• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HUKUM PERBANKAN PEMBUKAAN RAHASIA BANK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DARI PELAPORAN WAJIB PAJAK PADA AMNESTI PAJAK 8 APRIL 2017 (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKALAH HUKUM PERBANKAN PEMBUKAAN RAHASIA BANK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DARI PELAPORAN WAJIB PAJAK PADA AMNESTI PAJAK 8 APRIL 2017 (1)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tindak Pidana Pencucian Uang dari pelaporan Wajib Pajak (WP) pada amnesti pajak dapat sebagai kejahatan yang merupakan kejahatan yang menyertai kejahatan asal, kejahatan pencucian uang merupakan kejahatan yang dapat bersembunyi didalam sistem keuangan dan perbankan di suatu negara, sehingga kejahatan atau tindak pidana ini menjadi perhatian karena adanya beberapa hal yang menyangkut kekhususan di bidang keuangan dan perbankan.

Namun di dalam perkembangannya, dengan dalih kerahasiaan perbankan, dalam hal ini keadaan keuangan nasabahnya, di beberapa negara telah menjadi tempat bagi penggelapan pajak, penipuan pajak dan money laundering (pencucian uang).1

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di bidang perekonomian, tindak pidana pencucian uang melalui bank sebagai salah satu penyedia jasa keuangan merupakan sasaran empuk dari modus yang paling banyak dipilih para pelaku tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Hal ini terjadi karena adanya beberapa kelebihan dari lembaga perbankan tersebut, antara lain yaitu adanya sistem kliring dan pengiriman uang yang memudahkan perputaran uang, sehingga tidak terlacak lagi asal usul uang tersebut, dan yang paling menguntungkan pelaku tindak pidana pencucian uang melalui perbankan ini terjadi karena adanya penerapan ketentuan rahasia bank yang ketat pada umumnya dijunjung tinggi oleh Perbankan.

Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, “Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah

(2)

penyimpan dan simpanannya”.2 Akibat komitmen tinggi yang dipegang oleh perbankan

untuk menjaga kerahasiaan nasabah, prinsip ini sering digunakan sebagai tameng bagi pelaku tindak pidana pencucian uang untuk menyembunyikan asal usul dana.

Perbankan merupakan salah satu penyedia jasa keuangan yang menyimpan dan menyalurkan uang yang berasal dari negara maupun dari masyarakat yang berasal dari para nasabahnya. Namun lembaga perbankan juga telah dijadikan sarana utama untuk menyimpan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana tersebut. Target pelaku money laundering adalah negara-negara yang mempunyai ketentuan yang minim dalam bidang perbankan, yaitu negara yang masih menjunjung tinggi prinsip rahasia bank yang ketat.

Minimnya ketentuan dibidang perbankan dan rahasia bank yang ketat disuatu negara dapat memungkinkan bagi para pencuci uang dengan leluasa memanfaatkan fasilitas perbankan untuk kepentingan mengaburkan hasil kejahatan. Sifat kaku dan tertutup dalam prinsip rahasia bank merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan maraknya praktik-praktik pencucian uang di satu negara dan juga menjadi faktor berhasil atau tidaknya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang.

Prinsip kehati-hatian dalam mengelola dana haruslah dijadikan sebagai way of thinking oleh para bankir. Ini berarti pula prinsip kehati-hatian harus dianut secara pro aktif. Kegagalan penyelenggara usaha-usaha perbankan lebih banyak terjadi oleh karena kurang kehati-hatian pihak Perbankan dalam mengelola dana masyarakat. Hal ini pada gilirannya menyebabkan bank berada dalam posisi sulit dan membahayakan. kewajiban rahasi bank yang harus dipegang teguh oleh bank adalah bukan semata-mata bagi kepentingan nasabah sendiri, tetapi juga bagi bank yang bersangkutan dan bagi kepentingan masyarakat umum sendiri.

(3)

Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menjalankan usahanya terutama dari dana masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat. Selain itu, bank juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran lainnya.

Dalam dunia perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa perbankan, berada pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka berada. Dilihat dari sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya pada bank baik sebagai penabung deposan, maupun pembeli surat berharga, maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai kreditur bank.

Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri, sebab apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai bank di mana ia menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia Bank tersebut secara konsisten dan bertanggung jawab.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membatasinya dengan beberapa rumusan masalah, yakni sebagai berikut:

1. Apakah pengertian rahasia bank dan amnesti pajak ?

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RAHASIA BANK

Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari system keuangan dan system pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi "milik" masyarakat. Oleh karena itu eksistensinya bukan saja hanya harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global.

Kepentingan masyarakat untuk menjaga eksistensi suatu bank menjadi sangat penting, lebih-lebih bila diingat bahwa ambruknya suatu bank akan mempunyai akibat rantai atau domino effect, yaitu menular kepada bank-bank yang lain, yang pada gilirannya tidak mustahil dapat sangat mengganggu fungsi sistem keuangan dan system pembayaran dari negara yang bersangkutan. Hal ini adalah seperti yang pernah terjadi ditahun 1998 ketika banyak bank di Indonesia, atau kurang lebih setengah dari jumlah bank yang ada pada waktu itu gulung tikar.3

Karena bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank. Oleh karenanya bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan system pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut,

(5)

sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak.

Dalam sistem hukum perbankan Indonesia, pengertian mengenai rahasia bank selalu ditentukan dalam undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Berkaitan dengan itu, ketentuan Pasal 40 ayat (1) menentukan bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang dicatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.

Bahwa pengertian dan ruang lingkup mengenai rahasia bank yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 1992 dan UU No. 10 Tahun 1998 memiliki perbedaan. Dalam UU No 7 Tahun 1992 ketentuan rahasia bank tersebut lebih luas, karena berlaku bagi setiap nasabah dengan tidak membedakan antara nasabah penyimpan dan nasabah peminjam. Adapun ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam UU No. 10 Tahun 1998 lebih sempit, karena hanya berlaku bagi nasabah penyimpan dan simpanannya saja.

Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Integritas pengurus.

2. Pengetahuan dan Kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan.

3. Kesehatan bank yang bersangkutan.

(6)

Yang dimaksud dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya meliputi segala keterangan tentang orang dan badan yang memperoleh pemberian layanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri, meliputi : Jumlah kredit, Jumlah dan jenis rekening nasabah (Simpanan Giro, Deposito, Tabanas, Sertifikat, dan surat berharga lainnya), Pemindahan (transfer) uang, Pemberian garansi bank, Pendiskontoan surat-surat berharga, dan Pemberian kredit.

Berdasarkan ketentuan diatas, dapat dikemukakan bahwa makna yang terkandung dalam pengertian rahasia bank adalah larangan-larangan bagi perbankan untuk memberi keterangan atau informasi kepada siapa pun juga mengenai keadaan keuangan dan hal-hal lain yang patut dirahasiakan dari nasabahnya, untuk kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan dari bank itu sendiri.4

a. Teori Rahasia Bank

Berkaitan dengan apa yang telah dikemukakan di atas, sesungguhnya bagaimana sifat dari ketentuan rahasia bank tersebut? Menurut Drs. Muhammad Djumhana, S.H. dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia, terdapat dua teori mengenai rahasia bank, yaitu sebagai berikut:5

1) Teori Rahasia Bank yang Bersifat Mutlak

Berbicara mengenai teori-teori rahasia bank, maka ada ketentuan mnegenai rahasia bank itu sehingga kemudian menimbulkan kesan bagi masyarakat (nasabah) bahwa bisa juga bahwa bank sendiri sengaja untuk menyembunyikan keadaan keuangan yang tidak sehat dari nasabah debitur, baik orang perorangan, atau perusahaan yang sedang menjadi sorotan masyarakat.

4 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada media group, 2005, hal. 135-136.

(7)

Menurut teori ini bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia nasabah yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apa pun, baik dalam keadaan biasa atau pun keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga kepentingan negara dan masyarakat sering terabaikan.

Teori mutlak ini banyak dianut oleh bank-bank yang ada di negara Swiss.

2) Teori Rahasia Bank yang Bersifat Nisbi (Relatif)

Menurut teori ini bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi keterangan mengenai nasabahnya, jika untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan negara atau kepentingan hukum. Teori ini banyak dianut oleh bank-bank di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Dengan demikian teori relatif ini melindungi kepentingan semua pihak, baik individu, masyarakat maupun Negara. Teori ini di anut oleh bank-bank yang ada di Negara Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Singapura dan Indonesia.

Sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertangung jawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melindungi kepentingan nasabahnya.

b. Dasar Hukum

(8)

penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan.

c. Pengecualian Rahasia Bank

Secara umum kerahasiaan berkaitan dengan kepercayaan,karena itu pula rahasia bank diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan. Mengingat kerahasiaan bank tersebut utamaannya untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan sehingga tidak berlebihan apabila Bank Indonesia dalam pengaturan rahasia bank, menentukan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, bahwa keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.

d. Ketentuan Membuka Kerahasiaan Bank Untuk Kepentingan Peradilan Dalam Perkara Pidana

Bank Indonesia sebagai otoritas tertinggi perbankan di Indonesia6, telah melangkah

lebih jauh, dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, hal mana PBB baru melalui Konvensi Menentang Korupsi (UNCAC) tahun 2003

mewajibkan para negara peserta konvensi memasukkan ketentuan yang dapat membuka kerahasiaan bank untuk kepentingan penyidikan tindak pidana korupsi.7

Di dalam konsideran poin B8 Peraturan BI dinyatakan dengan tegas bahwa rahasia

bank yang diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan, dimungkinkan dibuka untuk:

 · Kepentingan perpajakan;

6 Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

7 Pasal 40, Konvensi PBB tentang Anti Korupsi (UNCAC) tahun 2003.

(9)

 · Penyelesaian piutang bank;

 · Kepentingan peradilan dalam perkara pidana;9

 · Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;

 · Dalam rangka tukar menukar informasi antarbank;

 · Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah; dan

 · Permintaan ahli waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal dunia.

Mengenai persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank di dalam kepentingan peradilan dalam perkara pidana yang diatur di dalam peraturan BI tersebut (Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank). Di dalam Pasal 3 Ayat (1) tentang Pembukaan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana wajib dilakukan setelah terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia. (Sebagai perbandingan di negara Austria, pembukaan kerahasiaan bank dilakukan dengan surat perintah seorang hakim)

Di dalam Pasal 6 mengatur tentang pembukaan rahasia perbankan di dalam

kepentingan peradilan dalam perkara pidana, di mana pimpinan BI dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank (Ayat (1), setelah ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Ayat (2), hal mana ketentuan tersebut juga berlaku di dalam perkara pidana yang diproses di luar peradilan umum10(Ayat (3) di mana

permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan:

9 Bandingkan dengan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, mengenai penyitaan dokumen yang bersifat rahasia harus atas izin khusus ketua pengadilan negeri setempat kecuali undang-undang menentukan lain.

(10)

a. Nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim; b. Nama tersangka atau terdakwa;

c. Nama kantor bank tempat tersangka atau terdakwa mempunyai simpanan; d. Keterangan yang diminta;

e. Alasan diperlukannya keterangan; dan

f. Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. Sebagai tambahan dan cukup penting untuk diketahui, bahwa terhadap pemblokiran atau penyitaan simpanan atas nama nasabah penyimpan yang telah

dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa dapat dilakukan tanpa memerlukan izin BI11,

kecuali untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan nasabah yang diblokir atau disita pada bank, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan BI ini (Pasal 12 Ayat (1) dan (2)).

Bahwa atas pembukaan rahasia bank yang tidak mengacu kepada ketentuan dari BI tersebut di atas berdasarkan Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, maka perbuatan tersebut dianggap sebagai kejahatan, dan diancam dengan ketentuan pidana dan sanksi administratif sebagaimana diatur di dalam Pasal 47 dan Pasal 47A jo. Pasal 52 yaitu sebagai berikut:

1) Sanksi Pidana

a. Di dalam pembukaan rahasia bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, tanpa membawa perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun

(11)

serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).

b. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja membuka rahasia bank di mana tidak melalui prosedur yang telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan miliar rupiah). c. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak

memberikan keterangan atau membuka rahasia bank di mana telah ditempuh prosedur sebagaimana telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara

kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah).

2) Sanksi Administratif

Bahwa selain ketiga sanksi pidana tersebut di atas, untuk tiap sanksi pidana, pihak pimpinan Bank Indonesia selain dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan, Bank Indonesia dapat menetapkan atau menambah sanksi administratif sebagai berikut:

a. Denda uang; b. Teguran tertulis;

c. Penurunan tingkat kesehatan bank;

d. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;

e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan;

(12)

koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; dan

g. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan;

Bahwa pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Dalam hal nasabah berpendapat telah di rugikan sebagai akibat penggunaan keterangan tentang nasabah itu oleh mereka yang memperoleh keterangan itu dari pihak bank yang membocorkannya secara bertentangan dengan rahasia bank, maka nasabah tersebut dapat mengajukan ganti kerugian kepada mereka berdasarkan “pebuatan melawan hukum” sebagaimana diatur oleh Pasal 1365 KUH Perdata.

Yang dimaksud dengan Pegawai Bank adalah semua pejabat dan karyawan Bank. Pihak Terafiliasi sebagaimana menurut Pasal 1 angka (22) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 adalah:

a. Anggota Dewan Komisaris, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank;

b. Anggota pengurus, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan Bank. Khusus bagi Bank berbentuk hukum Koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akuntan public, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya; dan

d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan Bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, dan keluarga pengurus.

(13)

Simpanan nasabah penyimpan adalah sumber dana bagi bank. Oleh karena itu, wajar jika undang-undang mengatur agar bank melindungi nasabahnya, tetapi disisi lain tentu ada juga nasabah penyimpan yang berstatus debitur beritikad jahat (bad faith), dengan berlindung di balik rahasia bank melakukan perbuatan tercela terhadap mitra bisnisnya, misalnya membayar dengan cek atau bilyet giro kosong. Mitra bisnis yang menerima cek atau bilyet giro kosong tersebut sudah tentu tidak mungkin mengetahui saldo simpanan nasabah Penyimpan yang berstatus debitur itu karena dilindungi oleh rahasia Bank. Hal semacam ini tentu akan mempengaruhi citra kepercayaan masyarakat terhadap Bank. Oleh karena itu menghadapi nasabah penyimpan yang beritikad jahad, bank tidak perlu ragu melakukan tindakan black list dan kepada Bank Indonesia selaku pengawas dan pembina perbankan. Penegakan hukum yang tegas justru meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Bank.12

B. PENGERTIAN AMNESTI PAJAK

Pembangunan nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertujuan untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia yang merata dan berkeadilan, memerlukan pendanaan besar, salah satunya bersumber utama dari penerimaan pajak.

Oleh karena itu kebijakan amnesti pajak dapat dilihat sebagai kebijakan ekonomi yang bersifat mendasar, jadi tidak semata-mata kebijakan terkait fiskal apalagi khususnya pajak. Jadi ini adalah kebijakan yang dimensinya lebih luas, kebijakan ekonomi secara umum. Karena dari sisi pajaknya sendiri, dengan adanya amnesti pajak maka ada potensi penerimaan yang akan bertambah dalam APBN baik di tahun ini atau tahun-tahun

sesudahnya yang akan membuat APBN lebih sustainable. APBN lebih sustainable dan kemampuan pemerintah untuk belanja juga semakin besar sehingga otomatis ini akan

(14)

banyak membantu program-program pembangunan tidak hanya infrastruktur tapi juga perbaikan kesejahteraan masyarakat.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak yang dimaksud dengan Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.13

Tetapi disisi lain, di sisi yang di luar fiskal atau pajaknya, dengan kebijakan amnesty ini yang diharapkan dengan diikuti repatriasi sebagian atau keseluruhan aset orang Indonesia di luar negeri maka akan sangat membantu stabilitas ekonomi makro. Apakah itu dilihat dari nilai tukar rupiah, apakah itu dilihat dari cadangan devisa, apakah itu dilihat dari neraca pembayaran atau bahkan sampai kepada likuiditas dari perbankan. Jadi kebijakan ini sangat strategis karena dampak yang sifatnya makro, menyeluruh dan fundamental bagi

perekonomian Indonesia. catatan dirjen pajak, Kementrian Keuangan dalam situs resminya mengatakan, latar belakang amnesti pajak antara lain:

 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan.

 kepatuhan WP rendah karena: masih marak aktivitas ekonomi di dalam negeri yang belum dilaporkan kepada otoritas pajakn dan masih banyak harta WNI yang berada di luar negeri yang belum dilaporkan dalam SPT.

 perlu terobosan kebijakan untuk mendorong pengalihan Harta ke Indonesia dan peran serta masyarakat untuk membayar pajak secara merata tanpa ada pembeda.14

Sedangkan menurut konsideran bagian menimbang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak menyebutkan:

(15)

a. “bahwa pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia bertujuan untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia yang merata dan berkeadilan, memerlukan pendanaan besar bersumber utama dari pajak”.

b. “bahwa untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak yang terus meningkat, diperlukan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dengan mengoptimalkan semua potensi dan

sumber daya yang ada”.

c. “bahwa kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya masih perlu ditingkatkan karena terdapat harta, baik didalam maupun diluar negeri yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak penghasilan”.

d. “bahwa untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, perlu menerbitkan kebeijakan pengampunan pajak”.15

Atas dasar pemikiran seperti tersebut diatas maka di terbitkanlah oleh pemerintah kebijakan pengampunan pajak dan dituangkan dalam undang-undang.

Bagi banyak negara, pengampunan pajak (tax amnesty) seringkali dijadikan alat untuk menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak (tax revenue) secara cepat dalam jangka waktu yang relatif singkat. Programamnesti pajak ini dilaksanakan karena semakin parahnya upaya penghindaran pajak. Kebijakan ini dapat memperoleh manfaat perolehan dana, terutama kembalinya dana yang disimpan di luar negeri, dan kebijakan ini dalam mempunyai kelemahan dalam jangka panjang dapat berakibat buruk berupa menurunnya kepatuhan sukarela (voluntary compliance) dari WP patuh, bilamana amnesti pajak dilaksanakan dengan program yang tidak tepat. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan amnesti pajak di beberapa negara yang relatif lebih berhasil dalam melaksanakan kebijakan pengampunan pajak seperti di Afrika Selatan, Irlandia dan

(16)

India, dengan maksud untuk mempelajari kebijakan dari masing-masing negara serta menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan program ini dapat berhasil dan mencapai target yang ditetapkan, serta perspektifnya bagi pebisnis Indonesia.16

Penyelundupan pajak mengakibatkan beban pajak yang harus dipikul oleh para WP yang jujur membayar pajak menjadi lebih berat, dan hal ini mengakibatkan

ketidakadilan yang tinggi. Peningkatan kegiatan ekonomi bawah tanah yang dibarengi dengan penyelundupan pajak ini sangat merugikan negara karena berarti hilangnya penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk membiayaai program pendidikan, kesehatan dan program-program pengentasan kemiskinan lainnya. Oleh sebab itu timbul pemikiran untuk mengenakan kembali pajak yang belum dibayar dari kegiatan ekonomi bawah tanah tersebut melalui program khusus yakni pengampunan pajak (tax amnesty).17

Di Indonesia, sumber utama dari penerimaan keuangan negara ialah pajak. Sekarang ini pajak merupakan sumber penerimaan yang dominan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hampir 70 persen penerimaan berasal dari sektor pajak. Bahkan pada tahun sekarang (2016), pendapatan negara Indonesia di sektor perpajakan mencapai 74,6 persen dari persentase keseluruhan pendapatan negara.18

Lazimnya negara hukum bahwa segala kebijakan pemerintah harus berdasarkan hukum, pemerintah pun membentuk aturan untuk dijadikan sebagai dasar atau penuntun pengambilan kebijakan dibidang perpajakan. Pemerintah selalu berupaya untuk menjadikan sistem perpajakan di Indonesia menjadi lebih baik. Perubahan sistem perpajakan dari tahun ke tahun juga merupakan salah satu upaya untuk menelaah keefektivitasan sistem tersebut dalam meningkatkan penerimaan pajak setiap tahunnya, maka dari itu Undang-Undang tentang Perpajakan selalu berubah setiap saat. Salah satu langkah konkret pemerintah

16 Urip santoso dan Justina Setiawan, Tax amnesty dan Pelaksanaanya di Beberapa Negara : Perspektif Bagi Pebisnis Indonesia, Kopertis, Volume 11 No. 2 Juli 2009.

17 Erwin Silitonga, dalam makalah yang berjudul , Ekonomi Bawah Tanah, Pengampunan pajak, dan Referendum, 2006.

(17)

dalam bidang pajak pada tahun sekarang (2016) ialah program tax amnesty (pengampunan pajak) yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang

Pengampunan Pajak.

1. Tujuan Amnesti Pajak

Di Indonesia, sumber utama dari penerimaan keuangan negara ialah pajak. Sekarang ini pajak merupakan sumber penerimaan yang dominan dalam struktur Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hampir 70 persen penerimaan berasal dari sektor pajak. Bahkan pada tahun sekarang (2016), pendapatan negara Indonesia di sektor

perpajakan mencapai 74,6 persen dari persentase keseluruhan pendapatan negara.19

Pengampunan Pajak merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Kewajiban perpajakan yang mendapatkan pengampunan Pajak terdiri atas kewajiban Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah.

Setiap WP berhak mendapatkan Pengampunan Pajak. jika WP belum mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak, WP mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan. Setiap Wajib Pajak (WPOP dan WP Badan) berhak mendapatkan pengampunan pajak kecuali yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21), sedang proses peradilan, atau sedang menjalani hukuman pidana di bidang

perpajakan. Jenis pajak yang mendapat pengampunan mencakup seluruh jenis pajak Pusat: PPh, PPN, Bea Meterai, PBB Sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan.

Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat keterangan memperoleh fasilitas pengampunan pajak berupa:

(18)

a. Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak dan tahun pajak sampai dengan akhir tahun pajak terakhir

b. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga atau denda untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak bagian tahun pajak dan tahun pajak sampai dengan akhir tahun pajak

c. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak bagian tahun pajak dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir.

d. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dalam hal WP sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak terakhir yang sebelumnya telah ditangguhkan sampai dengan diterbitkanya surat keterangan.

Setelah mengikuti Amnesti Pajak apabila WP ingin menginvestasikannya dalam bentuk lain, dapat dilakukan di tahun kedua dan/atau tahun ketiga dalam bentuk:

 Obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi OJK.

 Investasi infrastruktur melalui kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha.

 Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah.

 Investasi di sektor property.

Pejabat yang berwenang dilarang memberitahukan data atau informasi terkait Pengampunan Pajak kecuali atas permintaan WP sendiri.

(19)

Pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil dan spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut harus memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian bangsa atau negara dalam hal pembiayaan pembangunan adalah menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

kepentingan bersama.

Beberapa ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh P.J.A. Andriani dalam (Brotodihardjo R. Santoso, 1998). Menyebutkan bahwa :

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”

Pajak mempunyai 2 fungsi utama, yaitu fungsi penerimaan (budgetair) dan fungsi mengatur (reguler). Fungsi budgetair dimaksudkan bahwa pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sedangkan fungsi reguler dimaksudkan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial ekonomi.

(20)

Menurut Rochmat Soemitro, pengertian hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah (pemungut pajak) dan rakyat (pembayar pajak). MenurutRochmat Soemitro hukum pajak mengatur siapa saja yang tergolong sebagai subjek (wajib pajak) dan apa saja kewajiban yang diberikan oleh

pemerintah, apa saja hak pemerintah, objek apa saja yang dikenakan pajak, bagaimana cara mengajukan keberatan, serta beberapa cara penagihan dan sebagainya.

Menurut Hadisoeprapto, pengertian hukum pajak adalah serangkaian beberapa peraturan yang mengatur tentang tata cara pemungutan pajakserta pada situasi-situasi apa pajak akan dikenakan dan berapa banyak pajak yang harus dipungut.

Unsur-unsur Hukum Pajak Hukum pajak berbicara tentang: a. Subjek Pajak

Subjek pajak adalah orang atau badan yang dikenakan pajak atau hukum yang mengatur tentang perpajakan. Subjek pajak dikatakan WP jika subjek pajak telah memenuhi atau dikenakan pajak sesuai dengan yang termuat dalamUU perpajakan dan UUD NKRI 1945.

b. Objek Pajak

Objek pajak adalah segala sesuatu yang dikenakan atas WP oleh pejabat pajak sesuai dengan kriteria yang dikenakan oleh WP seperti PPN, PPnBM, PPh, Bea Cukai, dll.

c. Pejabat Pajak

(21)

d. Sumber Hukum Pajak

Sumber Hukum Pajak adalah suatu sumber hukum kaidah tertulis yang mengatur tentang perpajakanyang meliputi peraturan perundang-undangan, traktat, yurisprudensi, doktrin, dan hukum tetap.

e. Kedudukan Hukum Pajak

Seperti yang kita ketahui sebelumnya, hukum pajak mengatur secara keseluruhan (warga negara) yang dalam hal ini yaitu pejabat pajak dan WP dalam proses pelaksanaan wewenang, hak, dan kewajiban yang dapat menimbulkan suatu sanksi (administratif, atau pidana) oleh karena itu hukum pajak memiliki kedudukan sebagai hukum publik (bersifat universal).

f. Tujuan Hukum Pajak

Tujuan hukum pajak semata-mata yang termuat dalam pembukaan UUD NKRI 1945 Negara yaitu, menciptakan kesejahteraan dan tujuan hidup seluruh warga negara.

g. Ruang Lingkup Hukum Pajak Hukum pajak meliputi: 1) Penagihan atas pajak oleh pejabat pajak;

2) Pembayaran pajak berjangka oleh wajib pajak; 3) Bea Cukai dan Bea Materai;

4) Pemberian sanksi administrasi dan pidana; 5) Penerbitan surat teguran atau surat paksa; 6) Keringanan atas pajak tertentu; dan

7) Pemberian gugatan atau teguran terhadap kesalahan pajak.

3. Pemeriksaan Pajak

(22)

Ketentuaan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam ketentuan perpajakan, pemotongan PPh dikenakan atas Bunga Deposito atau Tabungan dengan tarif 20% atau sesuai dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan bersifat final. Kewajiban pemotongan ini berlaku untuk semua bank yang berkedudukan termasuk cabang bank luar negeri yang ada di Indonesia. Namun terdapat pengecualian atas pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 131 seperti bunga deposito dan tabungan yang:

a. dimiliki oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang seluruh penghasilannya termasuk bunga deposito/ tabungan yang tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. b. jumlah deposito/ tabungan tidak melebihi Rp. 7.000.000,- (tujuh juta rupiah) untuk

jumlah yang tidak terpecah-pecah, yang diperoleh.

c. diterima atau diperoleh bank atau cabang bank luar negeri yang ada di Indonesia. d. diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri

Keuangan.

e. diterima atau diperoleh bank yang ditunjuk oleh pemerintah dalam rangka kepemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana.

Prinsipnya, ketentuan perpajakan telah mengakomodasi kerahasiaan perbankan dengan perlakuan khusus bagi Bukti Potong PPh Pasal 4 ayat (2) atas Bunga Deposito atau Tabungan untuk tidak melaporkannya kepada KPP. Namun hal ini dipandang berbeda oleh para WP Perbankan, mereka dalam prakteknya tidak mengisi identitas perpajakan nasabah dalam bukti potongnya dan bahkan tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dalam rangka pemeriksaan.

(23)

atas data-data/dokumen informasi deposito atau tabungan dilakukan dalam suatu ruangan khusus yang dapat dipantau dan direkam oleh pihak bank tanpa ada kegiatan dokumentasi yang dilakukan oleh pemeriksa pajak seperti fotokopi Bukti Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas Bunga Deposito atau Tabungan, pemotretan dokumen melalui telepon seluler ataupun kamera dan lain-lain. Mekanisme khusus ini sekiranya mendapat perhatian kepada otoritas perpajakan di Indonesia untuk dapat dibakukan dalam suatu peraturan dalam ruang lingkup pemeriksaan pajak.

C. Rahasia Perbankan dan Pemeriksaan Pajak

Akhir-akhir ini kita membaca di media massa atau elektronik terkait keinginan pemerintah untuk mempercepat prosedur pembukaan rahasia perbankan secara elektronik yang dikenal dengan Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (AKASIA) dan Aplikasi Buka Rahasia Bank (AKRAB).20 Gebrakan ini muncul seiring dengan berakhirnya masa Amnesti

Pajak yang mengusung tema keterbukaan akses informasi untuk kegiatan perpajakan. Selama ini dengan menggunakan prosedur manual memakan waktu yang cukup lama rata-rata 239 hari per permohonan dan melalui 20 pejabat untuk menandatangani, sehingga banyak para pemeriksa pajak mendapatkan kendala dalam memperolah informasi data perbankan. Melalui kedua aplikasi ini yang saling terhubung dalam satu sistem, waktu pemrosesan surat perintah tertulis pembukaan rahasia bank untuk keperluan perpajakaan dipersingkat menjadi sekitar 14 hari kerja. Aplikasi ini juga merupakan wujud kongkret Indonesia menyambut era keterbukaan informasi dalam pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange Of Information/AEOI).

Dari sisi kenyamanan dalam dunia usaha, kerahasiaan perbankan merupakan hal yang paling penting karena menyangkut keamanan harta para nasabah. Begitu prudennya

(24)

kerahasiaan ini sehingga pemerintah Indonesia menjaminnya melalui ketentuan-ketentuan yang diatur oleh otoritas perbankan maupun perpajakan. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 2/19/PBI/2000 mengemukakan bahwa pihak perbankan harus merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan

nasabah.

Terkait dengan Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka apabila untuk keperluan perpajakan aparat pajak bermaksud memperoleh data atau keterangan mengenai rekening nasabah/Wajib Pajak maka harus dimulai dengan permintaan ijin dari komisioner OJK. Terkait dengan ketentuan perbankan dan OJK tersebut, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuaan Umum dan Tata Cara Perpajakan pun mengatur dalam Pasal 35 ayat (2) bahwa kerahasiaan perbankan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.

Ketentuan-ketentuan tersebut di atas menunjukkan bahwa klausul hukum terkait kerahasiaan menjadi daya tarik bagi WP yang menjalankan dunia bisnis perbankan karena hanya dapat dibuka melalui izin Menteri Keuangan dengan proses manual yang cukup panjang. Sayangnya hampir semua WP perbankan menafsirkan kerahasiaan perbankan tersebut dengan kegiatan pemeriksaan pajak terkait pemenuhan kewajiban with holding tax-nya. Dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuaan Umum dan Tata Cara Perpajakan ditegaskan bahwa apabila dalam proses pemeriksaan WP terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan informasi, data, dokumen maka kewajiban untuk merahasiakan tersebut harus ditiadakan.

(25)

Perpajakan terkait dengan kerahasiaan perbankan adalah awal munculnya sengketa. Pemeriksa pajak dalam menjalankan pemeriksaan tentunya menjalankan kewenangannya sesuai Pasal 29 ayat (4) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuaan Umum dan Tata Cara Perpajakan bahwa dalam hal WP terikat oleh suatu kewajiban merahasiakan informasi atau dokumen maka harus ditiadakan. Ketentuan dalam Pasal 29 ayat (4) dan 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuaan Umum dan Tata Cara Perpajakan sekilas mempunyai atmosfir yang bertentangan. Menarik untuk diulas terkait dua pasal tersebut yang banyak dari para pemangku kepentingan perpajakan pun bias dalam menanggapi kasus ini.

C. IMPLEMENTASI RAHASIA BANK DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DARI PELAPORAN WAJIB PAJAK DALAM MENGIKUTI PROGRAM AMNESTI PAJAK

1. Implementasi Rahasia Bank dalam Penegakan Hukum terhadap Praktek Tindak Pidana Pencucian Uang

Bank akan sangat berhati-hati dalam membuka suatu informasi tentang keadaan keuangan nasabahnya, mengingat rahasia bank sudah menjadi pedoman dalam pelaksanaan perbankan dan menjadi kunci sukses untuk menjadi bank terpercaya dimata masyarakat. Bank tidak akan serta merta memberikan informasi kepada semua pihak yang meminta informasi tentang keadaan keuangan nasabahnya. Bahkan kesulitan yang sangat utama dalam penyelidikan adalah penyelidik tidak dapat mengetahui informasi keuangan dari bank mengenai dugaan adanya tindak pidana pencucian uang sebelum pelaku yang dimaksud ditetapkan menjadi tersangka.

(26)

Salah satu sebab yang dominan mengenai munculnya kasus rahasia bank adalah karena pengaturannya yang masih kurang lengkap. Akibatnya kurang memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait. Ketidakpastian ini dapat menimbulkan inefisiensi, karena banyaknya pertanyaan dan kasus-kasus pelaporan yang menyangkut rahasia bank. Masalah rahasia bank yang juga terkait dengan pihak peradilan adalah mengenai pemberian keterangan yang bersifat rahasia bank dalam sidang pengadilan terbuka untuk umum.

Apabila para pihak yang berperkara, terdakwa atau pengacaranya mengungkapkan keterangan yang bersifat rahasia bank, keterangan tersebut dapat diketahui oleh publik karena sidang pengadilan terbuka untuk umum. Pemeriksaan di pengadilan pidana tidak dapat dilakukan secara tertutup walaupun keterangan yang disampaikan bersifat rahasia bank.

Kendala dan hambatan yang sering ditemukan di lapangan oleh aparat penegak hukum dalam melakukan penyidikan dan pengusutan adanya praktek pencucian uang berkaitan dengan Ketentuan Rahasia Bank yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan, antara lain adalah:

1. Penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara tidak memiliki kewenangan untuk meminta pembukaan terhadap rekening pihak-pihak yang terkait. 2. Tidak terdapat sanksi pidana bagi Penyedia Jasa Keuangan (bank) apabila tidak

(27)

3. Penyelidik/Penyidik tidak mungkin mendapatkan informasi keadaan keuangan seseorang yang belum ditetapkan menjadi tersangka/ terdakwa.

4. Ketentuan rahasia bank yang ada sekarang masih kurang sempurna, termasuk dalam kaitannya dengan upaya mendukung kepentingan proses peradilan.

5. Hal lain yang belum diatur secara memadai dalam konteks ketentuan rahasia bank adalah menyangkut penyitaan atau pemblokiran rekening dalam perkara pidana. 6. Rahasia bank Indonesia dengan pengecualian yang bersifat limitatif dan birokratis

dianggap sebagai penghambat proses penegakan hukum di Indonesia.

7. Penegak Hukum tidak dapat mengetahui secara akurat mengenai informasi keuangan yang tersimpan di bank milik dari tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana pencucian uang.

Untuk menanggulangi mengenai ketentuan rahasia bank yang menjadi penghambat dan tantangan dalam penegakan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan tindak pidana lain yang berkaitan, berdasarkan analisis kasus yang terjadi di Indonesia, maka tindakan-tindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, telah memberikan jawabannya yang tertuang dalam beberapa pasalnya.

b. Dalam Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindakan Pidana Pencucian Uang telah memberikan kebebasan untuk penyidikan kasus praktek pencucian uang tidak diperlukan lagi izin untuk membuka rahasia bank dari Pimpinan Bank Indonesia.

(28)

d. Adanya izin dari Pimpinan Bank Indonesia untuk menerobos ketentuan Kerahasiaan Bank Izin dari Pimpinan Bank Indonesia untuk membuka ketentuan rahasia bank termuat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yaitu ketentuan Pasal 41 ayat (1), Pasal 42, Pasal 44.

e. Pedoman Pelaksanaan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

2. Akibat Hukum terhadap Kesalahan Pembukaan Rahasia Bank dalam Praktek

Tindak Pidana Pencucian

Ketentuan-ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu ketentuan yang

menempatkan bank sebagai pihak yang berkewajiban untuk selalu menjaga keterangan yang berhubungan dengan nasabah penyimpan, simpanan dan transaksinya. Pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank tersebut telah diatur sedemikian rupa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan maupun di dalam Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindakan Pidana Pencucian Uang yang berupa ancaman pidana dan denda secara administratif.

Menurut ketentuan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan bahwa : Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalanm Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4

(29)

Pasal 47 Ayat (2) menentukan bahwa : Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan Pidana Penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya

Rp.4.000.000.000 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.800.000.000.000 (delapan ratus miliar rupiah).

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) di atas, menunjukkan bahwa sanksi pidana yang berupa pidana penjara dan denda dikenakan kepada siapa saja yang memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 40. Sanksi tersebut dikenakan juga kepada Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi yang sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut ketentuan Pasal 40.

Selanjutnya ketentuan Pasal 47 A menentukan bahwa Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A dan Pasal 44 A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kuranynya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.4.000.000.000 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah).

(30)

Dengan demikian, sampai kapan atau berapa lama waktunya informasi tersebut dapat dipublikasikan terkait penerobosan rahasia bank dalam kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang? Untuk menentukan hal ini harus dibatasi dulu, tujuan dari publikasi dimaksud. Jika publikasi untuk media, masyarakat ataupun pihak-pihak yang tidak berhak menerima informasi tersebut maka berdasarkan ketentuan undang-undang dilarang dan ada sanksinya (pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindakan Pidana Pencucian Uang) namun apabila informasi/data tersebut digunakan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan disidang pengadilan dalam rangka penegak hukum melaksanakan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka hal tersebut boleh dilakukan, sesuai dengan ketentuan pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindakan Pidana Pencucian Uang.

3. Implikasi Penerobosan Rahasia Bank dalam Praktek Tindak Pidana Pencucian Uang Terhadap tingkat Kepercayaan Nasabah.

Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri, sebab apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai bank di mana ia menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melindungi kepentingan

nasabahnya.

(31)

pegawai dan manajemen bank yang bersangkutan wajib mengetahui mengenai peraturan rahasia bank ini, untuk menghindari sanksi pidana dan atau administratif serta sanksi sosial dari masyarakat. Melakukan penerapan dalam hal- hal (informasi) yang bersifat rahasia terutama pada bank sangatlah sulit karena belum ada suatu keseragaman yang menetukan hal-hal (informasi) apa saja yang dapat dikategorikan sebagai suatu yang dirahasiakan oleh bank dari informasi dan data-data seorang nasabah.

Kewajiban bank untuk merahasiakan mengenai penyimpanan dan simpanannya dapat bersifat eksplisit dan implisit. Pada umumnya perjanjian bank dan nasabah tidak dicantumkan secara eksplisit. Kewajiban merahasiakan tersebut misalnya terlihat pada perjanjian

pembukaan rekening koran, tabungan dan deposito antara bank dan nasabah. Dengan demikian, walaupun dalam perjanjian tidak diatur secara eksplisit, tetapi berdasarkan azas itikad baik didalam melaksanakan perjanjian, maka perjanjian antara bank dan nasabahnya dianggap mencantumkan secara diam-diam kewajiban merahasiakan tentang penyimpan dan simpanannya.

Oleh karena itu kelancaran dan keamanan kegiatan perbankan haruslah mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari semua aparat penegak hukum, karena apabila terjadi tindak pidana dalam bidang perbankan akan menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi negara. Oleh sebab itu segala usaha preventif maupun represif harus digalakkan untuk menanggulangi kejahatan perbankan tersebut.

(32)

Dengan tidak adanya kepastian perlindungan hukum maka implikasinya adalah hilang atau berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga penyedia jasa keuangan, yang dalam hal ini adalah bank.

(33)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Untuk menjamin kepercayaan masyarakat penyimpan uang di bank, bank wajib merahasiakan informasi mengenai nasabah kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Bahwa rahasia bank dapat dibuka untuk keperluan peradilan dalam penanganan perkara pidana, dimana prosedurnya terdapat di dalam Peraturan Bank Indonesia. Pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam peraturan dan perundang-undangan .

2. Pengampunan pajak bagi Wajib Pajak Badan yang melakukan tindakan pidana

pencucian uang juga dikhawatirkan akan menimbulkan masalah dengan rasa keadilan antar WP. Terhadap pengampunan pajak ini, pasti pengemplang pajak akan

memanfaatkan aji mumpung ini guna menghindari kewajiban pajaknya selama ini sebelum diberikan pengampunan pajak. Rasa keadilan tersebut juga berkaitan dengan moral hazard yang kerap dialami masyarakat Indonesia yang diberi fasilitas sedemikian rupa sehingga lupa dengan kewajibannya untuk memberi timbal balik ke negara. Tax ratio juga harus diperhatikan karena hal tersebut adalah hal esensial. Memang dalam sebuah negara setidak-tidaknya ada 4 unsur yang sangat berpengaruh dalam kestabilan sebuah negara yakni: politik dan sosial budaya, ekonomi, agama, Hukum dan

Pertahanan..

(34)

1. Seharusnya segera dilaksanakan untuk peniadaan kerahasiaan bank untuk kepentingan perpajakan. Agar UU tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU menjadi efektif, salah satu caranya adalah tidak berlakunya kerahasiaan bank dan transaksi keuangan lainnya di saat penyidik, penuntut umum, dan hakim meminta keterangan kepada pihak bank. Pengampunan Pajak seyogianya diikuti dengan kebijakan lain seperti penegakan hukum yang lebih tegas dan penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan perbankan. Amnesti pajak sebaiknya diterapkan bila syarat-syarat keterbukaan dan akses informasi terhadap masyarakat terpenuhi oleh karena itu apabila amnesti pajak akan diterapkan harus menggunakan amnesti pajak bersyarat.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdulkadir Muhammad, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: PT. Citra Adtya Bakti, 2004.

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012.

Erwin Silitonga, dalam makalah yang berjudul Ekonomi Bawah Tanah, Pengampunan pajak, dan Referendum, 2006.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada media group, Jakarta, 2005.

Purwaning M. Yanuar, Pengembalian asset Hasil Korupsi: Konvensi PBB tentang Anti Korupsi Dalam Sistem hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 2003.

Urip santoso dan Justina Setiawan, Tax amnesty dan Pelaksanaanya di Beberapa Negara: Perspektif Bagi Pebisnis Indonesia, Kopertis, Volume 11 No. 2 Juli 2009.

PERATURAN DAN PERUNDANGAN

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

INTERNET

http://m.antaranews.com/berita/617773/kemenkeu-ojk-lincurkan-sistem-pembukaan-rahasia-bank.

http://ojs.kejaksaan.co.id/index.php/binaadhyaksa/article/view/164. http://www.kemenkeu.go.id/apbn2016.

(36)

https://diplomasiekonomi.kemlu.go.id/images/taxamnesty/Paparan%20Tax %20Amnesty.pdf.

Referensi

Dokumen terkait