• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Tentang Reksi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 12PK TUN 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Tentang Reksi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 12PK TUN 2011"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat dilepaskan dari tanah. Tanah telah menjadi kebutuhan pokok dari manusia yaitu dimulai dari kebutuhan akan tempat tinggal, kebutuhan akan makanan yang tumbuh dan

berada di atas tanah hingga aktivitas manusia sehari-hari dalam mememenuhi kebutuhan lainnya dengan melaksanakan kegiatan pembangunan. Kebutuhan

akan tanah yang semakin meningkat setiap harinya sejalan dengan pertumbuhan masyarakat yang semakin padat.

Sedangkan tanah bersifat statis yaitu tetap keadaannya tidak

bertambah luas, sehingga hal ini yang menjadi permasalahan pokok akan pembangunan suatu negara yaitu ketersediaan lahan tanah yang semakin

sempit dengan kebutuhan akan tanah akibat pertumbuhan masyarakat yang padat. Terlebih pula daerah perkotaan, dimana pusat kegiatan berada baik kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang membutuhkan pula pembangunan

(2)

Adanya permintaan (demand) atas tanah yang semakin besar, khususnya di daerah-daerah perkotaan disebabkan faktor berikut ini.1

1. Faktor sosial budaya dan politik meliputi:

a. pertambahan penduduk baik secara alamiah maupun karena

imigrasi;

b. daya tarik perkotaan terhadap penduduk dari wilayah pedesaan; c. adanya situasi gangguan keamanan di wilayah pedesaan;

d. adanya pembebasan tanah untuk kepentingan umum yang berskala besar di daerah perkotaan.

2. Faktor sosial ekonomi meliputi:

a. usaha pembangunan fisik yang terkonsentrasi di daerah perkotaan; b. perkembangan kegiatan usaha/industri di wilayah perkotaan yang

membuka kesempatan kerja;

c. berkurangnya lokasi pertanian di beberapa wilayah pedesaan.

3. Faktor prasarana fisik meliputi:

a. adanya usaha-usaha perbaikan kualitas lingkungan hidup di wilayah perkotaan yang menarik penduduk untuk berpindah ke

kota besar;

b. adanya perbaikan utilitas umum dan fasilitas kota;

Problematika pertanahan terus mencuat dalam dinamika kehidupan bangsa kita. Oleh karena itu, pada tanggal 24 September 1960, pemerintah

1

Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, (Jakarta : Raja Grafindo

(3)

kemudian menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Ketentuan Konversi yang lebih

dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA). UUPA ini lahir bersumber dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Indonesia merupakan negara kepulauan, terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang tersusun dalam ribuan pulau besar dan kecil, yang

terhubung oleh berbagai selat dan laut. Menurut data Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional saat ini pulau negara Republik Indonesia yang terdaftar dan berkoordinat berjumlah 13.466 pulau. 2 Sepanjang wilayah pesisir

nusantara terdapat pula berbagai adat-istiadat masyarakat serta lingkungan serta sumberdaya wilayah pesisir yang beragam. Penguasaan tanah atas

masyarakat adat di lingkungan pesisir yang telah berlangsung lama dengan bergantung pada pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir.

Penguasaan tanah dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek yuridis

dan aspek fisik, Penguasaan tanah secara yuridis dilandasi oleh suatu hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberikan kewenangan kepada

2

Informasi tersebut ini dikatakan Kepala Badan Informasi Geospasial Asep Karsidi

kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, saat serah terima perangkat pendukung infrastruktur informasi geospasial di Gedung Sapta Pesona Kemenparekraf Jakarta, pada 7 Mei 2014. jumlah tersebut sudah diakui dunia internasional dan tercatat di PBB. Melalui United Nations Group of Experts on Geographical Names (UN GEGN).

(4)

pemegang hak menguasai tanah tersebut secara fisik.3 Hak penguasaan atas tanah sebagai objek hukum tanah nasional terdiri atas :

1. Hak Bangsa Indonesia, merupakan tanah yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dimiliki oleh seluruh rakyat

Indonesia.

2. Hak Menguasai Negara, merupakan hubungan hukum negara dengan tanah sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia dalam

memimpin dan mengatur tanah di seluruh wilayah Republik indonesia untuk mencapai tujuan negara.

3. Hak Ulayat Masyarakat Adat, merupakan kewenangan masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah di wilayahnya.

4. Hak-Hak Perorangan Atas Tanah yang dapat diberikan dan dipunyai

oleh perseorangan atau badan hukum.

Pasal 2 ayat (2) UUPA dikemukakan bahwa hak menguasai negara adalah

memberikan kewenangan kepada negara untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa. Hak menguasai negara bukanlah berarti negara yang memiliki tanah,

namun dalam arti negara sebagai organisasi tertinggi dalam masyarakat yang berwenang dalam memimpin dan mengatur peruntukan tanah di seluruh wilayah

Republik Indonesia untuk tercapainya tujuan negara. Tujuan Negara Indonesia

3

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukkan UUPA dan

(5)

tertuang dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,4 bahwa dalam pembukaan tujuan negara Indonesia salah satunya adalah memajukan

kesejahteraan umum. Mencapai kesejahteraan umum dengan Negara menguasai bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam sebagai Anugrah dari Tuhan Yang

Maha Esa untuk sebesar besarnya kemakmuran masyarakat.

Selanjutnya dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA dijelaskan bahwa dalam rangka penerapan paham sosialisme di Indonesia, pemerintah berwenang untuk

mengatur persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Wewenang tersebut dengan

kata lain adalah wewenang untuk melakukan penataan ruang. Termasuk melaksanakan perencanaan penataan ruang pada wilayah pesisir, dimana mengingat dalam pemanfaatan wilayah pesisir yang terjadi adalah pemanfaatan

hanya dalam satu sektor saja yaitu baik sebagai kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan pemukiman, pelabuhan, tambak dan lain-lain. Sehingga hal ini

menimbulkan konflik kepentingan antar sektor yang berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada wilayah pesisir.

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional pemerintah daerah membantu

pemerintah pusat dengan kewenangan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah wewenang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah

untuk mengurus sendiri urusan-urusan yang bersifat khas (spesifik) sebagai

4

Tujuan Negara Indonesia yaitu “... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

(6)

urusan atau kekuasaan urusan rumah tangga daerahnya tanpa perlu diatur oleh Pemerintah Pusat.5 Selanjutnya dalam rangka otonomi daerah, pertanahan sebagai

salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota sebagaimana didalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 jo Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah pelimpahan pelaksanaan hukum tanah nasional, tidak harus dicerna bahwa wewenang bidang tersebut secara utuh berada di kabupaten/kota. Wewenang yang berada di

kabupaten/kota mengenai pertanahan sebatas yang bersifat lokalitas, dan tidak bersifat nasional.6

Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 mengatur tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Pesisir yaitu Undang-Undang Nomor 27 tahun

2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.. Kegiatan reklamasi tanah pantai dilaksanakan dengan mengubah air laut menjadi daratan

atau lahan. Reklamasi merupakan salah satu upaya manusia untuk memaksimalkan pemanfaatan alam yang terbatas. Salah satu faktor positif yang mendorong pendekatan ini adalah pesatnya pembangunan yang mengakibatkan

kebutuhan akan lahan di satu pihak dan harus menghadapi kelangkaan ketersediaan lahan di pihak lain.7 Kegiatan reklamasi sangat penting dilaksanakan

5

Faisal Akbar Nasution, Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah, (Medan :

Pustaka Bangsa Press, 2003), hlm. 45.

6

Pendapat Hutagalung dalam bukunya Tebaran Pemikiran, dikutip dalam Ny. Arie

Sukanti hutagalung dan Markus Gunawan , Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan,

(Jakarta : Rajawali Pers, 2009) hlm. 112.

7

(7)

sebuah negara dalam pembangunan nasional namun dengan mempertimbangkan keseimbangan lingkungan, sosial dan ekonomi dalam pelaksanaannya. Beberapa

hal yang menyebabkan pentingnya reklamasi pesisir adalah :8

1. Merupakan solusi permasalahan keterbatasan lahan untuk pengembangan

kawasan industri dan pembangunan,

2. Keperluan lahan untuk perlindungan dari bencana pesisir, seperti greenbelt/ pelindung pantai,

3. Perbaikan kerusakan pesisir akibat abrasi 4. Perlindungan dataran rendah di pesisir,

5. Upaya menambah persentase ruang terbuka hijau (RTH).

Reklamasi tidak hanya menimbulkan dampak yang positif namun pula dapat menimbulkan dampak negatif akibat pembangunannya. Dampak negatif

yang dapat ditimbulkan dari dilaksanakannya kegiatan reklamasi tanah pantai adalah kerusakan lingkungan hidup di sekitar pantai, ekosistem pantai baik

terumbu karang, hutan mangrove, serta membahayakan kehidupan satwa laut yang masih berada di wilayah tersebut.Tentunya hal ini dapat dihindari apabila melaksanakan reklamasi berdasarkan peraturan yang berlaku.

Saat ini kegiatan reklamasi telah berlangsung di Jakarta tepatnya pada pantai utara jakarta. DKI Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia, terletak

pada 5° 19' 12" - 6° 23' 54" LS dan 106° 22' 42" - 106° 58'18"BT dengan jumlah

8

(8)

penduduk pada tahun 2011 sebanyak 10.187.595 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 15.381 jiwa per km2. (15-5) Ibu kota suatu negara merupakan sasaran

utama dalam pembangunan nasional hingga tercapai pembagunan yang merata. Pembangunan nasional yang berkelanjutan (sustain development) membutuhkan

tanah yang semakin hari semakin besar, baik sebagai wadah pelaksanaan pembangunan maupun sebagai faktor produksi untuk menghasilkan komoditas-komoditas perdangangan yang sangat diperlukan untuk meningkatkan pendapatan

nasional.9

Reklamasi pantai utara Jakarta telah berlangsung sejak tahun 1995 yaitu

dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta (Pantura) oleh Presiden Soeharto. Pada tahun 1998 Presiden Soeharto turun Reklamasi pantai utara mejadi permasalahan karena

dianggap tidak layak sehingga dikeluarkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan

Reklamasi dan Revitalilasi Pantai Utara Jakarta. Perusahaan Pengembang yang tidak menerima dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan

Revitalilasi Pantai Utara Jakarta tersebut mengajukan tutuntan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Dilema polemik perizinan reklamasi pantai utara jakarta yang

berlarut-larut dengan pro-kontra hingga Peninjauan Kembali oleh Mahkamah

9

(9)

Agung dengan Putusan Mahkamah Agung No. 12 PK/TUN/2011 melegalkan kegitan reklamasi pantai utara jakarta tersebut.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil menurut ketentuan perundang-undangan?

2. Bagaimanakah kedudukan status hak atas tanah hasil reklamasi

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil?

3. Apakah prosedur pemberian perizinan pelaksanaan reklamasi menurut putusan Mahkamah Agung nomor 12PK/TUN/2011 telah sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Secara umum tujuan dari suatu penelitian hukum adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai gejala hukum

tertentu.10 Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dari skripsi ini adalah sebagai berikut :

10

(10)

1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menurut ketentuan perundang-undangan

2. Untuk mengetahui pemberian status hak atas tanah hasil pelaksanaan reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

3. Untuk mempelajari penerapan prosedur reklamasi menurut putusan Mahkamah Agung nomor 12PK/TUN/2011 telah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Disamping itu, penelitian ini juga mempunyai manfaat dari segi kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi menambah literatur tentang perkembangan hukum agraria dalam kaitannya dengan

pelaksanaan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini ditujukan untuk memberikan kegunaan praktis bagi masyarakat dapat mengambil manfaatnya terutama didalam hal bagi masyarakat pesisir dalam kaitan pelaksanaan reklamasi di daerahnya.

D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh

(11)

“Tinjauan tentang Reklamasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 12 PK/TUN/2011”. Untuk mengetahui keaslian penulisan, setelah melakukan penulusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada katalog skripsi departemen hukum

agraria Fakultas Hukum USU, tidak menemukan judul yang sama. Melalui surat tertanggal 23 Oktober 2015 yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat

Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama maupun berkaitan.

Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan hak menguasai negara, reklamasi dan putusan Mahkamah Agung Nomor 12 PK/TUN/2011, baik melalui literatur yang

diperoleh dari pemikiran para praktisi, refrensi buku-buku, makalah, hasil seminar, media cetak, media elektronik seperti internet serta bantuan dari

berbagai pihak yang berdasarkan pada asas keilmuan yang jujur, rasional, dan terbuka. Bila dikemudian dari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka

hal itu dapat diminta pertanggungjawabannya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan pustaka penelitian memiliki arti yaitu peninjauan kembali

(12)

penelitian memiliki fungsi sebagai peninjauan kembali atau review pustaka mengenai masalah yang berkaitan.11 Berikut adalah beberapa teori tinjauan

kepustakaan yang berkaitan dengan pembahasan :

1. Pengertian Tanah

Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai dalam berbagai arti. Sehingga daripadanya dalam penggunaannya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. Undang-Undang Pokok

Agraria sebagai dasar hukum pertanahan nasional dalam Pasal 4 ayat 1 menyebutkan :

“Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam

pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh

orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.

Ini menunjukan bahwa istilah tanah yang di dalam Hukum Tanah Nasional adalah tanah dalam pengertian yuridis yaitu permukaan bumi yang dapat dihaki oleh seseorang. Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang

dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA, adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan.12

11

http://www.informasi-pendidikan.com/2013/08/penjabaran-tinjauan-pustaka-penelitian.html?m=1 (diakses pada tanggal 27 Maret 2016)

12

(13)

Sejalan dengan pengertian istilah tanah tersebut Budi Harsono memberi batasan tentang pengertian tanah berdasarkan apa yang dimaksud

dalam Pasal 4 UUPA, bahwa :

“Dalam hukum tanah, kata tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai

suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA sebagaimana dalam Pasal 4 bahwa hak menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang

disebut tanah”.13

Didalam penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan hak-hak atas

tanah tidak akan bermakna jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah permukaan bumi saja namun juga terkait dengan pemanfaatan sebagian tubuh bumi yg berada dibawahnya dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya

sebagai satu kesatuan sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pokok Agraria :

“Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi

wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar

diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut undang-undang ini

peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi”

13

(14)

Dimana demikian menurut Tampil tanah tidak sama dengan bumi, tetapi tanah adalah salah satu dari komponen bumi.14 Yaitu tubuh bumi dan air

serta ruang yang dimaksudkan itu bukan kepunyaan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan adalah diperbolehkan menggunakannya dengan

batasan-batasan dalam Pasal 4 ayat 2 UUPA tersebut. 15 Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 ayat 2 yaitu bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan

bidang yang berbatas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional 2008, tanah yaitu :

a. permukaan bumi atau lapisan bumi yg di atas sekali; b. keadaan bumi di suatu tempat;

c. permukaan bumi yg diberi batas; d. daratan;

e. permukaan bumi yg terbatas yg ditempati suatu bangsa yg diperintah suatu negara atau menjadi daerah negara; negeri; negara; f. bahan-bahan dari bumi; bumi sbg bahan sesuatu (pasir,napal,

cadas, dsb);

g. dasar (warna,cat, dsb);

14

Tampil Anshari Siregar, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Kelompok

Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, (Medan :USU Press, 2001), hlm.38

15

(15)

2. Pengertian Hak Atas Tanah

Hak dalam arti sempit adalah yang berkorelasi dengan kewajiban,

timbulnya hak adalah akibat dari adanya kewajiban kepada seseorang. K.Bertens dalam bukunya yang berjudul Etika memaparkan bahwa dalam

pemikiran Romawi Kuno, kata ius-iurus (Latin: hak) hanya menunjukkan hukum dalam arti objektif. Artinya adalah hak dilihat sebagai keseluruhan undang-undang, aturan-aturan dan lembaga-lembaga yang mengatur

kehidupan masyarakat demi kepentingan umum (hukum dalam arti Law, bukan right). Pada akhir Abad Pertengahan ius dalam arti subjektif, bukan

benda yang dimiliki seseorang, yaitu kesanggupan seseorang untuk sesuka hati menguasai sesuatu atau melakukan sesuatu(right, bukan law). Akhirnya hak pada saat itu merupakan hak yang subjektif merupakan pantulan dari hukum

dalam arti objektif.16

Hak atas tanah adalah hak yang memberikan wewenang untuk

memakai tanah yang diberikan kepada orang atau badan hukum. Pada dasarnya, tujuan memakai tanah adalah untuk diusahakan dan tempat membangun sesuatu.17 Hak atas tanah dalam UUPA yang disebutkan dalam

Pasal 16 dibedakan menjadi :

a. Hak Milik

b. Hak Guna Usaha

16

https://id.wikipedia.org/wiki/Hak (diakses pada tanggal 1 April 2016)

17

(16)

c. Hak Guna Bangunan d. Hak Pakai

e. Hak Sewa

f. Hak Membuka Hutan

g. Hak Memungut Hasil Hutan

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dalam undang-undang serta hak-hak yang

sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

3. Konsepsi Hak Menguasai Negara

Hak Menguasai Negara lahir diamanatkan secara langsung oleh Undang-Undang Dasar 1945 dimana Pasal 33 ayat 3 yaitu “Bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Hubungan hukum

yang selanjutnya dirumuskan oleh Undang-Undang Dasar 1945 tersebut selanjutnya ditegaskan sifatnya sebagai hubungan hukum publik oleh Undang-Undang Pokok Agraria dalam Pasal 2. Dalam pasal 2 ayat 2 UUPA diberikan

rincian kewenangan Hak Menguasai dari Negara berupa kegiatan :

1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang-angkasa;

2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

(17)

3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-peerbuatan hukum yang mengenai

bumi, air dan ruang angkasa;

Dengan rincian mengatur, menentukan, dan menyelenggarakan

berbagai kegiatan dalam Pasal 2 tersebut, oleh UUPA diberikan suatu interpretasi otentik mengenai Hak Menguasai dari Negara yang dimaksudkan oleh UUD 1945 adalah sebagai hubungan hukum yang bersifat publik

semata-mata. Dengan demikian tidak akan ada lagi tafsiran lain atas pengertian dikuasai dalam pasal UUD tersebut.18 Bangsa Indonesia atau negara tidaklah

bertindak sebagai pemilik tanah. Hal ini dimana juga sesuai dengan penjelasan UUPA tersebut sehingga negara sebagai suatu organisasi tertinggi kekuasaan seluruh rakyat bertindak sebagai badan penguasa atas bumi, air, ruang angkasa

dan kekayaan yang terkandung didalamnya.

Dengan demikian negara sebagai organisasi kekuasaan “mengatur”

sehingga membuat peraturan, kemudian “menyelenggarakan” artinya

melaksanakan (axecution) atas penggunaan/peruntukan (use), persediaan (reservation) dan pemeliharaannya yang terkandung di dalamnnya. Juga untuk

menentukan dan mengatur dengan menetapkan dan membuat

18

(18)

peraturan mengenai hak-hak apa saja yang dapat dikembangkan dari Hak Menguasai Negara tersebut.19

4. Tentang Otonomi Daerah

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti

sendiri dan nomos yang berart peraturan. Oleh karena itu, secara harafiah otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan sendiri.20 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan dalam Pasal 1 ayat 6, pengertian otonomi daerah adalah :

“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik indonesia”.

Menurut Wayong, “otonomi daerah sebenarnya merupakan bagian

dari pendewasaan politik rakyat di tingkat lokal dan proses menyejahterakan rakyat”, sedangkan menurut Thoha, otonomi daerah adalah penyerahan

sebagian urusan rumah tangga dari pemerintah yang lebih atas kepada

19

Prof. .A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung,

Penerbit Mandar Maju, 2008, hlm.44

20

(19)

pemerintah di bawahnya dan sebaliknya pemerintah dibawahnya yang menerima sebagian urusan tersebut telah mampu melaksanakannya.21

Di dalam otonomi daerah ini, sebenarnya terdapat kebebasan dan kemandirian dalam melaksanakan sesuatu urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Daerah yang menerima penyerahan otonomi tersebut, bahkan dapat dikatakan bahwa kebebasan dan kemandirian itu merupakan hakekat isi otonomi (Bagir Manan:1993). Tetapi kebebasan dan kemandirian itu bukanlah

berarti sebagai suatu kemerdekaan, meskipun pada kemerdekaan terdapat juga dua hal tersebut, namun antara otonomi dan kemerdekaan itu sesungguhnya

terdapat pula perbedaan. Perbedaan yang paling mendasar adalah terletak pada masalah kedaulatan. Pada prinsipnya kedaulatan itu dimiliki Pemerintah Pusat dan tidak diberikan kepada Pemerintah-pemerintah daerah. Kalaupun ada

Pemerintah Daerah menjalankan dalam rangka kedaulatan Negara terbatas pada malaksanakan urusan-urusan rumah tangganya saja (otonomi), yang pada

tingkat terakhir harus pula dipertanggungjawabkan kepada Pemerintah pusat.22

F. Metode Penulisan

Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan kebenaran. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa penelitian merupakan suatu sarana

pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena

21

Ibid.

22

(20)

penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis dengan mengadakan analisis dan konstruksi.23 Penelitian terkait kepada

metode ilmiah sesuai dengan bidang keilmuannya dan ini merupakan ciri khas kegiatan penelitian ilmiah yang membedakannya dengan kegiatan non

ilmiah.24

Metode yang diterapkan di dalam suatu penelitian adalah kunci utama untuk menilai baik buruknya suatu penelitian. Metode ilmiah itulah yang

menetapkan alur kegiatan suatu penelitian, mulai dari pemburuan data sampai ke penyimpulan suatu kebenaran yang diperoleh dalam penelitian itu.25

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Sifat/materi penelitian

Sifat/materi yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini

adalah bersifat deskriptif analisis yang mengarah pada penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan

hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. 2. Sumber data

Sumberdata penelitian ini diambil berdasarkan data primer, sekunder,

dan tersier, melalui :

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, yakni :

23

Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum, Medan, Pustaka bangsa Perss,

2005, hlm.10

24

Ibid., hlm.11

25

(21)

1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil;

3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

4. Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam

5. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

7. Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

a. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan sebagainya. Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan

hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan

(22)

dengan bahan sekunder disini oleh penulis adalah doktrin–doktrin yang ada di dalam buku, jurnal hukum dan internet.

b. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup:

1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan

terhadap hukum primer dan sekunder.

2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus, ensiklopedia, majalah, koran,

makalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan. Baik bahan hukum primer maupun sekunder dikumpulkan berdasarkan

topik permasalahan yang telah dirumuskan melalui studi kepustakaan, baik studi literatur maupun aturan perundang-undangan. Bahan Hukum Primer dan Sekunder juga dikumpulkan dengan cara menelusuri pustaka dan

peraturan perundang-undangan melalui media internet kemudian dihubungkan, dikomparasikan secara hirarki sesuai hirarki peraturan

perundang-undangan pada pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan kemudian disimpulkan sehingga penulis dapat menyajikan

dalam bentuk penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sesuai dengan tujuan daripada

penulisan skripsi ini.

Kemudian pengolahan bahan hukum yang diperoleh dilakukan dengan

(23)

perundang-undangan, asas-asas dalam peraturan perundang-undangan dan pendapat para sarjana yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan

permasalahan hukum yang menjadi obyek kajian. 3. Alat pengumpul data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan.

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif

kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk

skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif, yaitu data – data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang

utuh.

G. Sistematika Penulisan

Sistem penulisan ini dibagi dalam beberapa bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat

(24)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab ini memuat latar belakang penelitian, Permasalahan,

Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REKLAMASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Dalam bab ini akan menguraikan tentang defenisi hingga bentuk

maupun sistem reklamasi, defenisi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta mengenai hak ulayat masyarakat adat di wilayah pesisir

dan pulau-pulau kecil.

BAB III STATUS HAK ATAS TANAH HASIL REKLAMASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai status hak atas tanah sebelum reklamasi, memuat landasan hukum pelaksanaan

reklamasi, tata cara pengajuan hak atas tanah hasil reklamasi tersebut dan pemberian hak atas tanah reklamasi untuk kepentingan properti .

Bab IV ANALISIS HUKUM TENTANG REKLAMASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENURUT PUTUSAN

(25)

Dalam bagian ini akan menganalisis pelaksanaan perizinan reklamasi melalui putusan pengadilan sesuai ketentuan

perundang-undangan, dan bagaimana dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan dari pelaksanaan reklamasi serta faktor-faktor

penghambat berdasarkan Putusan MA Nomor : 12 PK/TUN/2011 tentang Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hal yang dibahas dan diuraikan dalam bab-bab sebelumnya sebagai hasil analisis

Referensi

Dokumen terkait

Metafora sebagai salah satu wujud daya kreatif bahasa di dalam penerapan makna, artinya berdasarkan kata-kata tertentu yang telah dikenalnya dan berdasarkan keserupaan atau

PT Greenspan Packaging System sudah baik, hal ini dapat dilihat dari pembagian tanggung jawab fung- sional diantaranya fungsi penjualan terpisah dengan fungsi gudang untuk

Dengan tinjauan luas daerah dibawah untuk grafik arus terhadap waktu sama dengan jumlah muatan listrik yang mengalir, maka dapat dinyatakan bahwa nilai rata-rata arus

Dalam hal ini dimensi tangible (terjamah) berarti bagaimana petugas Kantor Pelayanan Masyarakat Satuan Intelijen dan Keamanan Polrestabes Surabaya memberikan pelayanan

Peraturan Daerah Kabupaten Murung Raya yang selanjutnya disingkat Perda adalah Peraturan Daerah ditetapkan bersama oleh Bupati Murung Raya, Dewan Perwakilan Rakyat

"Saya bersumpah,he4anji, bahwa saya akan melakukan pekeq'aan Ilmu Kedokteran, Ilmu Bedah dan Ilmu Kebidanan dengan pengetahuan dan tenaga saya yang

atas rahman dan rahim-Nya sehingga Panduan Bantuan Program Peningkatan Mutu Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (DIKTIS) Direktorat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pengembangan kompetensi guru produktif dalam meningkatkan sikap kewirausahaan siswa melalui MGMP, (2) Pelaksanaan