• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Hukum Sewa Beli Dalam Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan Studi Atas Sewa Beli Antara PT.PLN (Persero) Wilayah Sumbagut Dengan Karyawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kedudukan Hukum Sewa Beli Dalam Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan Studi Atas Sewa Beli Antara PT.PLN (Persero) Wilayah Sumbagut Dengan Karyawan"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEDUDUKAN HUKUM KARYAWAN PT PLN (PERSERO) TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI RUMAH NEGARA MENURUT UU NOMOR 1

TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Sewa Beli

1. Perjanjian Sewa Beli Pada Umumnya

Perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan Hukum kekayaan/ harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.44

Dari pengertian singkat diatas kita jumpai didalamnya beberapa unsur yang memberi wujud pendidikan perjanjian, antara lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut Hukum kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.

Kalau demikian, perjanjian/verbintenis adalah hubungan hukum

rechtsbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara perorangan/personadalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum.45

(2)

Seperti telah diketahui bahwa perikatan lahir dari perjanjian yang sesungguhnya merupakan sumber perikatan yang terbanyak, di samping Undang-undang. Hal ini dapat dijumpai pada pasal 1233 BW (Burgerlijk Wetbook).

Perjanjian dapat lisan maupun tertulis. Perjanjian dapat diakui sebagai suatu perjanjian yang sah menurut hukum, apabila memenuhi berbagai syarat seperti yang dikehendaki oleh pasal 1320 BW yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Persyaratan 1 dan 2 merupakan syarat subyektif sedangkan 3 dan 4 merupakan syarat obyektif. Syarat subyektif yaitu syarat yang berkaitan dengan pribadi (persoon) para pihak, apabila syarat ini dilanggar maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya (van vernietigbaan). Sedangkan syarat objektif apabila dilanggar, perjanjian tersebut batal demi hukum (Nietigbaar-Van Rechtswegenietig).

(3)

banyak mempunyai syarat-syarat sewa menyewa. Maka pranata baru tersebut akan dapat dikelompokkan pada salah satu pranata tersebut diatas. Dalam hal sewa beli dikelompokkan pada jual beli ataukah sewa menyewa. Perjanjian ini merupakan perjanjian campuran, dimana bahwa dalam ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractus sui generis).46

Dalam membuat suatu perjanjian dikenal adanya asas kebebasan berkontrak. Asas ini memiliki hubungan yang erat dengan asas konsensualisme. Asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti “kemauan”

(will)para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Kemauan ini membangkitkan kepercayaan (vertrouwen) bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang bersumber pada moral. Manusia terhormat apabila memenuhi janjinya, kata Eggens.47

Perkembangan perekonomian Indonesia, diikuti pula oleh perkembangan berbagai bentuk transaksi, misalnya : sewa beli, sewa guna usaha (leasing), dan jual beli angsuran. Hal ini terjadi karena konsumen memiliki dana yang terbatas.

Pembelian barang tidak bergerak, misalnya pembelian rumah negara, dimana pembelian dengan menggunakan sistem sewa beli dipandang sangat membantu pembeli dan sesuai dengan kemampuan keuangan mereka untuk dapat memiliki

46 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III tentang

Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1983, hlm. 90-91

(4)

barang yang diinginkan tersebut. Sistem ini menawarkan cara pembayaran angsuran dalam beberapa kali, dalam jangka waktu yang relatif panjang, yang tidak dijumpai pada sistem pembayaran tunai. Inilah yang menyebabkan pranata sewa beli semakin populer di masyarakat, tanpa terpikirkan persoalan-persoalan hukum yang mungkin timbul.

Adapun kontrak sewa beli yang dapat dilakukan yaitu sewa beli kendaraan bermotor, alat-alat rumah tangga, mesin cetak, printing, offset, alat-alat elektronika, alat-alat mesin berat, sepeda, alat-alat musik termasuk rumah Negara yang terdapat pada Badan Usaha Milik Negara. Sedangkan di dalam masyarakat transaksi dengan cara sewa beli ternyata yang paling banyak adalah kontrak sewa beli kendaraan bermotor.

Perjanjian sewa beli merupakan salah satu bentuk perjanjian dalam hukum kontrak yang memiliki kekhasan secara perdata. Hukum kontrak yang merupakan bagian dari hukum privat, karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan dari pihak-pihak yang menyelenggarakan kontrak. Kontrak dalam bentuk yang klasik, dipandang sebagai ekspresi kebebasan manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian, dimana hal tersebut diatur pada pasal 1338 KUHPerdata.

(5)

Dengan adanya dimensi baru dalam hukum kontrak ini tentu memiliki dampak positif dan negatif yang patut diperhitungkan. Dampak positifnya adalah sebagai salah satu bentuk pembangunan perekonomian melalui dunia usaha. Sedangkan dampak negatif dari adanya variasi dalam melaksanakan/membuat kontrak (perjanjian) adalah berkaitan dengan klausula-klausula yang mengatur perjanjian. Klausula perjanjian biasanya dibuat secara sepihak oleh pihak penjual sehingga kecenderungan isi dari klausula hanya mengatur hak-hak dari penjual, sedangkan pihak pembeli harus tunduk kepada ketentuan/klausula perjanjian yang dibuat secara sepihak tersebut. Hal ini menimbulkan dilema tersendiri bagi pembeli karena disatu sisi pembeli membutuhkan barang yang menjadi objek perjanjian, sedangkan disisi lain pihak pembeli selalu dibebankan dengan syarat-syarat yang merugikannya.

Pranata jual beli angsuran, pranata sewa beli (hire purchase) dan sewa guna usaha (leasing) merupakan pranata hukum perjanjian yang perkembangannya didasarkan pada kebebasan berkontrak sebagai asas pokok dari hukum perjanjian yang diatur dalam pasal 1338 juncto pasal 1320 KUHPerdata. Secara khusus perundang-undangan yang melandasi pranata jual beli tunai dan pranata sewa menyewa adalah sama, keduanya memiliki dasar hukum yang diatur dalam KUHPerdata.

(6)

Prodjodikoro menyatakan sistemBurgerlijk Wetboek(BW) juga memungkinkan para pihak mengadakan persetujuan-persetujuan yang sama sekali tidak diatur dalam BW, WVK atau Undang-undang lainnya.48 Untuk persetujuan-persetujuan ini berlakulah B.W Buku III titel I-IV sepenuhnya. Ilmu Pengetahuan Hukum Belanda menamakan persetujuan-persetujuan semacam ini onbenoemde overeenkomsten persetujuan-persetujuan yang tidak disebutkan dalam undang-undang.

J. Satrio memberikan pengertian yang dimaksud dengan perjanjian innominat, atau perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam undang-undang. Karena tidak diatur dalam perundang-undangan, baik Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), keduanya didasarkan pada praktek sehari-hari dan putusan pengadilan (Jurisprudensi).49

Sistem yang dipergunakan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau

Burgerlijk Wetboek yang untuk selanjutnya disebut BW adalah sistem terbuka, artinya diakui adanya asas kebebasan berkontrak, seperti tercantum dalam Pasal 1338 BW. Berdasarkan asas tersebut, para pihak dapat mengadakan persetujuan-persetujuan yang sama sekali tidak diatur dalam BW ataupun KUHD atau Undang-undang lain.

Namun ketentuan-ketentuan umum BW Buku III titel I s/d IV tetap berlaku, misalnya mengenai sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320) dan Pasal 1338 yang

48 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Bandung: Sumur Bandung. 1964. hlm. 10

(7)

berhubungan dengan BW Buku III yaitu sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrak. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak tersebut maka lahir pranata sewa beli sebagai terobosan dari pranata jual beli tunai dan merupakanvariantdari jual beli angsuran.

Grotius, mengatakan bahwa mencari dasar konsensus itu dalam hukum kodrat. Ia mengatakan bahwa “pacta sunt servanda” (janji itu mengikat). Seterusnya ia menyatakan lagi, “promissorum implenderum oblagatio (kita harus memenuhi janji kita)”.50

Kebebasan berkontrak ini berlatar belakang pada paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman reinaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseu.51

Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Di dalam hukum perjanjian, falsafah ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori “laissez fair” ini menganggap bahwa “the invisible hand”akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas.52

Dalam masyarakat pada umumnya menyebut sewa beli untuk pranata yang di Belanda disebut Huurkoop, di Inggris disebut Hire Purchase. Pranata sewa beli ini dalam masa pembayaran mengangsur hak milik masih di tangan pemilik, sehingga

(8)

selama masa pembayaran angsuran dianggap sebagai sewa, sampai seluruh harga dipenuhi baru kepemilikan secara otomatis beralih.

Seperti halnya yang berlaku di Jepang yang peninjauan dan pengaturannyalebih ditujukan pada penjualan produk-produk. Oleh karena itu, di Jepang undang-undangnya disebut dengan Undang-undang Penjualan (produk) secara angsuran/cicilan (Kappu Hanbai Ho–Undang-undang No.159 tahun 1961).53

Tentang hal-hal esensial dalam perjanjian, umpamanya, mengenai pembatalan perjanjian tidak dapat ditawar lagi. Untuk itu perlu ditengahkan adanya syarat-syarat dalam perjanjian baku. Mariam Darus Badrulzaman, dalam salah satu tulisannya menyebutkan bahwa syarat-syarat dalam perjanjian baku yang selalu muncul adalah sebagai berikut :54

a. Cara mengakhiri perjanjian

b. Cara memperpanjang berlakunya perjanjian c. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase

d. Penyelesaian sengketa melalui keputusan pihak ketiga. e. Syarat - syarat tentang eksonerasi.

Pada umumnya dalam perjanjian baku hak-hak penjual lebih menonjol dari pada dibandingkan dengan hak-hak pembeli, karena pada umumnya syarat-syarat

53 Kappu Hanbai Ho No.159 tahun 1961 Undang-undang Penjualan Dengan Pembayaran

Angsuran, Jepang, dalam buku Sri Gambir Melati Hatta,Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama, Alumni, Bandung, 1999, Hlm. 5

54 Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen, Dilihat Dari Sudut

(9)

atau klausul bagi pembeli merupakan kewajiban-kewajiban saja. Sehingga dengan demikian antar hak-hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli tidak seimbang.

Perjanjian baku yang ditetapkan sepihak tersebut, menunjukkan bahwa pranata sewa beli dalam praktek memiliki ciri tersendiri, yaitu upaya menguatkan hak penjual dari berbagai kemungkinan yang terburuk, selama masa kontrak atau sebelum masa pelunasan angsuran untuk kepentingan penjual sendiri. Hal ini yang membuat perjanjian baku yang dipergunakan dalam pranata sewa beli sering merupakan penyebab utama bagi timbulnya masalah di pihak pembeli dari pada penjual.

2. Pengaturan Sewa Beli Di Indonesia

Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis baru, sewa beli di Indonesia belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar hukum diatas dan juga surat keputusan Menteri Perdagangan dan Kopersi tidak ada keseragaman. Namun kalau diperhatikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian sewa beli lebih cenderung mengarah atau menjurus pada bentuk perjanjian jual beli, dari pada sewa menyewa. Karena dalam perjanjian sewa beli, peralihan hak milik adalah yang menjadi pokok utamanya. Jadi tujuan sewa beli adalah untuk menjual barang, bukan untuk menyewakan atau menjadi penyewa barang.

(10)

mengangsur dengan beberapa kali angsuran. Sedangkan hak milik baru berpindah tangan pada saat pembeli sudah membayar semua angsuran dengan lunas. Dan selama angsuran tersebut belum dilunasi maka pembeli masih menjadi penyewa.

Sebagai penyewa, maka hanya berhak atas pemakaian atau mengambil manfaat atas barang tersebut dan penyewa tidak mempunyai hak untuk mengalihkan atau memindah tangankan barang tersebut kepada orang lain. Jika hal tersebut dilakukan oleh pembeli sewa, maka ia akan dikenai sanksi pidana karena dianggap menggelapkan barang milik orang lain.

Sewa beli tidak ada diatur di dalam undang-undang tersendiri, akan tetapi baru diatur dalam SK Menteri Perdagangan dan Koperasi no. 34 /KP /II /1980. Namun dalam SK Menteri tersebut belum dijelaskan mengenai hak-hak dan kewajiban para pihak dalam sewa beli. Disitu hanya dijelaskan tentang perjanjian kegiatan usaha sewa beli, jual beli dengan angsuran, dan sewa.

Mengenai objek perjanjian sewa beli telah ditentukan secara jelas dalam pasal 2 ayat (1) SK Menteri tersebut, yaitu semua barang niaga tahan lama yang baru dan tidak mengalami perubahan tekhnis, baik berasal dari produksi sendiri ataupun hasil perakitan (assembling) atau hasil produksi lainnya didalam negeri.

(11)

3. Perbedaan Perjanjian Sewa Beli Dengan Perjanjian Lainnya

Untuk melihat perbedaan yang nyata antara sewa beli dengan perjanjian lainnya, maka berikut akan dideskripsikan beberapa bentuk perjanjian yang ada,yakni:

a. Sewa Beli

Sewa beli merupakan perjanjian di mana harga barang dapat dicicil,sedangkan barangnya seketika dapat diserahkan kepada pembeli. Meskipun barang telah diserahkan kepada pembeli, tetapi hak kepemilikannya masih ada pada penjual sehingga pembayarannya selama masa angsuran dianggap sebagai sewa sampai seluruh harga dipenuhi. Kepemilikan atas barang baru berpindah kepada pembeli pada saat angsuran terakhir telah dibayar.

Karena pembeli belum menjadi pemilki atas barang yang dibeli, maka ia tidak diperbolehkan menjualnya atau bertindak hukum lain yang dipersyaratkaan menjadi pemilik barang, seperti menggandaikan, menghipotikkan dan lain-lain. Jika hal itu dilakukan, maka pembeli telah melakukan tidak pidana penggelapan.

(12)

yang disebut “koop en verkoop op afbetaling” atau yang lebih populair dengan sebutan jual beli cicilan atau jual beli angsuran. Dalam perjanjian jual beli angsuran, hak kepemilikan atas objek perjanjian sudah berpindah sejak penyerahan barang, namun harganya dapat dicicil.55

Pada dasarnya dari sisi pelaksanaan perjanjian antara sewa beli dan jual beli cicilan tidak berbeda tetapi dari sisi hak kepemilikan dan akibat hukumnya sangat berbeda. Perbedaan antara keduanya, dalam perjanjian sewa beli meskipun barang sudah diserahkan tetapi hak kepemilikannya belum berpindah kepada pembeli, dan baru berpindah setelah dilunasi seluruh harga, sedangkan dalam jual beli angsuran, hak milik sudah berpindah sejak penyerahan barang. Adapun persamaan antara keduanya, penjual sama-sama telah menyerahkan barang dan pembeli belum membayar seluruh harga barang karena pembayarannya dilakukan secara angsuran.

Akibat dari perbedaan atas kepemilikan itu, maka berbeda pula akibat hukumnya. Dalam jual beli, oleh karena pembeli sudah menjadi pemilik barang, maka ia bebas bertindak hukum atas barang, misalnya: menjual, menggadaikan, menyewakan dan lain-lain, sedangkan dalam sewa beli karena pembeli belum menjadi pemilik barang, maka ia tidak boleh bertindak hukum atas barang tersebut. b. Jual Beli

Jual beli merupakan salah satu jenis perjanjian bernama yang di dalam KUHPerdata di atur dalam pasal 1457-1546, yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan hak miliknya atas sesuatu barang,

(13)

sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar sejumlah uang sebagai harganya.56 Perjanjian jual beli telah dianggap ada apabila kedua belah pihak telah sepakat tentang barang dan harga.

Kewajiban utama penjual adalah menyerahkan barang serta menjamin bahwa pembeli dapat memiliki barang dengan aman dan tenteram dan bertanggung jawab atas cacat yang tersembunyi. Adapun kewajiban pembeli adalah membayar harga pada waktu dan tempat yang disepakati. Menurut undang-undang, benda yang dibeli harus diserahkan pada waktu ditutupnya perjanjian dan di tempat barang itu berada, dan mulai saat itulah resiko atas barang menjadi tanggung jawab pembeli. Namun dalam praktik, apalagi pada saat sekarang di mana jual beli dapat dilakukan lintas negara, maka ketentuan demikian sudah tidak dianut.

Sebagaimana sifat perjanjian yang terbuka, kedua belah pihak dapat memperjanjikan sendiri tentang cara-cara melakukan pembayaran maupun cara penyerahannya. Mereka bebas menentukan sendiri sesuai yang diinginkan sehingga ketentuan yang ada dalam undang-undang hanya berlaku apabila para pihak tidak menentukan lain.

Yang perlu diperhatikan adalah kapan pembeli menjadi pemilik barang. Pasal 1458 KUHPerdata menyatakan, hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpidah kepada si pembeli, selama belum dilakukan penyerahan (pasal 612, 613 dan 616 KUHPerdata).

(14)

Khusus mengenai kepemilikan benda tidak bergerak yang diperoleh atas dasar jual beli terdapat ketentuan khusus yang diatur dalam pasal 616 jo. pasal 620 KUHPerdata yaitu dengan cara mendaftarkan peralihan hak milik pada kantor pertanahan. Selama belum didaftarkan, maka kepemilikannya itu belum sempurna. c. Pinjam Meminjam

Perjanjian pinjam meminjam dibedakan dalam dua jenis yaitu pinjam meminjam dengan objek barang yang dapat diganti atau barang yang habis pakai, misalnya uang, makanan atau yang sejenis, dan pinjam meminjam dengan objek barang yang tidak dapat diganti atau barang tidak habis pakai. Perjanjian jenis pertama ini oleh Subektidigunakan sebutan pinjam meminjam, sedangkan jenis kedua dinamakan pinjam pakai.57

Perbedaan pokok antara keduanya terletak pada kepemilikan danpengembalian barang pinjaman. Jika objek perjanjian merupakan barang yang tidak dapat diganti atau tidak habis pakai, maka barang tetap menjadi milik pemberi pinjaman (1741 BW) dan setelah habis masa pinjaman si peminjam harus mengembalikannya dalam keadaan seperti semula. Oleh karena itu selama masa peminjaman, penerima pinjaman harus memelihara barang sebaik-baiknya seolah-olah miliknya sendiri atau yang dikenal dengan sebutan “seorang bapak rumah yang baik”.

Jika objeknya perjanjian berupa barang yang dapat diganti atau habis pakai, maka barang yangdiserhakan menjadi milik penerima pinjaman, sedangkan pemberi pinjaman berhak atas pengembalian barang dengan jumlah dan kualitas yang sama.

(15)

Dalam perjanjian pinjam uang seringkali disertai perjanjian pembayaran bunga sehingga jumlah yang dikembalikan lebih besar daripada yang dipinjamkan. Hal demikian memang dibenarkan menurut ketentuan KUHPerdata, namun menurut hukum Islam temasuk riba dan hukumnya haram.

d. Sewa Menyewa

Sewa menyewa merupakan bentuk perjanjian di mana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai selama waktu tertentu, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar harga yang ditetapkan untuk pemakaian pada waktu yang ditentukan.58

Perjanjian sewa menyewa tidak bertujuan untuk memberikan kepemilikan, melainkan hanya untuk pemakaian. Apabila pihak yang diserahi barang itu tidak ada kewajiban membayar suatu harga, maka perjanjian semacam ini disebut pinjam pakai. Kewajiban pihak yang menyewakan adalah meyerahkan barang, memelihara barang yang disewakan agar dapat dipakai untuk keperluan dimaksud, dan memberikan ketenteraman dari barang yang disewakan selama berlangsungnya persewaan. Adapun kewajiban penyewa adalah memakai barang secara baik atau secara patut, membayar harga sewa, menanggung resiko karena kesalahan atau kelalaiannya dan mengembalikan barang sewaan.59

Perjanjian sewa menyewa bukan memberikan hak kebendaan, melainkan hak perseorangan sehingga karenanya penyewa tidak boleh menjual, atau menggadaikan benda yang disewa, bahkan menyewakan kepada orang lain pun tidak dibolehkan.

58Subekti,Op cit, hal. 137

(16)

4. Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa Beli

Pihak-pihak dalam perjanjian sewa beli adalah pihak penjual dan pihak penyewa. Masing-masing penjual dan penyewa memiliki hak dan kewajiban satu sama lain. Hak dan kewajiban sewa beli hampir sama dengan hak dan kewajiban dalam jual beli, yaitu mempunyai tujuan mengalihkan hak milik atas suatu barang. Hanya saja ada perbedaan mengenai cara pembayaran serta perolehan miliknya. Jika dilihat dari perjanjiannya maka kewajiban penjual sewa adalah sebagai berikut:

a. Menyerahkan barang atau benda (tanpa hak milik) kepada pembeli sewa. b. Menyerahkan hak milik secara penuh kepada pembeli sewa, setelah obyek

tersebut dilunasi

Kewajiban yang pertama tersebut dilakukan oleh penjual sewa pada saat ditutupnya perjanjian sewa beli antara penjual sewa dan pembeli sewa. Yang diserahkan adalah hanya untuk mengua ssaai atas barangnya saja, bukan hak milik atas barang. Penyerahan ini dimaksudkan agar barang yang menjadi obyek sewa beli tersebut dapat digunakan atau diambil manfaatnya oleh pembeli sewa.

Kewajiban yang kedua untuk menyerahkan hak milik dari suatu barang itu kepada pembeli sewa secara sepenuhnya yang dimaksud adalah bahwa penjual sewa setelah menyerahkan hak tersebut, bebas berbuat apa saja atas barang miliknya. Penyerahan ini dilakukan setelah pembeli sewa melunasi angsuran-angsuran yang menjadi harga barang tersebut.

(17)

sekaligus atau lunas, maka diadakan suatu perjanjan dimana pembeli diperbolehkan mengangsur dengan beberapa kali angsuran. Sedangkan hak milik baru akan berpindah tangan pada saat pembeli sudah membayar semua angsuran dengan lunas. Dan selama angsuran tersebut belum dilunasi maka pembeli masih menjadi penyewa.

Sebagai penyewa, hanya berhak atas pemakaian atau mengambil manfaat atas barang tersebut dan penyewa tidak mempunyai hak untuk mengalihkan atau memindah tangankan barang tersebut kepada orang lain. Jika hal tersebut dilakukan oleh pembeli sewa, maka ia akan dikenai sanksi pidana karena dianggap menggelapkan barang milik orang lain.

5. Bentuk Dan Isi Perjanjian Sewa Beli

a. Bentuk Perjanjian Sewa Beli

Bentuk perjanjian sewa beli Sesuai dengan sistem terbuka yang dianut dalam Buku III KUH Perdata mengenal adanya asas kebebasan berkontrak (pasal 1338 ayat 1) maka pihak dalam membuat perjanjian sewa beli, para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan bentuk dan isi perjanjiannya. Hukum perjanjian memberikan kebebasan sepenuhnya pada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar Undang-Undang, ketertiban umum, dan Kesusilaan.

(18)

b. Isi Perjanjian Sewa Beli

Isi perjanjian sewa beli yang dituangkan dalam bentuk tulisan baik dengan akta notaris maupun akta dibawah tangan pada umumnya berisi tentang:60

1) Tanggal mulai berlakunya perjanjian sewa beli.

2) Jumlah angsuran dan berapa kali angsuran tersebut harus dibayar oleh pembeli sewa.

3) Jangka waktu untuk tiap-tiap angsuran.

4) Penjelasan mengenai ciri dan jenis barang serta keadaan barang. 5) Harga barang apabila dibeli secara tunai.

6) Cara pembayaran angsuran tidak dengan tunai.

7) Tanda tangan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian diatas

8) Hal-hal yang dianggap perlu seperti : angsuran, bunga, pajak, asuransi, dan lain sebaginya.

6. Berakhirnya Perjanjian Sewa Beli

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa perjanjian sewa beli sampai saat sekarang belum ada Undang-Undang khusus yang mengaturnya. Sewa beli hanya didasari oleh SK Menteri No. 34 / KP / II / 1980. Dimana dalam SK Menteri ini, sewa beli belum diuraikan secra lengkap dan rinci, Termasuk di dalam isinya belum memuat tentang kapan berakhirnya suatu perjanjian sewa beli. Berakhirnya perjanjian sewa beli ini, para pihak boleh sesuai dengan kesepakatan para pihak sehingga sudah barang tentu disini terdapat kemungkinan cara untuk mengakhirinya. Adapun kemungkinan-kemungkinan yang dapat dijadikan cara untuk mengakhiri suatu perjanjian tersebut:61

a. apabila angsuran sudah dibayar lunas oleh pihak penyewa

b. apabila salah satu pihak meninggal dunia dan tidak ada ahli warisnya yang meneruskan, atau mungkin ada ahli warisnya yang namun tidak mau meneruskan

(19)

c. apabila terjadi perampasan barang yang menjadi obyek perjanjian sewa beli oleh pihak penjual sewa terhadap pihak lawannya

d. apabila setelah adanya putusan dari pengadilan yang bersifat tetap

Dari uraian diatas yang paling umum terjadi dalam hal peralihan hak secara penuh dalam sewa beli sepeda motor terjadi jika si pembeli sewa telah membayar angsuran sepeda motor guna melunasi harga barang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

B. PT PLN (PERSERO) Wilayah Sumatera Bagian Utara

1. Sejarah Perusahaan PT PLN (Persero)

Sejarah keberadaan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara berawal dari dimulainya usaha kelistrikan di Sumatera Utara pada Tahun 1923, yakni ketika perusahaan swasta belanda bernama NV NIGEM / OGEM membangun sentral listrik di tanah pertapakan yang saat ini menjadi lokasi kantor PLN Cabang Medan di Jl. Listrik No. 12 Medan. Kemudian menyusul pembangunan kelistrikan di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan pada Tahun 1924, di Tebing Tinggi Tahun 1927, di Sibolga (oleh NV ANIWM) Berastagi dan Tarutung Tahun 1929, di Tanjung Balai Tahun 1931, di Labuhan Bilik Tahun 1936 dan Tanjung Tiram pada Tahun 1937.

(20)

dengan Penetapan Pemerintah No.1 SD/45 ditetapkanlah tanggal 27 Oktober sebagai Hari Listrik.62

Dalam suasana hubungan antara Indonesia dan Belanda yang makin memburuk, maka pada tanggal 3 Oktober 1953 terbitlah Surat Keputusan Presiden No. 163 yang memuat ketentuan Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta Belanda sebagai bagian dari perwujudan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Setelah aksi ambil alih itu maka sejak Tahun 1955 berdiri Perusahaan Listrik Negara Distribusi Cabang Sumatera Utara (yang meliputi daerah Sumatera Timur dan Tapanuli) yang berpusat di Medan.

Pada bulan Maret 1958 dibentuk Penguasa Perusahaan-Perusahaan Listrik dan Gas (P3LG) yang merupakan gabungan antara pengusahaan listrik dan pengusahaan gas. Dalam perjalanannya, pada Tahun 1959 P3LG berubah menjadi Direktorat Djenderal PLN (DDPLN). Pada tanggal 1 Januari 1961 dibentuklah Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU –PLN) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas. Setelah BPU PLN berdiri dengan SK Menteri PUT No. 16/1/20 tanggal 20 Mei 1961, maka organisasi kelistrikan pun berubah. Perusahaan listrik di Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau diubah namanya menjadi PLN Eksploitasi. Pada tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan melalui Peraturan Menteri PUT No. 9 /PRT/64 dan kemudian dibentuklah 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara

(21)

(PGN) yang mengelola gas. Kemudian dengan terbitnya Peraturan Menteri No. 1/PRT/65 ditetapkanlah pembagian daerah kerja PLN secara nasional menjadi 15 Kesatuan daerah Eksploitasi, dimana PLN Sumatera Utara ditetapkan menjadi PLN Eksploitasi I.63

Sebagai tindak lanjut dari pembentukan PLN Eksploitasi I Sumatera Utara tersebut, maka dengan Surat Keputusan Direksi PLN No. KPTS 009/DIRPLN/1966 tanggal 14 April 1966, PLN Eksploitasi I dibagi menjadi empat cabang dan satu sektor, yaitu Cabang Medan, Binjai, Sibolga, dan Pematang Siantar (yang berkedudukan di Tebing Tinggi). Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1972 mengubah bentuk perusahaan menjadi Perusahaan Umum (PERUM) yang isinya mempertegas kedudukan PLN sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dengan hak, wewenang dan tanggung jawab yuntuk membangkitkan, menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik ke seluruh Wilayah RI. Dalam Surat Keputusan Menteri PUTL No. 01/PRT/73 menetapkan PLN Eksploitasi I Sumatera Utara diubah menjadi PLN Eksploitasi II Sumatera Utara. Menyusul kemudian terbit Peraturan Menteri PUTL No. 013/PRT/75 yang mengubah PLN Eksploitasi menjadi PLN Wilayah, dimana PLN Eksploitasi II berubah namanya menjadi PLN Wilayah II Sumatera Utara.

Dengan berlakunya Undang-undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009, Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara ditetapkan sebagai Pemegang Kuasa

(22)

Usaha Ketenagalistrikan (PKUK). Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas usaha penyediaan tenaga listrik, maka pada tanggal 16 Juni 1994 terbitlah Peraturan Pemerintah No.23/1994 yang isinya menetapkan status PLN yang berubah dari Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO).

Sejak status perusahaan berubah, perkembangan kelistrikan di Sumatera Utara terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang begitu pesat. Hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan, perkembangan fasilitas kelistrikan, kemampuan pasokan listrik dan indikasi-indikasi pertumbuhan lainnya. Untuk mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kelistrikan Sumatera Utara dimasa mendatang serta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan jasa kelistrikan, maka berdasarkan Surat Keputusan Direksi Nomor 078.K/023/DIR/1996 tanggal 8 Agustus 1996, dibentuklah organisasi baru bidang jasa pelayanan kelistrikan yaitu PT PLN (Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara.

(23)

2003 PT PLN (Persero) Wilayah II berubah namanya menjadi PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara.

2. PT PLN (Persero) Sebagai BUMN

Pendirian, pengawasan, serta pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 baik itu yang berbentuk Perum maupun Persero. Dalam PP ini yang dimaksud dengan pendirian adalah pembentukan Persero atau Perum yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dalam pasal 4 disebutkan bahwa pendiran BUMN meliputi:

a. pembentukan Perum atau Persero baru;

b. perubahan bentuk unit instansi pemerintah menjadi BUMN; c. perubahan bentuk badan hukum BUMN; atau

d. pembentukan BUMN sebagai akibat dari peleburan Persero dan Perum

Dalam pasal 5 disebutkan bahwa pendirian BUMN ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah dan di dalamnya,sekurang-kurangnya memuat:

a. Penetapan pendirian BUMN;

b. Maksud dan tujuan pendirian BUMN; dan

c. Penetapan besarnya penyertaan kekayaan negara yang dipisahkan dalam rangka pendirian BUMN.

(24)

instansi pemerintah tersebut beralih menjadi kekayaan, hak dan kewajiban BUMN yang didirikan.

Selanjutnya dalam pasal 6 disebutkan BUMN mempunyai tempat kedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar. Pendirian BUMN dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai tata cara penyertaan modal dalam dalam rangka pendirian BUMN.

BUMN yang berbentuk Persero diatur dalam PP Nomor 12 Tahun 1998 jo PP Nomor 45 Tahun 2001 juga dalam hal-hal tertentu berlaku pula UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang PT termasuk dalam hal pendirian suatu Persero berlakulah UU PT. Setiap penyertaan modal Negara ke dalam modal saham perseroan terbatas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang memuat maksud penyertaan dan besarnya kekayaan Negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal tersebut. Penetapan dengan PP dilakukan karena modal dalam Perseroan Terbatas adalah kekayaan Negara. Jadi, PP tersebut bukan mengesahkan berdirinya perseroan terbatas, melainkan mengesahkan penyertaan modal Negara dalam perseroan terbatas. Pemisahan kekayaan Negara untuk dijadikan penyertaan Negara dalam modal perseroan terbatas dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung Negara ke dalam modal perseroan terbatas.

(25)

usaha Persero untuk menghadap notaris sebagai pendiri mewakili Negara.Namun, sebelum menghadap notaris, rancangan anggaran dasar Persero yang akan dituangkan dalam akta pendirian harus mendapat persetujuan lebih dahulu dari Menteri Keuangan.

Jadi, apabila Negara menyertakan modal dalam pendirian Persero, maka tindakan tersebut dapat diurutkan sebagai berikut:

a. Penyertaan modal dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah; b. Menteri Keuangan menyetujui anggaran dasar;

c. Menteri Keungan/Menteri lain yang diberi kuasa membawa rancangan anggaran dasar Persero menghadap notaris untuk dibuatkan akta pendiriannya; d. Dan seterusnya berlaku prosedur menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas;

Menteri Keuangan menyelenggarakan penatausahaan setiap penyertaan modal Negara berikut perubahannya ke dalam modal saham perseroan terbatas dan penyertaan-penyertaan-penyertaan yang dilakukan oleh Persero. Pelaksanaan sehari-hari kegiatan penatausahaan tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penatausahaan dalam hal ini adalah pencatatan dalam rangka pengadministrasian untuk mengetahui posisi keuangan Negara dalam BUMN.

(26)

a. Dalam hal penulisan nama Persero dilakukan secara lengkap, maka didahului dengan perkataan ”Perusahaan Perseroan (Persero)” dan diikuti dengan nama perusahaan;

b. Dalam hal penulisan nama Persero dilakukan secara singkat, maka kata”(Persero)” dicantumkan setelah singkatan ”PT” dan nama perusahaan: Dengan demikian, bahwa BUMN didirikan dengan tujuan untuk melayani masyarakat guna untuk menciptakan kesejahteraan sosial.Disamping itu juga dengan pertimbangan bahwa persaingan dunia usaha yang semakin tajam, sehingga perlu diambil langkah meningkatkan efisiensi, daya saing perusahaan (persero) maka, pengaturan BUMN juga diperlukan secara serius agar mempunyai landasan hukum yang pasti. Oleh pembuat UU pengaturannya ditetapkan dalam Peraturan Pengganti UU Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk usaha Negara jo UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.

C. Peruntukan Rumah Negara PT. PLN (Persero)

1. Tinjauan Umum Tentang Rumah Negara

a. Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki Negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan atau pegawai negeri.

b. Rumah Negara terbagiatas 3 (tiga) golongan

(27)

tinggal di rumah tersebut serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu (atau disebut juga Rumah Jabatan).

2) Rumah Negara Golongan II adalah rumah Negara yang mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh pegawai negeri dan apabila telah berhenti atau pension rumah dikembalikan kepada Negara (atau disebut juga rumah instansi).

3) Rumah Negara Golongan III adalah rumah Negara yang tidak termasuk dalam golongan I dan golongan II dan dapat dijual kepada penghuninya. Dan pengalihan rumah Negara golongan III dilakukan dengan cara sewa beli (Pasal 18 PP 40 Tahun1994 tentang Rumah Negara).

Bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat dan Negara bertanggung jawab melindungi segenap Bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan, agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan. Maka untuk mewujudkan hal tersebut oleh pemerintah dikeluarkan UU nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan pemukiman.

(28)

kemitraan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, kesehatan, kelestarian dan berkelanjutan dan keselamatan, keamanan, ketertiban dan keteraturan. Sedangkan perumahan dan kawasan pemukiman diselenggarakan antara lain untuk memberikan kepastian Hukum.

Menurut UU Nomor 1 Tahun 2011 pembangunan rumah Negara dibiayai melalui anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pembangunan Rumah Negara dilakukan untuk mewujudkan ketertiban penyediaan penghunian, pengelolaan serta pengalihan status dan hak atas rumah yang dimiliki Negara.

Penetapan status rumah Negara golongan I dan rumah Negara golongan II dilakukan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan yang memiliki kewajiban untuk menetapkan status rumah Negara yang berada dibawah kewenangannya. Adapun yang dimaksud dengan “Pimpinan Instansi” yang bersangkutan adalah Menteri, ketua lembaga tinggi dan tertinggi Negara, ketua lembaga departemen, non departemen setingkat dengan menteri sedangkan penetapan status rumah Negara golongan III dilakukan oleh Menteri (dalam hal ini berdasarkan pasal 1 angka 4 PP. 40 Tahun 1994 tentang rumah Negara adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pekerjaan umum).

(29)

pegawai negeri”. Sedangkan pejabat atau pegawai negeri yang memanfaatkan fasilitas rumah Negara harus memperhatikan syarat-syarat penghunian sebagaimana yang diatur dalam pasal 8 PP rumah Negara, yakni :

1) Untuk dapat menghuni rumah Negara harus memiliki surat ijin penghunian. 2) Surat ijin penghunian diberikan oleh pejabat yang berwenang pada instansi

yang bersangkutan.

3) Pemilik surat ijin penghunian wajib menempati rumah Negara selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60 hari sejak Surat Ijin penghunian diterima. 4) Pelaksanaan ketentuan mengenai Surat Ijin Penghunian diatur oleh

Menteri.Secara lebih lanjut mengenai persyaratan penghunian rumah Negara telah diatur dalam peraturan menteri pekerjaan umum nomor 22/PRT/M/2008 tentang pedoman teknis pengadaan, pendaftaran, penetapan status, penghunian, pengalihan status dan pengalihan hak atas tanah rumah Negara antara lain pasal 11. Persyaratan penghunian rumah Negara golongan III sebagai berikut :

(30)

b) Membuat surat pernyataan untuk mentaati kewajiban dan larangan. Belum pernah membeli atau memperoleh rumah dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan yang berlaku.

c) Tidak menghuni rumah golongan II

d) Untuk rumah Negara yang berbentuk rumah susun sudah mempunyai perhimpunan penghuni yang ditetapkan pimpinan instansi.

Untuk melaksanakan beberapa ketentuan dalam PP rumah Negara telah ditetapkan. Peraturan Presiden nomor 11 Tahun2008 tentang tata cara pengadaan penetapan status, pengalihan status dan pengalihan hak atas rumah Negara, mengenai definisi, mengenai rumah Negara, rumah Negara golongan I dan sebagainya yang digunakan dalam Peraturan Presiden nomor 11 Tahun 2008 sama dengan yang terdapat dalam PP rumah Negara.

(31)

Rumah Negara merupakan bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/ atau Pegawai Negeri.

Rumah adalah bagian dari kebutuhan manusia, apalagi bagi yang telah berkeluarga. Banyaknya kendala yang mempengaruhi daya beli Pegawai Negeri yang berpenghasilan pas-pasan dikarenakan mahalnya harga rumah.

Kebijakan untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi pegawai negeri ini telah berkembang sejak zaman kolonial Belanda, melalui Peraturan Rumah-rumah Pegawai Negeri Sipil atau Burgerlijke Woning Regeling (BWR)staatblad 1934 No. 147 dan beberapa aturan perubahannya. Pemerintah Belanda mengatur pengadaan tempat tinggal untuk pegawai negeri dengan sistem sewa.

Ketika menghuni rumah negara, penghuni memiliki kewajiban untuk:

a. membayar sewa rumah, memelihara rumah dan memanfaatkan rumah sesuai dengan fungsinya

b. membayar pajak-pajak, retribusi dan lain-lain yang berkaitan dengan penghunian rumah negara

c. membayar biaya pemakaian daya listrik, telepon, air, dan/atau gas;

d. mengosongkan dan menyerahkan rumah beserta kuncinya kepada Pejabat yang berwenang selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak diterima Surat Izin Penghunian; dan

(32)

1) menyerahkan sebagian atau seluruh rumah kepada pihak lain; 2) mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah ;

3) menggunakan rumah tidak sesuai dengan fungsinya

4) menghuni rumah negara dalam satu kota/daerah yang sama bagimasing-masing suami/isteri yang berstatus pegawai negeri.

2. Peruntukan Rumah Negara Di PT PLN (Persero)

Rumah negara atau rumah dinas yang disediakan oleh PT PLN (Persero) menurut Keputusan Direksi PT PLN (PERSERO) Nomor : 1234.K/DIR/2011 adalah rumah milik PT PLN yang ditetapkan peruntukannya untuk ditempati oleh pejabat dan pegawai sebagai penghuni sah. Dan menurut pasal 1 butir 7 yang dimaksud pegawai adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, diangkat dan diberi penghasilan menurut ketentuan yang berlaku di PLN.

Peruntukan rumah dinas yang disediakan oleh PT PLN, tidak semua pegawai dapat menempatinya. Hanya pegawai yang dintetukan oleh PT PLN saja yang dapat menempati rumah dinas tersebut. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 5 Keputusan Direksi :

a. Rurnah Dinas diperuntukan bagi Pejabat yang diangkat rnenduduki jabatan tertentu, yaitu:

1) Pernirnpin Unit Bisnis;

2) Manajer Unit Bisnis Pelaksana.

(33)

dan pegawai yang bertugas sebagai operator, instruktur, analisis, atau pengawas lapangan, pada :

1) Pernbangkit Listrik, Pusat Pengatur Beban, Unit Pengatur Beban, Unit Pengatur Distribusi;

2) Gardu Induk, Transrnisi; 3) Pos Pengarnatan;

4) Proyek; 5) Udiklat.

c. Rumah Dinas di lingkungan kornplek kantor PLN hanya dapat digunakan untuk operasional kantor dengan ijin tertulis dari Pernirnpin Unit Bisnis. Penjelasan dalam pasal diatas jelas bahwa tidak semua yang bekerja di PT PLN mendapatkan fasilitas rumah dinas. Karena fasilitas rumah dinas tersebut hanya pada tempat-tempat tertentu yang menurut PT PLN dapat disediakan rumah dinas dan untuk mendukung pengoprasian instalasi ketenagalistrikan.

Setelah mendapatkan rumah dinas yang difasilitasi oleh PT PLN, maka para pegawai yang termasuk dalam kategori mendapatkan fasiltas tersebut harus mengikuti peraturan penempatan rumah dinas yang disebutkan dalam pasal 8 Surat Keputusan Direksi, yaitu :

a. Pejabat atau Pegawai yang menempati Rumah Dinas diberikan Surat ljin Penempatan (SIP) Rumah Dinas.

(34)

wajib mengosongkan Rumah Dinas selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterbitkan Keputusan Direksi tentang Mutasi yang bersangkutan dan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak beriaku.

c. Pejabat atau Pegawai yang menempati Rumah Dinas yang tidak lagi menjadi Pejabat atau Pegawai wajib mengosongkan Rumah Dinas selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterbitkannya Keputusan ini dan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak berlaku.

d. Apabila Penghuni Sah Rumah Dinas yang bersangkutan tidak bersedia mengosongkan Rumah Dinas dalam waktu yang telah ditentukan pada ayat (2) dan (3),maka akan diselesaikan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

D. Kedudukan Hukum Karyawan Di PT PLN (Persero) Terhadap Perjanjian Sewa Beli Rumah Dinas

Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 2011 Tentang perumahan dan kawasan pemukiman bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin.Bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat yang merupakan kebutuhan dasar dari manusia.Dan pemerintah berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

(35)

pemukiman serta menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, tentram dan terpadu.

Dan perumahan yang dimaksud dalam UU No 1 Tahun 2011 antara lain rumah Negara yang disediakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Pembangunan rumah Negara dibiayai melalui anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Yang mana pembangunan rumah Negara dilakukan untuk mewujudkan ketertiban penyediaan penghunian, pengelolaan serta pengalihan status dan hak atas tanah yang dimiliki Negara.Pembangunan rumah Negara yang diselenggarakan berdasarkan tipe dan kelas bangunan serta pangkat dan golongan pegawai negeri diatas tanah yang sudah jelas statusnya.

Menurut surat edaran direksi PT. PLN (Persero) Nomor : 002.E/7850/DIR/1995 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjualan Rumah Dinas PT.PLN (Persero) menyebutkan ada beberapa persyaratan yang harus dilakukan oleh pihak karyawan yang hendak melaksanakan pembelian rumah dinas PT. PLN (Persero).

(36)

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, agar terdapat keseragaman dalam pelaksanaannya, perlu menetapkan petunjuk pelaksanaan penjualan rumah dinas PT PLN (Persero).

Penjualan rumah dinas PT PLN (Persero), dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam keputusan Menteri Keuangan No. 89/KMK.013/1991 tanggal 25 Januari 1991 tentang Pedomoan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara, keputusan Direksi PLN No. 037.K/7850/DIR/1992 tanggal 11 April 1992 Tentang Kebijakan Perumahan Di lingkungan PLN dan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 004.K/7850/DIR/1995 tanggal 18 Januari 1995 Tentang Ketentuan Penggolongan Rumah Jabatan, Rumah Instalasi dan Rumah Dinas PT PLN (Persero).

Berdasarkan ketentuan dalam keputusan Menteri keuangan dan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) tersebut diatas, rumah dinas yang dapat diusulkan untuk dijual adalah rumah yang telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Rumah yang bersangkutan telah ditetapkan golongannya oleh Direksi PT PLN (Persero) sebagai rumah dinas dan telah dimiliki perusahaan sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh) tahun.

2. Yang berhak membeli atau calon pembeli rumah dinas PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud adalah :

(37)

1) Memegang Surat Ijin Penempatan atau ijin tertulis lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2) Telah bekerja/ mengabdi pada PT PLN (Persero)/ Negara/ BUMN/ ABRI sekurang-kurangnya selama 15 (lima belas) tahun.

3) Belum pernah membeli rumah dari PT PLN (Persero)/ Negara/ BUMN/ ABRI.

4) Telah menempati secara sah rumah PT PLN (Persero) tersebut sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.

b. Pensiunan pegawai PT PLN (Persero) atau penerima pensiun lainnya yaitu penerima pensiun janda, penerima pensiun duda atau anak pegawai yang berhak menerima pensiun janda/ pensiun duda sesuai ketentuan berlaku. c. Penghuni sah rumah dinas PT PLN (Persero) lainnya.

3. Khusus untuk butir 2 huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Memegang Surat Ijin Penempatan atau ijin tertulis lainnya yang sah menurut

ketentuan yang berlaku.

b. Belum pernah menbeli rumah dari PT PLN (Persero)/ Negara/ BUMN/ ABRI. c. Telah menempati secara sah rumah PT PLN (Persero) tersebut

sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh) tahun.

(38)

Perjanjian sewa beli yang telah dilakukan oleh PT PLN (Persero) dengan karyawannya dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 18 PP NO 40 Tahun 1994 Tentang Rumah Negara. PP tersebut menyatakan bahwa pengalihan hak atas rumah Negara dilakukan dengan cara sewa beli.

Perjanjian Sewa beli atau beli sewa belum ada undang-undang yang mengaturnya, tetapi perjanjian ini masih diberlakukan di masyarakat, asalkan masih berpegang pada asas kebebasan berkontrak dengan tidak mengabaikan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sewa beli yang menampakkan jati diri bukanlah sebagai perjanjian jual beli atau perjanjian sewa menyewa, walaupun mencerminkan dari keduanya. Perjanjian sewa beli adalah sebagai jual beli benda tertentu, penjual melaksanakan penjualan benda dengan cara memperhatikan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga benda yang telah disepakati bersama dan diktat dalam suatu perjanjian. Selanjutnya ditentukan bahwa hak milik atas benda tersebut, baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual.

Referensi

Dokumen terkait

Model Balck Box Tyler dibagun atas dua dasar, yaitu evaluasi yang ditujukan pada tingkah laku peserta didik dan evaluasi yang harus dilakukan pada.. tingkah laku awal

Tanah humus / Tanah Gunung Berapi adalah tanah yang berasal dari pelapukan (bahan organis), tanah humus adalah tanah yang subur dan mengandung unsur mineral,

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa hasil belajar psikomotorik pada siklus I belum dikatakan belum tuntas karena ketuntasan klasikal yang diperoleh kurang dari 75%, hal ini

dilaksanakan maka pihak penyewa tanah PT KAI bisa ikut bersama- sama menentukan item - item dalam perjanjian sewa menyewa.Untuk itu penulis memutuskan untuk mengangkat

Berdasarkan penelitian, pedagang Pasar Ngaliyan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa barokah menurut pedagang pasar Ngaliyan dibagi kedalam tiga

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa polimer termoplastik LLDPE dapat digunakan sebagai binder dalam pembuatan komposit magnet berbahan dasar

Dried seaweed powder was saved in the freezer before used for phytochemistry analysis, total phenolic content, radical scavenging activity (% RSA) and proximate

Berdasarkan kondisi tersebut, sedikitnya terdapat dua kategori kompetensi yang akan diteliti oleh penulis, yakni (1) kompetensi pedagogik merupakan kemampuan