• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Terhadap Penghibahan Seluruh Harta Warisan Oleh Pewaris Sehingga Melanggar Legitime Portie Ahli Waris Ditinjau Dari KUHPerdata (Studi Putusan Nomor 188 Pdt.G 2013 PN.Smg)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akibat Hukum Terhadap Penghibahan Seluruh Harta Warisan Oleh Pewaris Sehingga Melanggar Legitime Portie Ahli Waris Ditinjau Dari KUHPerdata (Studi Putusan Nomor 188 Pdt.G 2013 PN.Smg)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Pada hakikatnya, manusia dalam kehidupannya pasti mengalami apa yang

disebut dengan kematian. Setelah seseorang meninggal, hubungan-hubungan

hukum antara orang yang meninggal dengan dunia luar di sekitarnya tidak lenyap

begitu saja, karena seseorang tadi masih mempunyai sanak saudara yang

ditinggalkan, entah itu ayah atau ibunya, kakek dan neneknya, atau

anak-anaknya.1 Selain itu, pasca kematian seseorang kerap timbul permasalahan atau

perselisihan terkait segala sesuatu yang ditinggalkannya. Oleh karena itu, pada

umumnya, masyarakat selalu menghendaki adanya suatu peraturan yang

menyangkut tentang warisan dan harta peninggalan dari orang yang meninggal

dunia.2

Di Indonesia, hukum waris yang dipergunakan untuk setiap warga negara

Indonesia ada bermacam-macam, yaitu :

1. Pada dasarnya hukum adat berlaku untuk orang Indonesia asli, di mana telah dijelaskan berbeda dari bermacam-macam daerah serta masih ada kaitannya dengan ketiga macam sifat kekeluargaan, yaitu sifat kebapakan, sifat keibuan, dan sifat kebapakibuan.

2. Peraturan warisan dari hukum agama Islam mempunyai pengaruh yang mutlak bagi orang Indonesia asli di berbagai daerah.

3. Hukum warisan dari agama Islam pada umumnya diperlukan bagi orang-orang Arab.

4. Hukum warisan Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) yakni buku II title 12 sampai

1

Oemarsalim, Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hal. 1-2.

2

(2)

dengan 18 Pasal 830 sampai dengan Pasal 1130 diperlukan bagi orang-orang Tionghoa. 3

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peraturan hukum warisan di

Indonesia terdiri dari tiga macam, antara lain hukum adat, hukum Islam, dan

hukum perdata atau Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata. Pewarisan yang akan

dibahas dalam tesis ini adalah terkait pewarisan berdasarkan hukum waris

Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata.

Hukum waris Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata termasuk dalam

lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam

bidang hukum perdata memiliki kesamaan sifat dasar, antara lain bersifat

mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun hal ini berbeda untuk hukum waris

Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata, karena meskipun terletak dalam bidang

hukum perdata, namun di dalamnya terdapat unsur paksaan, misalnya ketentuan

legitime portie bagi ahli waris tertentu. Unsur paksaan dalam hukum waris

Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata berbeda dengan unsur paksaan dalam

hukum pidana, yakni pelanggaran terhadap unsur paksaan tidak berakibat pidana,

melainkan hanya berupa konsekuensi yang sudah diatur secara tersendiri di dalam

hukum waris Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata.4

Pada masa penjajahan Belanda, warga negara Indonesia dibagi atas

beberapa golongan penduduk dan masing-masing golongan penduduk mempunyai

aturan hukumnya sendiri. Berdasarkan ketentuan Pasal 131 Indische

Staatsregeling jo. Staatblad 1917 Nomor 129 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557,

3

Ibid., hal. 9.

4

(3)

jo. Staatsblad 1917 Nomor 12 Tentang Penundukan diri Terhadap Hukum Eropa,

hukum waris yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata tidak

berlaku untuk semua golongan penduduk, melainkan hanya berlaku untuk :

1. golongan orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan golongan orang-orang tersebut;

2. golongan orang-orang Timur Asing Tionghoa; dan

3. golongan orang-orang Timur Asing lainnya dan orang-orang Pribumi yang menundukkan diri. 5

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa unifikasi yang menyeluruh dalam

hukum waris belum dapat dicapai. Hal ini karena belum ada pengaturan secara

spesifik dalam Undang-undang nasional mengenai masalah harta peninggalan

(warisan).

Dalam hukum waris Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata, dikenal dua

cara untuk memperoleh warisan, yaitu :

1. Ketentuan Undang-undang atau ab intestato, yaitu ahli waris yang telah diatur dalam Undang-undang untuk mendapatkan bagian dari warisan, karena hubungan kekeluargaan atau hubungan darah dengan si meninggal. 2. Testamen atau wasiat atau testamentair, yaitu ahli waris yang

mendapatkan bagian dari warisan, karena ditunjuk atau ditetapkan dalam suatu surat wasiat yang ditinggalkan oleh si meninggal. 6

Ahli waris menurut Undang-undang (ab intestato) ada karena kedudukannya

sendiri menurut Undang-undang, sedangkan ahli waris menurut surat wasiat

(testamentair) ada karena kehendak terakhir dari si pewaris, yang dicatatkan

dalam surat wasiat. Ahli waris secara testamentair dibagi menjadi dua cara yaitu

Erfstelling yaitu penunjukkan satu atau beberapa ahli waris untuk mendapatkan

sebagian atau seluruh harta peninggalan, orang yang ditunjuk dinamakan

5

Ibid., hal. 3.

6

(4)

testamentair erfgenaam7 serta Legaat (hibah wasiat) yaitu pemberian hak kepada

seseorang atas dasar testamen atau wasiat yang baru dapat dilaksanakan setelah

pemberi legaat meninggal dunia, orang yang menerima legaat disebut legataris.8

Selain kedua jenis pewarisan di atas, seseorang juga dapat memberikan

hartanya semasa hidupnya yang dikenal dengan sebutan hibah. Barang-barang

atau uang yang diberikan tersebut, jumlah dan harganya tergantung dari harta

kekayaan mereka. Pada keluarga kaya raya, besarnya nilai harga barang-barang

yang diberikan sama sekali tidak diperhatikan, walaupun barang-barang tersebut

mahal harganya. Akan tetapi, pada keluarga di mana tidak terlalu kaya,

pemberian-pemberian tersebut tentunya lebih kecil harga dan jumlahnya,

sedangkan pada keluarga yang hampir miskin keadaannya, pemberian-pemberian

ini adalah termasuk dikecualikan.9

Hibah dalam bahasa Belanda disebut schenking dan menurut KUHPerdata

Pasal 1666, definisi “hibah adalah sesuatu persetujuan dengan mana si penghibah

di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali,

menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima

penyerahan itu”.10

Tindakan penghibahan digolongkan perjanjian sepihak atau

perjanjian cuma-cuma, karena hanya satu pihak yang memberikan prestasi,

sedangkan pihak yang lain tidak mengembalikannya dengan kontra prestasi.11

Pasal 1666 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

11

(5)

Agar suatu perbuatan hukum penghibahan dianggap sah, maka akta hibah harus

dibuat di muka Notaris.12

Adanya praktik hibah dan hibah wasiat menunjukkan bahwa seseorang

memiliki kebebasan mengatur pembagian harta peninggalannya. Kebebasan ini

merupakan pantulan kembali dari falsafah hidup, khususnya falsafah hukum, yang

menjadi landasan utama KUHPerdata, yaitu falsafah liberalisme. Falsafah ini

berpendirian bahwa setiap orang mampu menentukan sendiri apa yang cocok dan

baik untuk dirinya. Oleh karena itu, orang harus diberikan kebebasan penuh untuk

mengatur dan menetapkan sendiri perihal apa yang harus terjadi mengenai harta

peninggalannya. Campur tangan pihak luar termasuk campur tangan negara, tidak

perlu bahkan membawa pengaruh jelek terhadap perkembangan diri manusia.

Tujuan falsafah ini adalah untuk menciptakan keamanan, ketertiban, dan keadilan

sehingga mendorong perkembangan peradaban manusia.13

Namun dalam perkembangannya, kebebasan dalam falsafah liberalisme

bukan tanpa batas. Hal ini karena negara menyadari kemampuan manusia itu

terbatas sehingga kebebasannya juga harus dibatasi. Ada beberapa prinsip pokok

yang harus diindahkan oleh para anggota masyarakat dalam mengatur dan

menyelenggarakan kepentingannya adalah yang bersangkutan dengan ketertiban

umum dan kesusilaan (openbare orde en geode zeden). Prinsip-prinsip pokok ini

12

Pasal 1682 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

13

(6)

tidak boleh diatur sendiri oleh yang berkepentingan melainkan harus langsung

diatur oleh negara dengan perundang-undangan. 14

Sama halnya dengan ketentuan hukum waris dalam KUHPerdata,

meskipun dalam hukum waris berlaku asas kebebasan berwasiat (testeervrijheid),

namun kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan tanpa batas. Sifat dan

tujuan dari pembatasan yang berlaku dalam hukum waris adalah berbagai ragam

namun dapat digolongkan dalam tiga jenis yaitu :

1. Pembatasan yang bertujuan untuk melindungi pewaris (pembuat wasiat) terhadap diri sendiri yang berada dalam posisi lemah.

Misalnya seorang dokter yang telah merawat seseorang karena menderita sakit yang membawa kematiannya, tidak boleh menerima keuntungan dari wasiat orang yang dirawatnya itu jika wasiat itu diperbuat sewaktu orang yang dirawatnya dalam keadaan sakit yang membawa kematiannya itu (Pasal 906 KUHPerdata). Hal ini karena orang sakit cenderung dalam keadaan lemah jasmani dan rohaninya serta terpengaruh oleh dokter yang merawatnya sehingga ia membuat kentuan-ketentuan dalam wasiatnya yang menguntungkan dokter itu, ketentuan mana mungkin sekali tidak akan diperbuatnya jika ia dalam keadaan sehat.

2. Pembatasan yang bertujuan untuk menegakkan satu prinsip atau tujuan etis.

Menurut Pasal 908 KUHPerdata, jika orang tua mempunyai anak luar kawin yang diakui sah di samping anak sah, maka anak luar kawin itu tidak boleh menikmati wasiat orang tuanya itu lebih dari yang dapat diterimanya secara ab intestato. Pertimbangan pembuatan Pasal 908 KUHPerdata adalah tidak etis memberi keuntungan dengan wasiat kepada anak luar kawin lebih dari maksimum tertentu, apalagi jika bahagiannya itu lebih besar dari bagian anak sah.

3. Pembatasan yang bertujuan agar ahli waris tertentu tidak ditiadakan hak warisnya sampai jumlah minimum tertentu.

Dasar pertimbangannya adalah ahli waris mutlak berhak atas bagian tertentu dari harta peninggalan pewaris. Undang-undang menjamin bahwa ahli waris tersebut berhak menuntut bagian tertentu dari harta peninggalan itu meskipun pewaris tidak ingin memberi suatu apapun dari hartanya kepada ahli waris tersebut. Bagian yang dapat dituntut ini yang dinamakan bagian mutlak atau legitime portie. 15

14

Ibid., hal. 62.

15

(7)

Pembatasan-pembatasan di atas harus diindahkan oleh setiap orang yang

membagikan hartanya. Jika peraturan yang bertalian dengan pembatasan tersebut

tidak dihiraukan, maka akibat hukumnya berbagai jenis pula, tergantung dari sifat

peraturan yang berlaku.

Awalnya, seseorang melakukan hibah dan wasiat sesuai keinginannya

dengan harapan agar hartanya dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan dan

perselisihan ahli waris dapat terhindarkan.16 Namun, kebebasan pemberian harta

ini sering melanggar batasan yang ditentukan oleh hukum sehingga efeknya bukan

mendamaikan melainkan menjadi menimbulkan banyak perselisihan atau konflik

di masyarakat. Batasan yang sering dilanggar seseorang dalam memberikan atau

membagikan hartanya adalah batasan mengenai ketentuan bagian mutlak atau

legitime portie. Definisi bagian mutlak atau legitime portie berdasarkan Pasal 913

KUHPerdata adalah “suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan

kepada ahli waris menurut garis lurus menurut Undang-undang, terhadap baagian

mana si meninggal tidak boleh menetapkan sesuatu baik selaku pemberian antara

yang masih hidup maupun selaku wasiat”. Eksistensi ketentuan tersebut berarti

bila dalam praktik seseorang menghibahkan atau mewasiatkan sejumlah tertentu

dari hartanya dan melanggar ketentuan legitime portie, maka para ahli waris

tertentu dapat menuntut porsi mutlaknya yang terlanggar.

Undang-undang tidak memperlakukan semua ahli waris ab intestato secara

sama. Hanya sebagian dari padanya yang oleh Undang-undang diberikan hak dan

jaminan untuk memperoleh bagian tertentu dari warisan pewaris. Perlindungan

16

(8)

yang diberikan oleh Undang-undang kepada ahli waris tertentu boleh saja tidak

dipergunakan oleh yang bersangkutan. Artinya tidak ada kewajiban ahli waris

tersebut untuk mempergunakan haknya itu. Hal ini sesuai dengan asas yang dianut

KUHPerdata yaitu “hak adalah hak” yaitu terserah pada yang mempunyai hak itu

apakah ingin mempergunakan haknya atau tidak. Ahli waris tertentu yang

diberikan perlindungan oleh Undang-undang disebut ahli waris legitimaris atau

ahli waris mutlak yaitu ahli waris dalam garis lurus ke bawah dan ke atas serta

anak luar kawin yang diakui sah terhadap warisan orang tua yang diakui.17

Upaya hukum yang dapat dilakukan ahli waris legitimaris atau mutlak

dalam menuntut bagian mutlak atau legitime portie-nya adalah dengan

mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. Dasar hukum ahli waris tertentu

dalam menggugat adalah Pasal 834 KUHPerdata yang berbunyi :

“Tiap-tiap ahli waris berhak mengajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya, terhadap segala mereka yang baik atas dasar hak yang sama, baik tanpa dasar sesuatu hak pun menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, seperti pun terhadap mereka, yang secara licik telah menghentikan penguasaannya. Ia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan, jika ia adalah pewaris satu-satunya atau hanya untuk sebagian, jika ada beberapa ahli waris lainnya. Gugatan demikian adalah untuk menuntut supaya diserahkan kepadanya, segala apa yang dengan dasar hak apapun juga terkandung dalam warisan beserta segala hasil, pendapatan dan ganti rugi, menurut peraturan termaktub dalam bab ketiga buku ini terhadap gugatan akan pengembalian barang-barang milik.” 18

Gugatan terkait dengan hibah atau wasiat harta warisan yang melanggar

legitime portie ahli waris bukanlah hal baru, melainkan sudah sering dijumpai di

masyarakat. Dari banyaknya gugatan penghibahan yang melanggar legitime portie

ahli waris, salah satu contoh yang akan dikemukakan dalam tesis ini adalah

17

M.U. Sembiring, Op.cit., hal. 66.

18

(9)

putusan Nomor 188/Pdt.G/2013/PN. Smg. Harta peninggalan yang menjadi objek

sengketa dalam putusan adalah harta Ko Bing Nio (selanjutnya disebut

Almarhum) berupa tanah dan rumah dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor

318/Peterongan atas nama Almarhum, setempat kenal dengan Jalan Mataram/MT

Haryono Nomor 896, Kelurahan Peterongan, Kecamatan Semarang Timur, Kota

Semarang, seluas lebih kurang 999 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan)

meter persegi.

Almarhum semasa hidupnya telah kawin dengan Go A Sing dan dikaruniai

empat orang anak yaitu Lany Wibowo (Penggugat II), Hendra Gunawan

(Penggugat III), Go Kiem Lan (Penggugat IV), dan Sutadi Goyono (Tergugat I).

Sebelum kawin, Almarhum telah mempunyai seorang anak yaitu Ko Pien Tjoe

(Penggugat I). Diketahui bahwa Go A Sing sebagai suami Almarhum berstatus

Warga Negara Asing dan sudah lama meninggal dunia, sedangkan Almarhum

sendiri meninggal pada tanggal 13 Februari 2011. Adapun Hendri Guyono

(Tergugat II) juga merupakan anak kandung dari Almarhum, tetapi ia diasuh dan

dirawat oleh orang lain yang masih ada hubungan keluarga dengan Almarhum.

Semasa hidupnya, Almarhum pernah mengangkat satu orang anak yaitu Sugunto

Komarudin (Turut Tergugat I).

Sewaktu hidup, Almarhum ada membuat dua akta yang mengatur tentang

pemberian dan pembagian hartanya. Pada tanggal 6 Maret 1999, Almarhum

membuat Akta Nomor 10 tanggal 6 Maret 1999 yang berisi pernyataan

persetujuan dan pelepasan hak atas Hak Guna Bangunan Nomor 318/Peterongan

(10)

Tergugat I. Selanjutnya, pada tanggal 29 Maret 2003, Almarhum membuat Akta

Nomor 1 tanggal 29 Desember 2003 mengenai testamen (hibah wasiat) yang

isinya harta waris Almarhum diserahkan seluruhnya kepada Sutadi Guyono

(Tergugat I) dan Hendri Guyono (Tergugat II) serta menunjuk Hendra Gunawan

(Penggugat III) sebagai pelaksana testamen.

Dikarenakan kedua akta tersebut di atas, Para Penggugat selaku anak

kandung dari Almarhum tidak mendapat warisan sehingga sekitar bulan Mei

2012 timbul perselisihan antara Para Penggugat (khususnya Penggugat III)

dengan Tergugat I, karena Tergugat I akan menjual objek sengketa kepada pihak

lain, sedangkan Para Penggugat menghendaki kalau objek sengketa dijual maka

salah satu ahli waris dapat membelinya. Oleh karena perselisihan tersebut, Para

Penggugat menganggap bahwa Tergugat I bersikap seenaknya seolah-olah harta

warisan Almarhum sepenuhnya menjadi haknya seorang diri, padahal Para

Penggugat merasa dirinya harusnya juga mendapat bagian dari harta Almarhum.

Antara kedua belah pihak telah diusahakan perdamaian namun tidak berhasil

sehingga Para Penggugat akhirnya mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.

Dalam gugatannya, Para Penggugat tidak menyetujui tindakan Almarhum dan

bermaksud menuntut pembatalan kedua akta tersebut di atas sehingga mereka

mendapat bagian dari harta peninggalan Almarhum.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulisan tesis ini

mengambil judul tentang “Akibat Hukum Penghibahan Seluruh Harta Warisan

Oleh Pewaris yang Melanggar Legitime Portie Ahli Waris (Studi Putusan Nomor

(11)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan

beberapa permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hibah dan hibah wasiat dalam pewarisan menurut

KUHPerdata?

2. Apakah akibat hukum pelaksanaan penghibahan seluruh harta warisan oleh

pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris?

3. Bagaimana pertimbangan dan putusan hakim Nomor

188/Pdt.G/2013/PN.Smg terkait penghibahan seluruh harta warisan oleh

pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli waris?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan hibah dan hibah wasiat dalam pewarisan

menurut KUHPerdata.

2. Untuk mengetahui akibat hukum pelaksanaan penghibahan harta warisan

oleh pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie ahli

waris.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis sudah tepatkah pertimbangan dan

putusan hakim Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg terkait penghibahan

seluruh harta warisan oleh pewaris yang melanggar bagian mutlak atau

(12)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan manfaat

praktis sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbang pemikiran bagi

penyempurnaan peraturan di bidang hukum perdata pada umumnya, dan

hukum waris pada khususnya, terutama masalah penghibahan seluruh

harta warisan oleh pewaris yang melanggar bagian mutlak atau legitime

portie ahli waris. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan bahan

informasi bagi akademis yang memuat data empiris sebagai dasar

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi

masyarakat khususnya memberikan informasi mengenai hibah harta

warisan oleh pewaris agar para pewaris yang ingin menghibahkan hartanya

dapat mengetahui batasan yang harus dipatuhi agar penghibahan yang

dilakukan tidak batal demi hukum atau dibatalkan karena munculnya

gugatan ahli waris yang menuntut bagian mutlak atau legitime portie-nya.

Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan bahan masukan bagi para

penegak hukum dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan

penghibahan seluruh harta warisan oleh pewaris yang melanggar bagian

(13)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran dan pemeriksaan yang dilakukan di

kepustakaan penulisan karya ilmiah Program Studi Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara (USU), dan sejauh yang diketahui, penelitian tentang

”Akibat Hukum Terhadap Penghibahan Seluruh Harta Warisan Oleh Pewaris

Sehingga Melanggar Legitime Portie Ahli Waris Ditinjau dari KUHPerdata (Studi

Putusan Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg)” belum pernah dilakukan. Oleh karena

itu, penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya.

Terdapat beberapa judul yang telah ada di Perpustakaan Magister Hukum

Keotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) yang berkaitan/hampir bersamaan

antara lain :

1. Penelitian dengan judul “Hibah kepada Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli

Waris Lain (Studi Putusan P.A. Stabat Nomor 207/PDT.G/2013/PA.

Stabat)”, oleh Devi Kumala, NIM 137011082.

Rumusan masalah :

a. Bagaimana akibat hukum hibah yang dibuat secara otentik tanpa

persetujuan ahli waris lain?

b. Bagaimana tanggung jawab Notaris apabila membuat akta hibah yang

dilakukan tanpa persetujuan ahli waris?

c. Bagaimana alasan hakim dalam pertimbangan hukum Putusan

(14)

2. Penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Pemungutan Bea Perolehan Hak

Atas Tanah dan Bangunan Atas Peralihan Hak Hibah Wasiat (Studi di

Kota Medan)”, oleh Lira Apriana Sari Nst, NIM 127011016.

Rumusan masalah :

a. Bagaimana kedudukan penerima hibah wasiat dan ahli waris dalam

akta penyerahan hibah serta dalam pemungutan bea perolehan hak

atas tanah dan bangunan?

b. Bagaimana peran PPAT dalam pembuatan akta penyerahan hibah

wasiat serta dalam pemungutan bea perolehan hak atas tanah dan

bangunan?

3. Penelitian dengan judul “Kedudukan Anak di Bawah Umur Atas Harta

Warisan Orang Tuanya Pada Masyarakat Karo (Suatu Penelitian di

Kecamatan Tigapanah)”, oleh Kurnia, NIM 017011035.

Rumusan masalah :

a. Bagaimana prinsip hukum tentang kedudukan dan perlindungan

hukum terhadap anak di bawah umur pada masyarakat Karo?

b. Bagaimana pelaksanaan perwalian/pengurusan terhadap anak yang

masih di bawah umur pada masyarakat Karo?

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak anak di bawah umur

atas warisan orang tuanya yang menjadi bagiannya pada masyarakat

(15)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan

perbandingan dan pegangan teoretis.19 Dalam melakukan suatu penelitian

hukum, teori hukum diperlukan karena memegang peranan penting yaitu

berfungsi memberikan arahan atau petunjuk serta menjelaskan gejala yang

diamati.20 Adapun tujuan adanya teori hukum adalah untuk menganalisis

dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis, yang relevan

untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum.21

Teori hukum yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah teori

kepastian hukum. Teori kepastian hukum mengandung dua pengertian

yaitu :

a. adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan;

b. keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. 22

Berpedoman pada pengertian di atas, kepastian hukum bukan hanya dilihat

dari kesesuaian atau kepatuhan pada pasal-pasal dalam Undang-undang,

melainkan juga termasuk konsistensi putusan hakim antara putusan hakim

19

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80.

20

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 35.

21

Salim H.S., Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal. 54.

22

(16)

yang satu dengan hakim yang lainnya untuk kasus yang serupa yang

diputuskan (yurisprudensi).

Menurut Soerjono Soekanto, “kepastian hukum menitikberatkan pada

adanya peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang

ditentukan, bukan pada apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai

kegunaan bagi masyarakat”.23

Aliran kepastian hukum berasal dari ajaran

yuridis dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis, yang

berpendapat bahwa hukum sebagai segala sesuatu yang otonom, mandiri

sehingga hukum dikatakan tak lain hanya kumpulan aturan. Kepastian

hukum diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat

suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan

hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan mewujudkan keadilan

atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.24

Terkait dengan penulisan tesis ini, teori kepastian hukum digunakan agar

dapat mengetahui secara jelas aturan-aturan hukum mengenai hibah harta

peninggalan (warisan), pewarisan, bagian mutlak atau legitime portie, dan

lain sebagainya. Setelah itu, aturan-aturan tersebut dijadikan petunjuk atau

arahan dalam menganalisis putusan pengadilan tentang hibah harta

peninggalan (warisan) yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie

di masyarakat sehingga dapat diketahui apakah putusan tersebut telah

sesuai dengan peraturan yang ada (memenuhi kepastian hukum) atau tidak.

23

Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-masalah Sosial, (Bandung : Alumni, 1982), hal. 21.

24

(17)

Teori lain yang juga digunakan dalam penulisan tesis ini adalah teori

keadilan.

Menurut Aristoteles, “keadilan adalah tindakan yang terletak di antara

memberikan terlalu banyak dan sedikit yang dapat diartikan memberikan

sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya”,

sedangkan menurut Jhon Rawls dalam bukunya A Theory of Justice,

keadilan adalah kebajikan utama umat manusia dalam institusi sosial”.25

Oleh karena itu, Rawls mengatakan bahwa perlu adanya keseimbangan

dan keselarasan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan

masyarakat sehingga tercapai keadilan yang membawa jaminan bagi

kestabilan dan ketentraman dalam hidup manusia.26

Terkait penulisan tesis ini, teori keadilan berperan penting sebagai

pendukung teori kepastian hukum. Artinya, jangan sampai setelah suatu

putusan tentang hibah harta peninggalan (warisan) yang melanggar bagian

mutlak atau legitime portie dikategorikan memenuhi kepastian hukum atau

sesuai dengan aturan-aturan hukum yang ada, tetapi malah mendatangkan

ketidakadilan bagi para pihak terkait secara khusus dan masyarakat pada

umumnya. Dengan adanya teori keadilan, putusan tentang hibah harta

peninggalan (warisan) yang melanggar bagian mutlak atau legitime portie

diharapkan selain sesuai dengan aturan hukum juga memenuhi rasa adil

sehingga mewujudkan kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat.

25

John Rawls, A Theory of Justice, (Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2006), hal. 3.

26

(18)

2. Konsepsi

Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu yang abstrak

menjadi sesuatu yang konkrit, yang disebut dengan operational

definition.27. Tujuan definisi operasional adalah untuk menghindarkan

perbedaan pengertian dan penafsiran (multitafsir) dari suatu istilah yang

dipakai dalam tesis ini serta dapat dipakai sebagai pegangan dalam

melakukan penelitian. Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan

dalam penelitian ini harus dibuat beberapa definisi konsep dasar sebagai

acuan agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, yaitu sebagai

berikut :

a. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia yang meninggalkan harta

kekayaan.28

b. Ahli Waris adalah orang yang mempunyai hubungan darah atau

hubungan perkawinan dengan pewaris, dan tidak terhalang karena

hukum untuk menjadi ahli waris.29

c. Harta Warisan adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan

pasiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada para ahli

waris. Keseluruhan kekayaan yang berupa aktiva dan pasiva yang

menjadi milik bersama ahli waris disebut boedel.30

27

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 10.

28

Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat : Pewarisan Menurut Undang-undang, (Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010), hal. 10.

29

H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 97.

30

(19)

d. Mewaris adalah menggantikan tempat dari sseorang yang meninggal

(si pewaris) dalam hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya.31

e. Hibah adalah pemberian sebagian atau seluruh dari harta kekayaan

seseorang kepada orang lain sewaktu masih hidup dan peralihan hak

dari pemberi hibah kepada penerima hibah sudah berlangsung seketika

itu juga.32

f. Hibah Wasiat atau legaat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus,

dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih

memberikan beberapa barang tertentu dari harta peninggalannya atau

memberikan barang-barangnya dari jenis tertentu.33

g. Bagian mutlak atau legitime portie adalah suatu bagian dari harta

peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus

menurut Undang-undang, terhadap bagian mana si wafat tak

diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara

yang masih hidup (hibah) maupun selaku wasiat.34

h. Ahli Waris Mutlak atau Legitimaris adalah ahli waris tertentu yang

diberikan perlindungan oleh Undang-undang.35

i. Hukum Waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus

terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia,

31

R. Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, (Surabaya : Airlangga University Press, 2000), hal. 3.

32

Anisitius Amanat, Op.cit., hal. 52.

33

M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), (Jakarta : Sinar Grafika, 1994), hal. 155.

34

Anisitius Amanat, Op.cit., hal. 50-51.

35

(20)

mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang

yang meninggal, serta akibat-akibatnya bagi para ahli waris.36

j. Inkorting adalah pemotongan atau pengurangan bagian dari orang

yang diangkat sebagai ahli waris (baik karena hibah maupun wasiat)

di mana bagian tersebut melanggar legitime portie ahli waris.37

G. Metode Penelitian

Metode adalah suatu cara tertentu yang di dalamnya mengandung suatu

teknik yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu.38 Oleh

karena itu, metode penelitian dapat diartikan sebagai penelitian/penyelidikan yang

berlangsung menurut suatu rencana tertentu dengan tujuan agar penelitian tidak

acak-acakan.39 Selain itu, dengan menggunakan metode penelitian diharapkan

mampu untuk menemukan, merumuskan, menganalisis, memecahkan

masalah-masalah dalam suatu penelitian dengan didasarkan pada data-data yang lengkap,

relevan, akurat, dan reliable (terpercaya). Adapun metode penelitian hukum yang

digunakan dalam tesis ini meliputi :

1. Jenis dan Metode Pendekatan

Dalam penulisan tesis ini, jenis penelitian yang dipakai adalah yuridis

normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang mengacu

kepada norma yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan, kitab

36

Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Loc.cit.

37

Ibid.

38

Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, (Surabaya : Usaha Nasional, 1997), hal. 11.

39

(21)

hukum, putusan pengadilan, dan lain sebagainya.40 Penelitian yuridis

normatif juga disebut penelitian doktrinal (doctrinal research) yang

menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written

in the book) maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses

pengadilan (law as it is decided by the judge through judicial process).41

Metode pendekatan yang dipakai dalam tesis ini adalah metode deskriptif

analisis. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data

yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya

dengan maksud utama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar mampu

memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori

baru.42 Sedangkan penelitian analitis dimaksudkan untuk mempelajari satu

atau beberapa gejala tertentu dengan jalan menganalisanya. Dalam tesis ini

akan digunakan gabungan kedua metode di atas sehingga selain

menguraikan data secara lengkap, juga akan menganalisis data tersebut

dengan gejala-gejala yang diteliti, apakah gejala tersebut sesuai atau tidak

dengan data yang disajikan.

Selain itu, penelitian ini juga mempergunakan metode atau pendekatan

studi kasus (case study). Menurut Patton, “studi kasus (case study) adalah

studi tentang kekhususan dan kompleksitas suatu kasus tunggal dan

40

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), hal. 24.

41

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 18.

42

(22)

berusaha untuk mengerti kasus tersebut dalam konteks, situasi, dan waktu

tertentu”43

.

2. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan

ciri-ciri data tersebut sudah dalam keadaan siap dibuat dan dapat dipergunakan

dengan segera serta bentuk dan isi data sekunder telah dibentuk dan diisi

oleh peneliti-peneliti terdahulu sehingga peneliti kemudian tidak

mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisa,

maupun konstruksi data.44 Data sekunder terbagi atas :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu norma atau kaedah dasar seperti

Pembukaan UUD 1945, Peraturan Dasar seperti Peraturan

Perundang-undangan yang meliputi Undang-undang, Peraturan

Pemerintah, dan Peraturan Menteri. Dalam tesis ini, bahan hukum

primer meliputi Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(KUHPerdata), Putusan Nomor 188/Pdt.G/2013/PN.Smg, dan lain

sebagainya.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer. Terkait dengan tesis ini,

bahan hukum sekunder meliputi buku-buku, jurnal hukum, karangan

ilmiah, data resmi pemerintah tentang Penghibahan, Legitime Portie,

Warisan, dan lain sebagainya.

43

J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya, (Jakarta : Grasindo), hal. 49.

44

(23)

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu kamus, bahan dari internet, dan

lain-lain yang merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan

tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, meliputi

Kamus Hukum, Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris,

Ensiklopedia, dan lain sebagainya. 45

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian

dengan mempelajari data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan

sehingga dapat dilakukan penelitian dan penganalisaan masalah yang

dihadapi.46 Alat pengumpulan data dari penelitian kepustakaan adalah

studi dokumen berupa peraturan perundang-undangan, buku, situs internet,

jurnal ilmiah, artikel, karya ilmiah, putusan pengadilan yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti.

Adapun metode lain yang digunakan selain library research yaitu

penelitian lapangan (field research) di mana alat pengumpulan data yang

digunakan berupa pedoman wawancara. Hal ini berarti mencari dan

mempelajari data melalui wawancara dari seseorang (informan) yang

memang mengetahui tentang gejala yang diteliti maupun dengan observasi

di lapangan tempat gejala yang diteliti berada. Informan yang dimaksud

dalam tesis adalah notaris yang memiliki pengetahuan tentang pewarisan

45

Ronny Hanitijo Soemitro, Op. cit., hal. 24-25.

46

(24)

maupun hibah sehingga informasi yang didapat kemudian akan digunakan

sebagai data pendukung dari data sekunder dalam penulisan tesis ini.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam tesis ini adalah analisis data kualitatif

yaitu analisis dengan memahami manusia dari sudut pandang orang yang

bersangkutan itu sendiri, berguna memahami dan mengerti gejala yang

diteliti.47 Metode kualitatif ini akan menghasilkan data berupa

pernyataan-pernyataan atau data yang dihasilkan berupa data deskriptif mengenai

subjek yang diteliti.48 Analisis kualitatif sangat erat kaitannya dengan

subjektivitas yang meneliti, design-nya lebih fleksibel tergantung pada

hal-hal spesifik yang penting dipandang oleh yang meneliti.

Penarikan kesimpulan akan dilakukan dengan metode deduktif yaitu

menyimpulkan pengetahuan-pengetahuan konkrit mengenai kaidah yang

benar dan tepat untuk diterapkan untuk menyelesaikan suatu permasalahan

(perkara) tertentu.49 Dengan begitu, kesimpulan yang didapat berupa

apakah permasalahan atau perkara tertentu telah sesuai atau tidak dengan

pengetahuan-pengetahuan konkrit yang diyakini tersebut.

47

Soerjono Soekanto, Op.cit., hal. 32.

48

Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1992), hal. 15.

49

Referensi

Dokumen terkait

Teknik sipil adalah salah satu cabang ilmu yang.. mempelajari tentang merancang, membangun dan

Taj je odlomak važan ne samo radi svjedočanstva o tome kada se počelo razmišljati o uvođenju radničkih savjeta već i zbog toga što se može ra­ zabrati da se velik naglasak

Hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kesiapan siswi menghadapi menarche dengan nilai P= 0,46 > α = 0.05 dan tidak ada hubungan

SUTAEDI: “PENGARUH KEGIATAN EKSTRA KURIKULER KEAGAMAAN TERHADAP PERILAKU KESEHARIAN MURID SEKOLAH DASAR (SD) NEGERI SUKARASA KECAMATAN DARMA KABUPATEN

Transaksi penyesuaian penjualan meliputi fungsi-fungsi persetujuan diskon, persetujuan retur dan pengurangan penjualan, dan penentuan piutang tak tertagih. Salah saji yang

Sebagai salah satu perwujudan dalam penelitian ini, maka digunakan pembelajaran inkuiri terbimbing (terarah) untuk menemukan konsep hukum Newton yang terdiri dari hukum

berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dalam kelompok kecil dengan jumlah anggota didalamnya dua

Sedangkan pekerja freelance yang hanya bekerja merangkai bunga merasa tidak puas dengan imbalan yang telah ditetapkan oleh pemilik usaha karena mereka hanya dapat