• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Tentang Kedudukan Saksi Dalam Pembuatan Akta Notariil Menurut Hukum Islam Dan Undangundang Jabatan Notaris (UUJN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Tentang Kedudukan Saksi Dalam Pembuatan Akta Notariil Menurut Hukum Islam Dan Undangundang Jabatan Notaris (UUJN)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum akan segala budaya, dalam perkembangan

hukum yang terjadi di Indonesia, hukum Islam termasuk menjadi sumber hukum di

Indonesia,1terutama di bidang Hukum Keperdataan.2

Realitasnya, umat Islam merupakan jumlah mayoritas di negeri ini, karenanya

wajar jika harapan umat Islam pada umumnya menjadikan hukum Islam sebagai

hukum positif bagi umat Islam Indonesia. Hal. ini didasarkan pada cara berpikir

pandangan hidup dan karakter suatu bangsa tercermin dalam kebudayaan dan

hukumnya.3

Berkembang pesatnya lembaga ekonomi Islam dewasa ini juga diikuti

meningkatnya berbagai macam transaksi bisnis secara Islami dan bentuk perjanjian

yang menuntut untuk menggunakan aturan Islam (syariah).4

Kedudukan saksi dalam pengadilan mempunyai peranan yang cukup penting

sebagai salah satu alat bukti apabila alat bukti lain dirasa atau tidak ada untuk

memberikan keterangan atas suatu kejadian/sengketa. Dalam teks kitab-kitab fiqih,

1 Suparman Usman, Hukum Islam : Azas-azas pengantar studi hukum Islam dalam tata

hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001),hal,122

2Zainuddin ali menterjemahkan keperdataan dengan fiqh al muamalat, hal. ini dikarenakan

dalam fiqh bagian muamalat dalam arti luas mencakup hukum keperdataan.lih.Zainuddin Ali, 2008. Hukum Ekonomi Syariah, jakarta : Sinar Grafika, hal. 68

3R.Subekti,Perbandingan Hukum Perdata, Cetakan XII, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1993),

hal. 3

(2)

masalah persaksian dalam pengadilan dituntut harus laki-laki kecuali untuk

persaksian yang berkaitan dengan hak-hak harta benda (huquq al-amwal) atau hak badan. Seakan-akan hak perempuan tidak diakui bila dibandingkan dengan laki-laki,

ini berarti terjadi kesenjangan antara teks-teks fiqih dengan realitas masyarakat.

Persoalan ini tentu bukan hal yang mudah untuk kita jawab dengan

menyatakan bahwa masyarakat sekarang ini memang sudah tidak sesuai dengan

hukum dan meninggalkan ajaran agama. Tetapi kita harus melihat substansi

permasalahan dari soal persaksian tersebut.

Padahal apabila melihat pesan moral Al-Qur’an bahwa kedudukan laki-laki

dan perempuan setara (equal).5 Namun akhir-akhir ini banyak persoalan ketika kesadaran perempuan mulai kelihatan untuk menuntut hak-haknya di dalam ruang

gerak aktivitasnya yang selama ini tertindas, diskriminasi oleh perlakuan pesan teks

Al-Qur’an yang notabene sebagai sumber segala hukum umat Islam yang

membebaskan.6 Persoalan saksi selama ini dilihat sebagai persoalan yang cukup

signifikan harus adanya reinterprestasi terhadap pesan teks yang selama ini dianggap

saksi satu laki-laki sama dengan dua perempuan. Namun sebelum dibahas secara

panjang, akan lebih awal kita mengetahui akan definisi saksi.

5 Ahmad Baidowi, Tafsir Feminis Kajian Perempuan dalam Al-Qur’an dan Mufasir

Kontemporer, Bandung: Penerbit Nuansa, 2005, Cet. ke-I, hal. 117.

6Gambaran seperti inilah yang sering menjadi target sasaran bagi gerakan kesetaraan gender

(3)

Menurut etimologi (bahasa) kata saksi dalam bahasa arab dikenal dengan Asy-syahadah adalah bentuk isim masdar dari kata syahida-yasyhadu yang artinya menghadiri, menyaksikan (dengan mata kepala sendiri) dan mengetahui. Kata

syahadah juga bermakna al-bayinan (bukti), yamin (sumpah) dan iqrar

(pengakuan).7

Secara terminologi (istilah) Al-Jauhari menyatakan bahwa “kesaksian berarti

berita pasti.Musyahadah artinya sesuatu yang nyata, karena saksi adalah orang yang menyaksikan sesuatu yang orang lain tidak mengetahuinya. Dikatakan juga bahwa

kesaksian berarti seseorang yang memberitahukan secara benar atas apa yang dilihat

dan didengarnya”.8

Dalam kamus Istilah fiqih, ”Saksi adalah orang atau orang-orang yang

mengemukakan keterangan untuk menetapkan hak atas orang lain.

Islam sendiri mengatur masalah persaksian dalam firman Allah yang artinya:

“Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa

yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa

hatinya” (QS Al-Baqarah:283)9

Syarat – syarat saksi dalam Hukum Islam :

a. Islam

b. Laki-laki

7A. Warson Moenawwir,Al-Munawir, Kamus Arab–Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif,

2002, Cet. ke-25, hal. 746-747.

(4)

c. Dewasa /baligh dan berakal

d. Adil

Dalam Pasal 1867 KUHPerdata disebutkan ada istilah Akta Otentik, dan Pasal

1868 KUHPerdata memberikan batasan secara unsur yang dimaksud dengan Akta

Otentik yaitu :

a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang pejabat umum,

b. Akta itu harus harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh

undang-undang,

c. Pegawai umum (Pejabat Umum) oleh/atau dihadapan siapa akta itu dibuat,

harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.10

Satu syarat lagi yang harus ditambahkan yaitu Akta Otentik mempunyai

kekuatan pembuktian yang sempurna, karena di dalam Akta Otentik tersebut

didalamnya telah termasuk semua unsur bukti :

a. Tulisan

b. Saksi-saksi

c. Persangkaan-persangkaan,

d. Pengakuan,

e. Sumpah.

10Habib Adjie, Kebatalan & Pembatalan Akta Notaris, ( Bandung, Refika Aditama, 2011),

(5)

Arti Akta Otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dapat pula

ditentukan bahwa siapapun terikat dengan akta tersebut, sepanjang tidak bisa

dibuktikan bukti sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai

kekuatan hukum tetap. Bahwa Akta Otentik merupakan sebutan yang diberikan

kepada Pejabat tertentu yang dikualifikasikan sebagai pejabat umum, seperti Akta

Otentik tidak saja dapat dibuat oleh Notaris, misalnya juga oleh Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT).11Pejabat Lelang dan Pegawai Kantor Catatan Sipil.

Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat

Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang

diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta.

Akta yang dibuat oleh Notaris mempunyai peranan penting dalam menciptakan

kepastian hukum, sebab Akta Notaris bersifat Otentik dan merupakan alat bukti

terkuat dan terpenuh dalam setiap perkara yang terkait dengan akta Notaris tersebut.

Akta Otentik menentukan secara jelas hak dan kewajiban, yang menjamin kepastian

hukum sekaligus diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya sengketa.

Berbicara mengenai Akta Otentik yang diikuti sebgai alat bukti, tentunya

diperlukan saksi-saksi yang juga memegang peranan penting dalam sahnya suatu akta

tersebut. Dalam pasal 39, 40, dan 41 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo

Nomor 2 tahun 2014 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN)12

menyebutkan bahwa saksi merupakan bagian dalam pembuatan akta yang dibuat oleh

(6)

Notaris. Dapat diketahui pula bahwa, setiap akta Notariil yang dibuat oleh Notaris

tentunya membutuhkan saksi-saksi agar terjamin sahnya suatu akta dan menjadi alat

bukti. Mengenai saksi ini pula dapat dilihat dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 13 tahun 2006 Jo Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi

dan Korban dimana diterangkan bahwasanya keterangan saksi sangatlah penting

sebagai alat bukti.

Saksi merupakan salah satu alat bukti, yang keterangannya dibutuhkan untuk

keperluan proses pembuktian di muka hakim, dalam suatu perkara di persidangan.

Seorang saksi tentunya memiliki hak dan kewajiban.

Dalam KUH Perdata pembuktian menggunakan saksi diatur dalam pasal

1895-1912, dalam uraian mengenai saksi dalam pasal tersebut, ada beberapa kriteria atau

syarat agar orang dapat dikatakan sebagai saksi. Kriteria/syarat tersebut dapat

diklasifikasikan kedalam dua macam syarat saksi, yaitu syarat formil dan syarat

materiil.13

1. Syarat Formil

a. Orang yang akan dimintai keterangannya sebagai saksi harus cakap (sudah

dewasa menurut Undang-Undang, tidak gila, tidak dalam pengampuan, atau

dengan kata lain dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya).

b. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah maupun semenda dengan salah

satu pihak, kecuali Undang-Undang menetukan lain. Termasuk juga hubungan

perkawinan walaupun sudah bercerai.

13R.Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta, PT.Pradnya Paramita, cetakan

(7)

c. Tidak ada hubungan kerja dengan menrima upah, kecuali Undang-Undang

menentukan lain.

d. Menghadap ke persidangan.

e. Diperiksa satu persatu.

f. Mengucapkan Sumpah.

2. Syarat Materiil

a. Menerangkan apa yang telah dilihat, didengar dan dialami sendiri.

b. Diketahui sebab-sebab mengapa saksi mengetahui suatu peristiwa yang akan

diperiksa.

c. Bukan merupakan pendapat atau kesimpulan dari saksi sendiri.

d. Saling bersesuaian satu sama lain.

e. Tidak bertentangan dengan akal sehat.

Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan oleh undang-undang kepada

Notaris sehubungan dengan pembuatan akta otentik adalah adanya saksi yang

diwajibkan oleh Pasal 40 UUJN untuk hadir dan menyaksikan secara langsung

pembuatan akta otentik oleh Notaris sebagaimana dikenal denganSaksi Intrumentair. Salah satu syarat formal yang harus ada dalam akta Notaris adalah hadirnya 2

(dua) orang saksi yang identitasnya disebutkan secara tegas pada akhir akta. Hal. ini

secara tegas dicantumkan dalam pasal 40 ayat (1) UUJN. Saksi akta Notaris

merupakan para saksi yang ikut serta di dalam pembuatan terjadinya akta

(8)

Tugas saksi instrumentair ini adalah membubuhkan tanda tangan, memberikan

kesaksian tentang kebenaran isi akta dan dipenuhinya formalitas yang diharuskan

oleh undang-undang. Biasanya, yang menjadi saksi instrumentair ini adalah karyawan

Notaris itu sendiri.14 Saksi yang tertera di dalam akta Notaris hanya sebatas saksi

instrumenter (instrumentaire getuigen), artinya saksi yang dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan. Kehadiran 2 (dua) orang saksi instrumentair adalah mutlak, tetapi bukan berarti harus 2 (dua) orang, boleh lebih jika keadaan memerlukan.

Saksiinstrumentair harus cakap bertindak dalam hukum, mengerti bahasa akta, tidak boleh ada hubungan keluarga dekat dalam arti garis keatas dan kebawah tanpa

batas dan garis kesamping sampai derajat ketiga baik dengan Notaris ataupun dengan

para penghadap.

Notaris tentunya tidak dapat menepikan tentang keberadaan saksi dalam ruang

lingkup tindakan pembuatan akta notariil yang dibuat oleh Notaris itu sendiri.

Kedudukan saksi ini menjadi bagian yang penting sah atau tidaknya suatu akta.

Notaris dalam membuat Akta Notariil selalu menggunakan teori saksi dari

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-undang nomor 30 Tahun 2004.

Sedangkan teori saksi dalam Hukum Islam berbeda dengan Kitab Undang-undang

Hukum Perdata dan Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, terutama tentang

syarat-syarat orang yang boleh menjadi saksi. Penghadap atau orang yang ingin dibuatkan

aktanya oleh Notaris mayoritasnya adalah umat Islam, dimana umat Islam pastinya

14Khairulnas,“Nilai Keberadaan Saksi Dalam Akta Notaris”,Majalah Renvoi (Maret 2014),

(9)

berpegang teguh pada hukum agamanya. Untuk itu, Notaris sebagai pembuat akta

harus mengikuti ajaran agama Islam bila akta yang dibuat oleh Notaris itu sendiri

diperuntukan dan ditujukan untuk umat Islam.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut

mengenai “Analisis Yuridis Tentang Kedudukan Saksi Dalam Pembuatan Akta

Notariil Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Jabatan Notaris” sangatlah

menarik untuk dicermati dan diteliti bagaimana pandangan Hukum Islam dan

Undang-Undang Jabatan Notaris tentang kedudukan saksi dalam pembuatan Akta

Notariil, apakah syarat-syarat dalam pembuatan Akta Notariil menurut

Undang-Undang Jabatan Notaris sudah sesuai dengan Hukum Islam serta bagaimana akibat

hukum yang timbul jika pembuatan Akta Notariil dibuat tanpa kehadiran saksi

menurut Hukum Islam dan Undang-undang Jabatan Notaris.

B. Perumusan Masalah.

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal. yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Undang-Undang Jabatan Notaris

mengenai kedudukan saksi dalam pembuatan Akta Notariil?

2. Apakah syarat-syarat dalam pembuatan Akta Notariil menurut

(10)

3. Bagaimana akibat hukum yang timbul jika pembuatan Akta Notariil dibuat

tanpa kehadiran saksi menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Jabatan

Notaris?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan perumusan masalah yang akan dikaji, maka yang menjadi

tujuan penelitian tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pandangan Hukum Islam dan

Undang-Undang Jabatan Notaris tentang kedudukan saksi dalam pembuatan Akta

Notariil.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis syarat-syarat saksi dalam pembuatan

Akta Notariil menurut Undang-Undang Jabatan Notaris sudah sesuai dengan

ketentuan Hukum Islam.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang akibat hukum yang timbul jika

pembuatan Akta Notariil dibuat tanpa kehadiran saksi menurut Hukum Islam

dan Undang-Undang Jabatan Notaris.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang

hendak dicapai bersama,Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

teoritis dan praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi dan menghasilkan kemanfaatan

(11)

peraturan pelaksanaan mengenai kedudukan saksi dalam pembuatan akta notariil

serta dapat menambah bahan pustaka/literatur mengenai jabatan atau profesi

Notaris tentang kedudukan saksi dalam pembuatan Akta Notariil sesuai dengan

ketentuan Hukum Islam dan ketentuan dalam hukum perdata.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan para pakar maupun

praktisi maupun bagi pihak terkait mengenai pemahaman dan penerapan saksi

dalam pembuatan Akta Notariil di Indonesia, dan dari hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi calon Notaris untuk

lebih memahami kedudukan saksi dalam pembuatan Akta yang dibuat oleh

Notaris, serta kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam pembuatan akta yang

dibuat oleh Notaris.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang khususnya dilingkungan

Universitas Sumatera Utara, menunjukkan bahwa penelitian dengan Judul “ Analisis

Yuridis Tentang Kedudukan Saksi Dalam Pembuatan Akta Notariil Menurut Hukum

Islam dan Undang-Undang Jabatan Notaris ”. Ternyata penelitian ini belum pernah

dilakukan oleh peneliti sebelumnya , namun ada satu yang membahas mengenai

Saksi, yaitu yang diteliti oleh :

Hanna Nathasya Rumia Hutapea, NIM 137011024, Mahasiswi Program Pasca

(12)

Kedudukan Saksi Instrumenter Dalam Pembuatan Akta Notaris. Adapun

permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah :

1. Bagaimanakah ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam

pembuatan akta yang dibuat oleh Notaris..

2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian keterangan saksi instrumenter dalam

pembuatan akta yang di buat oleh Notaris.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka Teori sangat diperlukan dalam penulisan ilmiah ini. Dalam dunia

ilmu, teori menempati kedudukan yang penting karena memberikan sarana kepada

kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih

baik.15

Dalam setiap penelitian juga harus menyertakan dengan pemikiran-pemikiran

yang teoritis, kerangka teori dalam penelitian hukum merupakan kunci peranan yang

penting guna menjadikan dasar bagi penelitian untuk menentukan kemana arah atau

tujuan penelitian.

Teori merupakan bagian yang sangat penting dari penelitian ini. Dengan

demikian, tentunya akan memudahkan saya dalam menyusun arah dan tujuannya.

Teori bertujuan menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses

tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta

(13)

yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.16Teori mampu meningkatkan

keberhasilan penelitian karena teori mampu menghubungkan setiap

penemuan-penemuan yang nampaknya berbeda ke dalam suatu keseluruhan dan memperjelas

proses-proses yang terjadi didalamnya. Teori dapat memberikan penjelasan terhadap

hubungan-hubungan yang diamati dalam suatu penelitian.

Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum

positif. Pada saat orang mempelajari hukum positif, maka ia sepanjang waktu

dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang kegiatan dan

permasalahannya. Menurut Radbruch, tugas teori hukum adalah “membikin jelas

nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang

tertinggi.”17

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori,

tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan

pegangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya.18 Sedangkan

tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan

dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan

hasil-hasil penelitian yang terdahulu.19

Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan.

Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal. sebagai berikut:

16J.J.J.M, Wuisman, Penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas,(Jakarta:

FE UI, 1996), hal. 203

17Op.cit. hal.260

(14)

a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam fakta;

b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang di uji kebenarannya.20

Teori menjabarkan arah serta jalan pikiran yang sesuai dengan bentuk

kerangka yang relevan serta yang dapat menerangkan masalah-masalah tersebut.

Adapun kerangka teori yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teori Mashlahat

sebagai teori utama dan teoriKepastian Hukumsebagai teori pendukung. a. Teori Maslahat

Teori yang lazim dalam filsafat hukum Islam menyangkut tujuan hukum

Islam adalah teori “maslahat”(kebaikan-kebahagian manusia). Para ahli hukum Islam memulai bahasan ini dengan istilah “maqoshidu al ahkam”(maqashid jamak dari

maqsudberarti tujuan-tujuan hukum, walaupun maslahat satu pengertian saja) dengan pemahaman yang harus bebas diluar arti literal bahwa ada beragam kemaslahatan

yang dituju oleh hukum Islam. Dengan demikian pengertianmaslahat (jamak) adalah kumpulan maslahah-maslahah (mufrad).21 Jadi bila kemaslahatan yang menjadi tujuan hukum Islam berarti beragam maslahah-maslahah yang dituju hukum Islam.

Konsepmaslahatsecara literal diartikan dengan kebaikan-kebaikan, sekaligus sebagai lawan dari kejahatan dan keburukan. Dengan demikian, bila tujuan hukum

Islam adalah kemaslahatan berarti hukum Islam telah menetukan dan menunjuki

manusia kepada kebaikan-kebaikan dan meninggalkan kejahatan dan keburukan atau

20Soerjono, Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1981), hal.121. 21 Istilah gramatika ini merupakan tradisi manuskrip yuris Muslim klasik sehingga cara

(15)

yang sejenis dengannya seperti kerusakan, penderitaan-kesengsaraan.

Kebaikan-kebaikan sendiri bertumpu pada moral yang dicanangkan oleh nas agama. Di sini

keadilan bukanlah menjadi tujuan karena keadilan hakikatnya merupakan alat untuk

mencapai maslahat. Sebagaimana hal mengenai kebahagiaan atau keamanan atau mengurangi penderitaan menjadi tujuan karena kerap kali hukum menentukan

keharusan untuk berjuang melawan hawa nafsu atau dalam keadaan tertentu

menghendaki jihad berperang. Artinya, keamanan dan kebahagiaan tidak dapat

dinikmati dan dirasakan melewati hukum.22

Maslahat ukurannya adalah yang telah ditentukan Tuhan sendiri. Bentuk

maslahat secara tepat diilustrasikan Tuhan sebagai jalan keselamatan (sabulu al salam). Maslahat merupakan jalan keselamatan (sabulu al salam) yakni jalan yang lurus (siratu al mustaqiem), maka formulasi hukum Islam tidak hanya mengatur hidup seseorang agar memperoleh keamanan dan kebahagiaan dunia tetapi juga

kebahagiaan akhirat. Wajar bila hukum Islam juga memfokuskan kekuatannya untuk

mengendalikan hawa nafsu manusia demi tercapainya kebahagiaan yang hakiki

bukan berdasarkan hawa nafsu (kejahatan dan keburukan). Perintah hukum seperti

Puasa bulan Ramadhan, sholat, zakat, perintah Haji dan berjihad secara sepintas

menggambarkan penderitaan bagi subyek hukum dan sangat tidak disukai oleh hawa

(16)

Teori Mashlahat yang pertama dikemukakan oleh Imam al-Syathibiy, yang

dikenal sebagai salah seorang pemikir hukum Islam yang banyak menjelaskan teori

mashlahah dalam karyanya, al-muwafaqat, melalui konsep tujuan hukum syara’

(mawashid al-syari’ah). Perumusan tujuan syariat islam bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan umum (ashlahah al-’ammah) dengan cara menjadikan aturan hukum syariah yang paling utama dan sekaligus menjadi shalihah li kulli zaman wa makan

(kompatibel dengan kebutuhan ruang dan waktunya) untuk sebuah kehidupan

manusia yang adil, bermartabat, dan bermaslahat.

b. Teori Kepastian Hukum

Teori Kepastian Hukum di Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

hukum sedang mengalami masa transisi, yaitu sedang terjadi perubahan nilai-nilai

dalam masyarakat dari nilai-nilai tradisional ke nilai-nilai modern.23Namun, masih

terjadi persoalan nilai-nilai manakah yang hendak ditinggalkan dan nilai-nilai baru

yang akan menggantikannya, sudah barang tentu dalam proses perubahan ini akan

banyak dihadapi hambatan-hambatan yang kadang-kadang akan menimbulkan

keresahan-keresahan maupun kegoncangan di dalam masyarakat.

Mochtar Kusumaatmadja misalnya, mengemukakan beberapa hambatan

utama seperti jika yang akan diubah itu identik dengan kepribadian nasional, sikap

golongan intelektual dan pimpinan masyarakat yang tidak mempraktekkan nilai-nilai

yang dianjurkan disamping sifat heterogenitas bangsa Indonesia, baik yang tingkat

kemajuannya, agama serta bahasanya yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.24

23Ibid. hal. 20

24 Kuntjaraningrat, Pergeseran Nilai-nilai Budaya dalam Masa Transisi termuat dalam

(17)

Kepastian hukum mengandung dua pengertian, pertama adanya aturan yang

bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak

boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari

kesewenangan pemerintah karena adanya aturan yang bersifat umum itu individu

dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara

terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam

Undang-undang. Melainkan juga konsistensi dalam putusan hakim untuk kasus serupa yang

telah diputus.25

Kepastian hukum adalah merupakan perlindungan yustisiabel terhadap

tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh

sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.26

MenurutScheltema, adanya unsur-unsur dalam kepastian hukum, meliputi : 1. Asas legalitas;

2. Adanya undang-undang yang mengatur tindakan yang berwenang sedemikian

rupa, sehingga warga dapat mengetahui apa yang diharapkan;

3. Undang-undang tidak boleh berlaku surut;

4. Pengadilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan yang lain.27

Al Qur’an dan Sunnah Rasullulah SAW sebagai penuntun memiliki daya

jangkau dan daya atur universal. Artinya, meliputi segenap aspek kehidupan umat

manusia dan selalu ideal untuk masa lalu, kini, dan yang akan datang.28

25Peter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Predana Media Group,

2008), hal. 158

26Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 1999),

hal. 145

27 Ida Bagus Putu Kumara Ady Adyana, Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Materi

(18)

Al Quran sebagai sumber hukum Islam merupakan acuan bagi umat muslim

untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Salah satu bukti kesempurnaan

Al Quran ialah:

“Tidaklah ada yang Kami lewatkan dalam Kitab ini sedikitpun….” (QS, Al

An’am 38.)

Masih banyak hal-hal. yang berkaitan dengan kedudukan saksi beserta aturan

segala permasalahannya jelas terkandung dalam kitab Allah yakni Al Quran.

Tentunya akan dilihat pula dari segi hukum positif yang ada di Indonesia.

2. Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus.29

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi

dengan realitas.30

Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakan terutama dalam judul

penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan

pihak lain.

Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran

terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu dalam

28Suhrawardi K., Lubis,Hukum Ekonomi Islam, , (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal.1 29Sumardi Suryabrata,Metodelogi Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998),

hal.4

(19)

penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar didalam

pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah

ditentukan, yaitu :

a. Saksi adalah orang yang dimintai hadir pada suatu peristiwa yang dianggap

mengetahui kejadian tersebut agar pada suatu ketika, apabila diperlukan,

dapat memberikan keterangan yg membenarkan bahwa peristiwa itu

sungguh-sungguh terjadi: dua orang itu ikut menandatangani kontrak dan sebagainya.31

b. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik.

c. Akta Otentik adalah akta yang dibuat dan dipersiapkan oleh notaris atau

pejabat resmi lainnya (misalnya Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah)

untuk kepentingan pihak-pihak.

d. Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan

atau Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan

diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam.32

e. Undang-Undang Jabatan Notaris adalah pembaharuan dan pengaturan

kembali secara menyeluruh dalam satu undang- undang yang mengatur

tentang jabatan Notaris sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang

berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah negara Repubik Indonesia.

31 Amir, Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

(20)

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan penelitian dalam

pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang

dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian

dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis yang dimaksud

berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu

sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal. yang bertentangan dengan suatu

kerangka tertentu.33

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif (yuridis-normatif)

adalah suatu penelitian hukum dengan cara kepustakaan yang artinya metode atau

cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yaitu dilakukan dengan cara

meneliti bahan-bahan kepustakaan yang ada. Dalam penelitian ini pendekatan

dilakukan dengan terlebih dahulu menelaah berbagai peraturan perundang-undangan

terkait yang relevan atau berhubungan dengan apa yang menjadi permasalahan yang

kemudian diangkat dalam penelitian ini. Kemudian dilakukan juga kajian mengenai

kasus yang hangat atau telah terjadi dan mendapat perhatian dari publik, lalu

mengkaji atau menelaah perkembangan dinamika permasalahan penelitian yang

diangkat. Setelah itu lalu membandingkannya semua hal yang terkait mengenai hal

yang relevan atas kajian sebelumnya. Hingga pada akhirnya dengan mempelajari

33 Soerjono, Soekanto dan Sri, Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Radja

(21)

pandangan beserta doktrin di dalam Ilmu Hukum, untuk menemukan ide, konsep,

landasan dan asas-asas hukum yang relevan dengan permasalahan yang diangkat

dalam penelitian ini.

Jadi, penelitian normatif ini dilakukan untuk menemukan seperangkat

peraturan, pandangan, ide mengenai hukum. Mengingat bahwa penelitian ini

menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif,

yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma-norma hukum,34yang

terdapat dalam hukum Islam dan peraturan perundang-undangan Indonesia maka

penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa

peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum, di samping menelaah kaidah-kaidah

hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga ditemukan suatu azas-azas hukum yang

berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan

untuk menganalisis permasalahan yang dibahas,35 yang dapat menjawab pertanyaan

sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai

kedudukan saksi dalam perspektif Islam dan Undang-Undang Jabatan Notaris.

2. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari

bahan hukum sekunder, bahan hukum primer dan bahan hukum tertier. Data-data

hukum sekunder tersebut meliputi berbagai macam sumber, baik sumber data tertulis

seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku ilmiah, dan berbagai macam

34 Sunaryati, Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung :

(22)

dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam hal ini seorang peneliti di

harapkan dapat mengumpulkan sebanyak mungkin bahan pustaka yang terkait dengan

objek penelitiannya sehingga dapat menambah khasanah dalam menganalisis data

dan menyajikan hasil penelitian.

3. Data Sekunder

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu

baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Sumber

data tersebut terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer, yang merupakan bahan hukum yang mengikat berupa

peraturan perundang-undangan yang antara lain dari :

1. Al-Qur’an dan Hadist;

2. Kompilasi Hukum Islam;

3. Undang-Undang Jabatan Notaris;

4. Undang-Undang Hukum Perdata

b. Bahan Hukum Sekunder yang merupakan bahan-bahan hukum yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa :

1. Buku-buku;

2. Jurnal-jurnal;

3. Majalah-majalah;

(23)

5. Dan berbagai tulisan lainnya.

c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum atau

bahan-bahan yang dapat memberikan sejumlah informasi tentang bahan

hukum primer dan sekunder, ensiklopedia, dan lain-lain. Bahan hukum tersier

biasanya memberikan informasi, petunjuk dan keterangan terhadap bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penulisan ini, adalah

dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan informasi serta mempelajari dokumen-dokumen,

buku-buku teks, teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel, tulisan ilmiah yang ada

hubunganya dengan judul penelitian. Selain itu, guna mendukung data primer yang

diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut dilakukan pula wawancara dengan

beberapa informan atau narasumber seperti: Notaris , Pegawai Notaris, Ketua Majelis

Ulama Sumatera Utara.

5. Analisis Data

Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal. ini berguna untuk

memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan

(24)

bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pole tertentu, namun

penuh dengan yariasi (keragaman). Selanjutnya dianalisis untuk memperoleh

kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

Hasil penelitian yang dicapai untuk variabel kemanfaatan (usefulness) yang tidak berpengaruh terhadap implementasi Jardiknas Schoolnet tidak mendukung penelitian

Dari penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa Bank Danamon sebagai salah satu bank yang menyalurkan kredit kepada masyarakat melalui proses perjanjian kredit dengan

Bapak Aditya Akbar Riadi, S.Kom, M.Kom, selaku pembimbing 2 yang telah membimbing dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai!. Orang tua tercinta yang telah banyak memberikan

Bayi cukup bulan atau aterm bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai 42 minggu (259-293 hari).. Bayi lebih bulan atau post

Subjek C , pada pelaksanaan latihan mengenakan baju Anak menunjukkan respon cukup baik dalam menyimak penjelasan guru,anak cukup aktif dalam mengikuti

Produksi terbaik terdapat pada jarak tanam 10x10cm pada naungan kelapa sawit umur 6 tahun, sedangkan kualitas nutrien yang terbaik terdapat pada jarak tanam 25x 25cm.. Kata kunci:

sangat dipengaruhi oleh jenis bambu yang digunakan.Tingginya persentase hidup stek cabang yang didapat pada penelitian ini disebabkan jenis bambu ampel kuning