• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERAKSI PARTAI POLITIK DAN ANGGOTA DEW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INTERAKSI PARTAI POLITIK DAN ANGGOTA DEW"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

INTERAKSI PARTAI POLITIK DAN ANGGOTA DEWAN

Komunikasi Politik Partai Demokrat Kota Malang Dan Anggota Dewan

Periode 2009-2014 Dalam Pengambilan Keputusan Politik

Nasirul Umam

Abstrak: Penelitian ini bermaksud untuk memahami pola komunikasi yang terbangun antara partai politik dan anggota dewan dalam menampung aspirasi masyarakat sehingga tidak menimbulkan perbedaan pendapat yang dapat mengakibatkan diberhentikannya seorang anggota dewan dari jabatannya karena partai politik memiliki kewenangan untuk meberhentikan anggota dewan dari fraksi partai tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui wawancara dengan orang-orang yang dianggap memiliki kompetensi untuk menjawab permasalahan tersebut. Anggota dewan merupakan representasi rakyat yang mempunyai kewajiban untuk menampung aspirasi rakyat dan menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan sebuah keputusan. Namun, anggota dewan merupakan seseorang yang terikat dengan partai politik sehingga mereka harus mengikuti aturan atau keputusan dari partai politik terhadap suatu isu tertentu. Kenyataan ini menunjukkan bahwa seorang anggota dewan tidak dapat leluasa dalam menyuarakan aspirasi masyarakat, khususnya konstituennya. Komunikasi yang bersifat instruktif ini menuntut tanggung jawab partai politik dalam menampung aspirasi masyarakat. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka sangat dimungkinkan terjadi perbedaan pendapat atau pandangan dengan anggota dewan dalam menentukan sikap atau keputusan politik. Perbedaan pendapat tersebut dapat dihindari dengan membangun sistem komunikasi yang kuat antara ketiga elemen tersebut, yaitu partai politik, anggota dewan dan masyarakat atau konstituen. Partai politik memiliki aturan atau garis yang tegas dalam menyikapi perbedaan pendapat di internal partai. Hal tersebut dilakukan guna menjaga stabilitas internal partai politik dan citra di masyarakat. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara anggota dewan dengan keputusan partai politik di dalam rapat parlemen, partai politik akan memberikan sangsi atau bahkan memberhentikan anggota dewan tersebut dari jabatannya. Ini merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki partai politik di dalam sistem politik di Indonesia.

Kata Kunci: Anggota Dewan, Komunikasi Politik, Masyarakat, Partai Politik.

(2)

tentu tidak akan berjalan secara optimal apabila tidak diikuti dengan penyerapan aspirasi masyarakat oleh Partai Politik sebagai induk organisasi secara maksimal.

Sebagai negara demokrasi, Indonesia mempunyai ciri dilaksanakannya pemerintahan perwakilan sebagai pemegang kedaulatan tertiggi atas nama rakyat. Melihat bahwasanya Anggota Dewan merupakan representasi politik partai politik yang kemudian memberi mandat kepada wakil-wakilnya di parlemen atau lembaga legislatif, hal ini menunjukkan betapa kuatnya peran partai politik dalam memberikan instruksi-instruksi kepada para wakilnya. Konsekuensi tersebut menjadikan kurang adanya kebebasan dalam hak berpendapat yang dimiliki Anggota Dewan dalam memperjuangkan suaranya di dalam pegambilan-pengambilan keputusan ditingkat legislatif karena partai politik-lah yang kemudian menjadi pemberi mandat kepada Anggota Dewan. Peran ini juga diperkuat dalam peraturan yang memberikan kewenangan kepada partai politik untuk me-recall anggotanya apabila telah dianggap melewati garis-garis yang telah diinstruksikan oleh partainya sebagai induk organisasi yang telah mencalonkan anggota dewannya.

Dalam sistem perwakilan di Indonesia dikenal istilah fraksi yang merupakan

kepanjangan tangan dari partai politik sebagai induknya. Dalam konteks disiplin partai, fraksi digunakan untuk mengontrol suara para anggotanya di parlemen guna tetap pada garis-garis prinsipil yang telah ditentukan oleh partai sebagai induknya. Kuatnya peran partai politik harus berjalan lurus dengan peran yang harus diemban partai politik sebagai organisasi yang diberikan wewenang oleh konstitusi dalam kompetisi politik melalui pemilihan umum.

Posisi Partai Politik sebagai pemberi mandat dapat menimbulkan kurangnya perhatian para Anggota Dewan dalam memperjuangkan kepentingan konstituennya karena Anggota Dewan akan cenderung menunggu instruksi Partainya dalam memberikan tanggapan kepada publik. Pandangan tersebut semakin menjauhkan peran Anggota Dewan dalam memperjuangkan konstituennya sesuai janji dan keadaannya yang sedang terjadi.1

1

(3)

Sebagai induk dari Anggota Dewan dan Fraksi sebagai kepanjangannya, maka partai politik harus lebih memperhatikan kebutuhan konstituennya yang kemudian dikomunikasikan di dalam rapat internal partai politik atau fraksinya di parlemen sehingga akan terjadi pola interaksi yang jelas dan tidak menimbulkan perbedaan pendapat antara Anggota dan Fraksi atau Partai Politik yang diwakilinya.

Partai politik merupakan komponen yang sangat penting dalam sebuah sistem demokrasi dan posisi ini diperkuat dengan adanya Pasal 1 Ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Semakin kompleksnya hubungan komunikasi yang harus terbangun antara Anggota Dewan, Partai Politik, dan Masyarakat dirasa perlu mendapat perhatian lebih guna menjaga adanya pola interaksi yang terbangun antara ketiganya. Dengan demikian

diharapkan tidak adanya salah satu pihak yang melangkahi garis-garis yang telah menjadi ketentuan dalam menyuarakan suara rakyat sebagai konstituen Anggota Dewan dan Partai Politik.

Sesuai dengan fungsi partai politik. Komunikasi yang terbangun antara Anggota Dewan, Partai Politik dan Masyarakat diharapkan mampu menciptakan sebuah integrasi yang saling melegkapi dan tidak saling berbepada pendapat antara satu dan lainnya. Hal tersebut sesuai dengan fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik rakyat, sosialisasi politik kepada rakyat, rekrutmen politik guna menyamakan visi yang terbangun di masyarakat, dan sebagai penyelesai konflik dalam suatu masyarakat, khusunya masyarakat yang diwakili.

Gagasan di atas dapat terjadi apabila partai politik mengembalikan perannya di masyarakat sesuai dengan fungsinya dan tentunya membangun kembali komunikasi tiga komponen ini (Partai Politik, Anggota Dewan, masyarakat) guna menjaga adanya tujuan dan pandangan yang dianggap sebagai pandangan bersama.

(4)

banyak. Ini menujukkan bahwa Partai Demokrat memiliki konstituen terbesar di Kota Malang dengan 12 Anggota Dewan sebagai Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Malang.2 Di sinilah Penulis ingin memahami bagaimana Partai Demokrat menjalin komunikasi ke tiga komponen seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan proporsi masyarakat Kota Malang yang sangat heterogen, Partai Demokrat tentunya mempunyai strategi-strategi dalam menyerap aspirasi ditataran grass root. Lebih jauh bagaimana kemudian Partai Demokrat melakukan komunikasi politik dengan tiga komponen tersebut sehingga terintegrasi menjadi sebuah kebijakan atas nama bersama.

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dinyatakan bahwa, partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Partai politik sebagai pilar utama demokrasi mempunyai fungsi yang sangat

penting dalam sebuah tatanan negara yang demokratis. Salah satu fungsi tersebut adalah fungsi di mana partai politik sebagai sarana komunikasi politik, yaitu menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat serta mengaturnya sedemikian rupa sehingga mampu terakumulasi guna mendapatkan sebuah kesimpulan sebagai pertimbangan di dalam pemerintah.3

Di dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik juga mengatur bagaimana partai politik memiliki kewajiban untuk menyerap, menghimpun, dan menyalurkan aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.

Guna menunjang setiap fungsi yang dimiliki oleh partai politik, partai politik memiliki para wakilnya di dalam sebuah lembaga legislatif. Konsep tersebut merujuk pada satu atau sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dan kewajiban untuk berbicara, bertindak dan memperjuangkan hak politik sekelompok orang yang diwakilinya. Proses inilah yang disebut denga perwakilan yang bersifat politik (Political

representative).

(5)

Definisi perwakilan sangat bervariasi apabila ditinjau dari beberapa referensi yang berbeda. Seperti yang dikemukakan Alfred de Grazie yang mendefinisikan representasi sebagai hubungan antara dua orang, wakil dengan pihak yang diwakilinya (konstituen), di mana wakil memegang otoritas untuk melaksanakan beberapa aksi yang mendapat persetujuan dari konstituennya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Hanna Penicle Pitkin mendefinisikan sebagai proses mewakili, di mana wakil bertindak dalam rangka bereaksi kepada kepentingan pihak yang diwakili. Wakil bertindak demikian sehingga antara wakil dan yang diwakili tidak terjadi konflik dan jika itu terjadi, maka harus diselesaikan melalui penjelasan. Perwakilan adalah konsep bahwa seseorang atau sekelompok orang mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar.4

Lembaga perwakilan secara murni mempunyai fungsi sebagai perancang undang-undang atau fugsi legislasi. Inilah letak representasi satu atau sekelompok orang untuk masuk ke dalam proses pengambilan keputusan yang berpihak kepada rakyat dan

sesuai kebutuhannya. Robert A. Dahl mengatakan bahwa “sepanjang proses pembuatan

keputusan yang mengikat, warga negara harus memiliki kesempatan yang cukup dan

kesempatan yang sama untuk mengemukakan pilihan mereka mengenai hasil akhir. Proses pembuatan keputusan tersebut harus mempunyai kesempatan-kesempatan yang cukup sama untuk menempatkan masalah-masalah dalam agenda dan menyertakan alasan mengapa diambil keputusan itu dan bukan yang lain.5

Lembaga perwakilan dalam sebuah negara demokratis harus benar-benar disusun sedemikian rupa sehingga mampu memberikan representasi kepada rakyat secara optimal dan bertanggung jawab. C.F. Strong sebagaimana dikutip oleh Miriam Budiarjo mengemukakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya kepada mayoritas itu.6

Menurut Arbi Sanit, lembaga perwakilan memiliki fungsi perwakilan politik, di mana lemabaga legislatif atau lembaga perwakilan membuat kebijakan atas nama anggota masyarakat yang secara keseluruhan terwakili di dalam lembaga tersebut.

4 Ibid, hal. 175

5 Robert A. Dahl, Perihal Demokrasi (Jakarta, 2001), hal. 164

(6)

Dalam hal ini lembaga legislatif/lembaga perwakilan rakyat bertindak sebagai pelindung kepentingan dan penyalur aspirasi masyarakat yang diwakilinya.7Menurut Pito dkk, berdasarkan kajian teori terhadap analisis dan pandangan-pandangan para pemikir politik, terdapat beberapa konsep dasar perwakilan yang umumnya terjadi. Beberapa konsep penting tersebut yaitu delegated representation, di mana seorang wakil diartikan sebagai juru bicara atas nama kelompok yang diwakilinya. Dengan demikian, seorang wakil tidak boleh bertindak di luar kuasa yang memberi mandat. Sedangkan party representation, individu-individu dalam lembaga perwakilan merupakan wakil dari partai politik yang diwakilinya. Semakin meningkatnya organisasi dan disiplin partai mendorong lahirnya party bosses dan party caucauses. Para wakil dalam lembaga perwakilan menjadi wakil dari organisasi/partai politik yang bersangkutan.8 Guna menjaga kedua hubungan di atas, maka wakil rakyat dan partai politik harus selalu menjaga komunikasi politik antara keduanya.

Komunikasi politik merupakan suatu bidang atau disiplin yang menelaah perilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat politik, mempunyai akibat politik, atau berpengaruh terhadap perilaku politik. Dengan demikian, pengertian komunikasi politik

dapat dirumuskan sebagai suatu proses pengoperan lambang-lambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan dan cara berpikir, serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik.9 Melalui komunikasi politik akan dimungkinkan terjadinya proses pengaruh mempengaruhi antara dua orang atau kelompok hingga terjadinya sebuah kesepemahan bersama dalam sebuah tindakan politik.

Dalam suatu proses politik, semua fungsi-fungsi dalam sistem politik, apakah itu sosialisasi dan rekrutmen politik, artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan, pembuatan aturan, penerapan aturan, dan penghakiman aturan, semuanya ditunjukkan melalui sarana komunikasi.10 Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa komunikasi politik akan berperan penting dalam sebuah proses politik yang melibatkan aktor-aktor

7

Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia (Jakarta, 1985), hal. 253.

8 Pito, Toni Adrianus dan Efriza, Mengenal Teori-teori Politk dan Sistem Politik Sampai Korupsi

(Bandung, 2006), hal. 108-109.

9 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta, 2004), hal. 35

10 Gabriel A. Almond dalam Zamzami A. Karim, MA., Komunikasi Politik: Konsep, Model dan

(7)

politik dalam mengambil sebuah keputusan yang mengikat menjadi suatu aturan baku yang harus dilaksanakan oleh aktor politik dalam lingkup terntentu.

Terlihat jelas bahwasanya komunikasi tidak hanya berbicara tentang kampanye yang melibatkan media sebagai peranan yang sangat penting. Namun, komunikasi politik juga dapat berjalan hanya antara seorang dengan seorang yang kemudian menentukan sebuah sikap politik yang mampu mempengaruhi sebuah sistem politik. Dalam melaksanakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah keputusan politik, perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber dan resources yang ada.11

Lebih jauh lagi, sebuah pola komunikasi politik yang baik juga dapat menentukan sebuah budaya politik yang sehat dikalangan masyarakat maupun aktor-aktor politik karena komunikasi politik yang terjadi akan saling timbal balik dengan sistem politik yang ada.

Gambar 1

Unsur Komunikasi Politik

BUDAYA POLITIK

SISTEM POLITIK KOMUNIKASI POLITIK

Sumber: Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia, 2008:28

Gambar di atas menunjukkan bahwa komunikasi politik saling terkait dengan sistem politik yang kemudian akan saling mempengaruhi terhadap budaya politik yang terbentuk dalam sebuah organisasi seperti partai politik. Sehingga baik buruknya sebuah budaya politik di dalam suatu kelompok akan sangat dipengaruhi oleh salah satu unsurnya yaitu komunikasi politik.

Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memberikan informasi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

(8)

fakta-fakta yang terjadi. Sedangkan di lain sisi, penelitian ini bertipe deskriptif. Tipe deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan menjelaskan kasus yang diteliti secara runtut dan gamblang sehingga mampu mendeskripsikan secara jelas.

Peneitian kualitatif ini secara spesifik akan diarahkan dengan pendekatan studi kasus. Sebagaimana pendapat Lincoln dan Guba12, bahwa pendekatan kualitatif dapat juga disebut dengan case study ataupun qualitative, yaitu penelitian yang mendalam dan mendetail tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan subjek penelitian.

Dalam melakukan penelitian kali ini, penulis akan melakukan penelitian terhadap Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kota Malang, hal ini didasari bahwasanya Partai Demokrat merupakan partai yang memperoleh kursi terbanyak di DPRD Kota Malang sehingga mampu merepresentasikan kepenangan Partai Demokrat ditingkatan Nasional dan mempunyai konstituen yang harus diperjuangkan lebih banyak dari pada partai lainnya.

Lebih lanjut, dalam menetapkan orang-orang yang akan dijadikan sampel dengan teknik purposive sampling, peneliti akan membagi menjadi beberapa kategori informan seperti yang telah dikemukakan oleh Bagong Suyanto13, dia menyatakan

bahwa informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu: 1) Informan Kunci (Key Informan) merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, 2) Informan Utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial-politk yang diteliti, 3) Informan Tambahan merupakan mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan informan kunci dan informan utama yaitu sebagai berikut:

Tabel 1

Kategorisasi Informan

Kategori Nama Keterangan

Informan Kunci

Adi Sancoko

Ir. Indra Tjahyono

Sekretaris DPC Partai Demokrat Kota Malang Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota

12 Sayekti Pujosuwarno, Petunjuk Praktis Pelaksanaan Konseling (Yogyakarta, 1992), hal 34

(9)

Malang

Informan Utama

Hari Fajar, SE

Hery Subiantono

Ketua Badan

Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Kota Malang

Anggota DPRD Kota Malang Fraksi Partai Demokrat

Informan Tambahan

Aria Bima

Drs. Ahmad Budiman,

M.Pd

Anggota Fraksi PDI-P DPR RI

Peneliti di P3DI

Sekretariat Jenderal DPR RI

Dalam menguji keabsahan data yang didapat sehingga benar-benar sesuai

dengan tujuan dan maksud penelitian, maka peneliti menggunakan teknik Triangulasi. Triangulasi data merupakan teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data tersebut.14 Adapun triangulasi yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah triangulasi dengan sumber dan metode, yang berarti membandingkan dan mengecek derajat balik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.15

Pemeriksaan data pada penelitian kali ini melalui pengumpulan berbagai informasi yang diperoleh dari luar internal Partai Demokrat, sehingga terdapat data yang digunakan untuk mengecek atau membandingkan data yang diperoleh dari internal Partai Demokrat. Data dari luar internal Partai Demokrat diperoleh dari pakar dan ahli politik. Pakar dan ahli politik tersebut adalah Drs. Ahmad Budiman, M.Pd selaku peneliti di bidang ilmu politik dan Aria Bima selaku praktisi di bidang politik.

(10)

Komunikasi Politik Partai Demokrat Kota Malang

Membangun sebuah pondasi yang kuat untuk sebuah komunikasi politik organisasi atau partai politik tentu bukanlah hal yang mudah. Namun, hal tersebut tetap harus dilaksanakan guna menciptakan stabilitas organisasi atau partai politik melalui pendekatan yang demokratis.

Rutinitas komunikasi yang terbangun di dalam internal partai politik dinilai sangatlah penting. Namun, di dalam internal Partai Demokrat sendiri hal tersebut belum mampu terealisasi secara maksimal. Tidak terealisasinya rutinitas komunikasi tersebut bukan menjadi masalah berarti bagi Partai Demokrat karena Ketua DPC Partai Demokrat Kota Malang sekaligus menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Malang.

Merangkapnya Ketua DPC Partai Demokrat Kota Malang dengan Ketua DPRD Kota Malang diasumsikan menjadi bagian penting yang membuat komunikasi antara kedua elemen ini menjadi semakin mudah. Semua informasi di dalam DPRD Kota Malang dapat secara langsung dikomunikasikan kepada DPC Partai Demokrat Kota Malang sehingga menjadikanya lebih efektif dan kuat.

Komunikasi yang terbangun tersebut tidak akan berarti apabila aspirasi

masyarakat tidak dapat tersalurkan secara maksimal. Seorang anggota dewan merupakan wakil dari masyarakat yang mempunyai tanggung jawab untuk menjadikan aspirasi tersebut sebagai pedoman dalam penyusunan sebuah kebijakan.

Orientasi pengambilan keputusan untuk masyarakat merupakan tanggung jawab moral yang harus dipenuhi oleh anggota dewan karena mereka merupakan cerminan dari masyarakat yang telah dipilih oleh masyarakat. Namun, Partai Demokrat sendiri belum bisa secara maksimal dalam menampung aspirasi masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya program-program yang benar-benar disusun untuk menampung aspirasi masyarakat atau konstituen dari anggota dewannya.

(11)

Hal tersebutlah yang menjadi alasan di mana seorang anggota dewan tidak dapat secara leluasa dalam menyuarakan aspirasi masyarakat atau konstituennya karena terdapat keharusan untuk meminta persetujuan dari partai politik. Jadi, sangat dimungkinkan seorang anggota dewan mengambil sebuah keputusan yang tidak sesuai dengan batin mereka masing-masing karena berseberangan dengan keinginan konstituen.

Kenyataan di atas memperlihatkan secara jelas bagaimana partai politik berperan besar dalam pengambilan sebuah keputusan di dalam lembaga legislatif baik di tingkat local maupun nasional. Adanya instruksi dari partai politik merupakan aturan yang harus dijalankan bagi setiap anggota dewan tanpa terkecuali, inilah yang kemudian disebut sebagai gagris-garis prinsipil dari partai politik yang harus dijalankan oleh setiap kader atau anggotanya.

Model komunikasi di atas menuntun anggota dewan mampu menemukan titik temu pada setiap permasalahan yang ada sehingga tidak terjadi pertentangan antara anggota dewan dengan partai politiknya masing-masing. Dengan titik temu pada setiap permasalahan, diharapkan akan tercipta stabilitas politik di dalam partai politik. Apabila

titik temu tersebut tidak kunjung didapatkan dan menjadi perbedaan di dalam pengambilan keputusan, partai politik tidak segan-segan untuk memberhentikan anggota dewan tersebut dari kursi jabatannya karena dianggap telah melanggar garis-garis yang telah ditentukan oleh partai politik.

Di sinilah komunikasi antara ketiga pihak, yaitu partai politik, anggota dewan serta masyarakat harus terbangun dengan baik sehingga akan menimbulkan iklim demokrasi yang kondusif tanpa menjadikan stabilitas politik sebagai pembenaran bagi alasan partai politik memberhentikan anggota dewannya. Tanpa adanya komunikasi antara partai politik dengan masyarakat, maka keberadaan anggota dewanpun tidak akan begitu maksimal karena pengambilan sebuah keputusan di tingkatan parlemen lebih dipengaruhi oleh keputusan fraksi atau partai politik.

(12)

diwakilinya. Dengan demikian, seorang wakil tidak boleh bertindak di luar kuasa yang memberi mandat.16 Makna ideal dari siapa yang diwakili oleh seorang anggota dewan adalah masyarakat atau konstituennya. Namun, sistem yang terbangun saat ini mendorong makna yang diwakili tersebut kepada partai politik.

Peran Partai Politik Dalam Pengambilan Keputusan

Partai politik merupakan sebuah organisasi yang telah diberikan hak dalam mengikuti pemilihan umum di dalam sistem politik Indonesia. Secara tidak langsung, hal ini telah menunjukkan betapa kuatnya posisi yang dimiliki partai politik dalam proses demokratisasi di Indonesia.

Menurut Miriam Budiarjo, Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.17

Orientasi kekuasaan politik yang melekat pada setiap partai politik mendorong untuk terciptanya sebuah iklim perpolitikan yang sehat sehingga mampu

merepresentasikan rakyat secara utuh. Apabila sebuah partai politik jauh dari representasi rakyat maka secara ideal sebuah partai politik telah gagal dalam menjalankan tugasnya yang seharusnya didasari oleh nilai-nilai dan cita-cita yang bijaksana.

Partai politik memiliki beberapa fungsi yang seharusnya dilakukan dalam mencapai tujuan ideal dari terbentuknya partai politik itu sendiri. Tujuan tersbeut adalah:18

1. Partai politik sebagai sarana komunikasi politik 2. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik

3. Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik (political recruitment) 4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik (conflict management)

16 Pito, Toni Adrianus dan Efriza, Op.cit. hal. 108 17 Miriam Budiarjo, Op.cit. hal. 160-161

(13)

Dalam fungsi partai politik, terdapat partai politik sebagai sarana komunikasi politik yang mengharuskan partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat yang ada dalam masyarakat. Hal tersebut menunjukkan besarnya tanggung jawab yang dimiliki oleh partai politik. Namun, disamping tanggung jawab yang besar tersebut partai politik juga memiliki wewenang yang besar pula seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Partai politik telah diberikan hak untuk membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak yaitu melalui kebijakan atau keputusan yang mengikat kepada seluruh warga negara sehingga perlu sebuah keseimbangan antara hak dan kewajiban yang telah dimiliki oleh partai politik.

Keseimbangan antara hak dan kewajiban dapat dilakukan secara ideal dengan terbentuknya sebuah sistem yang baik di dalam internal partai politik. Sistem tersebut tentunya meliputi komunikasi yang harus terbangun antara partai politik dengan anggota dewannya di dalam parlemen yang membuat kebijakan-kebijakan atas nama rakyat.

Fungsi komunikasi politik menuntut partai politik semaksimal mungkin dalam menjaring aspirasi rakyat dengan jalan mereka masing-masing yang dianggap paling

tepat. Tanpa sebuah sistem yang tepat dalam menampung aspirasi rakyat maka partai politik dapat dinilai telah gagal dalam menjalankan amanat yang telah diberikan oleh konstitusi.

Besarnya kewenangan yang dimiliki partai politik juga dapat terlihat dalam proses Pemberhentian Antar Waktu (PAW) seorang anggota dewan. PAW telah dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dalam Pasal 213 hingga Pasal 218.

Pada Pasal 213 ayat (2) poin “e” dijelaskan bahwa PAW diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.19 Salah satu yang menjadi alasan untuk diberhentikannya seorang anggota dewan adalah usulan oleh partai politik dari anggota dewan yang bersangkutan. Sedangkan pada poin “h” dan “i” menyebutkan bahwa anggota dewan dapat diberhentikan karena telah diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau menjadi anggota partai lain.20

(14)

Pasal 214 ayat (1) menyebutkan bahwa seorang anggota dewan diberhentikan berdasarkan usulan pimpinan partai politik kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden.21 Pasal tersebut semakin memperkuat unsur oligarki sebuah organisasi dengan usulan dari pimpinan sebuah partai politik. Robert Michels menjelaskan bahwa Organisasi yang besar cenderung menyerahkan monopoli kekuasaan kepada para pemimpinnya.22

Organisasi sebesar partai politik menuntut adanya sebuah sistem yang benar-benar mampu menjamin keberlangsungan stabilitas partai politik sehingga peraturan ini mencerminkan bagaimana sebuah partai politik berusaha untuk selalu menjaga stabilitas internalnya dengan adanya sifat oligarki di dalamnya. Hal ini telah diramalkan sejak lama oleh Robert Michles mengenai partai politik dan organisasi yang demokratis lainnya di masa yang akan datang atau masa sekarang ini.

Peresmian pemberhentian seorang anggota dewan dilakukan oleh Presiden23 yang juga seorang anggota dari partai politik yang juga memiliki berbagai macam kepentingan. Kewenangan ini semakin menunjukkan kuatnya unsur oligarki di dalam sistem partai politik di Indonesia.

Sifat oligarki partai politik juga semakin terlihat apabila kita melihat struktur kepengurusan Partai Demokrat di tingkatan pusat di mana Ketua Majelis Tinggi Partai sekaligus menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Kehormatan yang mempunyai wewenang dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis, seperti penentuan calon Presiden dan Wakil Presiden, dan memutuskan dan menjatuhkan sanksi atas pelaggaran etika, moral dan pelanggaran terhadap ketentuan organisasi yang harus dijalankan oleh Dewan Pimpinan Pusat.

Dalam pengambilan sebuah keputusan, DPC sebagai wakil partai politik di daerah harus mengkomunikasikan dengan DPP dan juga dengan PAC dan Ranting yang menjadi wakil mereka ditingkatan kecamatan dan desa. Komunikasi yang terbangun cukup baik karena telah terjadi pola komunikasi yang jelas dalam pengambilan sebuah keputusan atau sikap politik.

Hal ini telah menunjukkan sebuah sistem yang ideal terkait pola komunikasi partai politik dalam menentukan sebuah sikap politik atau keputusan politik. Namun,

21 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Pasal 214 ayat (1).

22 Robert Michels, Partai Politik, Kecenderungan Oligarkis pada Birokrasi (Jakarta, 1984). Hal. xxix

23

(15)

hal tersebut tidak menjadi jaminan untuk terciptanya iklim politik yang ideal dalam menyuarakan aspirasi rakyat apabila masih terdapat sifat oligarki di dalam sebuah partai politik.

Peran Fraksi Dalam Pengambilan Keputusan

Fraksi merupakan pengelompokan anggota dewan perwakilan rakyat baik ditingkatan pusat maupun daerah yang mencerminkan konfigurasi partai politik. Dalam sistem perwakilan di Indonesia, setiap anggota dewan harus menjadi anggota salah satu fraksi.24

Di indonesia, pengaturan masalah fraksi di DPR tersebar di berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Sebagaimana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 80 ayat (1) sampai (6) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,

DPD, dan DPRD yang menyebutkan antara lain: “(1) untuk mengoptimalkan

pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR,

dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPR. (2) dalam mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota fraksinya dan melaporkan kepada publik. (3) setiap anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi. (4) fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penetuan perolehan kursi DPR. (5) fraksi mempunyai sekretariat. (6) Sekretariat Jenderal DPR menyediakan sarana,

anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.”

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tersebut kemudian diperjelas dengan Tata Tetib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Tahun 2009 dalam

Pasal 18 ayat (3), (6), (7) dan Pasal 19 yang menyebutkan antara lain: “Pasal 18 ayat (3)

Fraksi dapat juga dibentuk oleh gabungan dari 2 atau lebih partai politik sebagaimana

(16)

dimaksud pada ayat (2)25, (6) Fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggotanya dan melaporkan kepada publik, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sidang, (7) Pimpinan fraksi ditetapkan oleh fraksinya masing-masing, dan Pasal 19 Dalam rangka memperlancar tugasnya, fraksi mengajukan usul anggaran dan kebutuhan tenaga

ahli kepada Sekretaris Jenderal DPR untuk diteruskan kepada BURT”.

Fraksi dibentuk guna memudahkan anggota dewan dalam merekayasa sebuah pengambilan keputusan di tingkat parlemen. Banyaknya anggota dewan di sebuah lembaga legislatif baik tingkat pusat maupun daerah, fraksi digunakan sebagai pengontrol vote di dalam pengambilan keputusan sehingga pengambilan keputusan akan lebih efektif dan efisien. Hal tersebut juga semakin mempermudah partai-partai politik pemenang pemilu untuk mencapai tujuannya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Fraksi merupakan sebuah wadah berhimpunnya anggota dewan yang mempunyai tanggung jawab besar dalam menampung segala aspirasi rakyat atau konstitunenya. Anggota dewan dituntut untuk mengambil keputusan atas nama rakyat karena mereka telah secara langsung dipilih oleh rakyat sebagai konstituen mereka.

Sebagai wakil dari rakyat di dalam lembaga legislatif, anggota dewan telah

melakukan tugasnya dengan menampung aspirasi konstituenya melalui berbagai cara. Namun, sangat disayangkan, dalam menampung aspirasi rakyat, anggota dewan belum melakukan dengan turun langsung ke masyarakat dan hanya mengandalkan pengaduan masyarakat melalui sms atau telephone. Hal tersebut menjadikan fungsi anggota dewan sebagai wakil rakyat menjadi kurang maksimal karena tidak mengetahui langsung kondisi masyarakat.

Secara ideal, anggota dewan sebagai wakil rakyat harus mampu menampung aspirasi konstituen untuk dibicarakan lebih lanjut melalui partai politik mereka sebagai induk dari fraksi di parlemen. Disamping itu, partai politik juga mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menampung segala aspirasi masyarakat, hal tersebut ditunjukkan dengan fungsi sarana komunikasi politik dari setiap partai politik.26

Pada kenyataannya, anggota dewan tidak mempunyai kebebasan penuh dalam memberikan suara atas nama rakyat atau konstituennya. Anggota dewan harus

25Ayat (2) di dalam Pasal 18 Tata Tertib DPR RI menyebutkan antara lain “Fraksi dapat dibentuk oleh

partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR”

(17)

menerima instruksi dari partai politik masing-masing melalui fraksi dalam pengambilan sebuah keputusan atau sikap politik.

Peranan anggota dewan dalam pengambilan keputusan politik memang sangat besar. Namun, sebelum keputusan tersebut diambil, anggota dewan harus mengikuti apa yang telah diputuskan di dalam internal partai politik, baik tingkatan pusat maupun daerah.

Sikap politik yang telah ditentukan oleh partai politik masing-masing harus dilaksanakan oleh anggota dewan meskipun sikap tersebut dianggap tidak sejalan dengan anggota dewan.

Kenyataan tersebut menujukkan adanya proses demokratisasi yang tidak sehat dalam sistem perpolitikan Indonesia, khusunya di dalam sistem perwakilan. Fenomena bahwa seorang anggota dewan tidak dapat leluasa dalam menentukan sikap sesuai dengan aspirasi konstituen tersebut menjadi bukti bahwa seorang anggota dewan yang diberikan tanggung jawab untuk menyuarakan suara rakyat tidak lagi mempunyai posisi yang cukup kuat dalam menjalankan tugas tersebut. Partai politik dan fraksi sebagai kepanjangan tangannya telah mendikte sebagian besar gerak anggota dewan agar

stabilitas iternal partai politik tetap terjaga.

Anggota dewan sebagai wakil partai politik di dalam parlemen dituntun untuk mencapai sebuah titik temu di dalam setiap keputusan politik. Hal tersebut guna menghindari perbedaan pendapat antara anggota dewan dengan partainya atau anggota dewan dengan anggota dewan yang lain.

Titik temu dalam setiap keputusan yang diambil sangatlah penting karena akan mengurangi resiko perpecahan dan juga menurunnya citra partai politik di masyarakat. Hal tersebut bisa dilakukan dengan salah satunya menjaga pola komunikasi yang baik antara pihak-pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan sehingga tidak mengecilkan sebagian pihak.

(18)

Di sisi lain, apabila kita menengok ke partai politik lain, sering terjadi perbedaan pendapat yang memicu perpecahan internal partai politik. Itu bisa dilihat pada kasus Partai Kebangkitan Bangsa yang me-recall dua anggota dewannya karena mempunyai perbedaan pandangan atau pendapat dalam sidang parlemen di DPR RI terkait hak angket mafia pajak pada tahun 2011.

Penarikan anggota fraksi DPR RI (recall) atas usulan partai pernah terjadi di era pasca reformasi ini. Kasus ini menimpa Lily Chadidjah Wahid dan Effendi Choirie ketika diganti oleh Andi Muawiyah Ramliresmi dan Jazilul Fawaid yang telah resmi dilantik oleh Marzuki Alie pada 20 Maret 2013. Sebelum recall dilakukan, sebagaimana telah ditegaskan oleh Marwan Djafar selaku ketua Fraksi PKB bahwa kedua anggotanya tersebut dianggap telah banyak tindakan yang bertentangan dengan kebijakan partai.27

Hal ini menunjukkan adanya sebuah pengekangan kebebasan para anggota sebagai wakil rakyat dalam menyuarakan suara konstituennya yang belum tersalurkan kepada partai politiknya. Namun, pengambilan keputusan ini bukan tanpa dasar. Ketentuan Pasal 22B UUD 1945 menjelaskan bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur

dalam undang-undang. Inilah yang menjadi dasar dalam pengaturan hak recall. Dalam undang-undang organiknya tercantum ketentuan Pasal 213 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ayat (1) anggota diberhentikan antar waktu karena:

1. Meninggal dunia;

2. Mengundurkan diri; atau 3. Diberhentikan.

Ayat (2) menyatakan anggota diberhentikan antar waktu karena:

1. Melanggar sumpah/janji/jabatan dan kode etik DPR;

2. Tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR; 3. Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini; 4. Diberhentikan sebagai anggota partai politik.

(19)

Recall anggota DPR sebenarnya bukan sesuatu yang asing dalam politik parlemen di Indonesia. Pada masa Orde Baru, recall dijadikan instrumen politik oleh rezim penguasa guna menundukkan kepatuhan anggota DPR sekaligus partai-partai politik.

Perbedaan pendapat tampaknya secara jelas mudah berkembang leluasa dalam menghadapi proses politik di internal fraksi. Di dalam internal fraksi, dianggap bahwa hal tersebut merupakan bagian yang wajar dalam tatanan demokrasi dalam rangka memperoleh suatu alternatif yang dapat ditempuh guna mencapai hasil yang dianggap terbaik. Tetapi di sisi lain, ketika proses pembahasan sebuah keputusan ditingkat DPR atau alat-alat kelengkapan DPR, keberadaan partai politik menggariskan instruksi atau batas-batas toleransi terhadap anggota-anggotanya dalam menyikapi perbedaan pendapat yang harus dipatuhi setiap anggota. Instruksi ini merupakan batas garis partai dan merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi guna menjaga stabilitas partai politik atau fraksi. Itu juga melihat bagaimana seorang anggota dewan merupakan bagian partai politik yang terikat mulai dari pengangkatannya sebagai kader partai politik hingga menjadi anggota dewan.

Konstruksi keberadaan fraksi yang menjadi ruang terbuka bagi bergabungnya partai-partai lain mendorong tingginya kemungkinan untuk terjadi perbedaan pendapat di dalam menentukan sikap politik. Disiplin kepartaian yang rendah akan menyulitkan fraksi dalam menentukan sikap atau perilaku politik anggotanya yang bertentangan dengan arahan partai politik. Sebaliknya, rendahnya tanggungjawab penggunaan hak-hak individu anggota fraksi dapat menciptakan ketidakstabila politik di dalam tubuh DPR itu sendiri.

Komunikasi Politik Partai Demokrat Kota Malang dan Anggota Dewan Dalam

Menampung Aspirasi Masyarakat

Kuatnya keterkaitan antara partai politik dengan anggota dewannya menuntut adanya kerjasama yang baik antara keduanya. Kerjasama tersebut berupa komunikasi timbal balik antara kedua elemen sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat yang muncul dikalangan publik.

(20)

kepanjangan tangan partai politik sangatlah besar meskipun fraksi bukanlah alat kelengkapan dari DPR.

Perbedaan pendapat di dalam internal fraksi sangatlah mungkin, hal ini mengingat bahwa fraksi dapat terdiri dari beberapa partai politik. Hal ini dinilai sangatlah wajar karena setiap partai politik tentu memiliki tujuan atau orientasi politik yang berbeda. Namun, di dalam internal partai politik, perbedaan pendapat menjadi suatu tindakan yang amat dihindari demi terjaganya stabilitas, citra partai politik di masyarakat dan tujuan politik dari partai politik tersebut. Di dalam internal Partai Demokrat Kota Malang selama periode 2009-2014 belum pernah terjadi perbedaan pendapat.

Tidak adanya perbedaan pendapat menunjukkan kuatnya komunikasi yang terbangun antara Partai Demokrat dengan Fraksinya di DPRD meskipun ada faktor eksternal di dalamnya, yaitu Ketua DPC sekaligus menjabat sebagai Ketua DPRD yang diasumsikan sebagai faktor yang mempermudah proses komunikasi antara dua elemen tersebut.

Kuatnya komuikasi yang terbangun tersebut belum diimbangi dengan kuatnya

komunikasi yang terbangun antara partai politik dengan masyarakat atau anggota dewan dengan masyarakat. Tanpa adanya sistem komunikasi yang terbangun ke masyarakat, substansi keberadaan partai politik dan anggota dewan menjadi tidak maksimal.

Pada umumnya partai politik didirikan atas prinsip mayoritas, dan selalu dibangun atas prinsip massa.28 Masyarakat merupakan bagian penting yang harus diperjuangkan oleh partai politik sehingga perlu mendapatkan perhatian yang cukup serius. Partai Demokrat Kota Malang belum secara maksimal memperhatikan masyarakat sebagai konstituen dari anggota dewannya. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya program-program yang telah disusun untuk menampung aspirasi masyarakat. Di lain sisi, anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrat juga kurang memperhatikan konstituennya. Mereka tidak mempunyai program-program yang telah disusun untuk menampung aspirasi masyarakat. Hingga kini, mereka hanya menampung aspirasi konstituen malalui sms atau telefon.

Komuikasi yang kurang sehat ini juga dipengaruhi oleh sistem perwakilan yang terbangun di lembaga legislatif. Peranan partai politik yang sangat besar mendorong

(21)

anggota dewan untuk lebih pasif dan menunggu instruksi dari partai politik. Bukan tanpa alasan, aspirasi masyarakat yang telah ditampung tidak bisa sepenuhnya dilaksanakan oleh anggota dewan. Mereka harus menunggu kebijakan dari partai politik sehingga tidak semua aspirasi masyarakat yang diterima anggota dewan dapat dilaksanakan.

Kuatnya peran partai politik dalam sistem perpolitikan di Indonesia seharusnya diimbangi dengan program-program berorientasi masyarakat. Kenyataan anggota dewan yang pasif menuntut partai politik untuk berperan aktif dalam menampung aspirasi masyarakat. Tanpa adanya peran aktif dari partai politik, maka partai politik tidak akan mengetahui apa yang diinginkan oleh masyarakat. Padahal, partai politik memegang peranan penting dalam menentukan sikap atau keputusan politik di dalam lembaga legislatif melalui fraksinya masing-masing.

Besarnya peran partai politik mulai menggeser substansi representasi yang mulanya berada pada anggota dewan secara individu menjadi representasi kepada fraksi atau partai politik.

Kenyataan ini harus secepatnya diimbangi dengan model komunikasi kepada

masyarakat yang baik. Tanpa adanya komunikasi kepada masyarakat dari partai politik, maka demokratisasi di Indonesia akan semakin sulit untuk menuju negara yang demokratis.

Seorang anggota dewan tidak memiliki kebebasan dalam melakukan pengambilan keputusan sesuai dengan keinginan pribadi atau konstituennya. Hal tersebut terlalu beresiko terhadap kelangsungan jabatannya karena partai politik memiliki kewenangan untuk mengusulkan pemberhentian seorang anggota dewan kepada lembaga legislatif. Hal ini kemudian berdampak panjang terhadap kinerja anggota dewan yang cenderung pasif dan tidak menciptakan komunikasi yang kuat kepada masyarakat sebagai konstituen mereka.

(22)

Komunikasi politik yang kuat antara ketiga elemen ini, yaitu partai politik, anggota dewan dan masyarakat akan sangat mempengaruhi terhadap sistem politik serta budaya politik.29 Terbangunnya komunikasi politik yang sehat antara ketiga alemen tersebut hanya dapat dicapai apabila sistem yang terbangun telah memberikan peran kepada masing-masing elemen sesuai porsinya. Seorang anggota dewan harus dijamin kebebasannya secara bertanggung jawab, sedangkan partai politik juga harus dibatasi kewenangannya guna menjaga kebebasan seorang wakil rakyat yang telah diberi mandat oleh masyarakat melalui pemilihan langsung.

Kedaulatan rakyat adalah konsekuensi logis dari adanya kebebasan dan equality

of the people yang kemudian menghendaki adanya hierarki penguasaan yang didasarkan atas persetujuan lebih dahulu dari orang-orang yang sama hak tersebut untuk dapat diperintah. Rakyat itu sendiri yang berhak menentukan siapa dan bagaimana mereka harus diperintah dalam struktur hidup bernegara. Rakyat berhak sama dalam menarik mandat dari orang-orang yang tidak dapat mewujudkan dan menjalankan aspirasi mereka.30

Lembaga perwakilan dibentuk oleh masyarakat melalui partai politik sehingga

porsi akan hak dan kewajiban dari setiap elemen harus benar-benar diperhitungkan. Hal ini guna menjaga agar sistem yang terbangun nantinya merupakan sistem yang adil bagi setiap elemen, tanpa mengkerdilkan salah satu elemen.

Apabila sistem yang ada saat ini masih terus berlangsung, maka konsekuensi yang tejadi adalah semakin terpinggirkannya hak-hak yang dimiliki anggota dewan dan juga masyarakat sebagai konstituennya. Tidak kalah penting, komunikasi antara ketiga elemen ini juga harus berjalan secara timbal balik guna menghindari kesalahpahaman antara partai politik, anggota dewan, maupun masyarakat sehingga kedaulatan rakyat tetap terjaga.

Kesimpulan

Komunikasi politik merupakan bagian yang amat penting dalam menciptakan stabilitas internal partai politik. Namun, komunikasi tersebut tidak sebatas antara partai politik dengan anggota dewan atau fraksinya, melainkan juga dengan masyarakat.

29 Muhatadi, Op.cit. hal. 28

30 Hendra Nurtjahyo, Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen (Jakarta, 2005). Hal.

(23)

Mengingat adanya aturan yang mengharuskan anggota dewan tetap satu suara dalam suatu pandangan atau sikap politik dengan partai politik sebagai induknya maka proses komunikasi antara ketiga elemen tersbut menjadi sangat penting.

Partai Demokrat merupakan partai pemenang pemilihan legislatif di Kota Malang pada Tahun 2009 dengan menempatkan 12 anggota dewannya di dalam lembaga perwakilan tingkat kota. Maka, Partai Demokrat mempunyai tanggung jawab paling besar karena memiliki konstituen terbanyak yang harus diwakili oleh anggota dewannya. Hal tersebut menuntut Partai Demokrat untuk bekerja lebih keras dalam mengakomodir aspirasi yang muncul dikalangan masyarakat. Namun, selama perjalanan kepengurusan pada periode 2009-2014, Partai Demokrat kurang maksimal dalam mengakomodir aspirasi masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya program-program yang khusus disusun untuk mengakomodir aspirasi masyarakat. Dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat, Anggota Dewan dari Fraksi Partai Demokrat hanya memanfaatkan SMS dan Telepon yang masuk dan tidak adanya program untuk melakukan agenda turun langsung ke tingkatan masyarakat paling bawah.

Di sisi lain, komunikasi yang dilakukan Partai Demokrat Kota Malang dengan Anggota Dewan guna menemukan persamaan persepsi di dalam internal Partai Demokrat, Partai Demokrat hanya sesekali melakukan rapat internal antara Fraksi Partai Demokrat dengan pengurus harian Partai Demokrat cabang Kota Malang. Pola komunikasi yang terbangun antara dua elemen ini hanya bersifat insidental, di mana rapat internal diadakan apabila dianggap perlu. Namun, meskipun pola komunikasi yang terbangun hanya bersifat insidental seperti yang telah dijelaskan di atas, internal Partai Demokrat belum pernah mengalami perpecahan atau perbedaan pendapat antara partai dengan fraksi. Hal tersebut dikarenakan banyak pengurus harian partai demokrat yang juga menjabat sebagai anggota DPRD sehingga mempermudah pola komunikasi antara keduanya.

(24)

keputusan yang telah ditetapkan oleh partai politik sebagai induknya meskipun keputusan tersebut sebenarnya tidak sejalan dengan hati nurani masyarakat atau bahkan hati nurani anggota dewan itu sendiri. Hal tersebut menuntun seorang anggota dewan harus mempunyai titik temu antara keputusan partai politik dengan aspirasi masyarakat yang harus mereka perjuangkan.

Seorang anggota dewan mempunyai kebebasan untuk berbeda pendapat di dalam rapat-rapat internal partai politik atau fraksi. Namun, dalam sebuah rapat parlemen, seorang anggota dewan harus mengikuti keputusan partai politik atau fraksi sebagai kepanjangan partai politik tersebut. Apabila di terjadi perbedaan pendapat di dalam internal Partai Demokrat maka internal partai memiliki aturan-aturan tegas yang dapat dijatuhkan kepada kader Partai Demokrat. Aturan-aturan tersebut bisa berupa pelanggaran terhadap AD/ART dan perbedaan keputusan yang diambil oleh partai politik.

Garis yang tegas sebagai aturan di dalam internal partai politik semakin diperkuat dengan hak pemberhentian antar waktu atau PAW terhadap anggota dewan yang dapat diusulkan oleh partai politik. PAW menjadi resiko tersendiri bagi seorang

wakil rakyat untuk selalu mengikuti instruksi partai politik. Kenyataan ini pula yang menjadikan hilangnya makna perwakilan yang melekat pada posisi seorang anggota dewan.

(25)

Daftar Pustaka

Budiarjo, Miriam. 1982. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Budiarjo, Miriam. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Cangara, Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Daftar Nama dan Alamat Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Malang Masa Bakti 2009-2014, (Online), (http://www.malangkota.go.id, diakses pada 5 Oktober 2013). Dahl, Robert A. 2001. Perihal Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor.

Fraksi PKB: Recall Effendy-Lily Disetujui Seluruh DPW, (Online), (Tempo.co, diakses pada 2 Oktober 2013).

Karim, Zamzami A. 2007. “Komunikasi Politik: Konsep, Model dan Pendekatan”,

Modul Kuliah tidak diterbitkan, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Tanjungpinang.

Michels, Robert. 1984. Partai Politik: Kecenderungan Oligarkis Pada Birokrasi.

Jakarta: CV. Rajawali

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Muhtadi, Asep Saeful. 2008. Komunikasi Politik Indonesia. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Nurtjahyo, Hendra. 2005. Ilmu Negara: Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Partai Demokrat. 2012. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Malang: Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009

Tentang Tata Tertib.

Pito, et al. 2006. Mengenal Teori-Teori Politik dan Sistem Politik Sampai Korupsi. Bandung: Nuansa.

Sanit, Arbi. 1985. Perwakilan Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Rajawali.

(26)

Gambar

Tabel 1 Kategorisasi Informan

Referensi

Dokumen terkait

group investigation berbantuan proyek yang lebih baik daripada hasil rerata gain ternormalisasi siswa pada kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran konvensional pada

Pengaruh Political Visibility, Leverage dan Kepemilikan Saham Institusional terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi Empiris pada Perusahaan yang

Hasil identifikasi yang menemukan spesies ikan tuna alalunga ( T.albacore ) di perairan Maluku Utara kemungkinan yang terjadi karena disebabkan oleh dua faktor,

Pada umumnya bukti adanya kesepakatan seperti akta otentik dalam perjanjian tidak terlalu diperhatikan, yang terpenting bagi para pihak yang melakukan perjanjian adalah

Anak panah oranye = Angiogenesis; Anak panah hitam= pendarahan; Anak panah pink = blastema; Anak panah biru tua= pendarahan akibat ikan terjatuh; Anak panah biru muda = pembuluh

Demikian dikatakan Direktur Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna, Johan Susmono dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Kasubdit, A Susesno ketika membuka acara TOT

mengaktifkan Bluetooth dan menghubungkan dengan perangkat lain di Windows 8.1: (1) (terutama laptop atau komputer tablet yang menggunakan baterai).Android Cara Menyalakan

Otonomi pendidikan tinggi, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, meningkatnya kompetisi antar perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri, berkembangnya