BAB II
PENGELOLAAN KASUS
A.Konsep Dasar Kebutuhan Mobilisasi
1. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan teratur untuk
memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan imobilisasi yang mengacu pada
ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2005).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk bergerak.
Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan
tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri,
meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit-khususnya penyakit degeneratif,
dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh) (Mubarak dan Chayatin, 2007).
2. Fisiologi Pergerakan
Kondisi gerakan tubuh merupakan fungsi terintegrasi dari sistem skeletal, otot skelet,
dan sistem saraf. Pergerakan merupakan rangkaian antara sistem muskuloskeletal dan sistem
persarafan (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Menurut Asmadi (2008), komponen sistem
muskuloskeletal melibatkan tulang, otot, tendon, ligamen, kartilago dan sendi.
1. Tulang
Tulang adalah jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel yaitu osteoblas, osteosit,
dan osteoklas. Fungsi tulang antara lain:
i. Sebagai penunjang jaringan tubuh yang membentuk otot-otot tubuh.
ii. Melindungi organ tubuh yang lunak, seperti otak, jantung, paru-paru, dan sebagainya.
iii.Membantu pergerakan tubuh.
iv.Menyimpan garam-garam mineral, seperti kalsium.
v. Membantu proses hematopoiesis yaitu proses pembentukan sel darah merah di sumsum
tulang.
2. Otot
Otot secara umum berfungsi untuk kontraksi dan menghasilkan gerakan-gerakan. Otot
ada tiga macam, yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung. Otot rangka terdapat pada
sistem skeletal dan merupakan otot yang paling berperan dalam mekanik tubuh. Otot rangka
menghasilkan panas. Ketiga macam otot tersebut dipersarafi oleh saraf tepi yang terdiri
atas serabut motoris dan medula spinalis.
3. Tendon
Tendon adalah sekumpulan jaringan fibrosa padat yang merupakan perpanjangan dari
pembungkus otot dan membentuk ujung-ujung otot yang mengikatkannya pada tulang.
Tendon ini dibatasi oleh membran sinovial yang berfungsi untuk memberikan pelicin agar
pergerakan tendon menjadi mudah.
4. Ligamen
Ligamen adalah sekumpulan jaringan penyambung fibrosa yang padat, lentur, dan kuat.
Ligamen berfungsi menghubungkan ujung persendian dan menjaga kestabilan.
5. Kartilago
Kartilago terdiri atas serat yang tertanam dalam suatu gel yang kuat, tetapi elastis dan
tidak mempunyai pembuluh darah. Zat makanan yang sampai ke sel kartilago berasal dari
kapiler di perikondrium (jaringan fibrosa yang menutupi kartilago) dengan proses difusi, atau
pada kartilago sendi melalui cairan sinovial.
6. Sendi
Persendian memfasilitasi pergerakan dengan memungkinkan terjadinya kelenturan. Ada
beberapa jenis persendian, antara lain sendi sinartroses (sendi yang tidak bergerak), sendi
amfiartroses (sendi yang pergerakannya terbatas hanya satu gerakan, seperti tulang
vertebrae), dan sendi diartroses (sendi yang bebas pergerakannya, seperti sendi bahu dan
sendi leher).
3. Jenis Mobilitas
Ada dua jenis mobilitas menurut Hidayat (2009) yaitu:
a. Mobilitas Penuh
Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas Sebagian
Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik.
Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
i. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel
pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
ii. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem
saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi
karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem saraf
motorik dan sensorik.
4. Faktor yang Memengaruhi Mobilisasi
Menurut Hidayat (2009), mobilisasi seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
a. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan seseorang karena gaya hidup
berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
b. Proses Penyakit/ Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi
fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami
keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
c. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai
contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas
yang kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat
dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.
d. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan
mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
e. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini
dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan
5. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Hidayat (2009) mengatakan bahwa pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan
mobilitas dan immobilitas adalah sebagai berikut:
1. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi
keluhan/gangguan dalam mobilitas dan immobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot,
kelelahan, tingkat mobilitas dan immobilitas, daerah terganggunya mobilitas dan imobilitas,
dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
2. Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas,
misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis (kecelakaan cerebrovascular, trauma
kepala, peningkatan tekanan intrakranial, miastenia gravis, guillain barre, cedera medula
spinalis), riwayat penyakit sistem muskuloskeletal(infark miokard,gagal jantung kongestif),
riwayat penyakit sistem muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat penyakit
sistem pernafasan (penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia), riwayat pemakaian obat,
seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksansia, dan lain-lain.
3. Kemampuan Fungsi Motorik dan Fungsi Sensorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri
untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
4. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan
gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat
kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingkat Aktivitas/ Mobilitas
Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawas orang
lain.
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawas orang lain,
dan peralatan.
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat
5. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian mobilisasi pasien berfokus pada rentang gerak, gaya berjalan, latihan, dan
toleransi aktivitas, serta kesejajaran tubuh. Rentang gerak merupakan jumlah maksimum
gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagittal,
frontal, dan transversal tubuh. Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan
pada daerah seperti: kepala (leher spinal servikal), bahu, siku, lengan, jari-tangan, ibu jari,
pergelangan tangan, pinggul, dan kaki(lutut, telapak kaki, jari kaki).
6. Perubahan Intoleransi Aktivitas
Pengkajian intoleransi yang berhubungan dengan perubahan pada sistem pernafasan,
antara lain: suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding thoraks, adanya mucus, batuk
yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat repirasi dan sistem kardiovaskuler seperti nadi
dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital
setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
Gerak Sendi Derajat Rentang
Normal Bahu
Abduksi: Gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas.
180
Siku
Fleksi: Angkat lengan bawah kearah depan dan ke arah atas menuju bahu.
150
Pergelangan tangan
Fleksi: Tekuk jari-jari tangan kearah bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: Luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi.
Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin. Abduksi: Tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas.
Adduksi: Tekuk pergelangan tangan kearah kelingking, telapak tangan menghadap ke atas.
80-90
Fleksi: Buat kepala tangan. Ekstensi: Luruskan jari.
Hiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin.
Abduksi: Kembangkan jari tangan. Adduksi: Rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi.
90 90 30
7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Dalam pengkajian kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat
kekuatan otot dapat ditentukan dengan:
Skala Persentase Kekuatan
Normal
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat. Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan. Gerakan yang normal melawan gravitasi.
Gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dengan melawan tahanan minimal.
Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh.
8. Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas dan
immobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme
koping, dan lain-lain.
2. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien,
kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi
dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data Fokus adalah data tentang
perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang
mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien (Potter & Perry, 2005).
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan
kesehatan pasien. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan.
Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang
dihadapi pasien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis
keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dimulai sejak pasien masuk ke rumah
assessment),serta pengkajian ulang untuk menambah / melengkapi data (re-assessment)
(Potter & Perry, 2005).
Tujuan Pengumpulan Data :
1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien.
2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien.
3. Untuk menilai keadaan kesehatan pasien.
4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah berikutnya.
Tipe Data :
1. Data Subjektif
Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan
kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan,
ide pasien tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan,
kecemasan, frustrasi, mual, perasaan malu (Potter & Perry, 2005).
2. Data Objektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca indera
(lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan,
tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran (Potter & Perry, 2005). Dan terdiri dari
tiga karakteristik data sebagai berikut:
a. Lengkap
Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang
adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus mengkaji lebih dalam
mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan hal-hal sebagai berikut: Apakah tidak
mau makan karena tidak ada nafsu makan atau disengaja? Apakah karena adanya perubahan
pola makan atau hal-hal yang patologis? Bagaimana respon pasien mengapa tidak mau makan
(Potter & Perry, 2005).
b. Akurat dan Nyata
Perawat harus berpikir secara akurat dan nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa
yang didengar, dilihat, diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi
terhadap semua data yang mungkin meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas atau
kurang mengerti terhadap data yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi
dengan perawat yang lebih mengerti. Misalnya, pada observasi : “pasien selalu diam dan
sering menutup mukanya dengan kedua tangannya. Perawat berusaha mengajak pasien
keadaan pasien tersebut ditulis oleh perawat bahwa pasien depresi berat, maka hal itu
merupakan perkiraan dari perilaku pasien dan bukan data yang aktual. Diperlukan
penyelidikan lebih lanjut untuk menetapkan kondisi pasien. Dokumentasikan apa adanya
sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian (Potter & Perry, 2005).
c. Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data yang harus
dikumpulkan. Kondisi seperti ini bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif tetapi
singkat dan jelas (Potter & Perry, 2005). Dengan mencatat data yang relevan sesuai dengan
masalah pasien merupakan data fokus terhadap masalah pasien dan sesuai dengan situasi
khusus berdasar sumber data terdiri dari:
i. Sumber data primer
Pasien adalah sumber utama data (primer) dan perawat dapat menggali informasi
yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan pasien (Potter & Perry, 2005).
ii. Sumber data sekunder
Informasi dapat diperoleh melalui orang terdekat pada pasien seperti, orang tua,
suami atau istri, anak, dan teman pasie. Jika pasien mengalami gangguan keterbatasan
dalam berkomunikasi atau kesadaran yang menurun, misalnya pasien dalam kondisi
tidak sadar (Potter & Perry, 2005).
iii. Sumber data lainnya
a. Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya.
Catatan kesehatan terdahulu dapat digunakan sebagai sumber informasi yang dapat
mendukung rencana tindakan perawatan (Potter & Perry, 2005).
b. Riwayat penyakit
Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan merupakan riwayat penyakit yang
diperoleh dari terapis. Informasi yang diperoleh adalah hal-hal yang difokuskan pada
identifikasi patologis dan untuk menentukan rencana tindakan keperawatan (Potter &
Perry, 2005).
c. Konsultasi
Terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim kesehatan spesialis, khususnya
dalam menentukan diagnosa medis atau dalam merencanakan dan melakukan tindakan
medis. Informasi tersebut dapat diambil guna membantu menegakkan diagnosa (Potter &
d. Hasil pemeriksaan diagnostik
Seperti hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik, dapat digunakan perawat
sebagai data objektif yang dapat disesuaikan dengan masalah kesehatan pasien. Hasil
pemeriksaan diagnostik dapat digunakan membantu mengevaluasi keberhasilan dari
tindakan keperawatan (Potter & Perry, 2005).
e. Perawat lain
Jika pasien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya, maka perawat harus
meminta informasi kepada perawat yang telah merawat pasien sebelumnya (Potter &
Perry, 2005).
f. Kepustakaan
Data dasar pasien yang komprehensif, perawat dapat membaca literatur yang
berhubungan dengan masalah pasien (Potter & Perry, 2005).
3. Rumusan Masalah
Diagnosa keperawatan pada gangguan mobilisasi fisik harus aktual dan potensial
berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian dimana perawat menyusun strategi
keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran
tubuh buruk atau gangguan mobilisasi (Potter & Perry, 2006).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi (NANDA
dalam Potter & Perry, 2006) yaitu:
1. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengankesejajaran tubuh yang buruk dan
penurunan mobilisasi.
2. Risiko cedera yang berhubungan denganketidaktepatan mekanika tubuh, ketidaktepatan
posisi dan ketidaktepatan pemindahan yang buruk.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan statis sekresi paru dan
ketidaktepatan posisi tubuh.
4. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan penurunan pengembangan paru,
penumpukan sekresi paru dan ketidaktepatan posisi tubuh.
5. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pola nafas tidak simetris, penurunan
pengembangan paru dan penumpukan sekresi paru.
6. Gangguan integritas kulit atau risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan
keterbatasan mobilisasi, tekanan permukaan kulit, dan gaya gesek.
7. Gangguaneliminasi urine yang berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi, risiko
8. Risiko infeksi yang berhubungan dengan statisnya sekresi paru, kerusakan integritas
kulit, dan statisnya urine.
9. Inkontinensia total yang berhubungan dengan perubahan pola eliminasi dan keterbatasan
mobilisasi.
10. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan pengurangan tingkat
aktivitas dan isolasi sosial.
11. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan pengurangan tingkat
aktivitas dan isolasi sosial.
12. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi dan
ketidaknyamanan.
4. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatanhambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan
rentang gerak maka intervensi dari diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
gangguan mobilisasi dan ketidaktepatan mekanika tubuh diatas (NANDA dalam Potter &
Perry, 2006) adalah:
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala.
2. Kaji kekuatan otot/kemampuan fungsional mobilitas sendi
dengan menggunakan (skala kekuatan otot 0-5) secara teratur.
3. Monitor tanda-tanda vital.
4. Ubah posisi menimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan sebagainya jika bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
5. Instruksi/bantu pasien melakukan latihan ROM pasif/aktif secara konsisten.
6. Instruksikan pasien pada aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
1. Menunjukkan perubahan tingkatan mobilitas pasien setiap hari.
2. Menentukan perkembangan peningkatan kekuatan
otot/mobilitas sendi pasien sebelum dan sesudah dilakukan latihan rentang gerak (ROM).
3. Kelumpuhan otot
mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas.
4. Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
5. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
7. Melibatkan pasien dalam perawatan untuk mengurangi depresi dan kebosanan yang berkaitan dengan terapi mobilisasi ROM.
8. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik (fisioterapi)/ okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.
9. Ajarkan keluarga dalam melakukan latihan rentang gerak mobilisasi (ROM) sesuai dengan jadwal pengobatan dan perawatan pada pasien.
otot dan sendi.
6. Meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri pasien, harga diri, dan peran diri pasien sehari-hari.
7. Peran pasien mendukung motivasi diri untuk menikmati pengobatan dan perawatan diberikan.
8. Mendukung peningkatan kekuatan otot dan fungsi ekstremitas fungsional dan mencegah kontraktur.
9. Peran keluarga sangat menbantu peningkatan kesehatan pasien dalam mobilisasi fisik di rumah sakit dan atau dirumah.
B. Pengkajian Pasien di Rumah Sakit
Berdasarkan penugasan dan sesuai dengan jadwal praktek mahasiswa di rumah sakit,
pada tanggal 2 Juni 2014 mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Ny. O.
Berikut deskripsi dari hasil pengkajian yang dilakukan dan secara lengkap terdapat di
lampiran 1.
1. Biodata
Seorang perempuan Ny.O, berusia 60 tahun dan belum menikah, agama Kristen Katolik.
Ny. O bekerja sebagai wiraswasta dengan pendidikan terakhir SLTA, yang beralamat di
Teluk Gong Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Pada tanggal 17 Mei 2014 dirawat di
RSUD dr. Pirngadi Medan dengan nomor rekam medik 00.92.60.44. Pasien tidak pernah
dioperasi dan didiagnosa skizofrenia.
2. Keluhan Utama
Pasien tidak dapat berjalan dan tidak diketahui penyebabnya.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien tidak dapat berjalan diakibatkan oleh kelemahan ektremitas bawah secara tiba-tiba dan
seminggu ke fisioterapi. Pasien mengatakan kakinya sulit digerakkan dan pasien tidak dapat
berjalan. Lokasinya di bagian kaki kanan pasien dan tidak menyebar. Pasien dapat
mengangkat kakinya dengan kekuatan otot derajat 3 dan waktunya tidak dapat diukur karena
kaki pasien mengalami hambatan mobilisasi sejak masuk rumah sakit.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien tidak memiliki penyakit serius yang pernah dialaminya. Namun, pasien pernah
mengalami kecelakaan sepeda motor. Pasien langsung dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan pengobatan dan dirawat di rumah sakit kurang lebih dua hari. Pasien tidak
pernah dioperasi. Pasien memiliki riwayat alergi terhadap seafood seperti udang dan kepiting.
Pasien tidak mengingat lagi imunisasi apa yang pernah diberikan kepadanya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Saat dilakukan pengkajian ditemukan bahwa ayah pasien memiliki riwayat hipertensi dan
ibu pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus. Saudara kandung dari pasien tidak memiliki
gangguan penyakit seperti yang dialami oleh pasien. Anggota keluarga pasien juga tidak ada
yang mengalami gangguan jiwa. Pasien memiliki penyakit keturunan yang ada dari kedua
orangtuanya yang sudah meninggal yaitu Hipertensi dan Diabetes Melitus.
6. Riwayat Obstetrik
Pasien belum menikah sehingga tidak memiliki riwayat obstetrik.
7. Riwayat Keadaan Psikososial
Pasien kurang mengerti tentang penyakit yang dialaminya. Pasien mengatakan menyukai
semua bagian tubuhnya, dan memiliki kemauan untuk sembuh serta bisa bekerja kembali. Di
keluarganya pasien berperan sebagai anak dan selama sakit sebagian besar aktivitas pasien
dibantu oleh perawat. Pasien juga merasa diperhatikan oleh perawat di ruangan. Keadaan
emosi pasien saat ini labil. Orang yang berarti bagi pasien adalah kedua orangtuanya.
Hubungan pasien dengan keluarganya tampaknya kurang baik, karena pasien tidak pernah
dikunjungi oleh anggota keluarganya. Hubungan pasien dengan orang lain cukup baik dan
tidak ada hambatan bagi pasien selama berhubungan dengan orang lain. Pasien menganut
agama Kristen Katolik dan kegiatan ibadah pasien selama sakit berdoa.
8. Status Mental
Dari hasil pengkajian didapat tingkat kesadaran pasein kompos mentis, penampilan tidak
rapi, pembicaraan lambat, alam perasaan sedih, afek datar dan interaksi selama wawancara
9. Pemeriksaan Fisik
Secara umum didapati pasien sadar, lemah, dan tidak dapat berjalan sehingga pasien
terbaring di tempat tidur dan aktivitasnya dibantu oleh perawat dengan suhu tubuh 36,5ºC,
tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernafasan 20 kali/ menit, skala nyeri 3
(1-10), tinggi badan 155cm dan berat badan 65Kg. Dalam melakukan pengkajian dilakukan juga
pemeriksaan Head to toe untuk memperoleh data pemeriksaan fisik lebih lengkap. Dalam
pemeriksaan kepala dan rambut didapati bentuk kepala bulat dan simetris, ubun-ubun tidak
ada benjolan. Penyebaran rambut merata dan keadaan rambut sedikit lengket karena rambut
pasien jarang dicuci. Pada pemeriksaan wajah, warna kulit pasien putih dengan struktur
wajah oval dan simetris. Mata lengkap dan simetris, palpebra merah muda , lembab,
konjungtiva merah muda, sklera putih, pupil isokor dan coklat muda, kornea dan iris bening,
ketajaman penglihatan baik tekanan bola mata baik.
Pada pemeriksaan hidung, tulang hidung simetris, posisi septum nasi di tengah, lubang
hidung normal, bersih dan tidak ada sumbatan, tidak ada pernafasan menggunakan cuping
hidung. Bentuk daun telinga normal dan simetris, ukuran telinga simetris kiri dan kanan,
lubang telinga paten dan bersih, ketajaman pendengaran baik.
Pada pemeriksaan mulut dan faring didapati bahwa bibir lembab dan simetris, pasien
menggunakan gigi palsu, keadaan lidah kurang bersih, pita suara baik. Posisi trachea medial,
tidak ada pembesaran kelenjar thiroid, suara normal. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe,
tidak ada distensi vena jugularis, denyut nadi karotis teraba.
Pada pemeriksaan integumen kebersihan integumen tampak kurang bersih karena pasien
tidak dapat berjalan. Akral hangat, warna kulit putih, ada kemerahan di bagian punggung dan
luka pada kaki, turgor kulit baik, CRT < 2 detik, kelembaban kulit baik, dan tidak ada
kelainan pada kulit. Pada pemeriksaan payudara dan ketiak didapat ukuran dan bentuk
payudara simetris, tidak ada benjolan, payudara berwarna putih, areola berwarna coklat, tidak
ada produksi ASI, aksilla dan clavicula normal, tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan
thoraks/dada normal, simetris, pernafasan (frekuensi, irama) 20 kali / menit dan tidak ada
tanda kesulitan saat bernafas. Saat palpasi pemeriksaan paru gerak dada tampak normal, suara
perkusi resonan dan saat auskultasi suara nafas vesikuler dan tidak ada suara tambahan.
Pada pemeriksaan jantung tidak didapati cianosis, pulsasi teraba, suara dullnes saat
perkusi, bunyi jantung normal, tidak ada bunyi tambahan. Abdomen terlihat normal, simetris,
tidak ditemukan benjolan dan nyeri tekan. Pada pemeriksaan kelamin tidak ada kelainan pada
Pada pemeriksaan muskoloskeletal (kesimetrisan, kekuatan otot, edema) otot tampak
simetris, tidak ada edema, namun pasien mengalami penurunan kekuatan otot ekstremitas
bawah. Fungsi motorik, pasien tidak dapat berjalan. Pasien dapat merasakan sentuhan,
getaran, panas dingin dan tajam tumpul.
10. Pola Kebiasaan Sehari-hari
Pasien biasa makan 3 kali sehari (pagi, siang, malam), selama dirawat rumah sakit pasien
tampak selera makan, tidak terdapat nyeri ulu hati, memiliki alergi makanan seafood seperti
udang dan kepiting dan tidak ada mual dan muntah. Jumlah makanan satu piring jenis
makanan biasa, pasien tidak memisahkan diri saat makan. Biasanya pasien minum sekitar 1,5
liter tiap hari. Tidak ada kesulitan menelan saat makan dan minum.
11. Perawatan Diri
Tubuh pasien tampak kurang bersih, mulut berbau dan jarang disikat. Kuku kaki dan tangan
pasien kurang bersih.
12. Pola Kegiatan/ Aktivitas
Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi dan ganti pakaian secara umum
aktivitas pasien dibantu oleh perawat, tingkat ketergantungannya 3 yaitu membutuhkan
bantuan dari orang lain peralatan/ alat bantu. Selama dirawat di rumah sakit pasien merasa
kesulitan dalam beribadah namun, pasien masih mau berdoa.
13. Pola Eliminasi
Pola BAB pasien 1 kali/ 2 hari dengan karakteristik feses lunak dan tidak ada perdarahan.
Pasien BAK menggunakan kateter dengan karakteristik urine kuning terang dan pasien tidak
ada kesulitan dalam BAK. Tidak ada riwayat penyakit batu ginjal/ kandung kemih dan juga
penggunaan diuretik.
C. Analisa Data dan Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 2 Juni 2014 dari data-data
yang diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan data objek dan data subjek.
Dari analisa data yang dilkukan ditemukan tiga masalah keperawatan yaitu: hambatan
mobilitas fisik, defisit perawatan diri, dan kerusakan integritas kulit. Secara lengkap terdapat
D. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawataan
berdasarkan keterkaitan dan faktor-faktor yang menandai masalah yaitu data subjek dan data
objek yang telah di kaji. Dari hasil perumusan diperoleh tiga diagnosa yaitu:
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ekstremitas bawah ditandai
dengan pasien tidak dapat berjalan, terbaring lemah di tempat tidur, dan secara umum
aktivitas pasien sebagian besar dibantu oleh perawat dengan tingkat mobilisasi 3, kekuatan
otot derajat 2, TD: 130/90 mmHg, HR: 80x/menit, RR: 20x/menit, T: 36,5ºC.
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai dengan pasien
tampak kurang bersih, mulut berbau dan gigi jarang disikat, lidah kurang bersih, kuku kaki
dan tangan kurang bersih, rambut bau.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama ditandai dengan
punggung pasien tampak merah dan ada luka di bagian kaki kanan pasien.
E. Perencanaan Keperawatan dan Rasional
Setelah melakukan pengkajian keperawatan, dari data yang diperoleh dilakukan analisa
dan menemukan masalah-masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam diagnosa
keperawatan. Pada saat itu juga perawat melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk
memberi asuhan keperawatan kepada Ny. O. Perencanaan keperawatan dan rasional dari
setiap diagnosa dapat dilihat di tabel berikut:
Tabel 2.1 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan ekstremitas bawah ditandai dengan pasien tidak dapat
berjalan, terbaring lemah di tempat tidur, dan secara umum aktivitas pasien sebagian besar
dibantu oleh perawat dengan tingkat mobilisasi 3, kekuatan otot derajat 2, TD: 130/90, HR:
80x/ menit, RR: 20x/ menit, T: 36,5ºC.
Hari/
tanggal
No.
Dx
Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu melakukan mobilitas fisik, baik ditempat tidur, dengan kemampuannya secara mandiri setiap hari.
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat melakukan latihan rentang gerak pada sendi/ ektremitas yang lumpuh secara mandiri.
bantuan minimal pada tingkat yang realistis. 3. Menunjukkan peningkatan mobilitas fisik.
Rencana Tindakan Rasional
Senin/ 2
Juni 2014
Dx 1 1. Kaji tingkat mobilisasi
pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala.
2. Kaji kekuatan
otot/kemampuan fungsional mobilitas sendi dengan menggunakan (skala kekuatan otot 0-5)secara teratur .
3. Monitor tanda-tanda vital.
4. Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
5. Dukung latihan ROM aktif.
6. Instruksikan pasien pada aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
7. Gunakan ahli terapi fisik (fisioterapi) sebagai sumber dalam perencanaan aktivitas perawatan pasien.
8. Susun rencana spesifik, seperti menempatkan pasien di tempat tidur atau kursi, cara-cara memindahkan/ mengubah posisi pasien, jumlah personil yang dibutuhkan untuk
memobilisasi pasien dan peralatan eliminasi yang diperlukan (misal, pispot).
9. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk
mempertahankan atau meningkatkan atau meningkatkan mobilitas sendi dan otot.
1. Menunjukkan
3. Kelumpuhan otot
mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas.
4. Menurunkan resiko
terjadinya kekuatan otot dan sendi.
6. Meningkatkan
kemampuan aktivitas mandiri pasien, harga diri, dan peran diri pasien sehari-hari.
10.Dukung pasien/ keluarga untuk memandang keterbatasan dengan realistis.
11.Berikan penguatan positif selama aktivitas.
12.Berikan analgesik sebelum memulai aktivitas.
13.Letakkan matras/ tempat tidur teraupetik dengan benar.
14.Atur posisi pasien dengan postur tubuh yang benar.
15.Letakkan tombol pengubah
posisi tempat tidur dan lampu pemanggil dalam jangkauan pasien.
16.Letakkan pada posisi terapeutik (misal, hindari penempatan puntung amputasi pada posisi fleksi; tinggikan bagian tubuh yang terkena, jika diperlukan; imobilisasi atau sangga bagian tubuh yang terkena, jika diperlukan).
peningkatan kekuatan otot dan fungsi ekstremitas
Tabel 2.2 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa defisit perawatan diri
berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai dengan pasien tampak kurang bersih,
mulut berbau dan gigi jarang disikat, lidah kurang bersih, kuku kaki dan tangan kurang
bersih, rambut bau.
Hari/
tanggal
No.
Dx
Perencanaan Keperawatan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan personal hygiene pada pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil:
1.Pasien akan mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang
kebersihan tubuh dan hygiene mulut.
3.Pasien mampu melakukan perawatan mulut.
Intervensi Rasional
Senin/ 2
Juni 2014
Dx 2 1. Kaji kemampuan untuk
menggunakan alat bantu.
2. Kaji membran mukosa oral
dan kebersihan tubuh setiap hari.
3. Kaji kondisi kulit saat mandi.
4. Pantau adanya perubahan
kemampuan fungsi. 5. Pantau kebersihan kuku,
berdasarkan kemampuan perawatan diri pasien. 6. Ajarkan pasien/keluarga
penggunaan metode alternatif untuk mandi dan hygiene mulut.
7. Tawarkan pengobatan
nyeri sebelum mandi. 8. Gunakan ahli fisioterapi
dan terapi kerja sebagai sumber-sumber dalam merencanakan aktivitas perawatan pasien.
9. Dukung kemandirian
dalam melakukan mandi dan hygiene mulut, bantu jika diperlukan.
10.Berikan pendidikan kesehatan tentang kebersihan diri pada pasien.
11.Berikan bantuan sampai pasien mampu secara penuh untuk melakukan perawatan diri.
12.Libatkan keluarga dalam penentuan rencana.
13.Rujuk pasien dan keluarga ke layanan sosial untuk perawatan dirumah.
1. Untuk
mempersiapkan alat bantu.
2. Mengetahui data
dasar dalam melakukan
intervensi.
3. Mengetahui adanya
luka.
4. Memandirikan
pasien.
5. Agar kuku psdien
bersih.
6. Meningkatkan
pengetahuan pasien.
7. Menghindari resiko
Tabel 2.3 Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tirah baring yang lama ditandai dengan punggung pasien tampak merah
dan ada luka di bagian kaki kanan pasien.
Hari/
tanggal
No.
Dx
Perencanaan Keperawatan
Tujuan: pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan Kriteria hasil:
1. Pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka.
2. Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka.
3. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi Rasional
Senin/ 2
Juni 2014
Dx 3 1. Kaji adanya faktor risiko
yang dapat menyebabkan kerusakan kulit.
2. Ganti posisi setiap 1 sampai 2 jam secara teratur.
3. Pantau kulit dari adanya: ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembapan dan kekeringan yang berlebihan, serta area kemerahan dan rusak. 4. Jaga kebersihan kulit dan
hindari trauma dan panas pada kulit.
5. Identifikasi sumber penekanan dan friksi (misalnya, gips, tempat tidur, dan pakaian).
6. Gunakan kasur penurun
tekanan.
7. Hindari pemijatan di atas penonjolan tulang. 8. Kaji tingkat keterbatasan
kemampuan untuk pindah atau bergerak di tempat tidur.
9. Gunakan terknik yang
benar dalam mengubah posisi, memindahkan, dan memiringkan.
10.Berikan posisi dengan bantal untuk menaikkan
titik penekanan dari tempat tidur.
11.Gunakan alat pengangkat daripada menarik pasien saat pemindahan dan pengubahan posisi.
F. Implementasi dan Evaluasi
Dari perencanaan yang dilakukan maka didapat hasil sebagai berikut (secara lengkap
terdapat pada lampiran 3).
Diagnosa pertama yaitu hambatan mobilisasi fisik, tindakan yang dilakukan adalah
mengkaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala, mengkaji kekuatan
otot/kemampuan fungsional mobilitas sendi dengan menggunakan (skala kekuatan otot 0-5)
secara teratur, memonitor tanda-tanda vital, mengubah posisi minimal setiap 2 jam,
mendukung latihan ROM aktif pada kaki kanan pasien, menginstruksikan pasien pada
aktivitas sesuai dengan kemampuannya, menggunakan ahli terapi fisik (fisioterapi) sebagai
sumber dalam perencanaan aktivitas perawatan pasien, menyusun rencana spesifik, seperti
menempatkan pasien di tempat tidur atau kursi, cara-cara memindahkan/ mengubah posisi
pasien, jumlah personil yang dibutuhkan untuk memobilisasi pasien dan peralatan eliminasi
yang diperlukan (misal, pispot).
Setelah di evaluasi selama perawatan masalah untuk diagnosa pertama teratasi sebagian,
pasien sudah dapat melakukan latihan rentang gerak pada sendi/ ektremitas yang lumpuh
secara mandiri namun, belum menunjukkan peningkatan mobilisasi dan bergerak sendiri di
tempat tidur atau memerlukan bantuan minimal pada tingkat yang realistis.
Diagnosa kedua defisit perawatan diri, tindakan yang dilakukan adalah mengkaji pola
kebutuhan personal hygiene pasien, mencuci rambut pasien menggunakan shampo,
membantu pasien menggosok gigi dan mengajarkan pasien cara menggosok gigi yang benar,
membantu pasien mengganti pakaian, membantu pasien dalam menjaga kebersihan badannya
dengan cara memandikan pasien, memberikan pendidikan kesehatan tentang kebersihan diri
pada pasien. Dari tindakan yang dilakukan masalah teratasi sebagian, dapat dilihat rambut
pasien bersih dan wangi, gigi bersih, mulut wangi dan segar, kulit bersih dan tidak lengket,
dan pasien merasakan segar pada tubuhnya. Namun pasien belum dapat melakukannya
Diagnosa ketiga yaitu kerusakan integritas kulit, tindakan yang dilakukan pasien
adalahmengkaji adanya faktor risiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit, mengganti
posisi setiap 1 sampai 2 jam secara teratur, memantau kulit dari adanya: ruam dan lecet,
warna dan suhu, kelembapan dan kekeringan yang berlebihan, serta area kemerahan dan
rusak, menjaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin menghindari trauma dan panas pada
kulit. Dari tindakan yang dilakukan masalah teratasi sebagian pasien mau berpartisipasi
terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, masih ada