• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Bahan Bakar Campuran Pertadex Dan Biodiesel Biji Karet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Bahan Bakar Campuran Pertadex Dan Biodiesel Biji Karet"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan yang dapat digunakan

sebagai pengganti bahan bakar solar, yang terbuat dari minyak bumi. Biodiesel

terdiri dari campuran mono-alkil ester dari rantai panjang asam lemak, yang

dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari

sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan

bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena

biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel

petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan

infrastruktur zaman sekarang.

Biodiesel memiliki karakteristik kimia sama seperti diesel berbasis minyak

bumi, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti langsung untuk bahan bakar

diesel. Biodiesel juga dapat dicampur dengan solar dalam setiap tingkat

persentase tanpa mengalami masalah ekonomi yang signifikan.

Mesin berbahan-bakar biodiesel baru populer akhir-akhir ini, tapi

sebenarnya biodiesel bukanlah ide baru. Sebelum solar populer, Rudolf Diesel,

penemu mesin diesel pada tahun 1897, bereksperimen dengan menggunakan

minyak nabati (biodiesel) sebagai bahan bakar. Rudolf Diesel yang merekayasa

atau mencipta mesin diesel melakukan demonstrasi mesin yang memakai minyak

(2)

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di

Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil

saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin

banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan

kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.

Ada beberapa campuran biodiesel dan hidrokarbon yang berbeda – yang berasal dari solar. Saat ini di seluruh dunia menggunakan suatu sistem yang

disebut sebagai faktor B, untuk menentukan jumlah diesel yang digunakan

dalam campuran bahan bakar. Faktor B itu terbagi sebagai berikut:

 B100 : 100 persen biodiesel

 B20 : 20 persen biodiesel

 B5 : 5 persen biodiesel, 95 persen solar

 B2 : 2 persen biodiesel, 98 persen solar

Campuran apapun dari 20 persen biodiesel atau kurang bisa digunakan

pada semua tipe mesin tanpa modifikasi. Biodiesel biasanya dapat digunakan

dalam bentuk B100 saja, tetapi mungkin membutuhkan beberapa modifikasi

mesin untuk menghindari masalah dengan mesin.

Disamping sifatnya yang menyerupai solar, biodiesel memiliki kelebihan

antara lain :

1. Bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh

lebih baik (bebas sulfur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu

(3)

75% dibanding solar biasa, cetane number lebih tinggi (>57) sehingga

efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak solar.

2. Biodegradable (dapat terurai), lebih dari 90% biodiesel dapat terurai dalam

21 hari.

3. Renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbarui.

4. Mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik dibanding solar sehingga

mesin dapat bertahan lebih lama.

5. Titik bakar lebih tinggi dibandingkan solar sehingga memudahkan dalam

penyimpanan dan penanganan.

6. Biodiesel dapat dicampur dengan solar dengan berbagai perbandingan.

7. Secara relatif, bau dari gas buang biodiesel lebih baik dibanding solar.

8. Motor diesel tidak membutuhkan modifikasi khusus untuk menggunakan

biodiesel.

9. Mengurangi gas emisi buang; particulate matter (PM), total hydrocarbon

(THC), dan carbon monoxide (CO), tetapi menambah nitrogen oxides

(NO).

10. Biodiesel mengandung sulfur yang lebih rendah dibanding solar sehingga

tidak terlalu banyak mengeluarkan zat toksik.

2.2 Biodiesel Biji Karet

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas areal

perkebunan karet terbesar di dunia yang mencapai 3,4 juta hektar. Disamping itu,

Indonesia juga merupakan penghasil karet terbesar nomor 2 di dunia setelah

Thailand, dengan total produksi sebesar 2,55 juta ton/tahun pada 2007. Hasil

(4)

percuma sebagai limbah (Setyawardhani, DA, dkk 2010). Biji karet (Hevea

brasilliensis) di Indonesia saat ini masih merupakan produk sampingan yang

dapat di kategorikan belum bermanfaat karena baru sebagian kecil yang di

gunakan sebagai bibit. Setiap pohon di perkirakan dapat menghasilkan 5.000 butir

biji/tahun atau satu hektar lahan dapat menghasilkan 2 sampai 3 juta

biji/tahun. Hal ini tentu saja sangat mendukung apabila kita dapat memanfaatkan

buah/biji dari pohon karet tersebut yang saat ini belum dimanfaakan secara

maksimal, dan hanya dibuang tanpa ada pengolahan sama sekali. Ini dikarenakan

pada pemikiran masyarakat yang menganggap bahwa biji karet itu tidak bisa

diolah terutama sebagai produk makanan karena racun yang terkandung di

dalamnya. Hal ini tentu saja hanya anggapan masyarakat yang kurang paham

dalam pengolahan terhadap biji karet ini.

Jika kita melihat komposisi biji karet yang begitu banyak mengandung

minyak, seharusnya ada suatu pemanfaatan lebih dalam pengolahan biji karet

tersebut. Dengan luasnya lahan perkebunan karet di Indonesia, maka tentu dapat

menjadi kemudahan tersendiri dalam mengatasi krisis energi yang semakin

menghantui. Salah satu energi alternatif yang dihasilkan dari bahan dasar biji

karet adalah Biodiesel.

(5)

Biji karet mengandung sekitar 40-50 % minyak nabati dengan komposisi

asam lemak yang dominan adalah asam oleat dan asam linoleat, sementara sisanya

berupa asam palmitat, asam stearat, asam arachidat, dan asam lemak lainnya.

Tabel 2.1 berikut merangkum komposisi asam lemak dalam minyak biji karet

(Setyawardhani, DA, dkk, 2010).

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Karet

Komposisi Persentase (%-b)

baku pembuatan biodiesel adalah kandungan asam lemak bebasnya yang tinggi.

Dalam proses pembuatan biodiesel secara konvensional, minyak nabati

direaksikan dengan alkohol rantai pendek melalui reaksi transesterifikasi

menggunakan katalis basa untuk menghasilkan biodiesel. Namun katalis basa

hanya bekerja dengan baik pada bahan baku minyak dengan kadar asam lemak

bebas rendah yaitu < 0,5 % dan dalam kondisi bebas dari air (Lotero, dkk, 2005).

Untuk itu, dalam proses pembuatan biodiesel dengan bahan baku yang

mengandung asam lemak bebas tinggi seperti minyak biji karet, perlu dilakukan

proses esterifikasi terlebih dahulu untuk menurukan kandungan asam lemak bebas

(6)

2.3 Pembuatan Biodiesel

Agar biodiesel bisa digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan

teknologi untuk mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi untuk konversi

biomassa, dijelaskan pada Gambar 2.2. Teknologi konversi biodiesel tentu saja

membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biodiesel

dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.

Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan Biodiesel (Ira Syahirah, 2008)

2.3.1 Esterifikasi

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas (FFA) menjadi

ester. Esterifikasi mereaksikan asam lemak dengan alkohol. Reaksi ini merupakan

reaksi kesetimbangan, jadi memerlukan katalis untuk mempercepat tercapainya

(7)

kuat, dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation

asam kuat merupakan katalis terpilih dalam praktek industrial

2.3.2 Transesterifikasi

Saat ini sebagian besar biodiesel muncul dari sumber daya yang dapat

dimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak goreng,

dengan katalis kondisi basa. Namun konsumsi tinggi katalis membuat biodiesel

saat ini lebih mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari minyak bumi.

Transesterifikasi adalah pertukaran alkohol dengan suatu ester untuk

membentuk ester yang baru. Reaksi ini bersifat reversible dan berjalan lambat

tanpa adanya katalis. Penggunaan alkohol atau mengambil alih salah satu produk

adalah langkah untuk mendorong reaksi kearah kanan atau produk.

2.4 Mesin Diesel

Mesin diesel juga disebut “Motor Penyalaan Kompresi” oleh

karenapenyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam

udarayang telah bertekanan dan bertemperatur ringgi sebagai akibat dari

proseskompresi di dalam ruang bakar. Mesin diesel pertama kali ditemukan oleh

Rudolf Diesel pada tahun 1892. Prinsip kerja pembakaran motor diesel yaitu

udara segar dihisap masuk kedalam silinder atau ruang bakar kemudian udara

tersebut dikompressi oleh torak sehingga udara memiliki temperature dan tekanan

yang tinggi, dan sebelum torak mencapai titik mati atas, bahan bakar

(8)

Menurut Willard W.P (1996) efisiensi termis motor diesel berada di bawah

50% sedangkan menurut Khovakh (1979), efisiensi termis berkisar pada 29% -

42% dan sisanya adalah kerugian-kerugian energi. Energi kalor yang

dimanfaatkan oleh mesin tidaklah terlalu besar, sisanya merupakan kerugian -

kerugian energi, diantaranya energi kalor yang hilang akibat pendinginan mesin,

energi kalor yang hilang bersama gas buang, energi kalor yang hilang akibat

pembakaran tidak sempurna, energi kalor yang hilang karena kebocoran gas, dan

kehilangan lainnya akibat radiasi dan konveksi.

Adapun P-V dan T-S diagram siklus diesel ditunjukkan pada gambar

berikut :

Gambar 2.3 Diagram P-V Mesin Diesel (Cengel, 1982)

Keterangan Gambar:

P = Tekanan (atm)

V = Volume Spesifik (m3/kg)

q

in = Kalor yang masuk (kJ)

(9)

Gambar 2.4 Diagram T-S Mesin Diesel (Cengel, 2004)

Keterangan Gambar :

T = Temperatur (K)

S = Entropi (kJ/kg.K)

q

in = Kalor yang masuk (kJ)

q

out = Kalor yang dibuang (kJ)

Keterangan Grafik:

1-2 Kompresi Isentropik

2-3 Pemasukan Kalor pada Tekanan Konstan

3-4 Ekspansi Isentropik

(10)

2.4.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel

Prinsip kerja mesin diesel 4 tak sebenarnya sama dengan prinsip kerja

mesin otto, yang membedakan adalah cara memasukkan bahan bakarnya. Pada

mesin diesel bahan bakar di semprotkan langsung ke ruang bakar dengan

menggunakan injektor. Dibawah ini adalah langkah dalam proses mesin diesel 4

langkah :

Gambar 2.5 Langkah Kerja Mesin Diesel

Keterangan :

1. Langkah Isap

Pada langkah ini piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik

Mati Bawah). Saat piston bergerak ke bawah katup isap terbuka yang

menyebabkan ruang didalam silinder menjadi vakum,sehingga udara murni

langsung masuk ke ruang silinder melalui filter udara.

2. Langkah kompresi

Poros engkol terus berputar, piston bergerak dari TMB ke TMA, kedua katup

tertutup. Udara murni yang terhisap tadi terkompresi dalam ruang bakar. Karena

terkompresi suhu dan tekanan udara tersebut naik hingga mencapai 35 atm dengan

(11)

3. Langkah Usaha

Poros engkol masih terus berputar, beberapa derajat sebelum torak mencapai

TMA di akhir langkah kompresi, bahan bahar diinjeksikan ke dalam ruang bakar.

Karena suhu udara kompresi yang tinggi terjadilah pembakaran yang

menghasilkan tekanan eksplosif yang mendorong piston bergerak dari TMA ke

TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup. Gaya dorong ke bawah

diteruskan oleh batang piston ke poros engkol untuk dirubah menjadi gerak

rotasi.Langkah usaha ini berhenti ketika katup buang mulai membuka beberapa

derajat sebelum torak mencapai TMB.

4. Langkah Buang

Pada langkah ini, gaya yang masih terjadi di flywhell akan menaikkan kembali

piston dari TMB ke TMA, bersamaan itu juga katup buang terbuka sehingga

udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju exhaust

manifold dan langsung menuju knalpot.

2.4.2 Proses Pembakaran dan Bahan Bakar

Proses pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat antara bahan bakar

(hidrokarbon) dengan oksigen dari udara. Proses pembakaran ini tidak terjadi

(12)

Gambar 2.6 Grafik Tekanan vs Sudut Engkol (Arismunandar, 2002)

Pada gambar dapat dilihat tekanan udara akan naik selama langkah

kompresi berlangsung. Beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA bahan

bakar mulai disemprotkan. Bahan bakar akan segera menguap dan bercampur

dengan udara yang sudah bertemperatur tinggi. Oleh karena temperaturnya sudah

melebihi temperatur penyalaan bahan bakar, bahan bakar akan terbakar sendiri

dengan cepat. Waktu yang diperlukan antara saat bahan bakar mulai disemprotkan

dengan saat mulai terjadinya pembakaran dinamai periode persiapan pembakaran

(1). Sesudah melampaui periode persiapan pembakaran, bahan bakar akan

terbakar dengan cepat, hal tersebut dapat dilihat pada grafik sebagai garis lurus

(13)

pengecilan volume (selama itu torak masih bergerak menuju TMA). Sampai torak

bergerak kembali beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA, tekanannya masih

bertambah besar tetapi laju kenaikan tekanannya berkurang. Hal ini disebabkan

karena kenaikan tekanan yang seharusnya terjadi dikompensasi oleh bertambah

besarnya volume ruang bakar sebagai akibat bergeraknya torak dari TMA ke

TMB.

Periode pembakaran. Ketika terjadi kenaikan tekanan yang berlangsung

dengan cepat (garis tekanan yang curam dan lurus, garis BC pada grafik) dinamai

periode pembakaran cepat (2). Periode pembakaran ketika masih terjadi kenaikan

tekanan sampai melewati tekanan yang maksimum dalam tahap berikutnya (garis

CD), dinamai periode pembakaran terkendali (3). Dalam hal terakhir ini jumlah

bahan bakar yang masuk ke dalam silinder sudah mulai berkurang, bahkan

mungkin sudah dihentikan. Selanjutnya dalam periode pembakaran lanjutan (4)

terjadi proses penyempurnaan pembakaran dan pembakaran dari bahan bakar yang

belum sempat terbakar. Laju kenaikan tekanan yang terlalu tinggi tidaklah

dikehendaki karena dapat menyebabkan beberapa kerusakan. Maka haruslah

diusahakan agar periode persiapan pembakaran terjadi sesingkat-singkatnya

sehingga belum terlalu banyak bahan bakar yang siap untuk terbakar selama

waktu persiapan pembakaran. Karena itu segenap usaha haruslah ditujukan untuk

mempersingkat periode persiapan pembakaran, antara lain dengan cara sebagai

berikut :

1. Menggunakan perbandingan kompresi yang tinggi

(14)

3. Memperbesar volume silinder sedemikian rupa sehingga dapat

diperoleh perbandingan luas dinding terhadap volume yang

sekecil-kecilnya untuk mengurangi kerugian panas

4. Menyemprotkan bahan bakar pada saat yang tepat dan mengatur

pemasukan jumlah bahan bakar yang sesuai dengan kondisi

pembakaran

5. Menggunakan jenis bahan bakar yang sebaik-baiknya

6. Mengusahakan adanya gerakan udara yang turbulen untuk

menyempurnakan proses pencampuran bahan bakar udara

7. Menggunakan jumlah udara untuk memperbesar kemungkinan

bertemunya bahan bakar dengan oksigen dari udara.

Hal tersebut terakhir merupakan persyaratan mutlak bagi motor Diesel

karena proses pencampuran bahan bakar-udara hanya terjadi dalam waktu yang

singkat. Jadi, bahan bakar yang sebaiknya digunakan pada motor Diesel adalah

jenis bahan bakar yang dapat segera terbakar (sendiri), yaitu yang dapat

memberikan periode persiapan pembakaran yang pendek. Sebagai bahan bakar

standar dipergunakan bahan bakar hidrokarbon rantai lurus, yaitu hexadecane atau

cetane (C16H34) dan alpha-methylnaphtalene.

(15)

Gambar 2.8 Alpha-methylnaphtalene (de Lasa, Hugo, 2014)

C16H34 adalah bahan bakar dengan periode persiapan pembakaran yang

pendek, kepadanya diberikan angka 100 (bilangan setana = 100). Sedangkan

alpha-methylnaphtalene mempunyai periode pembakaran yang panjang, jadi tidak

baik dipergunakan sebagai bahan bakar motor Diesel, kepadanya diberikan angka

0 (bilangan setana = 0).

Bahan bakar dengan bilangan setana yang lebih tinggi menunjukkan

kualitas bahan bakar yang lebih baik untuk motor diesel. Bahan bakar motor

Diesel komersial yang diperdagangkan mempunyai bilangan setana antara 35-55.

Pada umumnya boleh dikatakan bahan bakar hidrokarbon dengan struktur atom

rantai lurus mempunyai bilangan setana lebih tinggi daripada bahan bakar dengan

struktur atom yang rumit. Motor Diesel kecepatan tinggi sebaiknya menggunakan

bahan bakar dengan bilangan setana yang tinggi.

Demikianlah secara umum boleh dikatakan bahwa bahan bakar yang baik

untuk motor Diesel adalah bahan bakar yang memiliki bilangan setana tinggi;

(16)

yang baik supaya tidak merusak pompa tekanan tinggi; bulk modulus yang tinggi

untuk memudahkan penyemprotan, dan titik didih yang tinggi supaya tidak mudah

menguap. Selain itu diusahakan agar kadar belerang dan aromatiknya rendah serta

adanya aditif untuk meningkatkan mutu bahan bakar.

2.5 Performansi Mesin Diesel a. Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan

panas.Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar

sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan

asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian

dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan

menjadi nilai kalor atas dan nili kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value, HHV), merupakan nilai kalor yang

diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil

pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar

uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan

panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung

bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan:

HHV = (T2 - T1 - Tkp) x Cv ... (2.1)

Dimana:

HHV = High Heating Value (Nilai Kalor Atas)

(17)

T1 = Suhu air sebelum penyalaan (oC)

Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,05oC)

Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529,6 kj/kgoC)

Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan

bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya

kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu

satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran

sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari

jumlah mol hidrogennya.

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada

proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada

didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada

tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah

sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung

berdasarkan persamaan berikut :

LHV = HHV – 3240 kj/kgoC ... (2.2)

b. Daya Poros

Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada

motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut

menggerakan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indicator yang

merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya

(18)

mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan

antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari

daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin

tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi

semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan

demikian besar daya poros itu adalah :

PB = T ...(2.3)

Dimana : PB = daya (W)

T = torsi (Nm)

N = putaran mesin (rpm)

c. Torsi

Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha

maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu

gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena

engkol melalui batang torak , dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi

pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat

dynamometer.

(19)

Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer

dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara

menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan

menggunakan kopling elastik.

T = ... (2.4)

Dimana : PB = Daya (W)

T = Torsi (Nm)

N = Putaran mesin (rpm)

d. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)

Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi

yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai

ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya

kuda yang dihasilkan.

SFC = ...(2.5)

=

...(2.6)

Dengan : SFC = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)

PB = daya (kW)

ṁf = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/jam) sgf = spesifik grafity

(20)

e. Efisiensi Thermal

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang

dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis

(mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimium yang

dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga

sebagai efisiensi termal brake (thermal efficiency, ηb).

Jika daya keluaran PB dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar mf dalam

satuan kg/jam, maka:

η

Ba

=

η

m...(2.7)

f. Emisi Gas Buang

Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :

1. Sumber

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer

seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke

udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan.

Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan

yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.

2. Komposisi Kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik

mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,

(21)

lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen

oksida, ozon dan lainnya.

3. Bahan Penyusun

Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi

padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat

bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer

dan bercampur dengan udara bebas.

Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya

merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa

padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan

udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat

juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan

kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-butir bahan

bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau

apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan

pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat

berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk

akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang

terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan

(22)

Hidrocarbon (UHC)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena

campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus

bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang

pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak

hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu

pemanasan. Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang

meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran

hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan

bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara

silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by

gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan

gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama

disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas

mampu bakar.

Carbon Monoksida (CO)

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon

monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon

dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida

merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal

berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang

terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran

(23)

selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida

tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran

kurus karbon monoksida tidak terbentuk.

Oksigen (O2)

Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen

tersebut akan diinjeksikan keruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan

mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar.

Untuk mesin Diesel emisi gas buang yang dilihat adalah opasitas

(ketebalan asap). Adapun Standar nilai opasitas berdasarkan peraturan menteri

negara lingkungan hidup nomor 05 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas

(24)

2.6 Katalitik Konverter

Meningkatnya jumlah kedaraan bermotor saat ini berimbas pada kualitas

udara yang buruk di daerah perkotaan menuntut pabrikan motor berinovasi, salah

satunya adalah katalitik konverter yang terdapat pada mobil keluaran saat ini. Alat

tersebut diperkenalkan ke publik pada tahun 1975 di Amerika Serikat, kebijakan

tersebut sejalan dengan niat EPA dalam mengurangi intensitas pencemaran udara

gas buang dikarenakan proses pembakaran kendaraan bermotor.

Ada dua jenis katalitik konverter dipasaran. Tipe universal fit dapat dipilih

berdasarkan ukuran yang sesuai kemudian dilas di bagian saluran gas buang. Tipe

direct fit merupakan tipe katalitik konverter yang hanya menggunakan baut untuk

memasangnya di area saluran gas buang. Tipe universal merupakan jenis termurah

daripada tipe direct fit, akan tetapi tipe direct fit lebih mudah pemasangannya

daripada tipe universal fit.

Penggunaan katalitik konverter tidak hanya terbatas pada kendaan

bermotor seperti mobil dan sepeda motor, alat tersebut juga digunakan untuk truk,

bis, kereta api, generator, kapan bermotor, dan masih banyak lainnya. Pengguna

katalktik konverter dianjurkan melakukan pemeriksaan dan perawatan berkala

untuk mengoptimalkan kinerja mesin dan efisiensi bahan bakar, pemeriksaan

emisi gas buang kendaraan bermotor juga perlu dilakukan untuk mengetahui

apakah katalitik konverter harus diganti dengan yang baru.

2.6.1 Konstruksi Katalitik Konverter

(25)

1. Inti katalis (substrate). Penggunaan CC pada bidang otomotif biasanya

menggunakan inti dari keramik monolit dengan struktur sarang lebah

(honeycomb). Monolit tersebut dilapisi oleh FeCrAl pada beberapa aplikasi.

2. Washcoat. Washcoat adalah pembawa material katalis digunakan untuk

menyebarkan katalis tersebut pada area yang luas sehingga katalis mudah bereaksi

dengan gas buang. Washcoat biasanya terbuat dari aluminium oksida, titanium

oksida, silikon oksida dan campuran silika dan alumina. Washcoat dibuat dengan

permukaan agak kasar dan bentuk yang tidak biasa untuk memaksimalkan luas

permukaan yang kontak dengan gas buang sehingga katalis dapat bekerja secara

lebih efektif dan efisien.

3. Katalis. Katalis biasanya terbuat dari logam mulia. Platina adalah katalis yang

paling aktif diantara logam mulia lainnya dan secara luas digunakan namun tidak

cocok dengan segala aplikasi karena adanya rekasi tambahan yang tidak

diinginkan serta harganya yang mahal. Palladium dan rhodium adalah jenis logam

mulia lainnya yang biasa digunakan secara bersamaan. Palladium berfungsi

sebagai katalis reaksi oksidasi, rhodium digunakan sebagai katalis rekasi reduksi

dan platina dapat melakukan kedua reaksi tersebut (oksidasi dan reduksi). Logam

lain yang terkadang digunakan walaupun secara terbatas adalah cerium, besi,

mangan, tembaga dan nikel. Digunakan secara terbatas karena memiliki produk

sampingan yang juga cukup berbahaya. Nikel dilarang di uni eropa karena

reaksinya dengan CO menghasilkan nikel tetrakarbonil. Tembaga dilarang di

(26)

Gambar 2.10 Katalitik Konverter (K. C. Taylor, 1984)

2.6.2 Prinsip Kerja Katalitik Konverter

Kendaraan yang menggunakan katalitik konverter harus menggunakan

bensin tanpa timbal, karena timbal pada bensin akan menempel pada katalis yang

mengakibatkan katalisator tersebut tidak efektif. Agar katalitik konverter tersebut

lebih efektif, campuran udara-bahan bakar harus dalam perbandingan

stoikiometri. Pada saat mesin melakukan pemanasan, udara sekunder dari pompa

didorong menuju ruang udara pembatas. Udara tersebut membantu untuk

mengoksidasi katalis mengubah HC dan CO menjadi karbon dioksida dan air.

Berikut penjelasan terhadap prinsip kerja dari katalitik konverter:

1. Tahap awal dari proses yang dilakukan pada katalitik konverter adalah

reduction catalyst. Tahap ini menggunakan platinum dan rhodium untuk

membantu mengurangi emisi NOx. Ketika molekul NO dan NO2

bersinggungan dengan katalis, sirip katalis mengeluarkan atom nitrogen

(27)

bentuk O2. Atom nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat

bakar dan CO dengan dengan membakarnya (oxidizing) melalui katalis

platinum dan palladium. Katalis ini membantu reaksi CO dan HC dengan

oksigen yang ada di dalam tabung gas buang. Reaksinya sebagai berikut:

2CO + O2 → 2CO2

3. Tahap ketiga adalah pengendalian sistem yang memonitor arus gas buang.

Informasi yang diperoleh dipakai lagi sebagai kendali sistem injeksi bahan

bakar. Ada sensor oksigen yang diletakkan sebelum katalitik konverter dan

cenderung lebih dekat ke mesin ketimbang konverter itu sendiri. Sensor ini

memberi informasi ke Electronic Control System (ECS) seberapa banyak

oksigen yang ada di saluran gas buang. ECS akan mengurangi atau

menambah jumlah oksigen sesuai rasio udara-bahan bakar. Skema

pengendalian membuat ECS memastikan kondisi mesin mendekati rasio

stoikiometri dan memastikan ketersediaan oksigen di dalam saluran buang

untuk proses oksidasi HC dan CO yang belum terbakar.

Setiap kendaraan memiliki jumlah sensor yang berbeda, tergantung

dengan kebutuhan dan teknologi mesinnya. Umumnya kendaraan yang

menggunakan sistem injeksi menggunakan dua sensor oksigen yang berbeda

Gambar

Gambar 2.1 Pohon, Biji, dan Getah Karet (Santoso, H., dkk, 2013)
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Karet
Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan Biodiesel (Ira Syahirah, 2008)
Gambar 2.3 Diagram P-V Mesin Diesel (Cengel, 1982)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Penetapan Pemenang Nomor : 12/ULP/Pokja-Konsultan-Perencana-MAN-IC/III/2017 tanggal 04 Maret 2017, tentang E-Seleksi Sederhana Pekerjaan Pemilihan Konsultan

[r]

Adapun Bpk/Ibu/Sdr/i diminta untuk membawa semua kelengkapan Dokumen Asli yang telah diupload pada tahap pemasukan dokumen penawaran, serta dokumen-dokumen lain yang

[r]

This study aims to analyze the relationship between world agricultural commodity price movements with the movement of the stock price of food and beverage companies, analyze

ADI SETYO PURNOMO KLN Selesai 1 AHMAD RUSDIANSYAH Hikom Selesai 1 ARIEF WIDJAJA

Lakukan  pemeriksaan  terhadap  prakiraan  besaran  dampak  pada  bab  prakiraan  dampak untuk  memastikan  prakiraan  besaran  dampak  menggunakan  metode 

5 ARIS EDY SARWONO Universitas Slamet Riyadi IbPE IbPE Pengembangan Industri Tenun Sarung Goyor Berpotensi Ekspor Di Desa Dalangan Kecamatan Tawangsari Sukoharjo 6 ARRIJANI