43
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2017 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Alat dan Bahan Penelitian
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah ultisol digunakan sebagai objek yang diteliti, kompos digunakan sebagai bahan campuran dengan tanah, benih tanaman pakcoy sebagai bahan yang akan ditanam pada tanah, air sebagai bahan untuk penyiraman, polibag sebagai wadah untuk kompos dan tanah, label yang digunakan untuk memberi tanda pada ring sampel dan polibag, plastik digunakan untuk wadah tanah dan kompos saat ditimbang, karung digunakan untuk wadah saat mengambil tanah di lapangan, tali plastik digunakan untuk mengikat karung.
Metode Penelitian
Metode Penelitian menggunakan metode eksperimen di Rumah Kaca dan analisa tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial dengan 3 perlakuan dan 8 ulangan:
K1 : Pemberian air 100% kapasitas lapang K2 : Pemberian air 80% kapasitas lapang K3 : Pemberian air 60% kapasitas lapang Dengan persamaan :
ŷij = µ+αi+ɛij... (16)
Dimana:
Yi = hasil pengamatan dari faktor pemberian air pada taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah sebenarnya
αi = pengaruh faktor pemberian air pada taraf ke-i
ɛij = pengaruh galat pada perlakuan pemberian air taraf ke-i dan taraf
45
Analysis Of Variance (ANOVA) dilakukan untuk menguji hasil berat basah dan berat kering tanaman.
Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Sampel di Lapangan dan Pelaksanaan Penelitian di Rumah Kaca
a. Menentukan titik pengambilan sampel tanah ultisol di lapangan.
b. Mengambil sampel tanah ultisol sebanyak ± 200 kg, kemudian dikeringanginkan. Setelah kering tanah dipecah/digerus, dan diayak dengan ayakan 10 mesh.
c. Menyediakan benih tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) sebanyak 5 benih per polibag.
d. Mengambil kompos ± 80 kg, lalu dikeringanginkan. Setelah kering, tanah digerus dan diayak dengan ayakan 10 mesh.
e. Mengambil masing-masing tanah dan kompos yang telah diayak. Kemudian tanah dan kompos dicampurkan dan diaduk hingga merata. f. Mengambil polibag ukuran 10 kg, kemudian dimasukkan 7 kg tanah
dan 3 kg kompos ke dalam setiap polibag.
g. Menyiram tanah dalam polibag hingga jenuh untuk pemantapan tanahnya. Dilakukan penyiraman terus-menerus sampai tanah mantap. h. Menanam benih tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) pada setiap
polibag.
i. Menyiram tanah yang telah ditanami tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) dengan tingkat pemberian air 60 % kapasitas lapang,
j. Mengambil contoh tanah setelah tanaman dapat dipanen menggunakan ring sampel, untuk ditentukan sifat fisika tanahnya di Laboratorium. 2. Pengujian di laboratorium
a. Mengukur tekstur tanah dengan metode hygrometer dan dianalisis dengan menggunakan segitiga USDA.
b. Menganalisis bahan organik dengan metode Walkley &Black Bahan organik tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (1). c. Menganalisis kerapatan massa tanah (bulk density)
Kerapatan massa tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (2). d. Menganalisis kerapatan partikel tanah (particle density)
Kerapatan partikel tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (3). e. Menganalisis porositas tanah
Porositas dihitung dengan menggunakan Persamaan (4). f. Menganalisis permeabilitas dengan metode Constant head test
Pemeabilitas tanah dihitung dengan menggunakan Persamaan (5). g. Menganalisis kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen
Kadar air kapasitas lapang dihitung dengan menggunakan Persamaan (6). Di laboratorium kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen ditentukan berdasarkan uji pF.
h. Menganalisis air tersedia bagi tanaman
Air tersedia dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (7).
47
Melakuan hasil pengujian hasil pengukuran berat basah dan berat kering tanaman dengan ANOVA pada tingkat signifikasi α = 5 %, dengan hipotesis :
Ho : Tidak ada perbedaan bobot basah dan bobot kering tanaman yang signifikasi diantara 3 perlakuan yang diuji
Hi : Ada perbedaan bobot basah dan bobot kering tanaman yang signifikasi diantara 3 perlakuan yang diuji. Dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT), apabila terdapat perbedaan yang signifikasi diantara perlakuan.
j. Menganalisis suhu tanah dengan termometer. 3. Analisis kehilangan air
a. Menentukan evapotranspirasi tanaman berdasarkan Persamaan (15) dengan dikalikan koefisien 0,5.
b. Mengukur evaporasi dengan menggunakan evapopan Klas A kemudian dikalikan dengan koefisien panci 0,7 seperti yang tertera pada Persamaan (11).
Parameter Penelitian
1. Tekstur tanah 2. Bahan organik tanah
3. Kerapatan massa tanah (bulk density) 4. Kerapatan partikel tanah (particle density) 5. Porositas
6. Permeabilitas
8. Berat basah dan berat kering tanaman 9. Suhu tanah
49
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Tanah
Tanah ultisol memiliki pH rendah, kejenuhan Al tinggi, daya semat terhadap fosfat kuat, kejenuhan basa rendah, kadar bahan organik rendah, daya
simpan air terbatas, derajat agresi rendah dan kemantapan agregat lemah yang menyebabkan tanah rentan terhadap erosi yang menjadi kendala pada lahan berlereng, dan rentan terhadap pemampatan (compaction) yang
menjadi kendala, baik pada lahan berlereng, maupun pada lahan yang datar.
Tekstur Tanah
Hasil pengukuran tekstur tanah dapat dilihat dari Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisa Tekstur Tanah
Perlakuan Fraksi Tekstur Tanah
Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
K1 74,73 8,19 17,08 Lempung Berpasir
K2 73,48 8,51 18,01 Lempung Berpasir
K3 75,48 8,35 16,17 Lempung Berpasir
Rata-rata 74,56 8,35 17,09 Lempung Berpasir Dari Tabel 6 diketahui bahwa tekstur tanah ultisol adalah lempung berpasir dilihat dari perbandingan fraksi (pasir, debu, dan liat) dimana fraksi pasir lebih dominan pada tanah ultisol ini dan ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA (Lampiran 2.). Dengan mengetahui tekstur tanah dapat diketahui salah satu kriteria sifat fisika tanah tersebut sehingga mudah dalam melakukan penanganan permasalahan tanah untuk meningkatkan kesuburannya. Fraksi pasir yang lebih dominan dari tekstur tanah ultisol ini menyebabkan pemberian air yang diberikan
kemampuan menyimpan airnya lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan literatur Haridjaja et al (2013) yang menyatakan bahwa tekstur tanah sangat mempengaruhi kemampuan tanah dalam memegang air. Tanah bertekstur liat memiliki kemampuan yang lebih besar dalam memegang air dari pada tanah bertekstur pasir hal ini terkait dengan luas permukaan adsorbtifnya. Semakin halus teksturnya akan semakin besar kapasitas menyimpan airnya.
Bahan Organik Tanah
Hasil pengukuran bahan organik tanah dapat dilihat dari Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisa Kandungan Bahan Organik Tanah
Perlakuan Kadar C-Organik (%)
Dari Tabel 7 didapat hasil pengukuran kandungan bahan organik dari tiga perlakuan, dimana perlakuan K1 (pemberian air 100% kapasitas lapang) memiliki kandungan bahan organik terbesar yaitu 5,72% dengan kriteria tinggi, tidak jauh berbeda dengan K2 (pemberian air 80% kapasitas lapang) dan K3 (pemberian air 60% kapasitas lapang) serta rata-rata bahan organik tanah yakni 5,69%, karena komposisi perbandingan tanah dan kompos yang digunakan untuk setiap perlakuan yaitu sama yakni 7 kg tanah dan 3 kg kompos.
51
akan dimanfaatkan oleh pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Sharma et al (2016) yang menyatakan bahwa bahan organik tanah memberi pengaruh yang dominan dalam fungsi tanah pertanian, terutama pada pertanian organik. Bahan organik tanah dianggap sebagai indikator yang baik dari sistem tanah yang sehat, karena berperan penting dalam berbagai sifat tanah dan proses seperti pemeliharaan struktur tanah, kapasitas retensi air, siklus hara dan stimulasi kegiatan biologis tanah. Penambahan residu bahan organik untuk tanah meningkatkan unsur hara tanah, memodifikasi sifat-sifat kimia, fisika dan biologi tanah, meningkatkan total N pada tanah, dan penyimpanan C pada tanah. Peran bahan organik tanah dapat menjadi lebih baik dengan pemberian bahan organik secara teratur dan praktek pertanian organik dengan meminimalkan bahan kimia. Peningkatan bahan organik tanah dapat dilakukan dengan aktivitas dan keragaman makro dan mikroorganisme yang penting untuk pengurangan kerentanan tanaman terhadap hama, serta untuk nutrisi tanaman.
Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density), Kerapatan Partikel Tanah
(Particle Density), dan Porositas
Hasil pengukuran kerapatan massa tanah, kerapatan partikel tanah, dan porositas dapat dilihat dari Tabel 8.
Tabel 8. Kerapatan Massa Tanah, Kerapatan Partikel Tanah, dan Porositas Perlakuan Kerapatan Massa Tanah
(g/cm3)
tanah ultisol ini berkisar 0,790,85 g/cm3. Berdasarkan kandungan bahan organik (Tabel 7) tanah ultisol ini termasuk ke dalam tanah mineral yaitu tanah dengan bahan organiknya kurang dari 20%. Hal ini sesuai dengan literatur
Hossain et al (2015) yang menyatakan bahwa variasi dalam bulk density disebabkan oleh proporsi relatif dan berat jenis partikel organik dan anorganik padat dan porositas tanah. Sebagian besar tanah mineral memiliki kepadatan massa antara 1,0 dan 2,0 g/cm3.
Dari hasil pada Tabel 8 didapat nilai bulk density untuk K1<K2<K3. Hal ini disebabkan karena kadar air pada K1>K2>K3, sehingga mempengaruhi terhadap massa tanah. Dimana semakin tinggi kadar air, maka semakin kecil perbandingan massa padatan tanah dengan volume total (air dan udara) setelah kering oven, karena air yang berada pada tanah telah mengalami penguapan. Hal ini sesuai dengan literatur Hossain et al (2015) yang menyatakan bahwa bulk density tanah merupakan ukuran dari berat (massa) tanah per satuan volume daerah tanah, biasanya diukur secara kering oven pada suhu 105-110oC dan dinyatakan dalam g/cm3.
53
penggerusan tanah sebelum pemantapan tanah serta kandungan bahan organik yang tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Kurnia et al (2006) yang menyatakan bahwa bulk density mungkin lebih kecil dari 1 g/cm3 pada tanah dengan kandungan bahan organik tinggi. Bulk density sangat sensitif terhadap pengolahan tanah.
Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 memiliki kerapatan partikel tanah yang rendah serta tidak jauh berbeda dibandingkan perlakuan K2 dan K3 yaitu 1,74 g/cm3. Nilai particle density pada K1<K2<K3, hal ini berbanding lurus dengan kerapatan massa tanah ultisol dimana tanah telah mengalami penambahan dengan menggunakan perbandingan kompos yang sama untuk setiap perlakuannya, terdapat pula perbedaan pada pemberian jumlah air yang mempengaruhi volume tanah, yakni pada perlakuan K1 pemberian airnya lebih banyak dibandingkan K2 dan K3.
Dari hasil pada Tabel 8 didapat nilai particle density untuk K1<K2<K3. Hal ini disebabkan karena kadar air pada K1>K2>K3, sehingga mempengaruhi terhadap massa tanah sama seperti pada bulk density. Dimana semakin tinggi kadar air, maka semakin kecil perbandingan massa padatan tanah dengan volume total (air dan udara) setelah kering oven, karena air yang berada pada tanah telah mengalami penguapan. Hal ini sesuai dengan literatur Hillel (1981) yang menyatakan bahwa kerapatan partikel tanah menunjukkan perbandingan antara massa tanah kering terhadap volume tanah kering.
partikel tanah (particle density) pada tanah ultisol ialah berkisar antara 1,74-1,79 g/cm3. Hal ini karena adanya penambahan bahan organik pada tanah, serta adanya pengolahan tanah yang dilakukan seperti penggerusan pada tanah yang menyebabkan penurunan nilai kerapatan partikel tanah. Bandi (2014) telah melakukan kajian mengenai pengaruh lama penggenangan terhadap kualitas air dan sifat fisik tanah andosol serta pertumbuhan tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) dimana nilai kerapatan partikel tanah yakni 1,58 g/cm3, karena adanya pengayakan dan penggerusan tanah sebelum pemantapan tanah serta
kandungan bahan organik yang tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
particle density yaitu kadar air, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, dan topografi. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah. Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai particle densitynya. Selain itu, dalam volume yang sama, bahan organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat tanah mineral yang lain. Sehingga jumlah bahan organik dalam tanah mempengaruhi kerapatan butir. Dengan adanya bahan organik, menyebabkan nilai particle densitynya semakin kecil.
Porositas Tanah
55
kerapatan partikel yang lebih rendah dibandingkan K2 dan K3. Pada perlakuan K1 yakni pemberian air 100% kapasitas lapang, air yang terisi pada volume pori tanah lebih banyak daripada perlakuan K2 dan K3, sehingga nilai porositas K1 lebih besar daripada perlakuan K2 dan K3.
Nilai bulk density yang semakin besar menunjukkan nilai porositas yang semakin kecil, begitu pula sebaliknya apabila nilai bulk density semakin kecil maka nilai porositasnya semakin besar. Nilai bulk density K1<K2<K3 mempengaruhi nilai porositasnya dimana K1>K2>K3. Pada perlakuan K1 jumlah air yang diberikan lebih besar dari perlakuan K2, dan perlakuan K2 lebih besar dari pada K3, dimana semakin banyak air yang terkandung dalam tanah maka volume ruang pori tanah akan semakin terisi oleh air. Hal ini menyebabkan nilai bulk density semakin rendah apabila jumlah air yang terkandung dalam tanah semakin besar.
Suhu Tanah
Hasil pengukuran suhu tanah dapat dilihat dari Tabel 9. Tabel 9. Hasil Pengukuran Suhu Tanah
Perlakuan Suhu Tanah Suhu Udara
K1 30,5oC
K2 30oC
K3 31oC
Rata-rata 30,5oC 30oC
rata-rata 30,5oC tanaman pakcoy masih dapat tumbuh dengan baik. Hal ini sesuai dengan literatur Haryanto dan Suhartini (2002) yang menyatakan bahwa pakcoy umumnya banyak ditanam di dataran rendah. Tanaman ini selain tahan terhadap suhu tinggi juga mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami pada kondisi iklim tropis Indonesia. Tanaman pakcoy dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi.
Permeabilitas Tanah
Hasil pengukuran permeabilitas tanah dapat dilihat dari Tabel 10. Tabel 10. Permeabilitas Tanah
Perlakuan Permeabilitas (cm/jam) Kriteria
K1 7,76 Agak Cepat
K2 7,07 Agak Cepat
K3 6,15 Sedang
57
memperbaiki struktur tanah dapat dilakukan melalui pemberian bahan organik, pemberian bahan pemantap tanah, perbaikan porositas dan aerasi permukaan dan bawah permukaan tanah, serta penanaman vegetasi penutup lahan, memperbaiki drainase tanah mencakup perbaikan drainase permukaan tanah dan bawah permukaan tanah.
Kadar Air Basis Kering Tanah
Hasil pengukuran kadar air basis kering tanah dapat dilihat dari Tabel 11. Tabel 11. Hasil Pengukuran Kadar Air Basis Kering Tanah
Perlakuan BTKU (g)
BTKO (g)
Kadar Air Basis Kering Tanah (%)
K1 108,87 73,37 48,52
K2 112,75 76,25 47,73
K3 115,87 79,62 46,00
Dari Tabel 11 diketahui bahwa pada K1 nilai kadar air basis kering tanah merupakan nilai tertinggi yaitu 48,52% dan terendah pada K3 yaitu 46,00%, hal ini sesuai dengan perlakuan yang diberikan dimana persentase volume air yang diberikan pada K1 yakni dengan pemberian air 100% kapasitas lapang, K2 dengan pemberian air 80% kapasitas lapang, dan K3 dengan pemberian air 60% kapasitas lapang. Hal ini sesuai dengan literatur Abdurachman et al (2006) yang menyatakan bahwa dalam menentukan kadar air tanah dengan menimbang contoh tanah sebelum dan sesudah dikeringkan pada suhu 105-110oC dalam oven. Hasilnya dinyatakan dalam presentase air dalam tanah, yang dapat dilihat dalam persentase terhadap berat kering, berat basah atau terhadap volume.
Evapotranspirasi
Gambar 2. Evaporasi dan Evapotranspirasi
Tabel 12. Hasil Pengukuran Suhu Harian Ruangan, Evaporasi, dan Evapotranspirasi Fase
Tabel 12 menunjukkan nilai evapotranspirasi pada kondisi kapasitas lapang memiliki nilai yang hampir sama pada fase tengah pertumbuhan tanaman hingga fase akhir pertumbuhan tanaman, adapun yang membedakan ialah suhu rata-rata pada tiap fase pertumbuhan tanaman. Dari nilai evapotranspirasi pada fase tengah hingga akhir, kebutuhan air tanaman tidak jauh berbeda, karena produktivitas tanaman untuk pertumbuhan vegetatif maksimal 45 hari pada fase akhir pertumbuhan tanaman. Dimana untuk produksi tanaman pakcoy apabila melewati masa tanam pada fase akhir, maka akan mempengaruhi kondisi vegetatif yang tidak sesuai untuk dikonsumsi.
Berat Basah dan Berat Kering Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.)
Hasil pengukuran berat basah tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) dapat dilihat dari Lampiran 8, dan rata-rata berat basah tanaman pakcoy (Brassica rapa L.)
59
dapat dilihat dari Tabel 13.
Tabel 13. Rata-rata Berat Basah Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.) Perlakuan Rata-rata Berat Basah Tanaman (g)
Batang dan Daun Akar
K1 57,50 1,64
K2 58,75 1,66
K3 70,00 1,99
Hasil pengukuran berat basah tanaman dan uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15.
Pada analisis sidik ragam (Lampiran 10) dapat dilihat bahwa jumlah pemberian air berbeda pada tanah ultisol menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap berat basah tanaman.
Tabel 14. Uji ANOVA Pengaruh Perlakuan Pemberian Air Terhadap Berat Basah Batang dan Daun Tanaman (g)
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01
K1 57,50 a A
K2 58,75 a A
K3 70,00 a A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji ANOVA pada taraf 5% dan 1% tidak berbeda sangat nyata.
Tabel 15. Uji ANOVA Pengaruh Perlakuan Pemberian Air Terhadap Berat Basah Akar Tanaman (g)
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01
K1 1,64 a A
K2 1,66 a A
K3 1,99 a A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji ANOVA pada taraf 5% dan 1% tidak berbeda sangat nyata.
setiap perlakuannya. Hal ini berarti perlakuan yang diberikan terhadap tanaman tidak signifikan pengaruhnya terhadap berat basah tanaman. Pada perlakuan K3 (pemberian air 60% kapasitas lapang) tanaman memiliki berat tanaman paling besar. Untuk perlakuan K2 dan K3 pertumbuhan tanaman cukup baik
daripada tanaman dengan perlakuan K1. Hal ini sesuai dengan penelitian Moctava et al (2013) mengenai respon tiga varietas sawi (Brassica rapa L.)
terhadap cekaman air yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa cekaman air berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan 70% kapasitas lapang menghasilkan jumlah daun lebih banyak dan bobot segar konsumsi yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, penggunaan kompos sebagai bahan pembenah tanah ultisol dengan pemberian air 60% kapasitas lapang memberikan hasil terbaik untuk tanaman pakcoy dan efisiensi pemberian air pada tanaman dapat diberikan dengan mencapai 60% kapasitas lapang untuk digunakan sebagai kebutuhan air tanaman. Sehingga dapat menghemat penggunaan air pada pemberian air untuk tanaman.
Berat kering tanaman dihitung untuk mengetahui produktivitas tanaman.
Hasil pengukuran berat kering tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) dapat dilihat dari Lampiran 9, dan rata-rata berat kering tanaman pakcoy (Brassica rapa L.) dapat dilihat dari Tabel 16.
Tabel 16. Rata-rata Berat Kering Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L.) Perlakuan Rata-rata Berat Kering Tanaman (g)
Batang dan Daun Akar
K1 4,04 0,21
K2 3,61 0,18
61
Hasil pengukuran berat kering tanaman dan uji ANOVA dapat dilihat pada Tabel 17 dan Tabel 18.
Pada analisis sidik ragam (Lampiran 11) dapat dilihat bahwa jumlah pemberian air berbeda pada tanah ultisol menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap berat kering tanaman.
Tabel 17. Uji ANOVA Pengaruh Perlakuan Pemberian Air Terhadap Berat Kering Batang dan Daun Tanaman (g)
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01
K1 4,04 a A
K2 3,61 a A
K3 5,09 a A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji ANOVA pada taraf 5% dan 1% tidak berbeda sangat nyata.
Tabel 18. Uji ANOVA Pengaruh Perlakuan Pemberian Air Terhadap Berat Kering Akar Tanaman (g)
Perlakuan Rataan Notasi
0,05 0,01
K1 0,21 a A
K2 0,18 a A
K3 0,22 a A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji ANOVA pada taraf 5% dan 1% tidak berbeda sangat nyata.
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi suhu udara, misalnya proses perkecambahan, pertunasan, pertumbuhan, dan lain-lain.
63
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jenis tanah yang digunakan adalah podsolik merah-kuning (Ultisol) dengan tekstur tanah lempung berpasir.
2. Kandungan bahan organik rata-rata yaitu 5,69 % dengan kriteria tinggi.
3. Porositas tanah tertinggi terdapat pada K1 yaitu 54,50 % dan terendah pada K2 yaitu 52,23 % dengan semua perlakuan memiliki kriteria baik. Sedangkan permeabilitas tanah tertinggi terdapat pada K1 yaitu 7,76 cm/jam dengan kriteria agak cepat dan terendah pada K3 yaitu 6,15 cm/jam dengan kriteria sedang.
4. Kadar air basis kering tanah tertinggi terdapat pada K1 yaitu 48,53 % dan terendah pada K3 yaitu 45,50 %.
5. Penggunaan kompos sebagai bahan pembenah tanah ultisol dengan pemberian air 60 % kapasitas lapang memberikan hasil terbaik untuk tanaman pakcoy dan efisiensi pemberian air pada tanaman dapat diberikan dengan mencapai 60 % kapasitas lapang untuk digunakan sebagai kebutuhan air tanaman, sehingga dapat menghemat penggunaan air pada pemberian air tanaman.
Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan peningkatan perbandingan kompos pada perlakuan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tanah dan tanaman.
2. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengukuran nilai evapotranspirasi pada perlakuan 80 % dan 60 % kapasitas lapang.
3. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan di rumah kasa untuk mengurangi suhu dan kelembaban udara yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. 4. Perlu dilakukan penyemprotan pestisida terhadap tanaman untuk pengendalian