BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, bergantung kepada cara
berpikir manusia atau masyarakat penuturnya. Menurut Ohoiwutun (2002 dalam Aslinda,
2007: 4), pola-pola komunikasi yang dipengaruhi oleh kebudayaan dapat ditelusuri
melalui pengamatan terhadap kecenderungan-kecenderungan berbahasa. Dalam
pengertian lain, segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa.
Sering sekali ditemukan bahwa pemakai bahasa dalam berkomunikasi
menggunakan bahasa dalam makna figuratif/kias. Akibatnya, pendengar sulit memahami
makna yang disampaikan. Menurut Keraf (2004: 136), gaya bahasa kiasan adalah
membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba untuk
menemukan ciri yang menunjukkan kesamaan antara dua hal tersebut. Perbandingan
sebenarnya mengandung dua pengertian, yaitu perbandingan yang termasuk dalam gaya
bahasa yang polos atau dalam arti makna denotasinya dan perbandingan yang termasuk
dalam gaya bahasa kiasan atau dalam arti makna konotasi.
Keraf (2004: 124) membagi bahasa kiasan yang merupakan bagian dari gaya
bahasa yaitu metafora. Metafora merupakan dasar mutlak dari pikiran manusia yang
terungkap dalam berbahasa. Lakoff dan Johnson (1980: 3), menyatakan bahwa metafora
meresap di dalam kehidupan sehari-hari manusia, tidak hanya di dalam bahasa, tetapi
sehari-hari dapat melontarkan bahasa secara spontan untuk mengungkapkan perasaan
dan pikiran seseorang. Penutur bahasa menganggap bahwa ekspresi dalam makna secara
harfiah sulit dipahami dengan baik, kecuali menggunakan ekspresi metaforis. Misalnya,
ekspresi metaforis seperti tangisnya meledak, hidup terus berjalan, ditimpa musibah,
melangkah jauh, sambutan hangat, hancur hatinya, cinta ini membunuhku merupakan
fenomena metafora yang sering terdengar dalam bahasa Indonesia sehari-hari.
Metafora dianggap sebagai unsur penting dalam pengategorisasian duniawi dan
proses berpikir manusia, yaitu sebagai gejala yang merembesi bahasa dan pikiran.
Menurut Lakoff dan Johnson (1980: 3), sistem konseptual manusia pada hakikatnya
adalah metafora. Metafora dianggap sebagai jenis konseptualisasi pengalaman manusia,
yang tidak pernah luput dari setiap penggunaan bahasa alamiah (Silalahi, 2005: 96).
Kategori metafora yang menyatakan keadaan emosional di antaranya ialah
metafora cinta. Rajeg (2009: 7) menjelaskan bahwa cinta tergolong konsep emosi yang
“bermetafora” tinggi sebab cinta selain dapat dianggap sebagai suatu hubungan, juga
dianggap sebagai emosi. Cinta dipahami sebagai sebuah konsep emosi universal, dapat
diartikan bahwa ekspresi metaforis untuk konsep cinta ditemukan pada bahasa-bahasa di
dunia meskipun cara-cara yang digunakan penutur dalam mengonseptualisasikan emosi
cinta itu berbeda-beda.
Ekspresi metafora cinta dalam bahasa Simalungun terlihat dari konsep holong
yang dapat diterjemahkan sebagai ‘cinta dan kasih sayang’. Konsep holongbertalian erat
dengan konsep domu ‘kesatuan’, yang terdapat pada ungkapan holong nami ipadomu
kenyataan ini ditafsirkan bahwa konsep cinta merupakan ekspresi metafora cinta pada
masyarakat Simalungun.
Perlu diketahui bahwa metafora cinta dalam bahasa Simalungun memiliki
penggolongan emosi cinta yang dibentuk oleh pemetaan pada ranah sumber (source
domain)dan ranah sasaran (target domain).Makna yang baru, atau makna figuratif, pada
ranah sumber dapat dipahami dengan baik karena makna ini dipetakan ke dalam ranah
sasaran (Lakoff dan Johnson 1980: 31).
Dalam tulisan ini dibicarakan metafora cinta dalam bahasa Simalungun
(selanjutnya disingkat MCBS). Ada tiga alasan utama pemilihannya. Pertama ialah
bahasa Simalungun memiliki banyak ekspresi metaforis yang khususnya menyatakan
cinta. Ekspresi metaforis biasanya adalah usaha penutur untuk menyampaikan pikiran,
perasaan, dan emosinya dalam bentuk-bentuk satuan bahasa tertentu yang dianggap
tepat. Misalnya, mangasak uhurna mengisi hatinya, igoki holong‘dipenuhi cinta’, iguit
pakon holongna ‘tersentuh oleh cintanya’, mambunuh uhur‘membunuh perasaan’, atau
pamatei holong‘cinta mati’.
Pada contoh (1) terlihat bahwa ekspresi cinta diungkapkan langsung dengan kata
holong ‘cinta’, sehingga terbentuk ekspresi cinta sebagai kesatuan, kesatuan yang
ditandai oleh penggunaan kata ipadomu ‘disatukan’. Sebaliknya, pada contoh (2)
ekspresi cinta diungkapkan secara tidak langsung pada kata parhasomanon‘hubungan’,
yang membentuk ekspresi cinta sebagai perjalanan, perjalanan yang ditandai oleh
(1) Holong nami ipadomu bani panrumahtanggaon. cinta 1Jm PAS.satukan dalam pernikahan
‘Cinta kami disatukan dalam pernikahan.’
(2) Parhasomanon sidea domma mardalan satahun. hubungan 3Jm sudah AKT.jalan setahun
‘Hubungan mereka sudah berjalan setahun.’
Alasan yang kedua ialah bahwa makna cinta pada bahasa Simalungun tidak selalu
mudah ditafsirkan sebab cinta berbentuk abstrak. Konsep cinta terkadang bertumpang
tindih dengan ciri-ciri semantik pada konsep emosi lain (misalnya bersedih). Hal ini
tampak pada contoh di bawah ini.
(3) Matana tangis marbalur-balur. mata.3Tg nangis AKT.berderai-derai
‘Matanya nangis berderai-derai.’
(4) Matana nagerger. mata.3Tg AKT. merah
‘Matanya memerah.’
Pada contoh (3) dan (4) terlihat dua keadaan emosional, yaitu cinta dan sedih,
contoh ini cenderung ditafsirkan di masyarakat sebagai metafora sedih. Dalam hal ini
ditunjukkan bahwa MCBS mengandung potensi ketaksaan yang tinggi dengan kategori
Alasan yang ketiga ialah dalam bahasa daerah penelitian metafora sangat
terbatas. Terkait dengan hal ini Silalahi (2005) dan Siregar (2013) telah mengkaji
metafora dalam bahasa daerah secara mendalam, dengan korpus data yang luas.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kajian semantik metafora cinta pada bahasa
Simalungun belum pernah dilakukan. Dalam penelitian ini diperlihatkan bahwa semantik
metafora cinta pada bahasa Simalungun mencakup kategorisasi dan maknanya.
1.2 Perumusan Masalah
(1) Bagaimanakah kategorisasi metafora cinta dalam bahasa Simalungun?
(2) Bagaimanakah pemetaan konseptual metafora cinta pada ranah sumber dan ranah
sasaran dalam bahasa Simalungun?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
(1) Mendeskripsikan pola-pola berbahasa Simalungun yang khususnya menyatakan
ekspresi cinta.
(2) Menjelaskan konsepsi dan persepsi penutur bahasa simalungun mengenai
ekspresi cinta.
1.3.2 Tujuan Khusus
(1) Mendeskripsikan kategorisasi metafora cinta dalam bahasa Simalungun.
(2) Menerangkan pemetaan ranah sumber dan ranah sasaran pada metafora cinta
1.4Manfaat Penelitian
1.4.2 Manfaat Teoretis
(1) Menambah bahan referensi para mahasiswa di bidang semantik khususnya
metafora.
(2) Memperkaya penelitian semantik khusunya dalam penerapan teori metafora
konseptual.
1.4.3 Manfaat Praktis
(1) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian dalam
bahasa simalungun.
(2) Memberikan pemahaman penutur bahasa dari daerah lain tentang budaya