• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Interaksi Teman Sebaya Dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja di SMAN 4 Kisaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Interaksi Teman Sebaya Dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja di SMAN 4 Kisaran"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecenderungan Kenakalan Remaja

2.1 Defenisi Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda,

merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang

disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan

bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu

rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai

pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2003).

Sarwono (1999) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku

yang menyimpan dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1999)

juga menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku,

dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan

kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang

melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik

terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur

(2)

2.2 Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (2003), bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi

menjadi empat, yaitu:

2.2.1 Kenakalan Terisolir (Delinkuensi Terisolir)

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya

mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka didorong

oleh ciri-ciri berikut:

2.2.1.1Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada

motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat

diselesaikan.

2.2.1.2Mereka kebanyakan berasal dari daerah yang tradisional sifatnya

yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya

gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja

merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan

prestise tertentu.

2.2.1.3Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak

harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya,

remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan

kriminal. Gang remaja nakal memberikan alternatif hidup yang

menyenangkan.

2.2.1.4Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali

mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai

(3)

normal. Ringkasnya, delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap

tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa

aman dari kelompok gangnya, namun pada usia dewasa, mayoritas

remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit

60% dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun.

Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja

menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai

memasuki peran sosial yang baru.

2.2.2 Kenakalan Neurotik (Delinkuensi Neurotik)

Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang

cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa

bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri-ciri perilakunya adalah:

2.2.2.1Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang

sangat, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan

nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.

2.2.2.2Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin

yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka merupakan

alat pelepas ketakutan, kecemasan, dan kebingungan batinnya.

2.2.2.3Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri dan

mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa

kemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.

2.2.2.4Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah,

(4)

ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga

neorotik atau psikotik.

2.2.2.5Remaja memiliki ego yang lemah dan cenderung mengisolir diri dari

lingkungan.

2.2.2.6Motif kejahatannya berbeda-beda.

2.2.2.7Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).

2.2.3 Kenakalan Psikotik (Delinkuensi Psikopatik)

Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari

kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang

paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah:

2.2.3.1Hampir seluruh remaja ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan

keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga,

berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan orangtuanya selalu

menyia-nyiakan mereka, sehingga mereka tidak mempunyai

kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin

hubungan emosional yang akrab dan baik dengan orang lain.

2.2.3.2Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau

melakukan pelanggaran.

2.2.3.3Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya

yang kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat

agresif dan impulsif, biasanya mereka residivis yang berulang kali

(5)

2.2.3.4Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan

norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap

norma subkultur gangnya sendiri.

2.2.3.5Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neuroligis,

sehingga mengurangi kemampiaun untuk mengendalikan diri sendiri.

Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik

sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri.

2.2.3.6Bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan

norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti sosial, dan

selalu menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar, dan

sadis terhadap siapapun tanpa sebab.

2.2.4 Kenakalan Defek Moral (Delinkuensi Defek Moral)

Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat,

kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan

anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada

disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini adalah

mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga

tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan

perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiannya sangat

terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan

sterilitas emosional. Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer,

sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impulsnya tetap pada taraf

(6)

dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai agresivitas yang

meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar

diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena

didorong oleh naluri rendah, impuls dan kebiasaan primitif, di anatara para

penjahat residivis remaja, kurang lebih 80 % mengalami kerusakan psikis, berupa

disposisi dan perkembangan mental yang salah, jadi mereka menderita defek

mental. Hanya kurang dari 20 % yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor

sosial atau lingkungan sekitar. Jansen (dalam Sarwono, 2002) membagi kenakalan

remaja menjadi empat bentuk, yaitu:

2.2.4.1Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain:

perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.

2.2.4.2Kenakalan yang menimbulakan korban materi: perusakan,

pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.

2.2.4.3Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang

lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.

2.2.4.4Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak

sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah,

membantah perintah.

Hurlock (1999) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja

terbagi dalam empat bentuk, yaitu:

a. Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.

b. Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperti merampas,

(7)

c. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orang tua

dan guru seperti membolos, mengendarai kendaraandengan tanpa surat izi,

dan kabur dari rumah.

d. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti mengendarai

motor dangan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam.

Dari beberapa bentuk kenakalan para remaja dapat disimpulkan bahwa

semuanya menimbulkan dampak negatif yang tidak baik baik bagi dirinya sendiri

dan orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Adapun aspek-aspeknya diambil dari

pendapat Hurlock (1999) & Jansen (dalam Sarworno, 1998). Terdiri dari aspek

perilaku yang melanggar aturan dan status, perilaku yang membahayan diri

sendiri dan orang lain, perilaku yang mengakibatkan korban materi dan perilaku

yang mengakibatkan korban fisik.

2.3 Karakteristik Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (2003), remaja nakal itu mempunyai karakteristik umum

yang sangat berbeda dengan remaja tidak nakal. Perbedaan itu mencakup:

2.3.1 Perbedaan struktur intelektual

Perbedaan umumnya inteligensi mereka tidak berbeda dengan inteligensi

remaja yang normal, namun jelas terdapat fungsi-fungsi kognitif khusus

yang berbeda biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi

untuk tugas-tugas prestasi daripada nilai untuk keterampilan verbal (tes

Wechsler). Mereka kurang toleran terhadap hal-hal yang ambigius biasanya

(8)

tidak menghargai pribadi lain dan manganggap orang lain sebagai cerminan

dari diri sendiri.

2.3.2 Perbedaan fisik dan psikis

Remaja yang nakal ini lebih “idiot secara moral” dan memiliki perbedaan

ciri karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan

remaja normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada

umumnya bersikap lebih agresif. Hasil penelitian juga menunjukkan

ditemukannya fungsi fisiologis dan neurologis yang khas pada remaja

nakal ini, yaitu: mereka kurang bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan

menunjukkan ketidakmatangan jasmaniah atau anomali perkembangan

tertentu.

2.3.3 Ciri karakteristik individual

Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang

menyimpang, seperti:

2.3.3.1Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang,

bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa

depan.

2.3.3.2Kebanyakan dari mereka terganggu secara emosional.

2.3.3.3Mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga

tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak

(9)

2.3.3.4Mereka senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang

merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya

risiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya.

2.3.3.5Pada umumnya meraka sangat impulsif dan suka tantangan dan

bahaya.

2.3.3.6Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.

2.3.3.7Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga mereka

menjadi liar dan jahat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja nakal biasanya berbeda

dengan remaja yang tidak nakal. Remaja nakal biasanya lebih ambivalen terhadap

otoritas, percaya diri, pemberontak, mempunyai kontrol diri yank kurang, tidak

mempunyai orientasi pada masa depan dan kurangnya kemasakan sosial, sehingga

sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Kenakalan Remaja

Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci

dijelaskan sebagai berikut:

2.4.1 Identitas

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam

Santrock, 2002) masa remaja ada pada tahap dimana krisis identitas versus

difusi identitas harus diatasi. Perubahan psikologis dan sosial

memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian

remaja: (1) Terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya

(10)

menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki

remaja dengan peran yang dituntut dari remaja.

Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan

kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan

aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita,

masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai

peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak

mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan

memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin

akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson,

kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun

identitas tersebut negatif.

2.4.2 Kontrol diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk

mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku.

Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial

yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan

remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat

diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang

melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal

membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat

diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan

(11)

dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku

mereka. Hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini Santrock (1996)

menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting

dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang ekektif di masa

kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada yang konsisten,

berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya

pengaturan diri oleh anek. Selanjutnya, dengan memiliki keterampilan ini

sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat

kenakalan remaja.

2.4.3 Usia

Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan

penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua

anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku

kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang

menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir

meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60% dari mereka

menghentikan perbuatannya pada usia 21-23 tahun.

2.4.4 Jenis kelamin

Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada

perempuan. Menutut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya

jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang

(12)

2.4.5 Harapan terhadap pendidikan dn nilai-nilai di sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang

rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah

tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai

mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai

motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao

N. Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan

sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos,

dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan

orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah

ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya

dan prestasi akademik.

2.4.6 Proses keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.

Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua

terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif,

kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya

kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan

rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan

orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan

disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga

yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja.

(13)

berhubungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu

timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.

2.4.7 Pengaruh teman sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan

risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (2003)

terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan

kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi

pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang

melakukan kenakalan.

2.4.8 Kelas sosial ekonomi

Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari

kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah

remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan

daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50:1 (Kartono, 2003).

Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah

untuk mengembangkan keterampilan yang diterima oleh masyarakat.

Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan pehatian

dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh”

dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas

sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh

keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan

(14)

2.4.9 Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan

remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan

remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan

memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka.

Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran

dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah,

pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah

faktor-faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan

kenakalan remaja.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang

paling berperan menyebabkan timbulnya kecendrungan kenakalan remaja

adalah faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan

terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja

mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga

minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan

perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam

keluarga dan masyarakat.

B. Interaksi Teman Sebaya

2.1Defenisi Interaksi Kenakalan Remaja

Interaksi teman sebaya adalah suatu bentuk hubungan antara dua atau

(15)

memperbaiki kelaukuan anak yang lain atau sebaliknya dan hubungan ini terjadi

antara dengan anak lainnya yang memilik usia relatif sama atau sebaya

(Gerungan, 1986).

Interaksi teman sebaya adalah hubjngan antara sesama manusia yang

memilik usia relatif sama atau sebaya dalam menciptakan suatu ketertarikan

(walgito, 2001).

Dalam teori FIROB (Fundamental Interpersonal Relation Orientation

Behavior) mengemukakan bahwa interaksi teman sebaya terjadi karena individu

memiliki tiga kebutuhan dasar dalam berinteraksidengan teman sebayanya. Ketiga

kebutuhan dasar tersebut yaiutu:

a. Inklusi

inklusi adalah rasa saling memiliki dalam situasi kelompok, kebutuhan

yan mendasari ini adalah hubungan yang memuaskan dengan orang

lain. Pada masa kanak-kanak, hal ini tercermin dalam kebutuhannya

untuk diterima oleh kelompok teman-teman sebayanya. Kekhawatiran

yang timbul adalah perasaan bahwa ia tidak berguna atau bahkan ia

tidak merasa tidak berarti atau tidak ada sama sekali. Selanjutnya,

untuk dapat mempertahankan integritas seorang anak akan senantiasa

berusaha untuk selaluterlibat dalam kegiatan yang dijalankan bersama

teman sebayanya.

b. Kontrol

Kontrol adalah kebutuhan akan arahan, petunjuk, dan pedoman dalam

(16)

menjaga dan mempertahankan hubungan yang memuaskan denagn

orang lain dalam kaitannya dengan wewenang dan kekuasaan.dalam

hubunagn interaksi teman sebaya, konttrol berperan sebagai norma

yang berlaku dalam pergaulan tersebut. Norma ini mengatur dan

mendorong anggota-anggotanya untuk melakukan tindakan tertentu

atau bahkan memberikan kebebasan kepada anggotanya sesuai dengan

karakteristik norma tersebut.

c. Afeksi

Afeksi adalah kebutuhan akan kasah sayang dan perhatian dalam

kelompok. Kebutuhan dasarnya adalah untuk disukai dan dicintai,

kecemasan yang mungkin timbul adalah perasaan takut tidak disenangi

temannya. Kaitannya dengan pergaulan anak dalam interaksinya

dengan teman sebaya adalah akan selalu berusaha untuk melakukan

tindakan-tindakan atau perilaku tertentu yang sesuai dengan keinginan

teman-temannya agar anak tersebut disenangi. Tindikan-tindakan

tersebut dapat diperlihatkan dengan prilaku mengidentifikasi diri

terhadap teman-temannya.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Teman Sebaya

Interaksi teman sebaya merupakan suatu kenyataan adanya anak yang

diterima ataupun ditolak oleh teman sebayanya. Berkenaan dengan hal

tersebut, (Hasman, 2006) mengemukakan bahwa terdapat faktor-faktor yang

menyebabkan diterima atau ditolaknya seorang anak dalam berinteraksi

(17)

2.2.1 Penampilan (performance) dan perbuatan antara lain berprilaku

baik dan aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok.

2.2.2 Kemampuan berpikir antara lain mempunyai inisiataif atau ide-ide

yang positif dan selalu mementingkan kepentingan kelompok.

2.2.3 Sikap, sifat, dan perasaan antara lain sopan, peduli terhadap orang

lain, penyabar dan egosentris.

2.2.4 Pribadi anatara lain bertanggung jawab dan dapat menjalankan

pekerjaanya dngan baik, menaati peraturan-peraturan kelompok,

dan mampu menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dan

pergaulan sosial.

2.2.5 Faktor rumah yang terlalu jauh dengan temna-teman sebayanya.

2.3Fungsi Interaksi Teman Sebaya

Salah satu fungsi yang paling penting dalam berinteraksi dengan teman

sebaya adalah anak harus meneriam umpan baik tentang

kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok teman sebaya sehingga anak dapat

mengevaluasi apakah mereka melakukan lebih baik, sama atau lebih jelek

dari yang dilakukan oleh teman-teman sebayanya. Anak cenderung untuk

mengikuti pendapat dari kelompoknya dan menganggap bahwa kelompoknya

itu selalu benar. Kecenderungan untuk bergabung dengan teman sebaya

didorong oleh keinginan untuk mandiri, sebagaiman yang diungkapkan oleh

(Hurlock, 1999) bahwa melalui hubungan teman sebaya anak berpikir

(18)

pandangan dan nilai yang berasal dari keluraganya dan mempelajari pola

perilaku yang diterima didalam kelompoknya.

Berkenaan dengan hal tersebut, (Tarsidi, 2008) mengidentifikasi empat

fungsi teman sebaya, yang mencakup:

2.3.1 Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional

resorces), baik untuk memperoleh rasa senang maupun untuk

beradaptasi terhadap stres.

2.3.2 Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive

resources) untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan.

2.3.3 Hubungan teman sebaya sebagai landasan terjalinnya

bentuk-bentuk hubungan lainnya (misalnya hubungan denagn saudara

kandung) yang lebih harmonis.

2.3.4 Mengontrol implus-implus agresif.

2.3.5 Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi

independen.

2.3.6 Meningkatkan harga diri (self-esteem), menjadi orang yang disukai

oleh teman-teman sebayanya membuat anak merasa senang dan

nyaman dengan keadaan dirinya.

2.4Latar Belakang Timbulnya Kelompok Teman Sebaya

Dalam kehidupan sehari-hari, individu hidup dalam tiga lingkunagn yaitu

keluarga, sekolah, dan masyarakat. Anak tumbuh dan berinteraksi dalam dua

(19)

Menurut (Rahmat, 2002), dua dunia anak tersebut adalah:

2.4.1 Dunia orang dewasa, misalnya; orang tuanya, gurunya, dan

tetangganya.

2.4.2 Dunia peer group, sebabnya; kelompok permainan dan kelompok

teman sebaya.

Didalam dua dunia sosial tersebut, juga terdapat perbedaan dasar dan

perbedaan pengaruh.

2.4.3 Perbedaan dasar

Dalam dunia dewasa, anak selalu berada dalam posisi subordinat

status (status bawahan) dengan kata lain status dewasa selalu diatas

anak. Pada dunia sabayanya, anak mempunyai status yang sama

diantara yang lainnya.

2.4.4 Perbedaan pengaruh

Pengaruh kelompok teman sebaya semakinlama semakin penting

fungsinya dibandingkan denagn pengaruh keluarganya.

Dari uraian diatas, timbullah latar belakang adanya kelompok teman

sebaya, yaitu:

2.4.5 Adanya perkembangan proses sosialisasi

Pada usia kanak-kanak, anak mengalami proses sosialisasi. Anak

belajar usia kanak-kanak, anak sosial ketika mereka belajar untuk

mempersiapkan diri menjadi orang yang kebih dewasa. Dengan

(20)

keinginanya dan saling berinteraksi satu sama yang lainnya dan

merasa diterima dalam kelompoknya.

2.4.6 Kebutuhan untuk menerima penghargaan

Secara psikologis, anak membutuhkan penghargaan dari orang lain

untuk memperoleh kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Anak

bergabung dengan teman sebaya yang mempunyai kebutuhan

psikologis yang sama yaitu igun dihargai. Dengan demikian, anak

akan merasakan kesamaan atau kekompakan dalam kelompok.

2.4.7 Perlu perhatian dari orang lain

Anak perlu perhatian dari prang lain terutama yang merasa senasib

dengan dirinya. Hal ini dapat ditemui dalam kelompok sebayanya

karena anak merasa sama dengan yang lainnya.

2.4.8 Ingin menemukan dunianya

Di dalam dunia kelompok, teman sebaya anak-anak akan dapat

menemukan dunianya yang berbeda denagn dunia orang dewasa.

Anak mempunyai peresamaan pembicaraan disegala bidang,

misalanya pembicaraan tentang hobby dan hal-hal menarik lainnya.

2.5Jenis Interaksi Teman Sebaya

Kecenderungan anak untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap

keluarga membuat anak mulai memasuki lingkungan yang sesuai dengan

kehendaknya dan mulai membentuk suatu kelompok yang memiliki

(21)

Sejalan dengan uraian diatas, (hurlock, 1999) membagi kelompok teman

sebaya kedalam beberapa jenis, yaitu:

2.5.1 Teman Dekat (Chums)

Anak biasanya mempunyai dua atau tiga teman dekat, mereka

adalah teman yang memiliki jenis kelamin yang sama serta

mempunyai minat dan kemampuan yang sama pula.

2.5.2 Kelompok Kecil (Clique)

Kelompok kecil ini biasanya terdiri dari kelompok teman-teman

dekat. Pada awaknya terdiri dari jenis kelamin yang sama, tetapi

kemudian meliputi kedua jenis kelamin.

2.5.3 Kelompok Besar (Crowd)

Kelompok besar terdiri dari beberapa kelompok kecil dan

kelompok treman dekat. Pada kelompok ini penyesuaian akan

minat yang sama mulai berkurang sehingga terdapat jarak sosial

yang lebih besar diantara anak-anak tersebut.

2.5.4 Kelompok yang Terorganisasi

Kelompok ini biasanya terdapat pada kelompok pemuda yang

dibina oleh orang dewasa dan dibentuk oleh sekolah dan organisasi

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja.

2.5.5 Kelompok Geng

Kelompok ini biasanya terdiri dari anak-anak yang minat utamanya

adalah ingin mengahdapi penolakan teman-temannya melalui

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan, bahwa rataan denyut nadi domba yang diberi ransum K1 memiliki hasil pengukuran yang lebih tinggi dari K2, serta pemberian pakan dua kali memiliki pengukuran denyut

Dengan memanfaatkan grid computing sebagai suatu rendering farm maka dapat melakukan proses render dengan menggunakan tools bantuan yaitu yadra yang dapat

Hasil pengujian didasarkan pada hasil uji dengan menggunakan Crosstabs (tabel silang) serta melihat hasil uji Pearson Chi- Square yang dibandingkan dengan nilai

Dinas Pekerjaan Umum Bidang Bina Margayang di Tetapkan berdasarkan Keputusan Pengguna Anggaran Kabupaten Lebong Nomor. Curup Utara

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, hidayah, serta innayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

yang terpasang pada perangkat android target, dan penyerang kemudian dapat mengeksekusi perintah untuk membaca, memodifikasi, mengambil data atau informasi

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor: In.15/PJ.SKO/07/2017 tanggal Tiga Puluh bulan Maret tahun Dua Ribu Tujuh Belas, maka dengan ini kami tetapkan pemenang

[r]