• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan Persepsi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Di Puskesmas Kedai Durian Kota Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik dan Persepsi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Di Puskesmas Kedai Durian Kota Medan Tahun 2015"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bidang kesehatan merupakan salah satu indikator utama dari

berkembangnya kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah geografis

tertentu.Kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah tersebut dapat dilihat dari

beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development

Index) yang masih menempatkan indikator seperti angka harapan hidup dan angka

harapan hidup sehat. Angka harapan hidup manusia juga ditentukan oleh status

sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011).

Sebagian besar masyarakat di Indonesia merupakan kalangan masyarakat

ekonomi menengah ke bawah yang tentu saja sangat rentan terhadap masalah

kesehatan. Berbagai kalangan masyarakat terutama masyarakat miskin

menghadapi berbagai masalah kesehatan seperti keterbatasan akses layanan

kesehatan dan rendahnya status kesehatan. Penyebab utama dari rendahnya derajat

kesehatan masyarakat terutama masyarakat miskin selain karena kurangnya

kecukupan pangan adalah keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dasar,

rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap

perilaku hidup sehat, rendahnya pendapatan, dan mahalnya biaya jasa kesehatan

(Azwar, 2012).

Dalam “Declaration of Human Right” tahun 1948 Pasal 25 ayat 1

menyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk

(2)

pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang

diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat,

menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang

mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes

RI, 2014).

Selain itu di dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan juga ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam

memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Untuk mewujudkan komitmen tersebut, pemerintah terus berupaya

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan berbagai

program kesehatan nasional yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tujuan

program tersebut yaitu seluruh penduduk Indonesia memiliki JKN untuk

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang

handal, unggul dan terpercaya.

JKN di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak 2004 melalui

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Namun

baru pada tahun 2008 ada komitmen politik dari Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia (DPR RI) sehingga menjadi tanggung jawab negara untuk

membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Berdasarkan landasan

hukum tersebut, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

(3)

Penyelenggara Jaminan Sosial resmi melaksanakan JKN sejak 1 Januari 2014

(Pelangi, 2014).

Fadjriadinur (2013) menjelaskan bahwa JKN merupakan bagian dari

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan

menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib

berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan

untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang

diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar

oleh pemerintah. JKN dibedakan menjadi dua yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI)

dan non PBI. PBI yakni peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang

tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayar oleh

pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan. Peserta JKN–PBI adalah

orang yang mengalami cacat tetap dan orang yang tidak mampu. Peserta JKN non

PBI terdiri dari: (1) pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, (2) pekerja

bukan penerima upah dan anggota keluarganya, (3) bukan pekerja dan anggota

keluarganya.

Dengan adanya JKN yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan, diharapkan

seluruh masyarakat terutama masyarakat miskin yang selama ini mengalami

kesulitan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu

karena keterbatasan finansial. Namun faktanya masih banyak masyarakat yang

belum mengetahui tentang JKN itu sendiri, kemudahan pengobatan dengan

menggunakan JKN pun belum sepenuhnya berhasil, karena panjangnya birokrasi

(4)

jumlah penduduk yang mencapai dua ratus jiwa juga menjadi faktor penghambat

usaha pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat

Indonesia keseluruhan. Berbagai kendala yang muncul dalam pelaksanaan

program JKN menyebabkan peserta JKN enggan memanfaatkan pelayanan

kesehatan di puskesmas (Riyadi, 2015). Dalam menjalankan program layanan

JKN tersebut, BPJS Kesehatan bekerjasama dengan berbagai fasilitas kesehatan

seperti puskesmas, posyandu, dan rumah sakit untuk membuka pintu pelayanan

kesehatan bagi masyarakat khususnya mereka yang berpenghasilan rendah.

Puskesmas di era JKN memiliki peran yang besar kepada peserta BPJS

kesehatan. Puskesmas merupakan salah satu wujud nyata penyediaan layanan

publik di bidang kesehatan yang bermutu namun dengan biaya yang relatif

terjangkau untuk masyarakat, terutama masyarakat dengan kelas ekonomi

menengah ke bawah. Apabila pelayanan puskesmas yang diberikan baik maka

akan semakin banyak peserta BPJS yang memanfaatkan pelayanan kesehatan,

namun dapat terjadi sebaliknya jika pelayanan dirasakan kurang memadai dan

kurang memuaskan pasien maka semakin sedikit yang memanfaatkan

(Rumengan, 2015).

Pelaksanaan program JKN belum dapat memuaskan seluruh pasien atau

peserta JKN. Sebagian masyarakat peserta JKN mengeluhkan pelayanan

di puskesmas atau rumah sakit yang menyelenggarakan program JKN. Keluhan

yang dirasakan masyarakat misalnya jumlah obat yang diberikan berkurang,

misalnya, obat yang tertulis di resep dokter berjumlah 5, namun yang diberikan

petugas apotek hanya 3, selebihnya harus membeli di luar. Padahal sebelum ada

(5)

karena peserta JKN membludak, prosedur berbelit-belit. Hal ini diperparah

dengan kurangnya keaktifan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dalam

menginformasikan rincian biaya apa saja yang ditanggung dan tidak, serta tidak

ada mekanisme pengaduan yang dapat dimanfaatkan dan mudah diakses. Padahal

harapan dari keikutsertaan program JKN ini agar mendapatkan manfaat JKN

semaksimal mungkin tanpa harus dikenakan biaya lain-lain di luar iuran

kepesertaan. Hal ini terjadi karena minimnya informasi kepada para peserta JKN

bahwa menjadi peserta JKN tidak otomatis mendapatkan seluruh pelayanan

kesehatan secara gratis (Pelangi, 2015).

Anderson dan Newman (1973) membuat suatu kerangka kerja teoritis

untuk pengukuran penggunaan pelayanan kesehatan pribadi. Sehubungan

dengan hal yang sangat penting dari artikel mereka adalah diterimanya secara

luas definisi dari dimensi-dimensi penggunaan atau pemanfaatan pelayanan

kesehatan. Anderson menggambarkan model sistem kesehatan (health system

model) berupa model kepercayaan kesehatan. Menurutnya, terdapat 3 kategori

utama dalam pelayanan kesehatan yakni: karakteristik predisposisi, karakteristik

pendukung, karakteristik kebutuhan. Karakteristik predisposisi meliputi faktor

demografi; terdiri dari umur, jenis kelamin dan status perkawinan. struktur

sosial; terdiri dari tingkat pendidikan, pekerjaan dan ras. kepercayaan terdiri dari

keyakinan, persepsi atau pandangan terhadap pelayanan kesehatan, dan

pengetahuan. Karakteristik pendukung terdiri dari sumber daya keluarga

(pendapatan, cakupan asuransi), kualitas pelayanan dan jarak. Dan karakteristik

kebutuhan terdiri dari tarif, fasilitas, pelayanan personil, lokasi, kecepatan

(6)

Pemanfaatan pelayanan kesehatan di tingkat puskesmas dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti faktor yang mempengaruhinya, yakni faktor konsumen

atau karakteristik masyarakat berupa: pendidikan, mata pencaharian, pengetahuan

dan persepsi pasien tentang mutu pelayanan puskesmas; faktor organisasi berupa:

ketersediaan sumber daya, keterjangkauan lokasi layanan, dan akses sosial; serta

faktor pemberi layanan diantaranya: perilaku petugas kesehatan (Rumengan,

2015).

Persepsi pasien tentang mutu pelayanan akan turut menentukan pasien

dalam memanfaatkan pelayanan tersebut atau tidak. Parasuraman, Zeithaml, dan

Berry menganalisis dimensi kualitas jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu

yang dikenal dengan nama ServQual meliputi ketanggapan (responsiveness),

kehandalan (reliability), jaminan (assurance), empati (empathy), bukti fisik

(tangible) (Bustami, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi pada tahun 2013 mengenai

Kualitas Pelayanan Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat bagian Rawat Jalan

di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember membuktikan bahwa mutu atau

kualitas pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas Sumbersari belum

memberikan kepuasan dalam diri pasien. Karena harapan pasien lebih tinggi dari

persepsi tentang mutu pelayanan kesehatan yang dirasakan oleh pasien peserta

Jamkesmas.

Penelitian Mujahidah (2013) di Puskesmas Marusu Kabupaten Maros

Tahun 2013 mendapatkan hasil bahwa perilaku konsumen terkait keluarga tidak

(7)

motivasi, persepsi, dan sikap ada hubungan dalam pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

Penelitian Tombi (2012) di Kelurahan Sindulang I wilayah kerja

Puskesmas Tuminting tahun 2012 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan

antara tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, dan pekerjaan dengan

pemanfaatan puskesmas Tuminting. Penelitian yang dilakukan Rumengan (2015)

di Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan Mapanget Kota Manado mendapatkan

hasil bahwa secara bersama-sama faktor persepsi tentang JKN, akses layanan serta

persepsi terhadap tindakan petugas kesehatan memiliki hubungan bermakna dan

dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas, dan yang paling dominan

hubungannya adalah persepsi terhadap tindakan petugas kesehatan.

Puskesmas Kedai Durian merupakan puskesmas yang menyelenggarakan

program JKN. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari BPJS Kesehatan

KCU Medan bahwa jumlah seluruh peserta JKN PBI dan Non PBI di Puskesmas

Kedai Durian pada bulan Desember 2014 sebanyak 9.435 peserta namun

persentase peserta BPJS dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan di

puskesmas tergolong rendah yaitu 337 orang (3,57%) atau tidak sampai 50%.

Pada tahun 2015 (bulan Juli 2015) jumlah peserta JKN di Puskesmas Kedai

Durian sebanyak 14.373 orang, terdiri dari peserta Penerima Bantuan Iuran

(PBI) sebanyak 12.139 orang (84,5%), dan peserta non PBI sebanyak 2.234

orang (15,5%). Jumlah yang memanfaatkan pelayanan puskesmas pada bulan

(8)

dari tahun 2014 tetapi masih tergolong rendah, karena seharusnya seluruh

peserta JKN menggunakannya.

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada 15 orang peserta

Program JKN peserta PBI tentang pemanfaatan pelayanan puskesmas, sebanyak

9 orang mengatakan selalu menggunakan kartu program JKN setiap mengalami

sakit, sedangkan 6 orang mengatakan kadang-kadang berobat ke bidan praktik,

dokter praktik, atau ke rumah sakit yang lokasinya tidak jauh dari wilayah kerja

puskesmas Kedai Durian Alasan kesembilan orang yang menggunakan kartu

program JKN karena mereka mempunyai persepsi bahwa dengan menggunakan

kartu program JKN sangat terbantu dalam perawatan dan pengobatan penyakit

yang dialaminya. Sebagian besar mereka yang memanfaatkan pelayanan

puskesmas berumur lebih dari 40 tahun, berpendidikan menengah (SMA), dan

tidak bekerja (ibu rumah tangga) sehingga mempunyai waktu yang cukup untuk

datang ke puskesmas. Alasan keenam orang tersebut mengapa tidak selalu

berobat ke puskesmas, dengan alasan menggunakan kartu program JKN

berbelit-belit, antrinya lama karena banyak pasien yang menggunakan kartu program

JKN, pelayanan kurang memuaskan, kurang diperhatikan oleh perawat/dokter,

obat yang diberikan kurang manjur (tidak lengkap).

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik melakukan suatu penelitian

dengan judul Karakteristik dan Persepsi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)

Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Di Puskesmas Kedai

(9)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, rumusan masalah

penelitian ini yaitu apakah ada pengaruh karakteristik dan persepsi peserta

Penerima Bantuan Iuran (PBI) tentang mutu pelayanan terhadap pemanfaatan

pelayanan di Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh karakteristik dan persepsi

peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) tentang mutu pelayanan terhadap

pemanfaatan pelayanan di Puskesmas Kedai Durian Kota Medan tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak

sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan dan tambahan informasi bagi petugas kesehatan

di Puskesmas Kedai Durian dalam mensosialisasikan program JKN dan upaya

untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien yang menggunakan kartu

program JKN khususnya peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

2. Hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan ilmu kesehatan

masyarakat terutama peserta JKN tentang pemanfaatan pelayanan puskesmas.

3. Untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah penulis peroleh terutama

tentang metodologi penelitian kesehatan untuk diaplikasikan pada langkah nyata

(10)

4. Memberikan sumber data yang baru bagi penelitian lain yang ingin

melakukan penelitian yang lebih lanjut tentang pemanfaatan pelayanan

Referensi

Dokumen terkait

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada bulan Febuari 2017 ditutup pada level 5,387 atau naik sebesar 1.75% (MoM).. Sepanjang bulan Febuari 2017, investor asing mencatatkan total

Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Sulawesi lJtara, provinsi Gorontalo, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi Kalimantan Utara (Provinsi

Tingkat imbal hasil pemerintah bertenor 10 tahun di bulan Januari ditutup di level 7.50% atau turun dari posisi Januari pada level 7.60%. Sementara itu, nilai tukar Rupiah terhadap

[r]

Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran kontruktivisme yaitu LC 7E (Sumiyati dkk,

Meskipun dokumen ini telah dipersiapkan dengan seksama, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi hukum dan keuangan

Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam setiap proses

The cognitive advantages of adults take place especially in formal language learning situations, since they possess a greater memory storage capacity for analytic