• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) Pinang Lombang Di Desa Sei Raja Labuhan Batu 1974-2000

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksistensi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) Pinang Lombang Di Desa Sei Raja Labuhan Batu 1974-2000"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan dalam arti kata yang luas bermakna merubah dan memindahkan nilai

kebudayaan kepada setiap individu dalam masyarakat. Proses pemindahan nilai-nilai yang

dimaksud dapat dilakukan dengan berbagai jalan. Salah satunya adalah melalui proses

pengajaran. Oleh karena itu, pengajaran diartikan sebagai pemindahan pengetahuan dari

seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada individu lain yang belum mengetahui.1

Seiring berjalannya waktu, maka pada saat ini umumnya kemudian pesantren

disejajarkan dengan sekolah umum, mulai dari tingkat pendidikan kanak-kanak sampai

setingkat Sekolah Menengah Atas. Pendidikan yang diterapkan di pesantren juga kemudian Ada

banyak sarana yang dibangun untuk mewujudkan berlangsungnya proses pengajaran Islam

terhadap masyarakat khususnya generasi muda. Tempat-tempat ini didirikan dengan maksud

agar setiap orang yang menimba ilmu di tempat ini nantinya memperoleh pemahaman yang

lebih dalam mengenai agama Islam dan segala hukum yang berlaku dalam ajaran Islam, dan

dapat memperoleh pemahaman mengenai hubungan manusia sebagai hamba dan Tuhannya

sebagai satu-satunya yang disembah.

Tempat yang lazim dijadikan sebagai sarana untuk berlangsungnya pendidikan Islam

adalah pondok pesantren. Di pondok pesantren, ajaran Islam diajarkan secara khusus dan

mendalam. Pada awalnya pesantren memang dimaksudkan bagi mereka yang ingin menimba

ilmu mengenai ajaran Islam, dari berbagai usia tidak peduli tua atau pun muda.

1

(2)

disesuaikan dengan standar pendidikan yang berlaku di Indonesia, termasuk kurikulum yang

digunakan.

Pesantren bukanlah semacam sekolah atau madrasah, walaupun dalam lingkungan

pesantren telah banyak pula didirikan unit-unit pendidikan klasikal serta kursus-kursus.

Berbeda dengan sekolah, pesantren mempunyai kepemimpinan, ciri-ciri khusus dan semacam

kepribadian yang diwarnai oleh karakteristik pribadi sang pendirinya, unsur-unsur pimpinan

pesantren, bahkan aliran keagamaan tertentu yang dianut. Pesantren juga bukan semata-mata

merupakan lembaga pendidikan, melainkan juga sebagai lembaga kemasyarakatan dalam arti

memiliki pranata sendiri yang memiliki hubungan fungsional dengan masyarakat dan

hubungan tata nilai dengan kultur masyarakat khususnya yang berada di dalam lingkungan

pengaruhnya.2

Satu hal yang menarik dari pendidikan pesantren ialah tidak adanya jurang pemisah

antara pendidikan di sekolah dan di luar sekolah seperti antara guru dengan murid atau pun

antara kehidupan murid dengan alam sekitarnya. Proses pembentukan watak dan nilai-nilai

berjalan bersamaan dan seimbang dengan proses belajar memperoleh ilmu dan ketrampilan. Pondok pesantren sebagai lembaga keagamaan yang mengajarkan dan

mengembangkan serta menyebarkan ilmu agama Islam tidaklah memiliki kesamaan dan

keseragaman antara satu pesantren dengan pesantren lainnya. Setiap pesantren memiliki

ciri-ciri khusus serta karakteristik tersendiri. Sekali pun demikian fungsinya memiliki kesamaan.

Lembaga ini pun memiliki nama yang berbeda-beda di tiap daerah. Di daerah Aceh misalnya

disebut rangkang meunasah, sedangkan di Minangkabau disebut surau, dan untuk daerah

Pasundan disebut pondok.

2

(3)

Kesemuanya dijalankan dalam suatu keserasian kehidupan bersama di suatu pondok, yang

menjalin pula suatu harmoni dengan kehidupan masyarakat pedesaan di sekitarnya.

Sesuatu yang unik pada dunia pesantren adalah begitu banyaknya variasi antara

pesantren yang satu dengan pesantren lainnya, walupun dalam banyak hal dapat juga

ditemukan kesamaan. Variasi tersebut dapat dijumpai apabila melihat pesantren dengan teliti

dan mendetail. Artinya, seseorang dapat melihat pesantren dari corak kepemimpinannya,

daerah sekitarnya, spesialisasi yang diajarkan serta bentuk aliran keagamaan yang dianut,

kelompok santri, susunan kurikulumnya, dan sebagainya.

Salah satu pesantren yang menyesuaikan dengan perkembangan serta kebutuhan

masyarakatnya di Labuhan Batu adalah Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) yang

terletak di Dusun Pinang Lombang Desa Sei Raja Kecamatan NA IX-X. Pesantren

At-Thoyyibah Indonesia merupakan salah satu pesantren modern di Labuhan Batu yang

didirikan sejak tahun 1974. Istilah “modern” ini menunjukkan segi-segi perbedaan dengan

sistem pondok tradisional atau pendahulunya dalam penggunaan sistem sekolah untuk segi

pendidikan dan pengajarannya. Pengertian “modern” ini pun hanya dapat diterapkan pada

masalah tersebut. Meskipun telah modern dalam sistem pendidikan dan pengajarannya,

lembaga ini tetap mempertahankan ideologi pendidikan pondok dengan harapan dapat

dikembangkan nilai-nilai positif yang tersampul di dalamnya dan dipertahankan kontinuitas

sejarah dengan lembaga pendidikan pondok pesantren tradisional.

Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berdasar keagamaan, dengan dasar tujuan

pendidikan yang sesuai dengan ajaran agama Islam, tradisi kebudayaan Indonesia, dan

(4)

lembaga pendidikan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia ini adalah dasar tauhid, yaitu

keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan kesadaran mutlak.3

Perjalanan panjang Pesantren At-Thoyyibah Indonesia hingga mencapai kemajuannya

tidak terlepas dari peran H. Adenan Lubis, dan masyarakat Pinang Lombang berserta

tokoh-tokoh yang tergabung dalam organisasi Muhammadiyah Labuhan Batu. Dengan

mendapatkan dukungan material seperti sebidang tanah yang diwakafkan oleh saudaranya

untuk didirikan lembaga pendidikan agama, H. Adenan Lubis dapat dikatakan berhasil

menjadikan pesantren yang didirikannya itu menjadi sebuah pesantren yang dikenal oleh

masyarakat dari berbagai daerah. Hal ini tidak terlepas dari karakter beliau yang kharismatik

dan begitu disegani, baik oleh keluarga, sahabat, maupun santri-santrinya. Menjadi sesuatu

yang wajar apabila pada masanya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia menjadi terkenal dan

sempat disebut sebagai “Gontornya Sumatera Utara”.4

Keberhasilan yang pernah dicapai oleh Pesantren At-Thoyyibah Indonesia tidak dapat

diikuti oleh anaknya yang menggantikan H. Adenan Lubis untuk memimpin pesantren

setelah beliau meninggal. Kepemimpinannya yang kharismatik itu tidak dimiliki oleh

anaknya yang menggantikannya menjadi pemimpin di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.

Berbagai faktor telah mempengaruhi kemunduran Pesantren At-Thoyyibah Indonesia,

sehingga eksistensinya di masyarakat semakin lama semakin berkurang dengan

meninggalnya H. Adenan Lubis.

Hal ini dapat ditandai dengan

banyaknya murid beliau yang datang untuk mondok di pesantren ini.

3

Wawancara dengan Ir. H. Tamsil Lubis di Kantor PDAM Tirtanadi Medan pada tanggal 12 April 2013.

4

(5)

Selain menyangkut corak kepemimpinan, di sisi yang berbeda juga ditunjukkan oleh

Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang memiliki keunikan jika dilihat dari lingkungan

masyarakatnya yang lebih banyak menganut Tarekat Naqsabandiyah.5 Diketahui, munculnya

tarekat Naqsabandiyah dibawa oleh Syaikh Abdul Wahab yang berasal dari Rokan, Riau.

Untuk mengembangkan ajaran Tarekat Naqsabandiyah, Syaikh Abdul Wahab memulainya di

Rokan hingga ke sepanjang pesisir pantai Timur Sumatera-Siak, Tembusai di Riau sampai ke

Kerajaan Kota Pinang, Bilah Panai, Asahan, Kualuh, hingga ke Besilam di Langkat.6 Ajaran

tarekat yang didirikan oleh Abdul Wahab ini menarik ratusan orang yang datang minta untuk

dibaiat. Abdul wahab mengangkat sekitar 120 khalifah yang berasal dari berbagai daerah

seperti Riau dan ada juga dari Malaysia. Salah satu khalifah generasi pertama yaitu Abdul

Manan dari Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan.7

Di samping kegiatan tarekat yang diamalkan oleh sebagian besar masyarakat Pinang

Lombang, ternyata di sisi lain kehidupan masyarakat dusun ini masih banyak diwarnai

perilaku kejahatan atau kriminalitas. Dengan kata lain, walaupun sudah ada kegiatan tarekat Abdul Manan ini kemudian hijrah ke

Pinang Lombang dan melanggengkan garis keguruan Naqsabandiyah. Ajaran tarekat di

Pinang Lombang yang didirikan oleh Abdul Manan ini pun menarik sebagian masyarakatnya

untuk bergabung, sama halnya seperti yang dilakukan oleh Tuan Gurunya yaitu Syaikh

Abdul Wahab.

5

Tarekat Naqsabandiyah merupakan salah satu ajaran keagamaan yang mengutamakan pemahaman hakikat dan tasauf, serta mengandung unsur-unsur pemahaman rohani. Kata Naqsyabandiyah berasal dari Bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu Naqsh dan Band yang berarti "jalan rantai" atau "rantai emas". Di Sumatera Utara ajaran tarekat ini dikembangkan oleh Syaikh Abdul Wahab, yang juga merupakan pendiri Pesantren Babussalam, Langkat.

6

Hasan Asari, dkk., MIQAT Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, Medan: IAIN Press Medan, 2011, hal. 60. 7

(6)

sebelumnya, namun hal tersebut tidak berpengaruh banyak dengan kebanyakan orang-orang

yang melakukan tindakan kriminalitas tersebut. Masyarakat Dusun Pinang Lombang

dianggap jauh dari nilai-nilai agama, dan hanya sebagian kecil saja dari mereka yang dekat

dengan nilai agama, yaitu mereka yang menganut Terekat Naqsabandiyah.

Dipilihnya Dusun Pinang Lombang sebagai lokasi pendirian Pesantren At-Thoyyibah

Indonesia sebenarnya cukup menarik karena wilayah ini sebelumnya lebih dikenal dengan

kriminalitasnya, padahal sebagian besar masyarakatnya juga menganut Tarekat

Naqsabandiyah. Berdasarkan alasan inilah membuat penulis tertarik meneliti Pesantren

At-Thoyyibah Indonesia dengan judul “Eksistensi Pesantren At-At-Thoyyibah Indonesia Pinang

Lombang di Desa Sei Raja Labuhan Batu Tahun 1974-2000”. Dalam penelitian ini

penulis memberi batasan waktu yaitu sekitar tahun 1974 yang merupakan tahun dimana awal

berdirinya Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia di Labuhan Batu. Tahun 2000

merupakan kondisi pesantren mulai mengalami penurunan. Hal tersebut mulai nampak

dengan menurunnya jumlah santri sekitar tiga puluh persen terutama setelah pemimpin

pesantren meninggal dunia.8

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah di sekitar latar belakang

didirikannya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, keberadaannya serta kontribusinya untuk Rentang waktu antara tahun 1974 sampai 2000 adalah masa

dimana penulis membahas bagaimana keberadaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia di

Dusun Pinang Lombang.

1.2 Rumusan Masalah

8

(7)

masyarakat sekitar selama periode 1974-2000. Untuk mempermudah memahami

permasalahan dalam penelitian ini, maka hal-hal yang dibicarakan berupa:

1. Apa latar belakang didirikannya Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia di

Dusun Pinang Lombang Desa Sei Raja?

2. Bagaimana keberadaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Dusun Pinang Lombang

selama tahun 1974-2000?

3. Apa kontribusi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia bagi masyarakat sekitar?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Setelah menetapkan apa yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas oleh penulis,

selanjutnya adalah apa yang menjadi tujuan penelitian dalam melakukan penelitian ini serta

manfaat yang dapat dipetik. Ada pun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan latar belakang didirikannya Pondok Pesantren At-Thoyyibah

Indonesia di Dusun Pinang Lombang Desa Sei Raja.

2. Menjelaskan keberadaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dari tahun 1974-2000.

3. Menjelaskan kontribusi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia bagi Desa Sei Raja.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi masyarakat khususnya, akan mengetahui bagaimana sejarah awal berdirinya

Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dan dapat mengetahui bagaimana

(8)

2. Bagi pemerintah, perkembangan pendidikan Islam di Labuhan Batu dapat ditinjau

dari seberapa banyak berdirinya pesantren dan seberapa besar minat masyarakat

menyekolahkan anak-anak mereka ke sana.

3. Dapat menjadi acuan bagi para penulis yang lain manakala penelitian ini dirasa

perlu penyempurnaan.

4. Bagi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, dapat menjadi cerminan untuk terus

menata diri sehingga dapat memberikan kontribusi yang baik sebagai sebuah

lembaga pendidikan agama.

1.4 Tinjauan Pustaka.

Terdapat beberapa literatur yang digunakan dalam mendukung penelitian ini.

Pertama, karya Abdurrahman Wahid, dkk., dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1974

oleh penerbit LP3ES dengan judul “Pesantren dan Pembaharuan” yang menjelaskan

bagaimana awalnya pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam serta

perkembangan pondok pesantren itu sendiri. Kemudian dijelaskan juga bagaimana peran

seorang kiai sebagai pemimpin pesantren yang empunya kuasa dan pengaruh di lingkungan

pesantren tersebut. Buku ini juga menjelaskan bagaimana sistem pendidikan pondok

pesantren, baik yang tradisional maupun yang modern. Buku ini memiliki keterkaitan dengan

penelitian ini terutama tidak terlepasnya peranan seorang kiai sebagai pimpinan pesantren. Di

saat seorang pemimpin tersebut meninggal, pesantren yang ditinggalkannya mengalami

penurunan. Hal tersebut membuktikan bahwa Pesantren Modern tidak terlepas dari

(9)

Kedua, Marwan Suridjo, dkk., dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1983 oleh

penerbit Dharma Bhakti dengan judul “Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia”. Buku ini

sangat membantu peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana perkembangan

pesantren-pesantren yang terdapat di Indonesia. Dalam buku tersebut dijelaskan bagaimana

pondok pesantren pada permulaan perkembangan Islam yang diawali dengan masuknya

Islam pertama kali, kemudian juga peranan paranan para Wali Songo dalam penyiaran Islam

terutama di Pulau Jawa. Selain itu dijelaskan juga pondok pesantren ketika masa penjajahan

Belanda dan juga pondok pesantren pasca kemerdekaan Indonesia serta beberapa contoh

pondok pesantren terkenal di Indonesia.

Ketiga, Kafrawi dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1978 oleh penerbit P.T.

Cemara Indah dengan judul “Pembaharuan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Sebagai

Usaha Peningkatan Prestasi Kerja dan Pembinaan Kesatuan Bangsa”. Buku menguraikan

secara jelas bagaimana sejarah pertumbuhan pesantren dan juga peranan pesantren sebagai

lembaga pendidikan Islam. Selain itu juga dijelaskan bagaimana kurikulum pesantren

berdasarkan zamannya dan lebih mendalam lagi dijabarkan bagaimana alumni-alumni

pesantren dalam memperoleh kesempatan kerja.

Keempat, Ahmad Musthofa Haroen, dkk., dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun

2009 oleh penerbit CV. Maloho Jaya Abadi “Khazanah Intelektual Pesantren”. Dalam buku

ini dijelaskan mengenai bagaimana intelektual murid-murid pesantren dalam menghadapi

dunia di luar kehidupan pondok. Buku ini juga membahas mengenai mazhab-mazhab yang

berlaku di Indonesia yang secara mendalam dipelajari di lingkungan pesantren. Di samping

itu dijelaskan juga bagaimana kehidupan pesantren dan pluralisme yang ada di luar

(10)

dengan kehidupan di luar pesantren. Selain itu juga dibahas mengenai kesetaraan gender

yang dibahas secara mendalam. Walaupun dalam Islam laki-laki diakui sebagai seorang

imam, tetapi tetap saja kesetaraan gender itu perlu diperhatikan. Buku tersebut memiliki

keterkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti tentang adanya hubungan

dari dalam dan luar pesantren.

Akhirnya kelima, Hasan Langgulung dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1988

oleh penerbit Pustaka Al Husna yang berjudul “ Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke- 21,

menguraikan bagaimana sejarah pendidikan Islam dari masa Islam di daratan Arab hingga

sampai ke Indonesia. Dalam buku ini juga dijabarkan mengenai sarana pendidikan Islam

yang merupakan tempat dimana generasi muda menimba ilmu ajaran Islam secara mendalam.

Pendidikan Islam di Indonesia, seperti juga di bagian dunia Islam lainnya berjalan menurut

rentak gerakan Islam pada umumnya, dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, dan

pendidikan. Dalam buku ini juga dijabarkan bagaimana perkembangan pendidikan Islam

pada permulaan abad ke-20, juga bagaimana perjalanan pondok pesantren di Indonesia.

1.5 Metode Penelitian.

Dalam penulisan sejarah yang ilmiah, pemakaian metode sejarah yang ilmiah sangatlah

penting. Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode sejarah

merupakan proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang

autentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah

yang dapat dipercaya.9

9

(11)

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode sejarah menurut Dudung

Abdurahman ada empat10

1. Heuristik atau pengumpulan sumber merupakan teknik mencari dan mengumpulkan

sumber-sumber sejarah. Dalam hal ini sumber sejarah yang dimaksud adalah sumber

tertulis dan sumber lisan. Pengumpulan sumber tersebut penulis lakukan melalui studi

kepustakaan, seperti buku, dokumen, brosur, foto, arsip, majalah, yang semuanya itu

penulis dapatkan dari perpustakaan, baik Perpustakaan PAI di Dusun Pinang Lombang,

dan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, serta beberapa perpustakaan lainnya

seperti Perpustakaan Daerah di Medan. Pengumpulan data tidak hanya berupa literatur

tetapi juga data yang didapatkan dari penelitian lapangan, seperti wawancara. Dalam

penelitian lapangan penulis melakukan wawancara dengan beberapa informan yang

memiliki berbagai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian, seperti guru, kepala

sekolah, pimpinan pesantren (keturunan Almarhum H. Adenan Lubis), alumni

pesantren, santri, serta beberapa warga desa yang memiliki keterkaitan dengan

Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, terutama masyarakat yang menganut Tarekat

Naqsabandiyah.

. Langkah-langkah tersebut, adalah:

2. Kritik sumber, mengusahakan penulis untuk lebih dekat dengan nilai kebenaran dan

keaslian sumber, terdiri dari kritik internal dan kritik eksternal. Kritik internal yaitu

menelaah tentang kebenaran isi atau fakta dari sumber, baik dari buku, artikel, maupun

arsip serta wawancara lisan dengan narasumber. Kritik eksternal dilakukan dengan cara

pengujian untuk menentukan keaslian sumber baik dari buku maupun wawancara.

10

(12)

Adalah sangat penting untuk melakukan kritik eksternal demi menjaga objektifnya

suatu data.

3. Interpretasi, merupakan tahap di mana penulis menganalisis atau menguraikan

fakta-fakta yang diperoleh kemudian disatukan menjadi data yang objektif. Dalam hal ini,

interpretasi yang dilakukan merupakan hasil dari pengumpulan sumber tentang objek

kajian penulis terhadap Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang di Desa

Sei Raja Kecamatan NA IX-X Labuhan Batu.

4. Historiografi, adalah tahapan akhir dari penelitian atau dapat juga dikatakan sebagai

penulisan akhir. Dengan hasil akhir dari suatu penulisan yang diperoleh dari fakta-fakta

yang dilakukan secara sistematis dan kronologis untuk menghasilkan tulisan sejarah

yang ilmiah dan objektif. Historiografi ini merupakan hasil dari pengumpulan, kritik

Referensi

Dokumen terkait

adalah Pembagian bandwidth management yang bisa mengatur jaringan dari skala yang terkecil, dan bandwidth management dilakukan dengan Mikrotik routerboard, dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan setiap jenis burung bervariasi mulai dari kurang dari satu individu burung sampai 17 individu setiap hektar;

Perancangan mesin pengaduk adonan roti dengan kapasitas 43 kg yang secara rinci menjabarkan elemen mesin yang digunakan meliputi menghitung daya motor penggerak, diameter

Jika PIHAK KESATU lalai atau dapat memenuhi seluruh kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam surat perjanjian ini dan atau apabila terjadi pelanggaran PIHAK

Cipamali atau Sungai Pemali merupakan sungai terpanjang di Kabupaten Brebes yang mengalir dari hulu sungainya di Kecamatan Bantarkawung yaitu Brebes bagian selatan

Adapun karya sastra yang dikaji oleh peneliti berupa novel yang berjudul Al-hubb fii zamani nafti karya Nawal El-Saadawi yang diterbitkan pada tahun 1993 di Kairo dan

The Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS), carried aboard the Terra spacecraft launched in 1999 and Aqua satellite launched in 2002, provides the only

Capaian Program Jumlah dokumen pelaporan SKPD yang dibuat secara benar dan tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.