ASSALAMU’ALAIKUM.
WR.WB
KELOMPOK 1:
IBNU HISYAM ASYARI
(1145010058)
ILMA DIANINGRUM
(1145010064)
PERKEMBANGAN
UU AGRARIA DAN
KEBIJAKAN ZAMAN
BELANDA, JEPANG,
DAN RI
PENGERTIAN AGRARIA
BERDASARKAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
BERDASARKAN UU POKOK
AGRARIA AGRARIA
DALAM ARTI UMUM
AGRARIA DALAM ARTI
UMUM
Agraria berasal dari bahasa Latin Ager yang berarti
tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994, Edisi
Kedua Cetakan Ketiga, Agraria berarti urusan
pertanian atau tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah.
Maka sebutan agraria atau dalam bahasa Inggris
AGRARIA BERDASARKAN ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN
Di Indonesia sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam arti tanah, baik tanah
pertanian maupun non pertanian. Tetapi Agrarisch Recht atau Hukum Agraria di lingkungan administrasi
pemerintahan dibatasi pada perangkat peraturan
perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi penguasa dalam melaksanakan kebijakannya di
LANJUTAN
Sebutan agrarische wet, agrarische besluit, agrarische
inspectie pada departemen Van Binnenlandsche
Bestuur, agrarische regelingan dalam himpunan
Engelbrecht, bagian agraria pada kementerian dalam
negeri, menteri agraria, kementerian agraria,
departemen agraria, menteri pertanian dan agraria,
departemen pertanian dan agraria, direktur jenderal
agraria, direktorat jenderal agraria pada departemen
dalam negeri, semuanya menunjukan pengertian
AGRARIA BERDASARKAN UU POKOK AGRARIA
UU Pasal 48 th.1988.
Pengertian agraria meliputi bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya. Dalam batas-batas
seperti yang ditentukan, bahkan meliputi juga ruang
angkasa. Yaitu ruang di atas bumi dan air yang
mengandung : tenaga dan unsur-unsur yang dapat
digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan
memperkembangkan kesuburan bumi, air serta
LANJUTAN
Pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah),
tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air (Pasal 1 ayat (4) jo. Pasal 4 ayat(1)). Dengan demikian pengertian tanah meliputi permukaan bumi yang ada di daratan dan permukaan bumi yang berada di bawah air, termasuk air laut.
Sehubungan dengan itu bumi meliputi juga apa yang dikenal
dengan sebutan Landas Kontinen Indonesia (LKI). LKI ini
LANJUTAN
UU MENGENAI AGRARIA LAINNYA:
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang :
Pengairan.
Undang-undang Nomor :11 Tahun 1967 tentang :
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
Undang-undang Nomor : 9 Tahun 1985 tentang :
Perikanan.
Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1983 tentang : Zone
Ekonomi Eksklusif
Undang-undang Nomor : 24 Tahun 1992 tentang :
PERKEMBANGAN UU AGRARIA
SEBELUM INDONESIA MERDEKA:
1. AGHRARISH WET
Agrarisce Wet adalah suatu Undang-undang (yang dalam bahasa belanda kata “Wet” berarti Undang-undang) yang dibuat dinegeri
Belanda pda taun 1870, Agrarisce Wet diundnagkan dalam S-1870-55 sebagai tambahan ayat-ayat baru pda pasal 62 regerings Reglement Hindia Belanda tahun 1854, semula terdiri dari 3 ayat. Dengan
tambahan 5 ayat baru (ayat 4 sampai dengan 8) Oleh Agrarisce Wet, maka Regerings Reglement terdiri atas 8 ayat. Sebagai peraturan
pelaksanaan dari Agrariche wet, dengan keputusan Raja, tanggal 20 Juli 1980 No. 15 ditetapkan Keputusan agraria (Agrarisch Bsluit atau Perpu) dengan S. 1870-118, yang berlaku untuk Jawa Madura. Sedangkan untuk luar Jawa dan Madura sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam
LANJUTAN
Pada zaman Pendudukan jepang, mengeluarkan suatu kebijakan yang dituangkan dalam Osamu Serey nomor 2 tahun 1944, dan Osamu Serey yang terakhir nomor 4 dan 25 tahun 1944.
Dalam pasal 10 Osamu Serey tersebut dinyatakan bahwa untuk sementara waktu dilarang keras memindah tangankan harta benda yang tidak bergerak, suat-surat berharga, uang
simpanan dibank, dan sebagainya dengan tidak mendapat izin terlebih dahulu dari tentara Dai Nippon . Terhadap tanah
pertikelir diurus oleh kantor siryooty kanrikosya dimana tanah-tanah pertikelir tidak lagi diusahakan atas dasar hak-hak
lanjutan
SETELAH INDONESIA MERDEKA:
1. Pengawasan terhadap Penindakan Hak-Hak Atas Tanah
2. Penguasaan Tanah-Tanah
3. Pemakaian Tanah Perkebunan Oleh Rakyat
4. Penghapusan Tanah- Tanah Partikulir
ZAMAN ORDE BARU:
1. Program landreform memiliki tujuan untuk memperkuat dan memperluas pemilikan tanah bagi warga negara Indonesia,
terutama kaum tani. Juga untuk menghapus sistem tuan tanah dan pemilikan tanah tanpa batas. Dalam hal ini, pemilikan
LANJUTAN
Masa Reformasi Momentum tersebut semakin menggelinding dengan
dikeluarkannya TAP MPR RI No. IX/MPR-RI/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Selanjutnya pidato politik Presiden RI pada 31 Januari 2007 tentang reforma agraria menyebutkan bahwa program
reforma agraria dilakukan secara bertahap dengan
KEBIJAKAN ZAMAN BELANDA
MASA KEKUASAAN VOC
kebijakan kolonial di sektor agraria, berikut diuraikan kondisi perkebunan pada beberapa wilayah di Indonesia:
(1)di Maluku sumber cengkeh dan pala dibatasi serta diberikan hukuman kolektif bagi penyelundup dan diharuskan kerja rodi;
(2)(2) di daerah lada seperti Banten, Lampung dan Sumatra
Tengah diadakan perjanjian dengan raja di kota-kota pelabuhan untuk menetapkan kuota berikut harga ditetapkan oleh VOC;
LANJUTAN
(4) di daerah Jakarta dan sekitarnya termasuk
daerah-daerah pantai, terdapat hampir 100 buah tanah sewaan
yang dikelola oleh pegawai setempat (yang diangkat oleh
VOC);
(5) pemilik perkebunan hampir semua perkebunan yang
punya hak istimewa sebagai tuan besar atas penduduk
desa;
LANJUTAN
Herman Willem Daendels (1808-1811) menetapkan ber-bagai kebijakan sebagai berikut:
(1)meletakkan dasar pemerintahan dengan sistem barat,
(2)pusat pemerintahan di Batavia,
(3)di pulau Jawa dibentuk 9 keresidenan,
(4)membentuk pengadilan keliling,
LANJUTAN
pada masa pemerintahan Thomas Stamford Rafles yang
menjabat selaku Gubernur Jenderal di Jawa dan sekitarnya pun menetapkan kebijakan berbeda yakni:
(1)membagi Jawa menjadi 18 keresidenan,
(2)para bupati dijadikan pegawai negeri dan gaji ditetapkan oleh pemerintah kolonial,
LANJUTAN
ZAMAN TANAM PAKSA DAN ERA FAHAM LIBERAL:
Kebijakan baru kolonial yakni sistem tanam paksa yang memuat beberapa ketentuan:
(1)penduduk desa diharuskan menyediakan 1/5 tanahnya untuk ditanami,
(2)(2) tanah yang disediakan untuk tanaman dagangan dibebaskan dari pajak tanah,
(3)(3) tanaman dagangan diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda,
(4)(4) wajib tanam dapat diganti dengan penyerahan tenaga untuk pengangkutan ke pabrik,
KEBIJAKAN ZAMAN JEPANG
Berdasarkan keterangan Tauchid dalam Mubyarto (1992), bahwa petani harus melipatgandakan hasil bumi dan
menyerahkan 20% hasil panennya kepada pemerintah Jepang untuk keperluan bekal perang. Namun dalam prakteknya,
rakyat bukannya dituntut bekerja giat untuk setoran hasil
pertanian, tetapi dituntut untuk membantu Jepang dalam kerja paksa (romusha) dan usaha pembangunan perlengkapan
perang. Dalam usahanya menambah hasil bumi tanah
pertanian rakyat diperluas berupa pembongkaran hutan dan tanah-tanah onderneming untuk keperluan peningkatan hasil pangan. Kondisi ini membawa bagi rusaknya tanah dan
LANJUTAN
Melalui sumber yang sama dijelaskan bahwa tanah
partikulir pada masa Jepang tidak ada yang dibeli
kembali. Badan khusus segera dibentuk untuk mengatur
dan menentukan status tanah peninggalan penjajah
Belanda. Kantor yang menangani masalah tanah
dinama-kan
“Syiichi Kanri Kosha”
(Kantor Urusan Tanah Partikulir).
Dalam menjalankan fungsinya, kantor ini seolah-olah
berfungsi mewakili kekuasaan pemerintah sehingga
tampak tanah partikulir dikuasai oleh pemerintah,
KEBIJAKAN ZAMAN RI
Ketetapan MPR RI Nomor IX tahun 2001 tentang Pembaharuan agraria dan pengelolaan SDA. Dalam ketetapan MPR tersebut dapat dijumpai arah
kebijakan sebagai berikut:
1. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai pengaturan
perundangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan perundangan yang didasarkan pada prinsip pembaharuan agraria dan pengelolaan SDA.
2. Melakukan penataan kembali penguasaan, pemilihan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landerform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.
3. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
LANJUTAN
4. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya
dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaharuan
agraria dan menyelesaikan konflik-konflik SDA.
5. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh
pembiayaan dalam melaksanakan program
LANJUTAN
Ketetapan MPR RI tersebut di atas memberikan arti penting bagi peraturan keagrarian di Indonesia pada masa mendatang,
mengingat ketentuan tersebut kedudukan sebagai:
1. Arah kebijakan strategis dalam memberikan pengaturan
dibidang agraria sehingga akan terjadi perubahan terhadap visi dan misi yang terkandung dalam ketentuan agraria yang ada selama ini. Dengan perkataan lain, melalui ketetapan MPR ini telah lahir politik hukum agraria yang lebih manusiawi.
2. Dasar validitas atau kebasahan bagi peraturan hukum agraria di Indonesia artinya ketentuan hukum agraria yang ada harus
SESI DISKUSI...
“
”
LEARN FROM YESTERDAY, LIVE FOR TODAY,
HOPE FOR TOMORROW. THE IMPORTANT
THING IS NOT TO STOP QUESTIONING