1
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING
(PBL) UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS MAHASISWA
1
Guntur Maulana Muhammad, 2Karso 1
Universitas Suryakancana, guntur@unsur.ac.id
2
Universitas Pendidikan Indonesia, karsoupi@yahoo.com
ABSTRACT
This action research is based on a preliminary study of a collaborative discussion between lecturers and some students. The goal is increasing the first level students of mathematics education program's understanding ability in the AY 2016/2017 so that the students can pass the KKM easily. The method used is a classroom action research consisting of two cycles with a sample of 22 students of the first grade of the mathematics education program UNSUR AY 2016/2017. Optimization of learning model through PBL become important and expected to be able to increase the ability of understanding mathematical concept of student in lecturing mathematics. The result of this research concludes that mathematics learning in basic mathematics course with PBL learning model can improve students' ability of understanding mathematical concept. The student's response to the learning of mathematics with the PBL learning model is mostly positive or responds well.
Keywords : ability of understanding mathematical concept, Problem Based Learning, action research
Pendahuluan
Daya matematis didefinisikan oleh NCTM (2009) sebagai, “Mathematical
power includes the ability to explore, conjecture, and reason logically; to solve non-routine problems; to communicate about and trough mathematics; and to connect ideas within mathematics and between mathematics and other intellectual activity”. Kemampuan matematis adalah kemampuan untuk menghadapi permasalahan baik dalam matematika maupun dalam kehidupan nyata.
Pada beberapa tahun terakhir ini, pemahaman konsep matematis banyak mendapat perhatian dari para pakar pendidikan. Lebih-lebih setelah
Mathematical Learning Study Commite National Reseaarch Council (NRC), USA
mempublikasikan dalam Helping
Children Learn Mathematis bahwa pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan matematis yang harus dikuasai setiap orang dalam pembelajaran matematika (Kilpatrik, Swafford, Findell, 2001). Diungkapkan oleh Sudijono (1996:50) bahwa “pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat”.
Kemampuan pemahaman konsep
matematis merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki mahasiswa dalam perkuliahan matematika. Kondisi ini diperlukan untuk memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarakan kepada para mahasiswa bukanlah hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu. Dengan pemahaman konsep matematis mahasiswa dapat lebih mengerti akan konsep matematika itu sendiri. Pemahaman konsep-konsep esensial akan mempermudah mereka dalam pencapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan satuan pendidikan. Lemahnya pemahaman konsep-kosep esensial matematis akan mempengaruhi kemampuan matematis lainnya seperti
kemampuan penalaran matematis,
kemampuan komunikasi matematis, kemampuan koneksi matematis, dan
kemampuan pemecahan masalah
matematis (Kemendikbud, 2014).
2 baru mencapai 2,75 dan 2,80. Kondisi ini menunjukkan belum tercapainya kriteria ketuntasan minimal pemahaman konsep yang telah ditentukan lembaga, yaitu 75% diharapkan mencapai nilai lebih besar atau sama dengan 3,00 (B = 2,80 – 3,39). Kondisi ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya terkait dengan strategi perkuliahan yang masih memungkinkan untuk lebih dioptimalkan lagi.
Sebagai contoh salah satu konsep yang didiskusikan pada proses perkuliahan di ke dua tahun akademik sebagaimana disebutkan di atas adalah kasus miskonsepsi yang sering terjadi pula dalam pembelajaran matematika di sekolah diantaranya pemahaman konsep kalimat matematika berikut ;
a. x + 2 = 5
b. Ia adalah seorang guru matematika c. y2 + y – 6 = 0
d. x + 2 5
e. (x + 2)2 = x2 + 4x + 4 f. x + 2 > x + 5
Contoh-contoh (a), (b), (c), dan (d) memang memuat variabel. Variabel tersebut secara berturut-turut adalah x,
“ia”, y dan x. Contoh-contoh (a), (b), (c), dan (d) adalah kalimat terbuka, karena belum mempunyai nilai kebenaran. Contoh (a) dan (c) adalah bentuk persamaan (equation) sedangkan contoh (d) adalah bentuk pertidaksamaan (inequation). Sedangkan contoh (e) dan (f) walaupun memuat variabel yaitu x, bukanlah kalimat terbuka, tetapi kedua-duanya adalah kalimat tertutup, sebab mempunyai nilai kebenaran. Contoh (e) selalu benar untuk berbagai variabel x. Jadi contoh (e) adalah kalimat matematika tertutup yang bernilai benar, dan disebut kesamaan (equality). Contoh (f) adalah kalimat tertutup yang nilai kebenarannya salah, sebab untuk berbagai variabel x akan selalu bernilai salah. Contoh (f) adalah sebuah bentuk ketidaksamaan (inequality).
Jadi, tidaklah tepat kalau mendefinisikan kalimat matematika terbuka sebagai kalimat matematika yang memuat variabel, karena ada kalimat
matematika tertutup yang memuat variabel. Nampaknya akan lebih tepat jika mendefinisikan kalimat terbuka sebagai kalimat yang tidak (yang belum) mempunyai nilai kebenaran, artinya kalimat yang tidak benar ataupun tidak salah. Sedangkan lawannya adalah kalimat matematika tertutup (proposisi), yaitu kalimat matematika yang mempunyai nilai kebenaran, artinya kalimat yang sudah pasti benarnya atau sudah pasti salahnya, tidak dua-duanya pada saat yang sama.
Demikianlah sedikit catatan tentang kesalahan pemahaman konsep matematis yang sering terjadi dalam perkuliahan Matematika Dasar dalam pembelajaran logika matematika sebagai bagian dari bentuk-bentuk aljabar di sekolah. Oleh karenanya melalui diskusi-diskusi baik dengan para mahasiswa calon guru
matematika maupun sesama guru
matematika di sekolah dalam kegiatan musyawarah guru mata pelajaran
matematika (MGMP) ada baiknya
membahas permasalahan pemahaman konsep matematis atau miskonsepsi sesuai pengalaman kita masing-masing.
Salah satu model pembelajaran yang dipandang sesuai untuk meningkatkan
kemampuan pemahaman konsep
matematika dasar adalah model
pembelajaran PBL yaitu model
pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah untuk pemahaman konsep matematis, sehingga siswa akan terbiasa menyelesaikan soal pemecahan masalah yang terkait dengan pemahaman konsep matematis. Anggraini, Noer, dan Gunowibowo (2015) dalam penelitiannya
berjudul “Efektivitas Problem Based
Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Disposisi Matematis Siswa menyimpulkan model
3 Metode
Subjek dari penelitian tindakan adalah mahasiswa tingkat satu Program Studi Pendidikan Matematika FKIP-UNSUR Cianjur tahun akademik 2016-2017 yang mengikuti perkuliahan matematika dasar. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena tindakan yang dilakukan (perlakuan) untuk memperbaiki situasi terbatas yang sedang berlangsung. Pada penelitian tindakan kelas ini prosedur kerja secara garis besar dapat dijelaskan dengan Gambar 1 (Arikunto, 2009:16).
Dalam penelitian ini dosen sebagai peneliti, dimana dosen sangat berperan sekali dalam proses penelitian tindakan kelas. Sedangkan aktifitas pengamatan dilakukan oleh rekan dosenyang lain.
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, dosen terlibat langsung secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi proses perencanaan,
tindakan / pelaksanaan, observasi / pengamatan, dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup. 1. Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang disusun
berdasarkan indikator-indikator
kemampuan pemahaman konsep
matematis. Tes diberikan pada setiap akhir siklus, baik akhir siklus I maupun pada akhir siklus II. Tes evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep matematis mahasiswa setelah
mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran PBL. Bentuk dari tes ini berupa uraian yang disesuaikan dengan kisi-kisi soal
kemampuan pemahaman konsep
matematis mahasiswa dikarenakan melalui tes uraian akan terlihat kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah dari jawaban yang diberikan.
2. Angket
Angket yang diberikan pada akhir pertemuan. Angket diberikan untuk mengetahui respon mahasiswa setelah
mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran PBL. Lembar angket ini diisi oleh mahasiswa di akhir siklus II. Pada penelitian ini menggunakan format angket Skala Likert.
Tabel 1. Rubrik Penilaian Tingkat Pemahaman Konsep yang Dimodifikasi
Tingkat
Pemahaman Ciri Jawaban Skor
Paham Seluruhnya
(P)
Jawaban Benar dan mengandung konsep
ilmiah.
2
Paham Sebagian
(PS)
Jawaban memberikan sebagian informasi yang
benar tetapi menunjukkan adanya kesalahan konsep dalam
menjelaskan.
1
Tidak Paham (TP)
Jawaban salah, tidak relevan/jawaban hanya mengulang pertanyaan dan jawaban kosong.
0
Perencanaan
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan Refleksi
Perencanaan
SIKLUS I Pelaksanaan
Pengamatan Refleksi
Dilanjutkan ke siklus III dan seterusnya hingga indikator
keberhasilan tercapai.
4 Hasil dan Pembahasan
1. Tahap Orientasi dan Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi pada proses pembelajaran dan hasil evaluasi dalam bentuk kuis dan ujian tengah semester, diperoleh informasi bahwa mahasiswa kurang bisa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.
Gambar 2. Persentase Mahasiswa Terhadap Nilai
2. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Tingkat pemahaman konsep
matematis siswa diketahui dari tes siklus. Tes siklus ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Model Pembelajaran PBL terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Hasil pekerjaan mahasiswa pada setiap tes siklus dinilai berdasarkan rubrik penskoran. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa pada setiap siklusnya. a. Tingkat Pemahaman Konsep
Matematis Siklus I
Gambar 3. Persentase Tingkat Pemahaman Konsep Matematis Siklus I
Dari data tersebut maka dapat diperoleh rata-rata tingkat kemampuan pemahaman konsep matematis mahasiswa pada siklus I yaitu mahasiswa yang paham sebanyak 25%, mahasiswa yang paham sebagian 28% dan mahasiswa yang tidak paham sebanyak 47%.
b. Tingkat Pemahaman Konsep Matematis Siklus II
Dari data pada Gambar 4. dapat diperoleh rata-rata tingkat kemampuan pemahaman konsep matematis mahasiswa pada siklus II yaitu mahasiswa yang paham sebanyak 7.93%, mahasiswa yang paham sebagian 76.19% dan mahasiswa yang tidak paham sebanyak 15.88%.
Gambar 4.
Persentase Tingkat Pemahaman Konsep Matematis Siklus II
Berdasarkan Gambar 3. dan Gambar 4. secara eksplisit nilai tersebut mengalami peningkatan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kemampuan
pemahaman konsep matematis mahasiswa meningkat dari siklus I ke siklus II.
1. Daya Serap Klasikal
Dari hasil tes yang dilakukan pada setiap siklus untuk DSK dan nilai rata-rata siswa dapat ditunjukan pada tabel berikut.
5 Tabel 2.
Daya Serap Klasikal dan Nilai Rata-rata Siswa Pada Setiap Siklus Siklus DSK Rerata
1 13.6% 37.7
2 77.3% 78.6
Kriteria Ketuntasan Minimum perkuliahan (KKM) telah ditentukan yaitu 75 atau B (3). Suatu kelas dikatakan telah mencapai ketuntasan perkuliahan secara klasikal jika dalam kelas terdapat 75% mahasiswa mencapai ketuntasan perkuliahan. Hasil pada siklus II 77.3% mahasiswa mendapatkan nilai diatas 75, sehingga memenuhi indikator keberhasilan.
2. Analisis Sikap Mahasiswa
Berdasarkan Angket Skala Sikap Angket terdiri dari delapan butir pernyataan dengan empat pernyataan bersifat positif dan empat pernyataan bersifat negatif. Hasilnya bahwa sikap siswa terhadap Model Pembelajaran PBL sebagian besar positif.
Kesimpulan
Penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes siklus secara individu mahasiswa pada umumnya meningkat. Selain itu, daya serap klasikal yang diperoleh dari siklus I dan II serta
rata-rata kelas pun mengalami
peningkatan.
Pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran PBL
dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman konsep matematis mahasiswa terutama pada mata kuliah matematika dasar. Oleh sebab itu, model pembelajaran PBL dapat dijadikan alternatif metode mengajar pada tingkat perguruan tinggi. Kesimpulan pada penelitian ini bersifat induktif, sehingga untuk mengeneralisasi kesimpulan peneliti selanjutnya disarankan melakukan penelitian sejenis atau menggunakan variabel yang sama untuk dimensi yang berbeda. Penelitian ini
banyak faktor penentunya, seperti karakteristik sampel, karakteristik mata kuliah, ataupun karakteistik kemampuan yang hendak dicapai. Sehingga pada akhirnya penelitian-penelitian tersebut menjadi suatu bukti empirik yang dapat dijadikan dasar.
Referensi
Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.National Council of
Teacher Mathematics. 2009.
Profesional Standards for School Mathematics. USA : NCTM
Killpatrik, J. Swafford, J. Findell, B (Eds.). (2001). Adding it Up : Helping Children Learn Mathematics.
Washington, DC: National
Academy Press.
Sudijono, A. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Persada.
Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Implemetasi Kurikulum 2013 Guru Mata Pelajaran Matematika SMA/MA/SMK/MAK. Jakarta: Kemendikbud
Anggraini, W., Noer, S. H., & Gunowibowo, P. 2015. Efektivitas Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Disposisi Matematis Siswa.