• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Ketentuan Rahasia Bank Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan Tanggungjawab Bank Berdasarkan Undang-undang Perbankan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Ketentuan Rahasia Bank Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan Tanggungjawab Bank Berdasarkan Undang-undang Perbankan."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERBANKAN

Oleh:

Mestika Dewi Sari Sagala

110120130040

ABSTRAK

Perbankan merupakan salah satu penyedia jasa keuangan yang menyimpan dan menyalurkan uang yang berasal dari negara maupun dari masyarakat yang berasal dari para nasabahnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, atau penelitian yang menitik-beratkan kepada penelitian kepustakaan. Data yang telah diperoleh diinterprestasikan dengan cara penafsiran hukum dan konstruksi hukum dalam ilmu hukum, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan cara melakukan penggabungan data hasil studi literatur atau kepustakaan dan studi lapangan.

Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Akibat hukum terhadap pembukaan rahasia bank adalah berupa ancaman pidana maupun denda secara administratif. Sanksi pidana berupa pidana penjara dan denda dikenakan kepada siapa saja yang memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan. Sanksi tersebut dikenakan juga kepada Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi yang sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan. Disamping itu diatur juga di dalam Pasal 11 UU TPPU yaitu dapat dipidana dengan pidana penjara, sedangkan dalam ketentuan Pasal 83 UU TPPU adalah ahli warisnya dapat untuk menuntut ganti kerugian melalui pengadilan.

APPLICATION OF PROVISIONS OF THE BANK SECRECY IN THE MONEY LAUNDERING CRIME ASSOCIATED WITH BANK RESPONSIBILITY BY

UNDANG-UNDANG BANKING

ABSTRACT

Banking is one of the financial service providers that store and distribute the money comes from the state and from community coming from customers.

(2)

qualitatively by way of merging data from the literature or literature studies and field studies.

Based on the analysis can be concluded that the legal consequences of the opening of bank secrecy are in the form of threats of criminal or administrative fines. Criminal sanctions such as imprisonment and fines imposed on anyone who forced the bank or affiliated parties to provide information. Sanctions are imposed also to Members of the Board of Commissioners, directors, employees of the bank, or affiliated party who intentionally provide confidential information. Besides, the set also in Article 11 UU AML that may be liable to imprisonment, whereas the provisions of Article 83 of the AML Law are heirs able to sue for damage through the courts.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai kejahatan lapis kedua (predicate crime)

merupakan kejahatan yang menyertai kejahatan asal, kejahatan pencucian uang merupakan kejahatan yang dapat bersembunyi didalam sistem keuangan dan perbankan di suatu negara, sehingga kejahatan atau tindak pidana ini menjadi perhatian karena adanya beberapa hal yang menyangkut kekhususan di bidang keuangan dan perbankan.

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di bidang perekonomian, tindak pidana pencucian uang melalui bank sebagai salah satu penyedia jasa keuangan merupakan sasaran empuk dari modus yang paling banyak dipilih para pelaku tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Hal ini terjadi karena adanya beberapa kelebihan dari lembaga perbankan tersebut, antara lain yaitu adanya sistem kliring dan pengiriman uang yang memudahkan perputaran uang, sehingga tidak terlacak lagi asal usul uang tersebut, dan yang paling menguntungkan pelaku tindak pidana pencucian uang melalui perbankan ini terjadi karena adanya penerapan ketentuan rahasia bank yang ketat pada umumnya dijunjung tinggi oleh Perbankan.

Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-undang Perbankan, “Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”.1 Akibat komitmen tinggi yang dipegang oleh perbankan untuk menjaga kerahasiaan nasabah, prinsip ini sering digunakan sebagai tameng bagi pelaku tindak pidana pencucian uang untuk menyembunyikan asal usul dana.

Peraturan Khusus UU Pokok Perbankan Pasal 36 berbunyi : Bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan nasabahnya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurur

1

(3)

kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam UU ini.

Perbankan merupakan salah satu penyedia jasa keuangan yang menyimpan dan menyalurkan uang yang berasal dari negara maupun dari masyarakat yang berasal dari para nasabahnya. Namun lembaga perbankan juga telah dijadikan sarana utama untuk menyimpan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana tersebut. Target pelaku

Money Laundering adalah negara-negara yang mempunyai ketentuan yang minim dalam bidang perbankan, yaitu negara yang masih menjunjung tinggi prinsip rahasia bank yang ketat.

Minimnya ketentuan dibidang perbankan dan rahasia bank yang ketat disuatu negara dapat memungkinkan bagi para pencuci uang dengan leluasa memanfaatkan fasilitas perbankan untuk kepentingan mengaburkan hasil kejahatan. Sifat kaku dan tertutup dalam prinsip rahasia Bank merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan maraknya praktik-praktik pencucian uang di satu negara dan juga menjadi faktor berhasil atau tidaknya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang.

Prinsip kehati-hatian dalam mengelola dana haruslah dijadikan sebagai way of thinking oleh para bankir. Ini berarti pula prinsip kehati-hatian harus dianut secara pro aktif. Kegagalan penyelenggara usaha-usaha perbankan lebih banyak terjadi oleh karena kurang kehati-hatian pihak Perbankan dalam mengelola dana masyarakat. Hal ini pada gilirannya menyebabkan bank berada dalam posisi sulit dan membahayakan. kewajiban rahasi Bank yang harus dipegang teguh oleh Bank adalah bukan semata-mata bagi kepentingan nasabah sendiri, tetapi juga bagi Bank yang bersangkutan dan bagi kepentingan masyarakat umum sendiri.

Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menjalankan usahanya terutama dari dana masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat. Selain itu, Bank juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran lainnya.2

Dalam dunia Perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa perbankan, berada pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka berada. Dilihat dari sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya pada Bank baik sebagai penabung deposan, maupun pembeli surat berharga, maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai kreditur Bank.

Ketentuan mengenai rahasia Bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi Nasabah Penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari Bank itu sendiri, sebab apabila Nasabah Penyimpan ini tidak mempercayai Bank di mana ia menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, sebagai

2

Erna Priliasari, Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank,

(4)

suatu lembaga keuangan yang berfungi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya Bank menerapkan ketentuan rahasia Bank tersebut secara konsisten dan bertanggung jawab.3

Salah satu contoh kasus yang terjadi terkait dengan Tindak Pidana Pencucian dan korupsi uang dalam kejahatan perbankan adalah Perkara Atas nama Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo, Kasus ini mulai terungkap pada 2012, Djoko Susilo melakukan praktek TPPU dengan cara menyamarkan, mengubah bentuk, menyebunyikan, mentransfer uang yang diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yakni kasus pengadaan alat Simulator Surat Izin Mengemudi (SIM).

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana Implementasi rahasia Bank dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang?

2. Bagaimana akibat hukum bila terjadi kesalahan dalam pembukaan rahasia bank terhadap nasabah penyimpan yang diduga melakukan praktik pencucian uang (money laundering)?

3. Bagaimanakah implikasi yuridis penerobosan rahasia Bank terkait dengan upaya menjaga kepercayaan nasabah?

II. METODE PENELITIAN

Spesifikasi Penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk membandingkan dan menganalisis fakta-fakta yang ada secara sistematis, faktual, dan akurat dengan teori-teori hukum positif yang menyangkut permasalahan yang diteliti.4 Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Yuridis Normatif.5 yaitu “penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menitikberatkan penelitian pada data sekunder atau data kepustakaan.” Hal ini bertujuan untuk mengkaji dan menguji aspek-aspek hukum perbankan dan tindak pidana pencucian uang dan menemukannya dalam kenyataan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Rahasia Bank dalam Penegakan Hukum terhadap Praktek Tindak Pidana Pencucian Uang

Bank akan sangat berhati-hati dalam membuka suatu informasi tentang keadaan keuangan nasabahnya, mengingat rahasia bank sudah menjadi pedoman dalam pelaksanaan perbankan dan menjadi kunci sukses untuk menjadi bank terpercaya

3

Muhammad Djumhana, Memerangi Pencucian Uang, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.16, November 2000, hlm. 4.

4

Maris S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Fakultas Hukum Ugm, Yogyakarta, 1989, hlm. 6.

5

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.

(5)

dimata masyarakat. Bank tidak akan serta merta memberikan informasi kepada semua pihak yang meminta informasi tentang keadaan keuangan nasabahnya. Bahkan kesulitan yang sangat utama dalam penyelidikan adalah penyelidik tidak dapat mengetahui informasi keuangan dari bank mengenai dugaan adanya tindak pidana pencucian uang sebelum pelaku yang dimaksud ditetapkan menjadi tersangka.

Tindakan memindahkan uang dari satu rekening ke rekening lain hanya memerlukan waktu beberapa detik saja, sehingga penyidik mengalami kesulitan untuk melacak dan menyita uang hasil tindak pidana yang disimpan di bank. Hal ini belum sepenuhnya diakomodir dalam ketentuan mengenai rahasia bank.

Salah satu sebab yang dominan mengenai munculnya kasus rahasia bank adalah karena pengaturannya yang masih kurang lengkap. Akibatnya kurang memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait. Ketidakpastian ini dapat menimbulkan

inefisiensi, karena banyaknya pertanyaan dan kasus-kasus pelaporan yang menyangkut rahasia bank. Masalah rahasia bank yang juga terkait dengan pihak peradilan adalah mengenai pemberian keterangan yang bersifat rahasia bank dalam sidang pengadilan terbuka untuk umum.

Apabila para pihak yang berperkara, terdakwa atau pengacaranya mengungkapkan keterangan yang bersifat rahasia bank, keterangan tersebut dapat diketahui oleh publik karena sidang pengadilan terbuka untuk umum. Pemeriksaan di pengadilan pidana tidak dapat dilakukan secara tertutup walaupun keterangan yang disampaikan bersifat rahasia bank.

Kendala dan hambatan yang sering ditemukan di lapangan oleh aparat penegak hukum dalam melakukan penyidikan dan pengusutan adanya praktek pencucian uang berkaitan dengan Ketentuan Rahasia Bank yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan, antara lain adalah:

1. Penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara tidak memiliki kewenangan untuk meminta pembukaan terhadap rekening pihak-pihak yang terkait.

2. Tidak terdapat sanksi pidana bagi Penyedia Jasa Keuangan (bank) apabila tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan keterangan mengenai rekening tersangka atau terdakwa kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim, ini juga belum diatur di dalam UU TPPU sehingga menjadi hambatan baik dalam Proses dalam Persidangan di pengadilan.

3. Penyelidik/Penyidik tidak mungkin mendapatkan informasi keadaan keuangan seseorang yang belum ditetapkan menjadi tersangka/ terdakwa.

4. Ketentuan rahasia bank yang ada sekarang masih kurang sempurna, termasuk dalam kaitannya dengan upaya mendukung kepentingan proses peradilan.

(6)

6. Rahasia bank Indonesia dengan pengecualian yang bersifat limitatif dan birokratis dianggap sebagai penghambat proses penegakan hukum di Indonesia. 7. Penegak Hukum tidak dapat mengetahui secara akurat mengenai informasi

keuangan yang tersimpan di bank milik dari tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana pencucian uang.

Untuk menanggulangi mengenai ketentuan rahasia bank yang menjadi penghambat dan tantangan dalam penegakan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan tindak pidana lain yang berkaitan, berdasarkan analisis kasus yang terjadi di Indonesia, maka tindakan-tindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, telah memberikan jawabannya yang tertuang dalam beberapa pasalnya.

b. Dalam Undang-Undang TPPU telah memberikan kebebasan untuk penyidikan kasus praktek pencucian uang tidak diperlukan lagi izin untuk membuka rahasia bank dari Pimpinan Bank Indonesia.

c. Dalam penerobosan ketentuan rahasia bank untuk menyingkap tindak pidana pencucian uang, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menentukan prosedur-prosedur untuk menembus ketentuan kerahasiaan bank.

d. Adanya izin dari Pimpinan Bank Indonesia untuk menerobos ketentuan Kerahasiaan Bank Izin dari Pimpinan Bank Indonesia untuk membuka ketentuan rahasia bank termuat dalam Undang-Undang Perbankan, yaitu ketentuan Pasal 41 ayat (1), Pasal 42, Pasal 44.

e. Pedoman Pelaksanaan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

B. Akibat Hukum terhadap Kesalahan Pembukaan Rahasia Bank dalam Praktek Tindak Pidana Pencucian Uang

Ketentuan-ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu ketentuan yang menempatkan bank sebagai pihak yang berkewajiban untuk selalu menjaga keterangan yang berhubungan dengan nasabah penyimpan, simpanan dan transaksinya. Pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank tersebut telah diatur sedemikian rupa dalam UU Perbankan maupun di dalam UU TPPU yang berupa ancaman pidana dan denda secara administratif.

Menurut ketentuan Pasal 47 ayat (1) bahwa : Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak

(7)

(empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000 (dua ratus miliar rupiah).

Pasal 47 Ayat (2) menentukan bahwa : Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan Pidana Penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.4.000.000.000 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.800.000.000.000 (delapan ratus miliar rupiah).

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) di atas, menunjukkan bahwa sanksi pidana yang berupa pidana penjara dan denda dikenakan kepada siapa saja yang memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 40. Sanksi tersebut dikenakan juga kepada Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi yang sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut ketentuan Pasal 40.

Selanjutnya ketentuan Pasal 47 A menentukan bahwa Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A dan Pasal 44 A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kuranynya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.4.000.000.000 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah).

Oleh karena itu pelaksanaan Rahasia Bank berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menjadi Tanggung Jawab Bank tidak dapat dilakukan sepenuhnya oleh pihak bank, dikarenakan ada ketentuan pengecualian yang mengaturnya. Dan dalam hal ini pihak bank tidak dapat dipersalahkan apabila membuka rahasia bank dengan merujuk kepada ketentuan Pasal 40 UU Perbankan dengan syarat-syarat dan prosedur tertentu yaitu perintah tertulis atau izin pengecualian dari Pimpinan Bank Indonesia.

(8)

C. Implikasi Penerobosan Rahasia Bank dalam Praktek Tindak Pidana Pencucian Uang Terhadap tingkat Kepercayaan Nasabah.

Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan dari bank itu sendiri, sebab apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai bank di mana ia menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu, sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan bertanggungjawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melindungi kepentingan nasabahnya.

Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Integritaspengurus

2. Pengetahuan dan Kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan.

3. Kesehatan bank yang bersangkutan

4. Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.

Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank.

Selain itu Ada faktor lainnya yang menyebabkan nasabah menabung dan berinvestasi di bank pilihannya, mulai dari kedekatan lokasi, fasilitas kemudahan, layanan yang memuaskan hingga tingkat keamanan suatu bank. Namun, yang paling menarik untuk diperhatikan, terkait dengan kejahatan cyber yang terjadi di Indonesia saat ini adalah tingkat keamanan, yang meliputi rasa aman seca fisik, secara finansial dan rahasia yang dapat dijamin perusahaan. Masyarakat sebagai konsumen atau pasar yang dituju oleh industri perbankan memiliki berbagai pertimbang dalam memilih usaha jasa perbankan yang akan digunakannya, hal tersebut dapat dilihat dari kemudahan, keamanan serta tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh nasabah. Faktor-faktor tersebut menjadi dasar pertimbangan masyarakat untuk memilih jasa perbankan, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat membentuk loyalitas pada diri masyarakat akan bank yang dipercayainya.

(9)

Rahasia bank merupakan hal yang penting karena bank sebagai lembaga kepercayaan wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan nasabah penyimpan dan simpanannya. Oleh karena itu, baik bank sebagaientity dan pihak

terafiliasi, termasuk pegawai dan manajemen bank yang bersangkutan wajib mengetahui mengenai peraturan rahasia bank ini, untuk menghindari sanksi pidana dan atau administratif serta sanksi sosial dari masyarakat. Melakukan penerapan dalam hal-hal (informasi) yang bersifat rahasia terutama pada bank sangatlah sulit karena belum ada suatu keseragaman yang menetukan hal-hal (informasi) apa saja yang dapat dikategorikan sebagai suatu yang dirahasiakan oleh bank dari informasi dan data-data seorang nasabah.

Kewajiban bank untuk merahasiakan mengenai penyimpanan dan simpanannya dapat bersifat eksplisit dan implisit. Pada umumnya perjanjian bank dan nasabah tidak dicantumkan secara eksplisit. Kewajiban merahasiakan tersebut misalnya terlihat pada perjanjian pembukaan rekening koran, tabungan dan deposito antara bank dan nasabah. Dengan demikian, walaupun dalam perjanjian tidak diatur secara eksplisit, tetapi berdasarkan azas itikad baik didalam melaksanakan perjanjian, maka perjanjian antara bank dan nasabahnya dianggap mencantumkan secara diam-diam kewajiban merahasiakan tentang penyimpan dan simpanannya.

Oleh karena itu kelancaran dan keamanan kegiatan perbankan haruslah mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari semua aparat penegak hukum, karena apabila terjadi tindak pidana dalam bidang perbankan akan menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi negara. Oleh sebab itu segala usaha preventif maupun represif harus digalakkan untuk menanggulangi kejahatan perbankan tersebut.

Pelanggaran terhadap rahasia bank merupakan salah satu bentuk kejahatan. Yang menjadi masalah bukan hanya karena adanya pembocoran rahasia, akan tetapi kenyataan bahwa rahasia bank itu kadang kala dijadikan sebagai tempat berlindung bagi penyelewengan administrasi dan kolusi pada perbankan.

Dengan tidak adanya kepastian perlindungan hukum maka implikasinya adalah hilang atau berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga penyedia jasa keuangan, yang dalam hal ini adalah bank.

(10)

D. PENUTUP

Berdasarkan uraian dan pembahasan dalam tesis ini, maka penulis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Penerapan rahasia bank dapat diterobos dengan alasan demi penegakan hukum, jika memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan adanya izin dari pimpinan Bank Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 41 ayat (1), Pasal 42, Pasal 44 Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang.

2. Akibat hukum terhadap pembukaan rahasia bank telah diatur secara tegas terutama dalam Undang-undang Perbankan, baik berupa ancaman pidana maupun denda secara administratif. Sanksi pidana berupa pidana penjara dan denda dikenakan kepada siapa saja yang memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 40. Sanksi tersebut dikenakan juga kepada Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi yang sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Perbankan. Disamping itu diatur juga di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu berdasarkan Pasal 11 UU TPPU yaitu dapat dipidana dengan pidana penjara, sedangkan dalam ketentuan Pasal 83 UU TPPU adalah ahli warisnya dapat untuk menuntut ganti kerugian melalui pengadilan.

3. Kepatuhan bank terhadap kewajiban menjaga rahasia bank terhadap nasabah yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah, identitas nasabah tersebut kepada pihak lain, Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh “rahasia bank”. Rahasia bank akan dapat lebih dipegang teguh oleh bank apabila ditetapkan bukan sekedar hanya sebagai kewajiban kontraktual diantara bank dan nasabah, tetapi ditetapkan sebagai kewajiban pidana. Bila hanya ditetapkan sebagai kewajiban kontraktual belaka, maka kewajiban bank itu menjadi kurang kokoh karena kewajiban kontraktual secara mudah dapat disimpangi menyebabkan bank akan kehilangan nasabahnya.

Bertitik tolak dari kesimpulan maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

a. Pemerintah melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meminta perbankan dan jasa keuangan lainnya untuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan untuk mengantisipasi tindakan pencucian uang.

(11)

pengusutan praktek pencucian uang, sehingga pihak penyidik, Penuntut Umum serta Hakim dapat mengetahui secara akurat mengenai informasi keuangan yang tersimpan di bank milik dari tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana pencucian uang tersebut. Disamping itu pula Ketentuan rahasia bank yang berkaitan dengan penyidikan, dapat disempurnakan, misalnya dengan mempersingkat waktu pemberian izin membuka rahasia bank yang diberikan Gubernur Bank Indonesia, dari empat belas hari menjadi tiga hari kerja. Bahkan apabila dipandang perlu, izin membuka rahasia bank dapat diberikan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia saja atas dasar permohonan dari Kepala Kepolisian Daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi, atau Ketua Pengadilan Tinggi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dr.Hj.Lastuti Abubakar, S.H.,M.H selaku ketua komisi pembimbing

2. Dr.Sigid Suseno, S.H., M.Hum selaku anggota komisi pembimbing

3. Seluruh dosen dan staf Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran bandung 4. Staf PPATK, Bpk David Tri Zisky. Jakarta Pusat

5. Staf BI, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010.

Erna Priliasari, Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank,Senin, 04 Januari 2010.

Maris S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Fakultas Hukum Ugm, Yogyakarta, 1989.

Muhammad Djumhana,Memerangi Pencucian Uang, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.16, November 2000.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,Rajawali, Jakarta, 1985.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Tahun 2010 nomor 122. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,

(12)

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Tahun 2003 nomor 108.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Tahun 1992 nomor 32.

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, Lembaran Negara Tahun 1998 nomor 182.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika dan peralatan yang dipergunakan dalam pelanggaran narkotika dan hasil-hasilnya dapat disita untuk negara.

PERPU No. 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun 2003.

Keputusan Presiden tanggal 22 Maret 2002 ini merupakan pengganti Keppres Nomor 116 Tahun 1999 tentang Badan Koordinasi Narkotika Nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa penjelasan di atas merupakan paparan hasil wawancara kepada Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Agama Islam, dan guru wali kelas tiga yang diperoleh langsung

Hemofilia merupakan penyakit yang berbiaya tinggi, tidak hanya dari sisi biaya langsungnya saja (biaya pengobatan) tetapi juga dari segi biaya tidak langsung

Sehingga dapat menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman masyarakat yang memiliki selera yang berubah dan daya beli konsumen menurun, hal

[r]

Hasil evaluasi kuantitas penggunaan antibiotik pada pengobatan pasien demam tifoid di Instalasi rawat inap RSUD Kraton Pekalongan tahun 2019 yaitu antibiotik yang sering

Dalam penelitian ini penulis menganalisis laporan keuangan yaitu neraca dan laporan laba rugi pada perusahaan rokok yang sudah terdaftar di BEJ periode 2002 2003. dari hasil

Strategi pemasaran adalah strategi yang disatukan, luas, terintegrasi dan komperehensif yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan dari perusahaan dapat. dicapai melalui

PEMETAAN DANA BERGULIR MASYARAKAT Kegiatan Simpan pinjam/ Dana Bergulir Masyarakat >50 jt/desa >100jt/kec Modal Koperasi Jasa Lembaga Keuangan Mikro <50 Jt/desa