• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESUME BUKU POLITIK PENDIDIKAN ISLAM Ana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RESUME BUKU POLITIK PENDIDIKAN ISLAM Ana"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME

POLITIK PENDIDIKAN ISLAM

Analisis Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Orde Baru

( Choirul Mahfud )

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendekatan dan Metode Studi Islam

Dosen Pengampu : Dr. Zakiyyudin Baidhawi, M.Ag.

Oleh :

Muhammad Sa’dullah 12010160032

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(2)

1 Profil Buku :

Judul : POLITIK PENDIDIKAN ISLAM : Analisis Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Orde Baru

Penulis : Choirul Mahfud

Penerbit : Pustaka Pelajar Yogyakarta Tahun Terbit : 2016

Tebal : xxii + 408 Halaman Cetakan : Cetakan 1, Februari 2016 ISBN : 9786022295693

BAGIAN PERTAMA

POLITIK PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA :

ANTARA IDEALITAS DAN REALITAS

A. Latar Belakang

Persoalan-persoalan di negeri ini tidak bisa lepas dengan politik, tidak terkecuali persoalan dalam pendidikan Islam. Oleh karena itu, tidak keliru bila dinyatakan bahwa politik dan pendidikan Islam juga memiliki hubungan dan pengaruh antara satu dengan yang lainnya. Bahkan, belakangan ini persoalan politik dan pendidikan, termasuk pendidikan Islam, terus memperoleh perhatian besar seiring dinamika sosial politik di Indonesia pasca-Orde Baru.

Ketika reformasi 1998 bergulir, banyak sekali perubahan terjadi di hampir semua aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan Islam di negeri ini, salah satu wujudnya adalah lahirnya sejumlah tata aturan kebijakan tentang pendidikan Islam dan pendidikan keagamaan, seperti PP No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama (PA) dan Pendidikan Keagamaan (PK), UU Sisdiknas N0. 20. Tahun 2003, lahirnya kurikulum baru tahun 2013

dan lain sebagainya. Hal ini seolah meneguhkan kebenaran ungkapan “ganti menteri ganti kebijakan”.

(3)

2

pemerintah daerah di hampir seluruh Indonesia. Bahkan, Kementrian Agama (Kemenag) pusat juga memberikan protes keras.

Kementrian Agama menilai salah satu poin Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD merupakan bentuk diskriminasi pendidikan. Poin yang dimaksud adalah bantuan sosial dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk madrasah tidak bersifat wajib atau mengikat. Mayoritas madrasah, baik Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyah (SMP) maupun Aliyah (SMA) di Indonesia merupakan lembaga swasta. Kalau negeri bisa diatasi oleh Kementrian, tetapi kalau swasta tidak mendapat APBD, siapa yang mau membantu. Lembaga pendidikan yang dikelola Kementrian Agama ini, berbeda dengan di Kementrian Pendidikan, yang banyak berstatus negeri. Kemenag mempunyai dana yang terbatas untuk menanggung semuanya. Lembaga pendidikan Islam juga ada yang mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah, namun itu belum dianggap maksimal tanpa bantuan APBD. Dari protes dan gugatan dari sejumlah pihak dan pejabat di daerah dan pusat tersebut, kemudian Mendagri merespon dengan mengeluarkan sikap dan surat edaran baru untuk membolehkan APBD untuk membantu madrasah dan lembaga keagamaan lainnya.

Dunia politik sering kali dianggap dan dipahami sebagai dunia kotor yang menghalalkan segala cara dan perlu dihindari. Sementara dunia pendidikan seolah dunia yang berdiri sendiri dan bebas dari pengaruh ideologi serta kepentingan kekuasaan. Padahal bila dicermati, relasi antara politik dan pendidikan, termasuk pendidikan Islam, adalah saling terkait dan saling memengaruhi, bahkan saling membutuhkan satu sama lain. Masalah pendidikan tidak mungkin dilepaskan dari masalah politik, sebab bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pengembangan pendidikan. Sebaliknya pula, pendidikan memengaruhi politik kekuasaan dan bahkan maju mundurnya suatu bangsa. Pengalaman ini banyak negara mencatat, kualitas pendidikan suatu bangsa menentukan arah kemajuan bangsa dan indeks pembangunan manusia.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Kebijakan kurikulum

(4)

3

2. Kebijakan Anggaran

Amanat undang-undang pendidikan terkait anggaran sangat jelas. Akan tetati, perbedaan kebijakan alokasi anggaran pendidikan Islam dengan pendidikan umum di negeri ini masih perlu dikaji lebih lanjut dengan analisis pertanyaan dari mana, berapa jumlahnya dan untuk apa saja serta bagaimana mekanisme pencairannya.

3. Kebijakan Kelembagaan

Dalam konteks ini, analisis difokuskan pada kebijakan pemerintah terkait tata aturan kelembagaan dan sistem penyelenggaraan pendidikan Islam di Indonesia pasca-Orde Baru. Seperti diketahui bahwa kebijakan tentang lembanga yang berwenang dalam penyelenggaraan pendidikan Islam dan pendidikan umum dari awal era kemerdekaan hingga era reformasi saat ini masih dijumpai perbedaan dan masalah, sehingga perlu dikaji akar masalah terkait kebijakan hingga implementasinya.

4. Kebijakan Guru Agama Islam

Apakah kebijakan guru agama dalam pendidikan di Indonesia pasca-Orde Baru.

C. Kerangka Teori

1. Teori Hegemoni

Hegemoni menurut Gramsci adalah sebuah pandangan hidup dan cara berfikir yang dominan, yang di dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan yang disebar luaskan dalam masyarakat baik secara istitusional maupun perorangan yang mendiktekan seluruh cita rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral.

Hegemoni menurut Gramsci bekerja dengan dua tahap, yaitu tahap dominasi dan tahap pengarahan/kepemimpinan intelektual dan moral.

2. Teori Kekuasaan

Teori kekuasaan Foucault dimana kekuasaan tidak hanya menjadi milik pemimpin atau entitas tertentu, tetapi kekuasaan berangkat dari kekuatan dan sumbangan pemikiran setiap subjek yang memiliki pengaruh besar bagi perubahan dalam suatu masyarakat atau negara. Meminjam bahasa Emha Ainun Najib, dalam konteks ini bisa dikatakan bahwa kekuasaan bukan menciptakan penguasa, tetapi pemimpin.

Teori Kekuasaan Anthony Giddens, kuasa itu mewujudkan ke dalam dua bentuk : (1) kuasa alokatif dan (2) kuasa otoritatif. Menurutnya, kuasa alokatif merujuk pada

kapasitas untuk menguasai sumber daya “keras” yang serba bendawi. Sementara kuasa

(5)

4

3. Teori Kebijakan Publik

Menurut William N. Dunn adalah suatu daftar pilihan tindakan yang saling berhubungan, yang disusun oleh institusi atau pejabat pemerintah.

Menurut Thomas R. Dye menjelaskan bahwa “Public policy is whatever governments

choose to do or not to do” (kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan)

Menurut Anderson mengutarakan lebih spesifik bahwa : “public policies are those policies developed by government bodies and official” ( kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah).

D. Kerangka Analisis

1. Analisis Kebijakan Prospektif

Bisa dipahami sebagai produksi dan transformasi informasi sebelum kebijakan dimulai dan diimplementasikan.

2. Analisis Kebijakan Retrospektif

Produksi dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan 3. Analisis Kebijakan Integratif

Merupakan kombinasi dari analisis Prospektif dan Retrospektif.

E. Studi Terdahulu

1. Pendidikan Islam dari masa ke masa : tinjauan kebijakan publik terhadap pendidikan Islam di Indonesia (Marwan Saridjo). Menuturkan perjalanan panjang dari masa ke masa seputar pendidikan Islam di Indonesia, baik dari segi kegiatanya maupun kelembagaannya. Melalui buku tersebut, Saridjo juga mengungkapkan pergumulan umat Islam di Indonesia dalam berbagai aspeknya, seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya dari masa ke masa tercermin pada kiprah dan kontribusi maupun perkembangannya. Meski kelihatan komplit (dari masa ke masa) namun kajian tentang dinamika pendidikan Islam pasca-Orde Baru yang hingga saat ini masih berproses belum terbahas, karena memang waktu penerbitan buku ini pada 2010.

(6)

5

3. Politik Pendidikan Nasional : Pergeseran kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Pra-Proklamasi ke Reformasi. (Abd. Rachman Assegaf).

4. Politik Pendidikan Islam : Menelusuri ideologi dan Aktualisasi Pendidikan Islam di Tengah Arus Globalisasi. (Ahmad Arifi).

5. Pendidikan Guru Agama di Indonesia : Pergumulan dan Problem Kebijakan 1948-2011. (Mohammad Kosim).

6. Dinamika Pendidikan Islam Pasca-Orde Baru di Indonesia. (Moch. Tolchah). 7. Politik Pendidikan Penguasa. (Benny Susetyo).

8. Politik Pendidikan. (M. Sirozi).

9. Politik Pendidikan Nasional : Analisis Ideologi pendidikan melalui Interpretasi elite pendidikan Indonesia terhadap Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Karti Soeharto).

10.Pengantar Analisis Kebijakan Pendidikan. (Mudjia Rahardjo).

F. Metodologi Kajian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian Kualitatif. Yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holisti, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode penelitian, diantaranya metode pengamatan atau observasi, wawancara, dan penelaahan dokumen-dokumen.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam buku ini penulis memakai Pendekatan studi kebijakan dari William N. Dunn. Analisis kebijakan publik dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu : pendekatan empiris (lebih menekankan pada analisis sebab atau akibat dari suatu kegiatan publik; valuatif (lebih menekankan pada penilaian atau evaluasi manfaat kebijakan terhadap suatu masyarakat); dan normatif (menekankan pada rekomendasi tindakan-tindakan yang dapat menyelesaikan masalah publik).

3. Sumber Data dan Informasi

Pengumpulan berbagai sumber data dan informasi dilakukan melalui Studi dokumenter terhadap bahan pustaka yang sesuai dengan objek penelitian.

(7)

6

a. Wawancara b. Dokumentasi 5. Teknik Analisis Data

Secara praktis, untuk menyajikan data agar lebih bermakna dan mudah dipahami, maka langkah analisis data yang digunakan dalam buku ini menggunakan model kerangka analisis interaktif dari Miles dan Huberman. Kegiatan analisis dibagi menjadi beberapa bagian penting, yaitu : pengumpulan data; pengelompokan menurut variabel; reduksi data; penyajian data; memisahkan outlier data; dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data.

BAGIAN KEDUA

EPISTEMOLOGI POLITIK PENDIDIKAN ISLAM

A. Epistemologi Poltik

Konsepsi dan definisi politik adalah segala hal yang berkaitan dengan kekuasaan, kebijakan, kewenangan, kepentingan, dan hubungan timbal balik antara pemerintah dengan warga masyarakat untuk mencapai tujuan dan kebaikan bersama dalam suatu negara.

Dalam konteks pendidikan Islam, konsepsi politik semacam itu memiliki dimensi penting dalam proses penggunaan kekuasaan dan pembuatan kebijakan yang sebaik-baiknya sesuai dengan amanat konstitusi dalam suatu negara. Baik buruknya pendidikan Islam, dalam konsepsi politik bergantung bagaimana kekuasaan itu digunakan dan dilaksanakan. Dalam hal ini, praktik politik dapat dipahami melalui berbagai kebijakan yang dibuat atau yang belum dibuat oleh pihak otoritas politik dalam suatu struktur negara.

B. Epistemologi pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan usaha sadar dan terencana dalam mengajarkan nilai-nilai pendidikan Islam oleh pendidik kepada peserta didik dalam rangka mencerdaskan kehidupan dan membentuk manusia berkarakter sesuai ajaran agama Islam. Dalam konteks itu, maka tugas dan fungsi pendidikan Islam sebetulnya bukan sekedar proses memindah ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetatpi juga bisa dimaknai sebagai proses mentransfer nilai-nilai (transfer of values).

(8)

7 C. Konsepsi Politik Pendidikan Islam

Pendidikan Islam perlu direkonstruksi kembali, agar lebih menekankan proses edukasi sosial, tidak semata-mata individual dan untuk memperkenalkan konsep social-contract, sehingga pada diri peserta didik tertanam suatu keyakinan, bahwa kita semua sejak semula memang berbeda-beda dalam banyak hal, lebih-lebih dalam bidang akidah, iman/kredo, tetapi demi untuk menjaga keharmonisan, keselamatan, dan kepentingan kehidupan bersama, mau tidak mau, kita harus rela untuk menjalin kerja sama (cooperation) dalam bentuk kontrak sosial antara sesama kelompok warga masyarakat di muka bumi ini.

D. Genealogi Sejarah Politik pendidikan Islam

Sejarah politik pendidikan Islam dalam suatu negara sangat penting, karena akan menentukan arah dan dinamika peradaban suatu bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan yang baik bagi semua warganya. Dalam sudut pandang yang lebih luas, sejarah politik pendidikan Islam mencakup bahasan tentang peta perjalanan pendidikan Islam pada situasi dan kondisi politik dalam kurun waktu tertentu yang dipengaruhi oleh aspek politik kekuasaan.

Ideologi-ideologi Pendidikan Islam di Indonesia

(9)

8 BAGIAN KETIGA

RELASI PENDIDIKAN ISLAM, POLITIK DAN KEKUASAAN

A. Pola Relasi Politik dan Pendidikan Islam

Kuatnya hubungan politik dan pendidikan, termasuk dalam aspek pendidika Isla, mampu melahirkan kebijakan yang mendorong lebih baik atau sebaliknya. Oleh karena itu, membangun dan menciptakan hubungan yang lebih positif bagi kemajuan pendidikan untuk kemajuan negara menjadi penting. Sebab, banyak yang meyakini bahwa kemajuan negara selalu diiringi dengan kemajuan pendidikannya. Tanpa ada kemajuan dan perhatian dalam bidang pendidikan, maka eksistensi politik sebuah bangsa tidak akan bisa bertahan lama dalam menyangga kemajuan peradabannya.

B. Faktor Politik dalam Reformasi Politik Pendidikan Islam

Dalam konteks pendidikan Islam, reformasi pendidikan Islam pada dasarnya memiliki tujuan agar pendidikan Islam dapat berjalan lebih baik, efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Untuk itu, biasanya, ada dua hal yang perlu dilakukan dalam reformasi : pertama, mengidentifikasi atas berbagai problem yang menghambat terlaksanannya pendidikan; kedua, merumuskan reformasi yang bersifat strategis dan praktis sehingga dapat diimplementasikan di lapangan.

C. Posisi Pendidikan Islam di Indonesia

Penyelenggaraan pendidikan tidak lepas dari kebijakan politik. Posisi dan eksistensi pendidikan Islam masih kuat karena tata aturan memberikan jaminan hukum. Hal itu terlihat dari penyelenggaraan pendidikan mulai tingkat dasar, menengah, atas hingga perguruan tinggi diberikan secara penuh kepada dua kementrian, yaitu Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementrian Agama (Kemenag). Namun, pemerintah juga memberikan otoritas penyelenggaraan pendidikan kedinasan kepada Kementrian yang terkait langsung denga dinas/bidangnya. Namun hal itu hanya berlaku hanya di tingkat perguruan tinggi, bukan ditingkat sekolah dasar, menengah dan atas. Sementara posisi pendidikan Islam yang dikelola oleh Kemenag bisa dikatakan cukup strategis dengan posisi pendidikan umum yang dikelola oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).

D. Pendidikan Islam dan Tanggung Jawab Negara

PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan mengatur Pendidikan Agama di sekolah umum dan Pendidikan Keagamaan yaitu Islam, Protestan, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Dalam pasal 9 ayat (1) disebutkan,

“Pendidikan keagamaan meliputi pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Katolik,

Hindu, Budha, dan Khonghucu”. Pasal ini merupakan pasal umum untuk menjelaskan

(10)

9

disebutkan tentang siapa yang menjadi pengelola pendidikan keagamaan baik yang formal, non-formal dan informal tersebut, yaitu Menteri Agama.

Dari sini jelas bahwa tanggungjawab dalam proses pembinaan dan pengembangan pendidikan Islam menjadi tanggung jawab menteri agama. Mengingat posisi menteri agama bukan hanyak untuk kalangan Islam saja, maka beban menteri agama juga melebar pada penyelenggaraan pendidikan agama lainnya (nonislam), disamping beban administratif terkait dengan ruang lingkup penyelenggaraan agama dan prosesi keagamaan untuk seluruh agama-agama yang diakui di Indonesia.

E. Urgensi Politik Pendidikan Islam

Politik pendidikan Islam memiliki posisi penting dalam praktik pendidikan di suatu negara, termasuk Indonesia. Pendidikan agama setelah diwajibkan di sekolah-sekolah, meskipun masih perlu disempurnakan terus, menunjukkan bahwa pengaruhnya dalam perubahan tinkah laku remaja adalah relatif lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelum pendidikan agama tersebut diwajibkan. Sekurang-kurangnya pengaruh pendidikan agama tersebut secara minimal dapat menambah benih keimanan yang dapat menjadi daya prefentif terhadap perbuatan negatif remaja atau bahkan mendorong mereka untuk bertingkah laku susila dan sesuai dengan norma agamanya. Kebijakan politik pendidikan yang dibuat oleh pemimpin dalam suatu negara akan membawa dampak secara langsung atau tidak bagi terciptanya tatanan kehidupan dalam berbangsa, beragama dan bernegara.

F. “Visible” vs “Invisible Hands” dalam Kebijakan Pendidikan Islam

Dalam konteks kebijakan pendidikan Islam juga bisa dipahami bahwa mekanisme dan dinamika pendidikan Islam di Indonesia tidak selamanya bisa didekati dengan teori

“visiblehand” di mana peran dan tanggung jawab masalah pendidikan berada di tangan

negara atau pemerintah. Bahkan, terkadang urusan dan kebijakan pendidikan Islam di

negeri ini berjalan delam mekanisme teori “Invisible Hands”. Hal itu bisa ditandai

dengan peran dan kontribusi banyak pihak di luar struktur negara dan pemerintah. Kebijakan-kebijakan pendidikan Islam yang berjalan di negeri ini justru dipelopori dan digerakkan oleh pasar atau masyarakat sipil. Munculnya lembaga pendidikan pesantren, madrasah dan lembaga pendidikan lainnya misalnya, sedari awal sebelum negara ini merdeka merupakan salah satu bukti nyata praktik kebijakan pendidikan Islam di

Indosesia masih didominasi oleh teori “invisible hands” ketimbang teori “visible hand”.

BAGIAN KEEMPAT

POLITIK PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA DARI MASA KE MASA

A. Inspirasi Politik Pendidikan Islam di era Rasulullah

(11)

10

pendidikan Islam era Rasullah adalah metode keteladanan. Hingga hari ini, metode keteladanan menjadi salah satu metode yang sangat dahsyat dalam menjawab segala persoalan dalam pendidikan kontemporer.

Sebagai seorang nabi dan rasul sekaligus juga kepala negara ketika di Madinah, kebijakan pendidikan Islam semakin membaik dan sistemik dibanding ketika Rasulullah berada di Makkah. Dari sisi materi pendidikan yang menjadi fokus kajian juga berbeda. Misalnya saja, pada saat di Makkah, Rasullullah lebih memfokuskan pada aspek materi pendidikan ketauhidan dan aqidah akhlak yang meliputi rukun Iman dan Rukun Islam. Sementara pada saat di Madinah, Nabi Muhammad berupaya memngembangkan aspek materi pendidikan Islam pada pembentukan dan pembinaan masyarakat baru atau pendidikan peradaban Islam yang holistik.

B. Potret Politik Pendidikan Islam Indonesia di era Kolonial

secara umum dapat dipahami bahwa potret pendidikan Islam pada masa kolonial, umumnya dalam bentuk pesantren dan madrasah. Pesantren dan madrasah merupakan jenis sekolah yang coraknya bertolak belakang dengan sekolah yang diperkenalkan pemerintah kolonial, baik dari sudut isi pengajaran maupun cara pendidikan. Pendidikan Islam masa kolonial dibedakan menjadi dua, yakni Pendidikan Islam Muhammadiyah dan Pendidikan Islam NU (Nahdlatul Ulama). Lembaga pendidikan Muhammadiyah yang muncul pada masa kolonial antara lain Hollands School (sekolah guru) di Yogyakarta, 32 buah Sekolah Dasar Lima Tahun, sebuah schakel School, 14 buah Madrasah. Lembaga pendidikan ini juga mendirikan HISP Muhammadiyah, Mulo Muhammadiyah, Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah Muhammadiyah.

Sementara kontribusi Pendidikan islam NU (Nahdlatul Ulama). Diantaranya membangun pesantren dan madrasah yang berdasarkan agama Islam. Lembaga pendidikan yang didirikan oleh organisasi NU pada msa kolonial antara lain : a) Madrasah Alawiyah, dengan lama belajar 2 tahun. b) Madrasah Ibtidaiyah, dengan lama belajar 3 tahun. c) Madrasah Tsanawiyah, dengan lama belajar 3 tahun. d) Madrasah

Mu’alimin Wustha, dengan lama belajar 2 tahun. Dan e) Madrasah Mu’alimin Lilya,

dengan belajar 3 tahun.

C. Politik Pendidikan Islam di era Kemerdekaan dan Orde Lama

Penyelenggaraan pendidikan Islam setelah Indonesia merdeka mendapat perhatian serius dari pemerintah, usaha ini dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga sabagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) 27

Desember 1945 menyebutkan bahwa “Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya

adalah satu alat dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan

(12)

11

Berbagai kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam bidang Pendidikan Islam antara lain yaitu : Pada 17-8-1945 Indonesia merdeka. Akan tetapi musuh-musuh Indonesia tidak diam saja, bahkan berusaha untuk menjajah kembali.

Pada bulan 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Pengajran yang menetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR (Sekolah Rakyat = Sekolah Dasar) sampai kelas VI. Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947 yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dari Departemen P dan K, serta Prof. Drs. Abdullah Sigit dari Departemen Agama. Tugasnya ikut mengatur pelaksanaan dan menteri pengajaran agama yang diberikan di sekolah umum.

Pada 1966 MPRS bersidang lagi. Dalam keputusannya, bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuannya dengan menghilangkan kalimat terahir dari keputusan yang terdahulu. Dengan demikian, maka sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib bagi Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia.

D. Kebijakan Politik Pendidikan Islam di era Orde Baru

Orde Baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu korelasi total terhadap Orde Lama yang didominasi oleh PKI dan dianggap telah menyelewengkan Pancasila.

Kebijakan pemerintah Orde baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terahir 1980-an sampai deng1980-an 1990-1980-an. Pada tahap ini madrasah belum dip1980-and1980-ang sebagai bagi1980-an dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan Menteri Agama.

Pendidikan Islam di Indonesia pada era Orde Baru mengalami perbaikan dan perubahan ke arah yang lebih baik dibanding era penjajahan dan era awal kemerdekaan serta Orde Lama. Hanya saja, masih ada nuansa diskriminasi dan dikotomi antara pendidikan Islam dan pendidikan umum yang berimplikasi pada input, proses dan output pendidikan Islam pada masa itu yang memengaruhi pula pada kebijakan politik pendidikan Islam pada masa berikutya.

BAGIAN KELIMA

TANTANGAN LOKAL DAN GLOBAL KEBIJAKAN POLITIK PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

(13)

12

Politisasi pendidikan berbeda dengan politik pendidikan itu sendiri. Politisasi pendidikan cenderung bermakna usaha penyalahgunaan wewenang (abuse of power). Dalam konteks pendidikan Islam, politisasi pendidikan dimaknai sebagai penyalahgunaan wewenang, dan kebijakan untuk kepentingan politik tertentu, dan menjadikan pendidikan Islam sebagai objek sasaran politisasi. Dalam hal ini, pendidikan menjadi lahan subur bagi semua pihak dalam upaya untuk mewujudkan kepentingan masing-masing.

B. Korupsi, Kemiskinan dan Output Pendidikan Islam

Menurut penulis, karena latar belakang masalah terjadinya korupsi ibarat lingkaran setan, sudah tentu cara mengatasinya harus memutuskan lingkaran setan korupsi itu. Jihad melawan korupsi dengan cara memutus lingkaran setan tersebut tentu harus dilakukan bersama-sama. Tanggung jawab lembaga pendidikan Islam cukup besar dalam upaya pemecahan masalah semacam ini. Selain itu, pemerintah beserta aparatnya wajib mengusut tuntas dengan tidak tebang pilih terhadap pelaku korupsi di negeri ini. Apalagi, sebagai anggota PBB, Indonesia ikut serta menandatangani deklarasi Millennium Development Goals (MDGs) yang salah satunya berkomitmen terhadap penghapusan kemiskinan.

C. Terorisme, Fundamentalisme dan radikalisme dalam Pendidikan Islam di Indonesia

Masalah terorisme dan kekerasan atas nama agama masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu diwaspadai semua pihak. Usaha pencegahan yang komprehensif tanpa kekerasan disinyalir lebih efektif dan humanis ketimbang melawan kekerasan denga kekerasan. Dalam konteks inilah, peran pendidikan Islam diiringi dengan kebijakan negara memiliki fungsi strategis dalam menciptakan kehidupan damai di bumi pertiwi ini. Langkah-langkah yang dilakukan atau tidak melakukan dengan pembiaran, memiliki dampak yang tidak dapat disepelekan.

D. Globalisasi dalam Pendidikan Islam

Problematika globalisasi tentu saja menjadi bahasan penting dalam studi kebijakan pendidikan Islam di Indonesia kontemporer. Hal itu sejalan dengan semangat konstitusi negara kita sebagaimana termuat dalam pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4, yang

berbunyi : “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan

keadilan sosial”. Oleh karena itu, bagaimana usaha dan strategi pendidikan Islam

(14)

13 BAGIAN KEENAM

MEMAHAMI KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI KEBIJAKAN PUBLIK

A. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik juga bisa diartikan sebagai keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Seharusnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang dijalankan oleh birokrasi pemerintah.

B. Komponen Studi Kebijakan Publik

1. Perumusan Masalah

Perumusan masalah adalah suatu bentuk kebijakan yang diambil atas beberapa pertimbangan, baik dari pertimbangan tujuan, strategi, maupu kepentingan lingkungan eksternal. Perumusan merupakan agenda penting dalam studi kebijakan publik. Dari agenda ini bisa memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi yang menimbulkan masalah.

2. Peramalan (forecasting)

Agenda peramalan perlu dilakukan untuk memberikan informasi mengenai konsekuensi alternatif kebbijakan, termasuk apabila tidak membuat kebijakan. Peramalan adalah suatu prosedur untuk membuat informasi yang faktual tentang situasi sosial masa depan atas dasar informasi yang telah ada.

3. Rekomendasi

Secara singkat, rekomendasi kebijakan adalah cara yang dilakukan agar sebuah kebijakan dapat mencapai sasarannya. Rekomendasi kebijakan dapat memberi informasi mengenai manfaat dari setiap alternatif. Juga bisa memberi informasi mengenai konsekuensi sekarang dan masa lalu dari ditetapkannya alternatif kebijakan termasuk resiko dan kendala.

4. Pemantauan

merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari kebijakan publik.

(15)

14

Maksud dan tujuan dari evaluasi kebijakan adalah untuk memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil dari suatu kebijakan.

C. Model-model Kebijakan Publik

1. Model kelembagaan merupakan sebauah model yang dikembangkan oleh pakar ilmu politik dengan memandang kebijakan publik sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah. Artinya, tugas amembuat kebijakan publik adalah tugas pemerintah

2. Model proses berasumsi bahwa politik merupakan sebuah aktivitas sehingga mempunyai proses. Artinya, kebijakan publik merupakan proses politik dengan rangkaian kegiatan identifikasi permasalahan, pengembangan program atau kebijakan, dan evaluasi program atau kebijakan.

3. Model kelompok, kebijakan sebagai titik keseimbangan dari suatu interaksi kelompok-kelompok kepentingan.

4. Model elit berasumsi bahwa dalam suatu masyarakat terdiri dari kelompok elit yang memegang kekuasaan dan kelompok massa yang tidak memiliki kekuasaan.

5. Model rasional menganggap bahwa kebijakan publik sebagai maximum social gain yang berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.

6. Model inkremental pada dasarnya bersifat pragmatis sehingga memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah di masa lampau, dengan hanya melakukan perubahan-perubahan seperlunya.

7. Model pengamatan terpadu, mencoba untuk melakukan formulasi kebijakan publik dengan menggabungkan rasional dan inkremental.

8. Model demokratis, menghendaki sebanyak mungkin pemilik hak demokrasi dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

9. Model strategis, lebih memfokuskan pada pengidentifikasian dan pemecahan isu-isu.

10.Model teori permainan, konsep penting teori permainan adalah strategi defensif, yaitu kebijakan yang paling aman bukan yang paling optimum.

11.Model pilihan publik, proses formulasi kebijakan melibatkan publik melalui kelompok-kelompok kepentingan, sehingga model ini bersifat demokratis.

(16)

15 13.Model deliberatif atau musyawarah pada perumusan kebijakan menempatkan

peran pemerintah sebagai legalisator dari pada kehendak publik.

Dari semua model, menurut Riant Nugroho, tidak ada pilihan model yang terbaik dalam implementasi kebijakan. Namun ada satu hal yang penting, yakni implementasi kebijkana haruslah menampilkan keefektifan kebijakan itu sendiri.

BAGIAN KETUJUH

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Problematika kebijakan bukan saja terletak pada isi kebijakan, tetapi juga pada operasi pelaksanaan sebuah kebijakan. Paraktoks, tumpang tindih dan ketidaksesuaian antara yang seharusnya dengan senyatanya masih ditemukan untuk dilakukan upaya evaluasi dan solusi pemecahannya agar sesuai harapan dan tujuan yang ingin dicapai.

A. Rencana dan strategi kebijakan pendidikan Islam di Indonesia Pasca orde baru

Sesuai dengan informasi dari website Pendidikan Islam Kemenag, dalam pencapaian tujuan program pendidikan Islam, dilakukan melalui sejumlah kegiatan strategis sebagai berikut :

Pertama, dukungan Manajemen dan pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Output yang hendak dicapai :

1. Tersedianya data dan informasi perencanaan 2. Tersedianya dokumen perencanaan dan anggaran] 3. Meningkatkan kualitas pelayanan administrasi keuangan

4. Meningkatkan kualitas pelayanan ketataan, kepegawaian, serta tersediannya peraturan perundang-undangan

5. Meningkatkan kualitas administrasi perkantoran dan pelayanan umum.

Kedua, peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Ibtidaiyah. Output yang hendak dicapai: 1. Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI)

2. Meningkatkan mutu layanan pendidikan MI 3. Meningkatkan mutu dan daya saing lulusan MI 4. Meningkatkan mutu tata kelola MI

Ketiga, Peningkatan Akses dan Mutu Madrsah Tsanawiyah. Output yang hendak dicapai :

1. Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan Madrasah Tsanawiyah (MTs) 2. Meningkatkan mutu layanan pendidikan MTs

(17)

16

4. Meningkatkan mutu tata kelola MTs.

Keempat, Peningkatan Akses dan Mutu Madrsah Aliyah. Output yang hendak dihasilkan :

1. Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan Madrasah Aliyah (MA) 2. Meningkatkan mutu layanan pendidikan MA

3. Meningkatkan mutu dan daya saing lulusan MA 4. Meningkatkan mutu tata kelola MA

Kelima, Penyediaan Subsidi Pendidikan Madrasah Bermutu. Output yang hendak dicapai :

1. Tersedianya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi MI, dan MTs. 2. Tersalurnya beasiswa bagi yang miskin

Keenam, Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Madrasah. Dengan harapan :

1. Meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan 2. Meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan

Ketujuh, Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Tinggi Islam. Output yang diharapakan :

1. Mengingkatkan akses pendidikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) 2. Meningkatkan mutu layanan pendidikan PTAI

3. Meningkatkan mutu dan daya saing lulusan PTAI 4. Meningkatkan mutu tata kelola PTAI

Kedelapan, Penyediaan Subsidi Pendidikan Tinggi Islam Bermutu. Output yang hendak dicapai dari kegiatan ini adalah tersedia dan tersalurnya beasiswa bagi mahasiswa miskin dan mahasiswa yang berprestasi.

Kesembilan, Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi Islam.

1. Meningkatkan profesionalisme dosen dan tenaga kependidikan pada Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI)

2. Meningkatkan kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan pada PTAI

Kesepuluh, Peningkatan akses dan Mutu Pendidikan Keagamaan Islam. Output yang ingin dihasilkan :

1. Tersedia dan terjangkaunya layanan Pendidikan Non-Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren.

2. Meningkatkan Mutu layanan Pendidikan Non_Formal, Dininyah dan Pondok Pesantren.

(18)

17

4. Meningkatkan mutu tata kelola Pendidikan Non-Formal, Diniyah, dan pondok Pesantren.

Kesebelas, Penyediaan Subsidi Pendidikan Keagamaan Islam Bermutu. Dengan output yang hendak dihasilkan dari kegiatan adalah tersedia dan tersalurnya BOS pada Pendidikan Keagamaan dan beasiswa bagi santri berprestasi.

Keduabelas, Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Agama Islam pada Sekolah. Output yang hendak dicapai :

1. Tersedianya layanan pendidikan agama Islam pada sekolah

2. Meningkatnya mutu layanan pendidikan agama Islam pada sekolah

3. Meningkatnya kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama peserta didik Ketigabelas, Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Pengawas Pendidikan Agama Islam. Dengan output yang hendak dicapai :

1. Meningkatnya profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan agama Islam

2. Meningkatnya kesejahteraan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan agama Islam

B. Analisis Kebijakan Kurikulum pendidikan Islam

1. Problem Kebijakan Kurikulum Pendidikan Islam

Hal yang paling sensitif dalam konteks kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia pasca-Orde Baru diantaranya adalah perubahan kurikulum. Di awal tahun 2013, perubahan kurikulum kembali terjadi. Menurut beberapa pemerhati pendidikan yang menolak K13, pendidikan kita jadi tidak maju dan terus bermasalah diantaranya karena perubahan kurikulum yang sering kali lebih didasari motif kekuasaan dari pada proses pencerdasan bangsa.

Bagi yang pro beralasan bahwa KTSP dianggap sudah tidak up to date. Bahkan cenderung memberatkan peserta didik. Disinilah perubahan kurikulum baru dianggap perlu sebagai solusi. Sementara bagi yang kontra, K13 dianggap bukan solusi terbaik untuk mengatasi masalah pendidikan di negeri ini. Sebab, kurikulum bukan satu-satunya kunci mengatasi masalah pendidikan. Penerapan kurikulum 2013 dinilai tidak akan berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan di beberapa daerah dari Sabang sampai Merauke.

Perubahan kurikulum pendidikan Islam di Indonesia pasca-Orde Baru selalu tidak bisa dilepaskan oleh faktor politik. Perubahan KTSP menjadi K13 juga dipengaruhi faktor elit politik di negeri ini. Salah satu elite politik tersebut adalah Wapres

Boediono dalam tulisan “Pendidikan Kunci Pembangunan”, menyatakan bahawa

(19)

18

kecenderungan untuk memasukkan apa saja yang dianggap penting ke dalam kurikulum. Akibatnya, terjadilah beban berlebih pada anak didik.

Dari sinilah, spekulasi untuk melakukan perubahan kurikulum semakin menguat, karena Wapres Boediono secara tidak langsung mengarah perlunya perubahan dalam pendidikan, terutama dari kurikulumnya. Asumsi tersebut ternyata ada benarnya, karena tidak lama setelah itu Mendikbud, Muhammad Nuh, melakukan perubahan kurikulum dari KTSP menjadi K13.

2. Kebijakan tentang Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam di Indonesia pasca-Orde Baru menginduk pada kebijakan kurikulum pendidikan Nasional, yaitu Kurikulum 2004 (KBK), Kurikulum 2006 (KTSP) dan Kurikulum 2013 (kurikulum berbasis Tematik-integratif). Kurikulum 2004 dibuat pada masa kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam kabinet Indonesia bersatu jilid 1. Demikian juag pembuatan kebijkan kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 dalam kepemimpinan SBY dalam kabinet Indonesia Bersatu jilid II yang menjabat Mendikbud yaitu Muhammad Nuh.

3. Implementasi Kebijakan Kurikulum Pendidikan Islam

Berdasarkan lamanya waktu berlalu kurikulum, situs srie.ord mencatat, bahwa (Kurikulum) rencana Pengajaran tahun 1947 merupakan kurikulum terlama yang tidak mengalami pergantian selama masa pascakemerdekaan atau masa ola, yakni selama 17 tahun. Pada zaman Orde Baru tercatat Kurikulum 1984 yang berusia terlama pada zamannya, yaitu selama 10 tahun. sementara Kurikulum KTSP merupakan kurikulum terlama sepanjang masa reformasi, yaitu 7 tahun. sebaliknya, (Kurikulum) Rencana Sekolah Dasar merupakan kurikulum terpendek usianya sepanjang masa Orla, yaitu 4 tahun saja. Pada era Orba, Kurikulum PSPP tercatat sebagai kurikulum terpendek masa berlakunya, yaitu Cuma 3 tahun. Terahir, rintisan KBK merupakan kurikulum tersingkat umurnya sepanjang era reformasi dan selama usia republik ini, yakni Cuma 2 tahun saja. Inti dari ada atau tidak adanya perubahan kebijakan kurikulum pendidikan di negeri ini dapat dikatakan sangat tergantung pada aspek politik kekuasaan. Hal itu terbukti dari adanya perubahan disetiap kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia pasca-Order Baru, dari KBK ke KTSP dan kini Kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 yang diimplementasikan pada tahun pelajaran 2013-2014 ini merupakan penyempurnaan kurikulum KBK dan KTSP. Kurikulum 2013 jika dikatakan sebagai perubahan memang memerlukan usaha untuk diterima dan dilaksanakan.

(20)

19

Persoalan manajemen kurikulum dan pembelajaran yang sangat berbeda antara kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006. Kedua persoalan ini akan sangat dirasakan oleh para guru pengajarnya karena mereka adalah perencana, pelaksana dan penilai pembelajaran. Merekalah yang akan dibingungkan setiap hari dalam melaksanakan tugasnya. Perbedaan antara kedua kurikulum tersebut sangat signifikan, banyak pengamat pendidikan menilai bahwa para guru adalah “korban” pertama yang terkena dampak dari perubahan kurikulum ini.

Lalu, implikasi dari pelaksanaan Kurikulum 2013 ini juga hampir sama. Guru

kembali diasumsikan menjadi “kelinci percobaan” dalam pelaksanaan kurikulum

berbasis tematik-integratif tersebut. Namun, implikasi yang cukup mendasar dari kebijakan kurikulum pendidikan di Indonesia ada juga dampak positifnya, terutama upaya untuk menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), pengetahuan (tahu apa) dan keterampilan (tahu bagaimana) yang terintegrasi.

C. Tipologi Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Orde Baru

1. Tipologi Kebijakan Adaptif, yaitu tipe kebijakan yang mengadopsi dari berbagai kebijakan terkait pendidikan untuk diadaptasikan ke dalam kebijakan pendidikan islam di Indonesia. Contohnya adalah kebijakan kurikulum pendidikan Islam yang mengadaptasi dengan kurikulum pendidikan nasional sebagai bagian integral dalam sistem pendidikan di Indonesia, terutama lahirnya kurikulum 2004 (KBK), kurikulum 2006 (KTSP) dan kurikulum 2013 ini.

2. Tipologi Kebijakan Akomodatif, yaitu tipe kebijakan yang berusaha mengakomodasi berbagai kepentingan, termasuk kepentingan kekuasaan dan politik di satu sisi, dan disisi lain kepentingan pendidikan itu sendiri. Contohnya, kebijakan bantuan untuk madrasah dan pendidikan keagamaan di Indonesia sebagai termaktub dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 903/2429/SJ pada 21 September 2005 yang melarang pemerintah daerah (Pemda) mengucurkan dana APBD untuk bantuan madrasah, yang kemudian di revisi dan ditegaskan bahwa tidak ada larangan dana APBD untuk bantuan madrasah dalam Surat Edaran Mendagri No 903/5361/SJ, tahun 2012 lalu. Disatu sisi, lahirnya kebijakan tersebut disinyalir bagian dari agenda politik pemerintah untuk mendapat simpati dari masyarakat, di lain sisi, masyarakat pendidikan keagamaan juga memerlukan adanya bantuan semacam itu untuk kemajuan kuantitas dan kualitas pendidikan Islam dan keagamaan.

(21)

20

4. Tipologi Kebijakan Integratif, yaitu tipe kebijakan yang menyatukan beberapa kebijakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Contohnya, lahirnya kebijakan yang dilakukan antar lembaga atau antar kementrian dalam kaitanya dengan pendidikan Islam, misalnya dalam SKB 3Menteri, SKB 5 Menteri dan sejenisnya.

5. Tipologi Kebijakan Reformatif, yaitu tipe kebijakan yang cenderung melakukan perubahan total ke arah yang lebih baik secara sistemis, efektif, akuntabel, transparan dan demokratis. Kebikajan semacam ini terutama terlihat dari perubahan kebijakan pemerintah terkait sistem pendidikan dalam UU SPN No. 2 tahun 1989 diganti dengan UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003.

BAGIAN KEDELAPAN

DI BAWAH LINDUNGAN POLITIK PENDIDIKAN ISLAM

A. Sebuah Simpulan

1. Secara umum, kebijakan-kebijakan politik pendidikan Islam di Indonesia pasca-Orde baru ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Beberapa kebijakan yang merugikan bagi dunia pendidikan islam dengan lahirnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tahun 2005 Nomor 903/2429/SJ yang melarang dana APBD untuk bantuan madrasah dan lembaga pendidikan keagamaan.

(22)

21

informasi. Kelima, tipologi kebijakan reformatif, yaitu tipe kebijakan yang cenderung melakukan perubahan total ke arah yang lebih baik secara sistematis, efektif, akuntabel, transparan dan demokratis. Terlihat dari perubahan kebijakan pemerintah terkait sistem pendidikan dalam UU SPN No. 2 tahun 1989 diganti dengan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Semua tipologi kebijakan tersebut menunjukkan adanya relasa antara politik dan pendidik Islam di Indonesia pasca-Orde Baru, sangat berkait satu sama lain. Dampak kebijakan politik pendidikan Islam di Indonesia pasca-Orde Baru diantaranya dalam aspek kurikulum yang lebih cenderung adaptif memiliki pengaruh pada penyusunan hingga pelaksanaan kurikulum keagamaan yang berkualitas.

B. Implikasi Teoretis

1. Secara Politis, pendidikan Islam di Indonesia memiliki hubungan yang erat dengan dinamika politik dari masa ke masa, terutama pada era pasca-Orde Baru.

2. Temuan kajian dalam buku ini menegaskan bahwa kebijakan pendidikan Islam di Indonesia pasca-Orde Baru terutama dalam aspek kurikulum, anggaran, kelembagaan, dan guru agama Islam mengimplikasikan munculnya berbagai kebijakan pendidikan Islam selalu tidak lepas dari kepentingan, kekuasaan, kewenangan dan kebijakan negara dalam membina dan menjamin hak pendidikan warganya.

3. Kebijakan kelembagaan dalam pendidikan Islam di Indonesia pasca-orde baru yang masih dikelola oleh Kementrian Agama, sementara pendidikan Non-Islam yang masih sulit untuk dihindarkan.

C. Keterbatasan Studi

Terkait teoris dan metodologis

1. Analisis produk kebijakan pendidikan Islam di Indonesia pasca-Orde baru yang dihasilkan dari buku ini bisa saja mengandung kelemahan karena adanya generalisasi dan simplikasi (penyederhanaan). Namun, sumber-sumber data dari berbagai media, buku, majalah dan internet menyiratkan validitas adanya masalah dan dampak dari beberapa aspek kebijakan pendidikan Islam di Indonesia pasca-Orde Baru, yang perlu diperhatikan bersama.

2. Disadari bahwa orientasi dan fokus dari buku ini masih cukup luas permasalahan dari sumber teks isi kebijakan dan respon dari opini publik, walaupun juga ada sebagian elit politik atau pejabat pemerintah yang memberikan pernyataan melalui media massa yang menjadi rujukan analisis.

(23)

22 D. Saran dan rekomendasi

1. Pemerintah/negara (Presiden/DPR/Menteri Agama/Menteri Pendidikan dan Kebudayaan/Dirjen Pendis) sebagai pembuat kebijakan sekaligus penyelenggara pemerintahan perlu terus bersikap amanah, adil, bertanggung jawab dan tidak diskriminatif dalam membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan pendidikan Islam di indonesia, khususnya terkait kebijakan kurikulum, anggaran, kelembagaan dan guru agama Islam, sesuai amanat UUD 1945, Pancasila, UU Sisdiknas dan tuntutan reformasi.

2. Guru dan masyarakat sipil diharapkan ikut aktif dalam mengawasi, mengontrol, mengevaluasi dan memberi kontribusi dengan cara masing-masing terkait pemecahan masalah dan persoalan pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan Islam. Hanya dengan cara demikian, hak-hak warga negara dalam pendidikan tersebut akan terpenuhi sesuai amanat konstitusi.

3. Media massa sebagai pilar keempat demokrasi dalam suatu negara diharapkan terus menerus ikut ambil bagian dalam memberikan informasi, edukasi, dan evaluasi kritis dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

4. Kebijakan sebagai pilar kelima demokrasi dalam suatu negara juga perlu diarahkan pada hal-hal yang positif untuk mewujudkan cita-cita negara sesuai mandat dan amanat rakyat.

Referensi

Dokumen terkait

Siapapun tidak akan ada yang ingin merusak dirinya sendiri tetapi karena rasa ingin tahu yang keblinger, menghormati teman dengan cara sesat, dan pobhea dtinggal

1) Tingkat partisipasi masyarakat dalam tertib administrasi kependudukan di Kelurahan Padangsambian dan Kelurahan Sesetan Kota Denpasar masuk dalam kriteria sangat tinggi

Tabel 1. Hasil Penelitian Tes Bahasa.. Jurnal Edukasi Gemilang, Volume 3 No. Hal ini terlihat ada beberapa siswa yang berani mengemukakan pendapat. Ini merupakan kemajuan

Analisis Ija>rah dan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2012 Terhadap Pemilik Kartu Parkir Berlangganan Yang Masih Ditarik Biaya di Gateway Waru Sidoarjo

Konflik yang pernah terjadi tersebut diantaranya konflik antarsuku yang melibatkan antara suku Semendo (Desa Palas Pasemah) dengan suku Bali (Desa Bali Agung),

Melalui penjajaran ini, kandungan DSKP telah dibahagikan kepada Kandungan Asas iaitu apa yang perlu dikuasai oleh murid dan ia dilaksanakan secara bersemuka atau

Sesuai dari hasil dari penelitian dan pembahasan peneliti menyimpulkan tingkat kecemasan atlet yang didapat hasil dari kuesioner atau angket milik Nyak Amir yang telah

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa koefisien ventilasi baik untuk arah aliran udara yang sejajar dinding model atau sudut arah aliran sebesar 0 o , maupun arah