• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Efisiensi Usahatani Tebu (Studi Kasus : Desa Kwala Begumit, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Efisiensi Usahatani Tebu (Studi Kasus : Desa Kwala Begumit, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Produktivitas Tebu Nasional

Produktivitas tanaman tebu di tingkat nasional berkisar dari 60–80 Ton/Ha atau

rata-rata sebesar 70 Ton/Ha. Tingkat produktivitas tanaman tebu ini masih bisa

ditingkatkan hingga di atas 120 Ton/Ha. Bahkan, hasil penelitian yang dilakukan

oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui sistem tanam juring

ganda dengan menggunakan benih budset terbukti dapat meningkatkan

produktivitas tanaman tebu dalam batangan sampai 135 Ton/Ha (Tabloid Sinar

Tani, 2015).

2.1.2 Konsep Pengukuran Efisiensi

Konsep pengukuran efisiensi dapat dibagi menjadi pengukuran berorientasi input

dan berorientasi output (Farrell 1957).

Pengukuran berorientasi input merupakan kondisi dimana secara proporsional

menurunkan penggunaan input dengan output yang dihasikan adalah tetap atau

dengan pengukuran berorientasi output dimana dengan menggunakan input yang

sama akan mendapatkan proporsi output yang lebih besar (Coelli et al. 1998).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Produksi

Berbagai studi telah dilakukan untuk menjelaskan faktor-faktor yang

memengaruhi efisiensi produksi. Dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor

konvensional dan faktor non konvensional. Faktor non konvensional

(2)

variabel agroekologi. Faktor konvensional merupakan variabel pilihan tradisional

dalam proses menentukan produksi suatu produsen. Input konvensional termasuk

intensitas tenaga kerja, penggunaan pupuk dan penggunaan traktor. Di sisi lain,

input non konvensional termasuk kualitas lahan, irigasi, penelitian pertanian,

ekspor pertanian dan ketidakstabilan (Frisvold dan Ingram, 1994).

Terdapat faktor internal dan eksternal sehingga petani tidak dapat mencapai

efisiensi tertinggi. Faktor internal yang merupakan kemampuan teknik dan

manajerial petani dalam usaha tani meliputi luas dan penguasaan lahan,

pendidikan, umur, pendapatan, pengalaman, penguasaan teknologi serta

kemampuan petani mengolah informasi untuk meningkatkan produksinya. Faktor

eksternal meliputi hal-hal di luar kendali petani seperti bencana alam, iklim,

harga, penyakit dan hama tumbuhan dan lainnya (Sumaryanto, 2003).

2.1.4 Teknologi Peningkatan Produktivitas Tebu Rakyat

Budidaya tebu merupakan serangkaian kegiatan mengelola tebu pada suatu lahan

tertentu dengan memanipulasi kondisi lingkungan, tanaman dan

masukan-masukan faktor produksi sedemikian rupa untuk memperoleh keluaran yang

optimal.

Menurunnya produktivitas lebih banyak disebabkan oleh aktivitas budidaya tebu

telah menyimpang dari baku teknis budidaya mulai dari jarangnya menggunakan

bibit dari sumber bibit sehat dan berkualitas, pengolahan tanah yang kurang

sempurna, pemeliharaan tanaman yang seadanya serta kurang baiknya

penanganan tebang, muat dan angkut.

Berikut adalah tahapan-tahapan teknologi budidaya yang dapat dilakukan agar

(3)

1. Pembibitan

Pembibitan adalah kegiatan manusia untuk menanam bibit tebu secara terencana.

Bibit tebu adalah bahan tanam dari batang tebu yang memenuhi persyaratan umur

dan kualitas yang telah ditetapkan.

Bibit tebu yang ditanam dianjurkan varietas tebu unggul yang memenuhi

persyaratan terutama menyangkut dengan kualifikasi, sumber bibit, umur, mutu

dan cara kemasan.

2. Pengendalian Gulma

Gulma merupakan organisme pengganggu tanaman utama di areal tebu Sumatera

Utara, karena pertumbuhannya lebih cepat dan lebat dibanding dengan wilayah

perkebunan tebu lainnya. Hal tersebut karena kondisi cuaca (curah hujan) yang

cukup basah merata sepanjang tahun.

Jika gulma dibiarkan tumbuh bersama tebu selama 3 bulan pertama dapat

menurunkan bobot sebesar 13,2 persen dan 36,5 persen berturut-turut di lahan

ringan dan lahan berat areal tebu Kuala Madu.

Pengendalian gulma diarahkan bagaimana caranya agar pada 3 bulan pertama

pertumbuhan tebu terbebas dari persaingan gulma. Pengolahan tanah yang baik,

tanam tepat waktu dan penggunaan bibit tebu yang berkualitas secara tidak

langsung ikut berperan dalam mengendalikan pertumbuhan gulma pada awal

pertumbuhan tebu.

3. Pemupukan

Pemupukan adalah tindakan pemberian unsur hara ke dalam tanah dengan tujuan

untuk memenuhi kebutuhan hara bagi pertumbuhan tanaman dan

(4)

Dosis pupuk yang dibutuhkan oleh tebu bervariasi tergantung kepada tingkat

kesuburan tanah dan jumlah hara yang diambil oleh tebu. Untuk menghasilkan 90

Ton tebu segar per Ha, jumlah pupuk atau hara yang diambil tanaman sebanyak

85 Kg N, 60 Kg P2O5 dan 280 Kg K2O.

Secara konersial selama ini di Sumatera Utara penggunaan unsur hara bagi tebu

masih terbatas pada pemenuhan unsur hara makro. Kebutuhan N, P2O5 dan K2O

berturut-turut dipenuhi oleh pupuk tunggal Urea, SP36/TSP dan KCL.

Dosis tebu untuk tebu rakyat sebaiknya mengikuti rekomendasi umum yang

digunakan di lahan HGU PTPN II yakni menggunakan pupuk tunggal Urea, TSP

dab KCL masing-masing 300, 200 dan 200 Kg per Ha (Dinas Perkebunan

Provinsi Sumatera Utara, 2008).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Konsep Usahatani

Usahatani adalah sebagai bagian dari permukaan bumi, dimana petani atau suatu

badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Usahatani dapat

dipandang sebagai suatu cara hidup (away of life) atau sebagai suatu perusahaan

(farm business) (Mosher, 1969). Usahatani adalah organisasi yang

pelaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau

sekumpulan orang, segolongan sosial baik yang terikat geneologis, politis maupun

teritorial sebagai pengelolanya (Soekartawi , 1986).

Hernanto (1996) menjelaskan bahwa terdapat empat unsur pokok faktor-faktor

(5)

1) Lahan

Lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi

lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu,

lahan memiliki beberapa sifat, di antaranya adalah : luasnya relatif atau dianggap

tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan atau

diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat diperoleh dengan cara membeli,

menyewa, membuka lahan sendiri, wakaf, menyakap atau pemberian negara.

2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani yang bertugas menyelesaikan

berbagai macam kegiatan produksi. Dalam usahatani, tenaga kerja dibedakan

menjadi tiga kelompok, yaitu : tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan

tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia digolongkan menjadi tenaga kerja

pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis

pekerjaan usahatani didasari oleh tingkat kemampuannya. Kualitas kerja manusia

sangat dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat

kesehatan, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam kegiatan usahatani digunakan

satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari

kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan

hingga pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam

kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total). Tenaga kerja manusia dapat

diperoleh dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja ternak sering digunakan

untuk pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik

sering digunakan untuk pengolahan tanah, penanaman, pengemdalian hama, serta

(6)

3) Modal

Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi

lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan produk pertanian. Menurut

sifatnya modal dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap yang meliputi tanah

bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai,

piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Penggunaan modal berfungsi

untuk membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan kekayaan serta

pendapatan usahatani. Modal dalam suatu usahatani untuk membeli sarana

produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal

dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan

lain-lain), warisan, usaha lain, atau kontrak sewa.

4) Manajemen

Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan,

mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan

sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang

diharapkan. Dengan demikian, pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki dan

faktor yang dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan.

2.2.2 Konsep Pendapatan Usahatani

Usahatani adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk menghasilkan

penerimaan dengan input fisik, tenaga kerja, dan modal sebagai korbanannya.

Penerimaan total adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu.

Pengeluaran total usahatani adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam

proses produksi. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan total dan

(7)

2.2.3 Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi.

Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya itu

mempengaruhi besar-kecilnya produksi yang diperoleh (Soekaratawi, 2002).

Misalkan Y adalah produksi dan Xi adalah masukan i, maka besarnya Y akan

tergantung pada besarnya X1, X2, X3, ..., Xm yang digunakan pada fungsi

tersebut. Secara aljabar, hubungan Y dan X dapat ditulis sebagai berikut :

Y = f(X1, X2, X3, ..., Xm)

dimana :

Y : produksi/output

X1, X2, X3, ..., Xm : faktor produksi/input.

Jika bentuk fungsi produksi tersebut diketahui, maka informasi harga dan biaya

dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi masukan terbaik maupun

mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penggunaan masukan dan

terhadap produksi. Namun hal ini sulit dilakukan oleh petani. Hal ini disebabkan

oleh :

1. Adanya faktor ketidaktentuan terkait cuaca, hama, dan penyakit tanaman.

2. Data yang digunakan untuk pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar.

3. Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata

suatu pengamatan.

4. Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat

diketahui secara pasti.

(8)

Pada dasarnya fungsi produksi dapat dinyatakan secara sistematis maupun dengan

kurva produksi. Kurva tersebut menggambarkan hubungan fisik faktor produksi

dan hasil produksinya, dengan asumsi hanya satu produksi yang berubah dan

faktor produksi lainnya dianggap tetap (cateris paribus).

Selain hubungan input dan output suatu proses produksi, fungsi produksi juga

menggambarkan Marginal Product (MP) dan Average Product (AP). Pengertian

dari Marginal Product (MP) adalah tambahan produksi per kesatuan tambahan

input. Sedangkan Average Product (AP) adalah produksi per kesatuan input.

Adapun kurva total produksi, rata-rata produksi dan marjinal produksi

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kurva Produksi Total, Produk Rata-rata dan Produk Marginal

Pada Gambar 2.1 dijelaskan bahwa berdasarkan elastisitas produksinya, kurva

(9)

AP, daerah II dimana terjadi penurunan AP saat MP positif, dan daerah III dimana

terjadi penurunan AP saat MP negatif.

Daerah I berada di sebelah kiri titik AP maksimum dengan nilai elastisitas

produksi lebih besar dari satu (ε > 1). Hal ini berarti bahwa penambahan faktor

produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar

dari satu satuan. Kondisi tersebut dapat terjadi saat nilai MP lebih besar dari nilai

AP. Pada kondisi elastisitas produksi yang lebih besar dari satu, keuntungan

maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat ditingkatkan. Oleh karena

itu, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien.

Daerah II berada di antara AP maksimum dan MP=0 dengan nilai elastisitas

produksi antara nol dan satu (0 < ε < 1). Hal ini berarti bahwa penambahan faktor

produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi paling

besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Pada daerah ini terjadi penambahan

hasil produksi yang semakin menurun, namun penggunaan faktor-faktor produksi

tertentu di daerah ini dapat memberikan keuntungan maksimum. Oleh karena itu,

daerah ini disebut daerah rasional atau efisien.

Daerah III berada di sebelah kanan MP=0 dengan nilai elastisitas produksi kurang

dari nol (ε < 0). Hal ini berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input akan

menyebabkan penurunan produksi. Pada daerah ini, penggunaan faktor produksi

sudah tidak efisien. Oleh karena itu, daerah III disebut daerah irrasional.

2.2.4 Fungsi Produksi Cobb- Douglas

Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah fungsi produksi yang umum digunakan,

parameter-parameter yang diperoleh dari model ini merupakan elastisitas produksi

(10)

setiap faktor produksi dalam model ini dianggap tetap. Model ini hanya mampu

menerangkan proses produksi pada fase diminishing return, yaitu fase produksi

pada saat tambahan produksi yang dihasilkan sebagai akibat adanya tambahan

faktor produksi, meningkat dengan peningkatan yang makin lama makin

berkurang. Bentuk umum model fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai

berikut :

Y = bo X1b1 X2b2 X3b3... Xnbn eu

dimana :

Y = Jumlah produksi yang diduga

bo = Intersep

bi = Parameter penduga variabel ke-i dan merupakan elastisitas

Xi = Faktor produksi yang digunakan

u = Kesalahan pengganggu

i = 1, 2, 3,..., n

е = bilangan natural

Untuk menganalisis fungsi produksi dalam bidang pertanian, perlu ditentukan

model fungsi produksi yang akan dipakai berdasarkan pada sebaran data yang

diperoleh pada diagram sebaran data yang diperoleh. Sebaran data tersebut

menggambarkan hubungan antara produksi (Y) dan input (X). Apabila sebaran

data berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi linier. Sebaliknya

apabila sebaran data tidak berbentuk garis lurus, maka digunakan fungsi produksi

(11)

2.2.5 Efisiensi

Efisiensi sesuai dengan prinsip dasar ilmu ekonomi bahwa dengan input produksi

tertentu akan dapat dihasilkan output semaksimal mungkin atau untuk dapat

memproduksi output tertentu dengan input dan biaya seminimal mungkin. Jika

prinsip efisiensi produksi tersebut diterapkan dalam suatu produksi komoditas

pertanian maka petani akan berupaya mencapai suatu efisiensi dalam

menggunakan input produksi. Apabila petani dapat mengalokasikan sumberdaya

secara efisien maka akan terdapat tambahan kontribusi sektor pertanian,

sebaliknya apabila petani tidak mengalokasikan input produksi secara efisien akan

terdapat potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan

pendapatan usahatani dan menciptakan surplus. Oleh karena itu, efisiensi

penggunaan sumberdaya merupakan hal penting yang menentukan eksistensi

berbagai peluang di sektor pertanian dan terkait dengan potensi kontribusinya

terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rumahtangga tani

(Weesink et al, 1990).

Efisiensi terdiri dari komponen teknik dan alokatif (harga). Efisiensi teknik

merupakan kemampuan suatu unit usaha untuk dapat berproduksi sepanjang kurva

isokuan yaitu menghasilkan output seoptimal mungkin dengan kombinasi input

dan teknologi yang tertentu. Efisiensi alokatif (harga) merefleksikan kemampuan

suatu unit usaha menggunakan input dalam proporsi yang optimal, sesuai dengan

harganya masing-masing dan teknologi produksi. Kedua pengukuran ini

(12)

Efisiensi Teknik

Efisiensi teknik merupakan kemampuan untuk menghindari pemborosan dengan

memproduksi output sebanyak mungkin dengan input dan teknologi yang ada atau

dengan menggunakan input yang lebih sedikit dengan teknologi yang sama akan

menghasilkan output yang sama. Sehingga efisiensi teknik merupakan

menggunakan input seminimal mungkin atau menghasilkan output sebanyak

mungkin. Produsen secara teknik akan efisien apabila peningkatan outputnya

didapatkan melalui pengurangan setidaknya satu output lainnya atau peningkatan

setidaknya satu input serta bila penurunan suatu inputnya didapatkan melalui

peningkatan satu input lainnya atau penurunan setidaknya satu output. Oleh

karena itu, produsen yang secara teknik efisien akan mampu memproduksi output

yang sama dengan setidaknya satu input yang lebih sedikit atau atau dengan

menggunakan input yang sama akan mampu memproduksi setidaknya satu output

yang lebih banyak.

Efisiensi teknik menunjuk pada kemampuan untuk meminimalisasi penggunaan

input dalam produksi sebuah vektor output tertentu atau kemampuan untuk

mencapai output maksimum dari suatu vektor input tertentu. Seorang petani

secara teknik dikatakan lebih efisien dibandingkan dengan petani lainnya jika

dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama menghasilkan output secara

fisik yang lebih tinggi (Kumbhakar, 2002).

Efisiensi teknik diasosiasikan dengan tujuan prilaku untuk memaksimalkan output

. Petani disebut efisien secara teknik apabila telah berproduksi pada tingkat batas

(13)

cuaca yang buruk, adanya binatang yang merusak atau hal lain yang menyebabkan

produksi berada di bawah batas yang diharapkan (Battese dan Coelli, 1995).

Efisiensi Alokatif (Harga)

Efisiensi alokatif (harga) dapat mengukur kemampuan suatu unit produksi dalam

memilih kombinasi input yang dapat meminimalkan biaya dengan teknologi yang

sama sehingga dapat memaksimalkan keuntungan. Efisiensi alokatif (harga)

merupakan rasio antara total biaya produksi suatu output menggunakan faktor

aktual dengan total biaya produksi suatu output menggunakan faktor optimal

dengan kondisi efisien secara teknik.

Karena efisiensi alokatif (harga) menekankan pada penggunaan input tertentu

berdasarkan harganya, inefisiensi dapat membendung dari harga yang tidak

diobservasi, dari harga yang diterima tidak benar atau dari kurang akurat dan

tepatnya waktu informasi.

Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi terdiri dari efisiensi teknik dan efisiensi alokatif (harga).

Efisiensi teknik mengacu kepada upaya menghindari pemborosan baik

dikarenakan memproduksi output sebanyak mungkin dengan penggunaan

teknologi dan input tersedia atau mengunakan input seminimal mungkin yang

dibutuhkan untuk memproduksi suatu output. Efisiensi teknik untuk itu dapat

dilihat dari sisi meminimalkan input dan meningkatkan output. Produsen yang

efisien secara teknik dapat memproduksi sejumlah output yang sama dengan

menggunakan setidaknya salah satu input yang lebih sedikit atau dapat

(14)

yang lebih banyak. Pengukuran efisiensi teknik penting karena dapat mengurangi

biaya produksi dan membuat produsen lebih kompetitif (Alvarez dan Arias 2004).

Efisiensi alokatif (harga) dapat mengukur kemampuan suatu produsen untuk

memilih kombinasi input yang dapat meminimisasi biaya dengan teknologi yang

tersedia. Karena efisiensi alokatif (harga) mengimplikasikan substitusi atau

penggunaan suatu input secara intensif berdasarkan harga input, inefisiensi dapat

timbul dari harga-harga yang tidak diteliti, dari harga yang dirasa tidak tepat atau

dari informasi yang kurang akurat dan tepat.

Efisiensi ekonomi dapat diukur dengan kriteria keuntungan maksimum yaitu

menggunakan input secara optimal untuk menghasilkan output maksimal dengan

biaya tertentu dan kriteria biaya minimum yaitu dengan meminimumkan biaya

dengan jumlah output tertentu.

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan skripsi Puspitasari (2013) melakukan penelitian tentang “Analisis

Efisiensi Teknik dan Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di Desa

Pasirlangu Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat”. Hasil dari penelitian

tersebut menyebutkan bahwa penggunaan benih dan tenaga kerja berpengaruh

nyata terhadap peningkatan produksi paprika hidroponik per satuan lahan.

Sedangkan faktor produksi seperti nutrisi, insektisida, dan fungisida tidak

berpengaruh nyata dalam peningkatan produksi paprika hidroponik. Tingkat

efisiensi teknik usahatani paprika hidroponik yang diteliti Puspitasari (2013)

sebesar 89.9 persen dari produktivitas maksimum dan 10.1 persen sisanya masih

belum efisien. Hal ini menunjukkan usahatani paprika hidroponik di Desa

(15)

Berdasarkan skripsi Januarsini (2000) dalam penelitiannya tentang tingkat

efisiensi penggunaan faktor produksi tebu dengan fungsi produksi Cobb Douglas.

Variabel yang diduga berpengaruh terhadap produksi tebu adalah luas lahan,

pupuk ZA, pupuk TSP, pupuk KCl, tenaga kerja, bibit tebu dan sistem tanam.

Hasil analisis menunjukkan bahwa luas lahan berpengaruh nyata terhadap

produksi tebu sedangkan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap produksi

tebu. Faktor lainnya dikeluarkan dari model karena terjadi multikolinieritas. Dari

nilai NPM/BKM didapat nilai lebih besar dari satu yang berarti proses produksi

usahatani tebu tersebut belum efisien.

2.4 Kerangka Pemikiran

Usahatani tebu adalah kegiatan yang dilakukan seseorang di dalam

pembudidayaan tanaman tebu dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.

Keuntungan usahatani tebu berhubungan dengan produksi dan penggunaan faktor

produksi. Produksi berhubungan dengan penggunaan faktor produksi. Adapun

faktor produksi pada produksi tebu adalah: 1. Luas lahan, 2. Bibit, 3. Tenaga

kerja, 4. Pupuk, 5. Pestisida. Penggunaan faktor produksi terhadap jumlah output

yang dihasilkan (produksi) dapat diukur tingkat efisiensi baik secara teknik, harga

dan ekonomi. Dari sisi produksi dapat dilihat pendapatan usahatani tebu. Sehingga

dari berbagai kerangka tersebut dapat menganalisis pendapatan dan efisiensi

penggunaan faktor produksi usahatani tebu dengan memberikan rekomendasi

penggunaan faktor produksi usahatani yang efisien secara teknik, harga serta

ekonomi dan memberikan keuntungan maksimal bagi petani. Secara skematis

(16)

Keterangan :

: Menyatakan Hubungan : Menyatakan Hasil

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran Usahatani Tebu

Produksi

Faktor Produksi: 1. Luas lahan 2. Bibit

3. Tenaga kerja 4. Pupuk 5. Pestisida

Efisiensi pada Penggunaan Faktor Produksi Usahatani

Tebu dan Keuntungan Maksimum bagi Petani Tebu

(17)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka dan landasan teori yang telah

dikemukakan, hipotesis penelitian ini adalah :

1. Tingkat produksi usahatani tebu di Desa Kwala Begumit Kecamatan

Stabat Kabupaten Langkat tergolong rendah.

2. Usahatani tebu di Desa Kwala Begumit Kecamatan Stabat Kabupaten

Langkat adalah usahatani yang tidak menguntungkan.

3. Penggunaan faktor produksi usahatani tebu di Desa Kwala Begumit

Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat belum efisien secara teknik, harga

Gambar

Gambar 2.1 Kurva Produksi Total, Produk Rata-rata dan Produk Marginal
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Undang-Undang ini mengatur materi mengenai Asas Pengaturan, Kedudukan dan Jenis Desa, Penataan Desa, Kewenangan Desa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Hak dan

- Pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, kelurahan dan desa dan masyarakat (koordinasi, bimbingan, supervisi.. dan konsultasi, perencanaan, penelitian,

Indah Mayang Sari P

bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 2 huruf b, dan Pasal 5 Peraturan Bupati Kerinci Nomor 59 Tahun 2016 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun

[r]

bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 2 huruf b, dan Pasal 5 Peraturan Bupati Kerinci Nomor 59 Tahun 2016 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun

[r]