• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Locus of Control Internal dan Eksternal Terhadap Kepuasan Kerja Pada Kantor Pusat PT Pelindo I Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Locus of Control Internal dan Eksternal Terhadap Kepuasan Kerja Pada Kantor Pusat PT Pelindo I Medan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Locus of Control

Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali kemukakan oleh Rotter, seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Wolman,1977:443). Menurut Pervin (dalam Smet,1994:181) konsep locus of control adalah bagian dari Sosial Learning Theory yang menyangkut kepribadian dan mewakili harapan umum mengenai masalah faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pujian dan hukuman terhadap kehidupan seseorang.

Menurut Rotter yang dikutip dalam Darmilisani (2012:15) menyatakan bahwa Locus of Control merupakan “generalized belief that a person can or cannot control his own destiny” atau cara pandang seseorang terhadap suatu

peristiwa apakah dia merasa dapat atau tidak mengendalikan perilaku yang terjadi padanya. Sedangkan Zimbardo, (1985:275) menggambarkan locus of control sebagai berikut: “A locus of control orientation is a belief about whether the outcomes of our actions are contingent on what we do (internal control

orientation) or on events outside our personal control (external control

orientation)”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa suatu tempat

(2)

berorientasi internal atau pada peristiwa yang diluar kendali pribadi kita (orientasi kendali eksternal.).

2.1.2Locus of ControlInternalEksternal

Reiss dan Mitra ( 1998) Membagi Locus of Control menjadi 2 yaitu internal Locus of control adalah cara pandang bahwa segala hasil yang didapat baik atau buruk adalah karena tindakan kapasitas adan faktor-faktor dalam diri merkea sendiri. Ekternal Locus of Control adalah cara pandang dimana segala hasil yang didapat baik atau buruk berada di luar kontrol diri mereka tetapi karena faktor luar seperti keberuntungan, kesempatan, dan takdir individu yang termasuk dalam kategori ini meletakkan tanggung jawab di luar kendalinya.

Beberapa individu meyakini bahwa mereka dapat mengendalikan apa yang terjadi pada diri mereka, sedang yang lain meyakini bahwa apa yang terjadi pada mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti kemujuran dan peluang (Irwandi, 2002:83). Hyatt dan Prawitt (2001:266) berpendapat bahwa secara rasional individu-individu yang diklasifikasikan sebagai Locus of Control eksternal pada umumnya tidak merasakan hubungan yang kuat antara usaha individu dan hasil. Mereka cenderung percaya bahwa hasil ditentukan oleh kekuatan-kekuatan luar, seperti keberuntungan, peluang dan nasib.

2.1.3 Aspek-Aspek Locus of Control 1. Aspek Locus of Control Internal a. Kemampuan

(3)

b. Minat

Individu yang memiliki internal locus of control memiliki minat yang lebih besar terhadap control perilaku, peristiwa dan tindakan mereka.

c. Usaha

Individu yang memiliki internal locus of control bersikap pantang menyerah dan akan berusahan semaksimal mungkin untuk mengontrol perilaku mereka.

2. Aspek Locus of Control Eksternal a. Keberuntungan

Individu yang memiliki eksternal locus of control menganggap setiap orang memiliki keberuntungan dan mereka sangat mempercayai adanya keburuntungan.

b. Pengaruh Orang Lain

Individu yang memiliki eksternal locus of control sangat mengharapkan bantuan orang lain dan menganggap bahwa orang yang memiliki kekuasaan lebih yang lebih tinggi dari mereka mempengaruhi perilakunya.

Penelitain mengenai variable Locus of Control telah banyak diteliti sebelumnya. Beberapa studi yang telah dilakukan diantaranya yaitu mengenai Locus of Control dan dampaknya terhadap pekerjaan dalam hubungannya dengan

(4)

serupa juga pernah dilakukan mengenai dampak Locus of Control terhadap tekanan kerja, kepuasan kerja, dan kinerja di Taiwan (Silverthorne dan Chen, 2008:63) bahwa reaksi individu yang diukur oleh pemberi tekanan kerja, kepuasan kerja, dan kinerja tergantung pada beberapa karakteristik kepribadian individu terutama Locus of Control.

Sebagaimana dikatakan oleh Hyatt dan Prawitt (2001) dalam Patten (2005:154), mereka yang lebih banyak kecenderungan Locus of Control eksternal akan memiliki kinerja yang lebih baik daripada mereka yang lebih banyak kecenderungan Locus of Control internal pada lingkungan perusahaan terstruktur. Sebaliknya, mereka yang lebih banyak kecenderungan Locus of Control internal akan memiliki kinerja yang lebih baik daripada mereka yang lebih banyak kecenderungan Locus of Control eksternal dalam perusahaan tidak terstruktur.

Hal ini dapat terjadi karena pada perusahaan yang kurang terstruktur itu tata kelola perusahaannya kurang baik dan pembagian tanggung jawab maupun wewenangnya juga belum terstruktur dengan baik. Oleh karena itu, bagi mereka yang memiliki Locus of Control internal lebih bisa meyakinkan diri mereka sendiri dan mereka lebih sadar bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan dari perusahaan dengan lebih baik tanpa harus ada teguran dari pihak perusahaan. Bagi merka yang memiliki Locus of Control eksternal hanya akan bergantung pada nasib mereka terhadap pekerjaan-pekerjaan mereka, sehingga pekerjaan tersebut tidak akan selesai sebelum ada teguran dari pihak perusahaan.

(5)

lebih tinggi daripada auditor dengan Locus of Control eksternal. Hal ini dapat terjadi berdasarkan penjelasan penelitian sebelumnya.. Mereka yang memiliki Locus of Control internal akan menghasilkan kinerja yang lebih baik untuk

perusahaan, sehingga dengan kinerja tersebut auditor bisa memperoleh penghargaan (reward) dari perusahaan dan itu akan membuat auditor merasa puas terhadap apa yang mereka lakukan.

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai dampak Locus of Control terhadap kepuasan kerja dan kinerja auditor internal, maka peneliti akan mencoba meneliti kembali dampak Locus of Control terhadap tekanan kerja (job stress), kepuasan kerja (job satisfaction) dan kinerja (job performance) auditor internal. Luthans (2005:78) mendefinisikan stress sebagai suatu tanggapan dalam menyesuasikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stress kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.

Penelitian sebelumnya telah menguji mengenai pengaruh Locus of Control internal terhadap tekanan kerja di Taiwan oleh Chen and Silverthorne

(2005:53). Penelitain tersebut menyimpulkan bahwa individu dengan Locus of Control internal dianggap memiliki tingkat stress yang lebih rendah daripada

(6)

2..2 Kepuasan Kerja

2.2.1. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja tentang seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Kepuasan kerja juga adalah sikap umum yang meruapakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadapa faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu diluar kerja (Rivai & Sagala, 2009:856) yang dikutip dalam Darmilisani (2012:12).

Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan/organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas jasa kerja karyawan, baik yang berupa “financial” maupun yang “nonfinansial” (Martoyo, 2000:142).

Menurut Anoraga (2007:242), kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi dalam lingkungan kerja. Menurut Robbins dan Coulter (2010:37), kepuasan kerja mengacu pada sikap yang lazim ditunjukkan karyawan terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan kepuasan kerja yang tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas memilikli sikap negatif. Ketika orang-orang membicarakan sikap karyawan, mereka biasanya merujuk pada kepuasan kerja.

(7)

2.2.2 Komponen-Komponen Kepuasan Kerja

1.Menurut Yudha (dalam Duriyo, 2003:76) kepusan kerja merupakan kombinasi dari beberapa komponen pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan Psikologis Sosial ( The social psychological approach)

Berkaitan dengan bagaimana persepsi individu terhadap pekerjaan itu sendiri. b.Pendekatan Ekonomi neo-klasik (neo –calssical economic approach)

Berhubungan dengan berapa jumlah kompensasi yang diperoleh melalui pekerjaantersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya (termasuk keluarganya).

c.Pendekatan Sosiologi (sociological approach)

Menekankan bagaimana kondisi hubungan interpersonal dalam konteks lingkungan sosial.

2. Menurut Greenberg dan Baron (dalam Dariyo, 2003:77) kepuasan kerja meliputi beberapa unsur:

a. Komponen Evaluative (evaluative component)

Adalah dasar afeksi (perasaan,emosi) yang berfungsi untuk menilai suatu objek.

b. Komponen Kognitif (cognitive component)

Yaitu mengacu pada unsur kecerdasan (intelektual) untuk mengetahui suatu objek,yakni sejauh mana individu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan objek yangdimaksud.

c. Komponen Perilaku (behavioral component)

(8)

2.2.3 Dimensi Kepuasan Kerja

Menurut Smith, Kendall, dan Hullin (dalam As’ad, 2002:114) terdapat lima dimensi pada kepuasan kerja, yaitu:

1. Pimpinan yang adil, yakni sikap pimpinan yang tidak membedakan karyawan. Pimpinan yang mengerti kebutuhan karyawan dan mau menjalin hubungan baik, serta mampu menjadi contoh yang baik dalam hal disiplin.

2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu meliputi beban kerja secara keseluruhan, variasi tugas, maupun pekerjaan yang memungkinkan adanya interaksi sosial.

3. Gaji atau balas jasa yang diterima sesuai dengan beban kerja.Upah yang memuaskan akan mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.

4. Rekan kerja adalah dukungan teman dan sikap solidaritas untuk hal-hal positif terutama dalam hal menegakkan disiplin dan meningkatkan prodiktifitas kerja. 5. Kondisi kerja, meliputi kondisi peralatan kerja yang memenuhi standar

keamanan dan lingkungan tempat kerja yang sehat agar mendukung pelaksanaan kerja.

2.2.4 Teori-teori Kepuasan Kerja

(9)

1. Teori Kesenjangan ( Discrepancy Theory )

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter yang mengatakan bahwa untuk mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirahasiakan. Locke juga menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung kepada kesenjangan dengan apa yang menurut perasaannya yang diperoleh melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya, semakin jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wanous dan Lawler menemukan bahwa sikap karyawan terhadap pekerjaan tergantung bagaimana discrepancy itu dirasakan. 2. Teori Keadilan (Equity Theory)

(10)

Ada empat elemen penting dalam teori ini, yaitu:

a. Orang (person) yaitu individu yang merasa diperlukan secara adil dan tidak adil.

b. Perbandingan dengan orang lain (comparation others) yaitu setiao kelompok atau orang yang digunakan oleh orang (person) sebagai perbandingan ratio dari masukan dan perolehan.

c. Masukan (input) yaitu karakteristik individu yang dibawa serta oleh orang (person) ke pekerjaan yang dapat dicari. Misalnya, ketrampilan, pengalaman belajar.

d. Perolehan (Outcomes) yaitu apa yang diterima oleh orang (person) dari pekerjaan, seperti tunjangan, penghargaan, dan upah.

3. Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg Two Factor Theory)

Prinsip dari teori ini adalah kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Artinya, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontiniyu. Diyakini bahwa faktor yang berhubungan dengan kinerja dapat dibagi dua, yaitu:

a. Hygiene Factor yaitu meliputi status, hubungan antar manusia supervise,

peraturan-peraturan perusahaan dan administrasi, jaminan dalam pekerjaan, kondisi kerja, gaji, dan kehidupan pribadi.

b. Motivational Factor yaitu meliputi pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab,

kesempatan promosi, kemajuan dalam jabatan, dan pengakuan.

(11)

mendorong kepuasan kerja lebih tinggi, namun bila motivator tidak terpenuhi kepuasannya pada tingkat netral.

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

1. Menurut Baron dan Greenberg (dalam Lestari, 2001:50) terdapat tiga kategori utama hal-hal yang berhubungan dengan kepuasan kerja, yaitu:

a. Faktor Organisasi. Yaitu system imbalan (reward) meliputi; promosi, kebijakan organisasi, dan kualitas pengawasan yang dirasakan oleh karyawan. b. Faktor pekerjaan dan Work Setting yaitu meliputi beban kerja secara

keseluruhan, variasi tugas, tingkat pencahayaan, jumlah sekat disekeliling karyawan, dan lingkungan sosial.

c. Faktor karakterisitik personal yaitu meliputi self system, kepribadian, dan usia. 2. Menurut pendapat Gilmer faktor-faktor yang memepengaruhi kepuasan kerja

adalah :

a. Kesempatan unutk maju, yaitu kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama bekerja.

b. Keamanan kerja, yaitu sebagai penunjang kepuasan kerja dan keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama bekerja.

c. Gaji, yaitu gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.

(12)

e. Pengawasan (Supervisi), bagi karyawan, supervisor diaanggap sebagai figure ayah dan sekaligus atasannya. Superivisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turnover.

f. Komunikasi, yaitu memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawan sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap pekerjaan. g. Faktor intrinsic dari pekerjaan, yaitu atribut yang ada pada pekerjaan

mensyaratkan ketrampilan tertentu.

h. Kondisi kerja, yaitu kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat parker.

i. Aspek sosial dalam pekerjaan, merupakan salah satu sikap yang sulit

digambarkan, tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.

j. Fasilitas yang diberikan perusahaan seperti, rumah sakit, cuti, dana pension, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Faktor-faktor penentu kepuasan kerja (Munandar, 2008:357) antara lain: 1. Ciri-ciri interinsik pekerjaan

Terdapat lima ciri yang memperlihatkan keterkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu: a. Keragaman keterampilan. Banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.

(13)

yang lebih besar dan dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak puas.

c. Tugas yang penting (task significance). Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. d. Otonomi. Pekerjaan yang memeberikan kebebasan, ketidakgantungan, dan

peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. e. Pemberian balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat kepuasan

kerja.

2. Gaji penghasilan, imbalan yang dirasakan adil (Equittable reward)

Siegel dan Lane, 1982 (dalam Munandar, 2008:360) mengutip kesimpulan beberapa ahli yang meninjau kembali hasil-hasil penelitian tentang pentingnya gaji sebagai penentu dalam kepuasan kerja yaitu merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan.

3. Kondisi kerja yang menunjang

Kondisi kerja yang memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi, kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja. Ketidakpuasan karyawan dapat diungkapkan dalam sejumlah cara, misalnya daripada mengundurkan diri, karyawan dapat mengeluh, menjadi tidak patuh, mencuri properti organisasi, atau menghindari sebagian tanggungjawab kerja mereka.

4. Kesempatan mendapat promosi

(14)

cenderung akan menjadi lebih puas dengan pekerjaannya. Ghiselli & Brown (dalam As’ad,2002:112).

Menurut Yuli (2005:197) faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja yaitu tingkat upah atau gaji yang diterima, pekerjaan itu sendiri, pengawasan, promosi karir, kelompok kerja, kondisi kerja. Sedangkan, menurut Rivai dan Sagala (2009:860) faktor yang biasa digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah : isi pekerjaan, supervisi, organisasi dan manajemen, kesempatan untuk maju, gaji dan keuntungan dalam bidang financial, rekan kerja, kondisi kerja.

2.3 Kerangka Konseptual

Brownell 1982, Reed et al., 1994, dan Bernardi 1997 sama-sama menyajikan bukti yang menjelaskan bahwa tingkatkepuasan kerja individu berhubungan dengan Locus of Control. Karena kepuasankerja telah terbukti berhubungan dengan semakin tingginya tingkat komitmen organisasi dan semakin rendahnya keinginan turnover (Reed et al., 1994 dalam Patten 2005:212), maka temuan yang menyebutkan bahwa kecenderungan Locus of Control internal berkaitan dengan tingkat pengalaman, dapat menjadi fungsi bagi auditor dengan tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. Artinya, jika internal lebih puas dengan pekerjaannya dibandingkan eksternal, maka auditor tersebut akan diasumsikan tetap berada pada perusahaannya lebih lama, sehingga menghasilkan hubungan. Dengan mengembangkan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Hyatt dan Prawitt (2001) dengan Patten (2005), studi ini menginvestigasi peran dari Locus of Control dan struktur audit di dalam ruang lingkup internal audit. Berbeda dengan

(15)

menjelaskan bahwa fungsi internal audit terdiri atas sebuah rangkaian kesatuan dari assurance ke aktivitas – aktivitas konsultasi. Aktivitas – aktivitas yang berhubungan dengan assurance antara lain perikatan seperti: keuangan, kinerja, kepatuhan, keamanan sistem, dan audit due diligence. Sedangkan kegiatan yang berhubungan dengan konsultasi antara lain melakukan pelatihan pengendalian internal, memberikan nasehat kepada manajemen tentang hal-hal yang menyangkut pengendalian di dalam sistem baru, perancangan kebijakan, dan keikutsertaan di dalam tim, (Anderson, 2003:106). Karena fungsi-fungsi internal audit kurang dipengaruhi oleh arahan otoritatif dan mencakup kegiatan yang lebih beragam, maka struktur audit pada departemen internal audit lebih dekat hubungannya dengan lingkungan perusahaan.

Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individu dan akan mengalami tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku pada individu tersebut. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada diri individu. Semakin banyak aspek-aspek pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan karyawan dan sebaliknya bila dalam suatu perusahaan ada kesenjangan antara harapan dengan kenyataan maka akan menimbulkan ketidakpuasan dalam diri karyawan.Permasalahan akan dapat timbul disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor yang ada di dalam diri dan di lingkungan sekitar manusia.

(16)

terhadap faktor-faktor internal dan eksternal tersebut di kontrol oleh faktor locus of control.

Seorang karyawan akan memiliki kepuasan kerja, apabila mereka dapat menampilkan perilaku yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya sebagai hasil pengaruh dalam dirinya (internal) maupun lingkungan diluar dirinya (ekternal). Melalui locus of control yang dimiliki, perilaku pekerja dapat dijelaskan ketika seorang karyawan merasakan hasil pekerjaan yang mereka lakukan merupakan hasil control internal atau eksternal. Seorang karyawan merasakan kontrol internal sebagai kepribadian karena merasakan hasil pekerjaan yang dilakukannya berada dibawah pengaruh kontrol diri pribadinya sendiri.

Kontrol internal ini akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada saat melakukan pekerjaannya. Dengan demikian seseorang karyawan akan merasa puas dalam bekerja karena kontrol internalnya memberikan keberhasilan dalam bekerja. Sedangkan ada pula karyawan yang merasa bahwa terdapat kontrol eksternal di luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukannya.

Kontrol eksternal ini terlihat melalui nasib dan keberuntungan karyawan yang bersangkutan serta kekuasaan atasan dan lingkungan kerja tempat karyawan tersebut bekerja. Satu hal yang penting disini adalah bahwa perasaan karyawan tentang locus of control, baik internal maupun eksternal mempunyai pengaruh yang berbeda pada penampilan kerja dan kepuasan kerja karyawan (Robbins & Judge, 2008:135).

(17)

Sumber : Robbins dan Judge (2008:127:135), data diolah. Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang telah disusun peneliti, yang kemudian akan diuji kebenarannya melalui penelitian yang dilakukan (Kuncoro, 2003:48).

Berdasarkan uraian teoritis, penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut “Locus of control eksternal dan internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pada Kantor Pusat PT Pelindo I Medan”.

Locus of Control Eksternal (X2) Locus of Control Internal (X1)

Gambar

Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

PROFIL ADVERSITY QUOTIENT (AQ) BELAJAR SISWA DAN IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BELAJAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Untuk tenaga teknis tidak diperlukan cukup dengan Brosur yang ditandatangani dan distempel oleh pimpinan perusahaan pendukung/ distributor atau dengan menyertakan gambar teknis

[r]

Berdasarkan hasil kesepakatan panitia lelang dan PPK pada Bab IV LDP point K 5.1 Peserta pelelangan harus menyampaikan Penjelasan dalam bentuk gambar tampak 3D

[r]

[r]

Dengan hormat, sesuai dengan prosedur dan tahapan e_lelang sederhana Pengadaan Konsumsi Diklat Tenaga Teknis Keagamaan, Pengadaan Konsumsi Diklat Tenaga Pendidikan

Oleh karena itu untuk mengurangi impor beras kita perlu juga menekan konsumsi beras per kapita dengan menganekaragamkan makanan yang kita konsumsi bukan menitikberatkan pada