi, ujar bapak H. Saat ibu pertama kali terkena stroke, semua yang kami miliki serasa hilang

(22)

22

begitu saja seiring berjalannya waktu, kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi, saya sebagai kepala keluarga hanya pasrah melihat keadaan keluarga kami, di satu sisi saya harus bekerja di luar kota, di sisi lain saya harus memikirkan biaya rumah sakit yang tidak sedikit, dan biaya kebutuhan keluarga kami setiap harinya. Terjadi perubahan yang sangat drastis terhadap keluarga kami, dimana yang dulunya kami hidup serba ada, sedikit demi sedikit mulai habis untuk biaya berobat dalam kurun waktu yang cukup lama. Rasa putus asa yang terlintas di pikiran saya, sampai kapan istri saya seperti ini, walaupun saat itu orang-orang beranggapan bahwa istri saya tidak mungkin pulih seperti keadaan biasanya dan pada saat itu saya merasakan situasi ekonomi yang jatuh dan kondisi jiwa yang terpuruk.29

Penulis menginterpretasikan bahwa keadaan inilah yang ditimbulkan oleh stroke, banyak situasi yang tidak dapat diduga oleh penderita pasca stroke dan keluarganya. Dalam hal ini stroke dapat menimbulkan hal-hal yang dapat mempengaruhi psikologis maupun fisik baik dari penderita maupun keluarga, termaksud dalam hal pembiayaan yang tidak sedikit, serta penderita stroke sendiri membutuhkan perawatan yang memakan waktu cukup lama dan insentif, itu semua sangat mempengaruhi kecemasan keluarga. Rasa cemas sering timbul baik itu bagi keluarga dan terutama penderita stroke, ini merupakan salah satu masalah yang harus segera diatasi, karena rasa cemas yang dialami mempengaruhi mental dan batin mereka. Maka dalam hal inilah perlu adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik itu dari kerabat, saudara, dan yang terlebih dari gereja dalam melakukan kunjungan pelayanan pastoral untuk mengobati beban psikologis yang dialami oleh penderita dan keluarga. Keadaan seseorang yang sedang mengidap suatu penyakit, terutama orang-orang yang mengalami stroke, sering kali ada rasa cemas yang terjadi di dalam dirinya, seorang penderita stroke mengalami berbagai kekurangan fisik dan sering kali membutuhkan bantuan dari orang sekitar. Berhubungan dengan hal ini, keluargapun banyak meluangkan waktu yang tersita untuk merawat salah seorang anggota keluarganya yang mengalami stroke. Hal ini dialami oleh Bapak H, sebagai suami dan kepala rumah tangga, posisi Bapak H yang juga bekerja diluar kota sangat merasakan banyak hal yang harus ia terima, sering kali beliau menempuh jarak yang cukup jauh. Beliau melakukan ini untuk menjaga istrinya yang sakit dalam memberikan dukungan dan semangat demi kesembuhannya. Sama halnya ketika yang dikemukakan oleh dr. Anthony Rudd bahwa efek yang mempengaruhi baik fisik maupun

(23)

23

psikis. Sering kali, orang yang terserang stroke mengalami depresi. Masalah-masalah psikologis seperti merasa cemas, lelah, sulit berkonsentrasi, dan sulit mengingat sesuatu yang sering terjadi. Serta efek ketidak stabilan emosi, seperti menjadi sangat sensitive, mudah marah, dan kurang bersemangat. Efek stroke tidak hanya mempengharuhi penderita, tetapi juga orang-orang disekitarnya, terutama keluarga. Merawat seseorang terus-menerus, terutama jika tidak diantisipasi sebelumnya, dapat menjadi pekerjaan yang sulit dan melelahkan. 30

3.2. Analisis Tindakan Pastoral Gereja Terhadap Penderita Stroke dan Keluarga

Tindakan pastoral gereja penting dilakukan terhadap penderita stroke dan keluarganya, termaksud juga warga jemaat GPIB Tamansari Salatiga. Melalui hasil wawancara yang dilakukan terhadap keluarga dan penderita stroke, pendeta, dan majelis jemaat, ada beberapa hal penting yang memang gereja belum memberikan layanan konseling pastoral. Secara khusus gereja belum memberikan pelayanan pastoral berupa konseling terhadap jemaat yang sakit pasca stroke. Ada beberapa faktor yang bervariasi mengapa gereja tidak melakukan pelayanannya berupa konseling pastoral, dalam konseling pastoral yang holistik gereja hanya sebatas melakukan pelayanannya berupa ibadah. Lebih jauh gereja melihat adanya kendala emosi yang kurang stabil dari penderita stroke yang akan mengakibatkan kondisi dari penderita stroke akan lebih parah. Hal inilah yang selalu menjadi alasan mengapa gereja tidak melakukan konseling pastoral. Namun ini bukanlah suatu alasan mengapa gereja tidak melakukan konseling pastoral. Adapun keterkaitannya dengan perkunjungan pastoral, menurut J.L Abineno sebenarnya tidak ada gereja yang dapat menjadi tubuh Kristus jika tidak saling mendukung, jika pendeta ataupun para majelis sendiri tidak dapat menjadi model yang baik. Kita harus melihat contoh seperti Yesus Kristus, yang adalah satu-satunya model sejati. Dia tidak saja berkotbah tetapi juga menyembuhkan dan memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkannya. Ada banyak cara dalam melakukan pastoral gereja, salah satunya adalah melalui kunjungan, memang tidak setiap hari gereja melakukan kunjungan. Gereja hanya melakukan kunjungan tetap dua minggu sekali, gereja hadir disana memang sifatnya hanya berupa ibadah, akan tetapi dengan ibadah itu gereja berharap akan ada banyak hal yang warga jemaat ceritakan dan disamping doa-doa yang mereka minta. Melihat peran pendeta dan tanggung jawabnya dalam mengayomi

(24)

24

kondisi jemaat pasca stroke tetap ada dan terlaksana secara pribadi, namun itu dilakukan tidak rutin. Selalu ada upaya juga dari gereja dalam melakukan kunjungan baik itu dari pendeta/majelis maupun dari pelkes (Pelayanan Kesehatan).31

Menurut pendeta GPIB Tamansari Salatiga kondisi warga jemaat yang mengalami stroke, agak sulit bagi gereja untuk datang setiap saat, ini dikarenakan kondisi emosi dari penderita stroke tidak stabil. Ketika kami datang (Gereja), kami berpikir bahwa upaya itu sedikit memulihkan warga gereja yang mengalami stroke namun ternyata kenyataannya tidak. Inilah yang perlu kami (Gereja) pelajari ketika gereja melakukan kunjungan terhadap warga jemaat yang sakit, terkhususnya bagi warga jemaat pasca stroke tidak bisa dilakukan terlalu sering atau rutin, hal ini dikarenakan kondisi emosional yang diderita penderita stroke tidak stabil yang akan berdampak buruk bagi penderita. Maka dari itulah gereja hanya melakukan pelayanan berupa ibadah dan doa lalu pulang. Perlu kita pahami istilah rutin, istilah rutin yang dimaksudkan disini adalah ketika melakukan kunjungan dua minggu sekali itu pun termaksud rutin, karena ini terjadwal. Jika melakukan pelayanan terhadap penderita stroke setiap hari itu jelas tidak mungkin, karena banyak hal juga yang perlu kami (gereja) kerjakan. Namun untuk kunjungan pribadi jelas kami melakukan itu, ujar beliau.32

Tanggung jawab pastoral gereja terhadap jemaat sejauh ini biasanya hanya berupa khotbah saja, dalam versi ini (konseling) kami belum pernah melakukannya, kami juga belum pernah melakukan pembinaan khusus terhadap warga jemaat, bagaimana cara menangani jika ada jemaat yang sakit dan bagaimana menangani jika ada jemaat yang berduka. Selama ini media yang masih kami pakai hanya berupa khotbah, khotbah yang dilakukan baik dalam ibadah-ibadah minggu maupun ibadah-ibadah-ibadah-ibadah pelayanan kategorial. Secara khusus peranan pendeta dan presbiter dalam hal ini memang harus lebih aktif dalam melihat kondisi dan keadaan jemaat, sehingga perkunjungan pun bisa lebih intensif. Karena terkadang ketika jemaat untuk datang kepada kami itu sungkan, jadi memang kitalah sebagai gereja yang seharusnya pro-aktifmelihat dan memberi dukungan terhadap warga gereja, dan memang hal ini sangat penting sekali tanggung jawab bagi pendeta sebagai gembala dalam melakukan tugas panggilan gereja sebagai Pelayan Firman dan Sakramen dimana pendeta harus hadir melayani, bersaksi, dan bersekutu

(25)

25

untuk menggembalakan domba-dombaNya, jadi sangat dibutuhkan sekali peranan pendeta dan presbiter karena melalui pelayanan itulah yang membuat jemaat menjadi bertumbuh.33

Melihat hasil kontribusi yang diberikan oleh pendeta, bahwa peranan presbiter (majelis) juga sangat penting dalam melakukan peranan gereja, salah satu majelis jemaat GPIB taman sari salatiga, yang kebetulan adalah koordinator sektor, yaitu bapak D. Beliau merupakan salah satu informan yang berusia 65 tahun, dan sudah menjadi warga jemaat GPIB taman sari Salatiga dari tahun 1972 (42 tahun). Dalam pernyataannya beliau mengungkapkan bahwa pengertian dari pelayanan pastoral secara mendalam beliau tidak mengetahui, hanya pengertian yang dangkal yang bisa dijelaskan, yakni rasa empati untuk membangkitkan semangat terhadap jemaat yang membutuhkan pertolongan. Sepengetahuan beliau sebagai majelis maupun sebagai jemaat, gereja tidak pernah memberikan bekal pengetahuan kepada majelis tentang konseling pastoral, tegas beliau.34

Walaupun demikian ada juga upaya dari gereja untuk melakukan pelayanan konseling, itu dapat dilihat di papan pengumuman secara tertulis bahwa gereja membuka layanan konseling pastoral, akan tetapi secara khusus bagi jemaat terutama jemaat yang menderita stroke itu belum pernah ada. Gereja yang melalui komisi pelkes hanya melakukan kunjungan bagi jemaatnya yang sakit berupa ibadah dan di dalam ibadah itu terjadi percakapan-percakapan yang bersifat membangkitkan semangat mereka, minimal bentuk simpatik bahkan empati. Konseling pastoral sangat dibutuhkan sekali bagi warga jemaat Tamansari, hanya mungkin untuk prosedur mendapatkan konseling pastoral itu yang jemaat kurang mengetahuinya. Ini perlu disosialisasikan, terutama bagi warga gereja yang menderita sakit, karena jika terlepas dari perhatian gereja GPIB, mungkin ada gereja-gereja lain yang akan menangkap peluang ini. Kata beliau. Kenyataannya sudah terjadi ada beberapa anggota kita yang mengalami masalah kehidupan, lalu gereja seolah-olah tidak mau tahu, akhirnya gereja-gereja lain menangkap peluang itu, itu pernah dialami oleh jemaat GPIB Tamansari. Pelayan pastoral yang seharusnya menjadi tugas pendeta, dan pendeta seharusnya memberi bekal kepada majelis sebagai tangan kanan dalam membatu pelayanan pendeta, karena jika jemaat hanya ingin dilayani oleh pendeta itu sangat tidak mungkin, karena banyak sekali tugas dan tanggung jawab yang harus pendeta

(26)

26

lakukan, sehingga jika ada hal semacam pembekalan tentang pelayanan konseling pastoral terhadap majelis, itu saya yakin akan semakin banyak jemaat yang terlayani.35

Gereja tumbuh menjadi suatu organisasi yang di dalamnya mempunyai tingkatan-tingkatan berdasarkan tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan pelayanan bersama dan menjadi satu tubuh, seperti: Pendeta, penatua, diaken dan jemaat. Salah satu tugas yang paling penting dari pendeta dan penatua ialah pelayanan perkunjungan pastoral. Pendeta dan penatua yang secara langsung bertanggung jawab atas pelayanan itu, tetapi secara keseluruhan anggota-anggota yang lain dari majelis jemaat turut memikul tanggung jawab itu. Oleh karena itu perkunjungan pastoral harus diadakan secara teratur dalam jemaat.36

Penulis melihat sangat di butuhkan sekali peranan pastoral gereja dalam mengayomi dan lebih peduli terhadap warga gereja yang sakit. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari tugas dan tanggung jawab gereja dalam mengemban jemaatnya, terutama pendeta dan majelis dalam menyembuhkan warga gereja yang sakit secara menyeluruh (holistic). Seperti yang penulis telah kemukakan di atas, (Howard. J. Clinebell) bahwa ada lima fungsi yang mengatakan bahwa pastoral gereja pada umumnya di warnai oleh lima unsur antara lain menyembuhkan (Healing), mendukung (Sustaining), membimbing (Guiding),memulihkan (Reconciling), dan memelihara atau mengasuh (Nurturing). Dalam hal ini perlu adanya perhatian dan kepedulian yang tinggi dari pendeta dan majelis untuk memenuhi tugas dan panggilanNya terhadap warga jemaat yang sakit, terutama jemaat pasca stroke. Ini benar-benar nyata ketika melihat situasi dan keadaan yang dialami oleh Ibu S dan keluarga, mereka membutuhkan dukungan dari gereja, dalam proses pemulihan secara batin, dan gereja seharusnya lebih berperan aktif dalam mengayomi dan peduli terhadap warga jemaatnya, dalam hal menyembuhkan, mendukung, membimbing, memulihkan, dan memelihara. Walaupun gereja sudah melakukan perkunjungan dan pelayananan berupa ibadah, namun kelima fungsi ini perlu menjadi patokan dalam memenuhi tugas panggilan serta rasa tanggung jawab untuk memperkokoh spiritulitas jemaat Tuhan, hal ini dimaksudkan agar warga gereja dapat merasakan kehidupan yang seutuhnya, ketika mereka dilanda krisis kebimbangan akan iman pengharapan terhadap Kristus.

35 Hasil Wawancara dengan Pnt. D (Senin, 17 November 2014).

(27)

27

Sama halnya ketika Ibu S dan keluarga tidak menyangka stroke ini terjadi pada dirinya, ada rasa sakit hati yang beliau rasakan, sebelum stroke menghampiri, kehidupan yang beliau jalani dalam kesehariannya adalah selalu melakukan pelayanan berupa perkunjungan. Namun semangat yang beliau miliki sirna ketika stroke terjadi pada dirinya, rasa sakit hati itulah yang membuat beliau pasrah akan kehendak Tuhan. Namun beliau yakin dengan kuasa dan mujizat dari Tuhan ia akan sembuh dan pulih dari stroke, karena ada kerinduan yang sangat mendalam untuk bisa melayani, memuji dan memuliakan nama Tuhan. Ada keyakinan yang beliau rasakan, sama halnya apa yang dikemukakan oleh teori Howard Clinebell dalam memaknai enam dimensi, dalam dimensi yang keenam adanya aspek kehidupan manusia untuk memperdalam dan mengairahkan hubungan dengan Allah. Dimensi keenam merupakan penggabungan serta keterkaitan dari dimensi sebelumnya, dan adanya suatu ikatan yang mempersatukan dengan keseluruhan dimensi lainnya. Hal ini dapat dilihat ketika penderita stroke pasrah dengan keadaan yang dihadapinya, namun ada masa transisi dimana penderita stroke merasa yakin akan kuasa Tuhan, inilah suatu kunci perkembangan bagi kehidupan manusia dalam membuka hubungan-hubungan yang penuh suka cita dengan Allah, melalui sumber-sumber segala kehidupan, dalam proses penyembuhan dan pertumbuhan didalam iman. Walaupun kenyataanya gereja hanya melakukan kunjungan, namun ada suatu keyakinan yang dimiliki oleh jemaat pasca stroke. Maka dari itu sangat diperlukan sekali peran gereja dalam menolong, memperbaiki, memperbaharui, dan memperkaya jaringan hubungan yang penuh kepedulian terhadap jemaatnya untuk menumbuhkan rasa percaya diri mereka di dalam iman pengharapan. Karena mereka merupakan orang-orang yang memerlukan bantuan terutama dalam layanan konseling pastoral gereja.

IV. Penutup Kesimpulan

(28)

28

Yesus juga yang terdapat dalam I Petrus 5: 2,3 dan Yohanes 13: 34 yang pada intinya berbicara mengenai perintah untuk menggembalakan domba-domba Allah berdasarkan kasih. Pelayanan pastoral merupakan bagian terpenting dalam pelayanan gereja, dalam menjawab setiap pergumulan jemaat, terutama jemaat pasca stroke yang mengalami suatu masalah, dimana hal ini benar-benar harus diperhatikan oleh gereja. Namun kenyataannya jemaat pasca stroke kerap kali terabaikan, hal inilah yang dialami oleh beberapa warga jemaat GPIB taman sari Salatiga. Seharusnya gereja lebih pro-aktif dalam melakukan pelayanan pastoral, karena dampak yang ditimbulkan oleh jemaat pasca stroke sangat berat sekali yaitu dampak ekonomi dan psikologi. Gereja mempunyai tugas dan tanggung jawab yang penting di dalam melayani warga jemaatnya, khususnya dalam kehidupan mereka dimana terjadi berbagai macam persoalan dalam hidup mereka, seperti kesepian, kesusahan, dan penderitaan. Gereja melalui pendeta / majelis bukan saja bertugas untuk meberitakan Firman Allah dengan perkataan saja, namun terutama dalam menyatakan firman itu dengan perbuatan. Jelas sekali bahwa yang dibutuhkan oleh warga jemaat GPIB taman sari salatiga bukan hanya pidato atau khotbah, tetapi yang di butuhkan adalah berupa konseling pastoral.

Saran

(29)

29

(30)

30

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J. L. Ch. Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003.

Abineno, J. L. Ch. Pelayanan Pastoral Kepada Orang-orang Sakit. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2002.

Abineno, J. L. Ch. Penatua jabatan dan pekerjaannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

Beek Van, Aart. Pendampingan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Clinebell, Howard. J. Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral. Yogyakarta: Kanisius,

2002.

Collins, Gerry, R. Pengantar pelayanan konseling Kristen yang efektif. Malang: Seminari Alkitab asia

tenggara, 1989.

Engel, J. D. Konseling Suatu Fungsi Pastoral. Salatiga: Tisara Grafika, 2007.

Gibble, Kenneth, L. Pentingnya Suatu Kunjungan Pastoral. Yogyakarta: Andi, 1989.

Krisetya, Mesach. Konseling Pastoral. Salatiga: UKSW 2001.

Nazir, M. Metode penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia, 2009.

Pinzon Rizaldi, Asanti Laksmi. Awas Stroke! Pengertian Gejala, Tindakan, Perawatan, & Pencegahan.

Yogyakarta: Andi, 2010.

Rudd, Anthony. Stroke at Your Fingertips. Jakarta: Penebar Plus, 2010.

Sumiyatiningsih Dien, Bagaswara Rian P, Engel J.D, Kawulusan Sherly. Teladan Kehidupan.

Yogyakarta: Andi, 2006.

Sj. Eminyan Maurice. Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012.

Sarafino, E. F. Stroke petunjuk penting bagi keluarga. Jakarta: Pustaka Delapratasa, 1998.

Tjandrarini Kristiana. Bimbingan Konseling Keluarga. Salatiga: Widya Sari Press, 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pergeseran bentuk dan makna yang terjadi dalam penerjemahan klausa pasif novel Le Fantôme de l’Opéra karya Gaston Leroux serta novel

Sehubungan dengan hasil evaluasi penawaran saudara, perihal penawaran Pekerjaan Peningkatan Jalan Aspal Dalam Kota Mansalong , dimana perusahaan saudara termasuk

harga penawaran terkoreksi di atas nilai total HPS, pelelangan dinyatakan gagal. 2) harga satuan yang nilainya lebih besar dari 110% (seratus sepuluh perseratus)

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu suhu kompos diamati setiap minggu selama 8 minggu menggunakan termometer, pH diamati setiap minggu selama 8 minggu

Pada lagu O’Wulele Sanggula fungsi sosial di masa sekarang salah satunya yakni sebagai sarana pemertahanan bahasa daerah suku Tolaki terdapat pada tiap-tiap larik

[r]

A meliputi pemberian penjelasan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk tindak lanjut keadaan ibu  advice

KEMAMPUAN MENULIS BAHASA JEPANG MENGGUNAKAN FOTO MELALUI MEDIA SOSIAL FACEBOOK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..