ANALISIS PROFIL PETERNAK TERHADAP PENDAPATAN
DALAM USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN
PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
YUDHISTIRA PURBA 050306025
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PROFIL PETERNAK TERHADAP PENDAPATAN
DALAM USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN
PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
SKRIPSI OLEH
YUDHISTIRA PURBA 050306025 PETERNAKAN
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PROFIL PETERNAK TERHADAP PENDAPATAN
DALAM USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN
PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
SKRIPSI
Oleh:
YUDHISTIRA PURBA 050306025/PETERNAKAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana Di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Analisis Profil Peternak terhadap Pendapatan Dalam Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai
Nama : Yudhistira Purba
NIM : 050306025
Program studi : Peternakan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
(Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. Hasnudi,MS) Ketua Anggota
Mengetahui,
( Dr. Ir. Ristika Handarini, MP) Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
YUDHISTIRA PURBA: Analisa Profil Peternak Terhadap Pendapatan Dalam Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan HASNUDI.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara yang dimulai tanggal 15 Juli sampai 30 Agustus 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh profil peternak terhadap pendapatan dalam ternak sapi potong di kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan unit responden keluarga yang memelihara ternak sapi potong. Metode penarikan sampel yang digunakan adalah Proportional Stratified Random Sampling yaitu dengan cara memilih 3 desa yaitu Desa Simpang Tiga Pekan (populasinya rendah), Desa Adolina (populasinya sedang), Desa Melati 2 (populasinya tinggi). Sampel dari penelitian ini berjumlah 21 keluarga peternak sapi potong yang didapat dari 30% peternak masing- masing desa, yaitu desa Simpang Tiga Pekan (5 peternak), Desa Adolina (7 peternak), desa Melati 2 (9 peternak).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa tingkat pendidikan dan sistem pemeliharaan berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan peternak sapi potong. Sedangkan pengalaman dan umur berpengaruh negatif terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai
ABSTRACT
Yudhistira Purba: Farmer Profile Analysis of Income on Beff Cattle Farmer the Sub District Perbaungan The District Serdang Bedagai. The research was supervise by TRI HESTI WAHYUNI and HASNUDI.
The research was conducted at the district Serdang bedagai Sub District Perbaungan of North Sumatra Province, which began on 15 July to 30 August 2011. The purpose of this study was to analyze the income beef cattle farmer at Serdang Bedagai Sub District Perbaungan.
The research methods use is survey methods with a unit that maintains a family beef farmer. The sampling method used is Proportional Stratified Random Sampling is by way of selecting three village is the village Simpang Tiga Pekan (low population), Adolina village (Population average), Melati 2 village (high Population). Samples from this study amounted to 21 families of beef cattle breeders obtained from 30% of farmers in each village, the village of Simpang
Tiga Pekan (5 farmers), Adolina village (7 farmers) and Melati 2 village (9 farmers).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan penulis kesehatan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsil ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Analisis Profil Peternak Perhadap
Pendapatan dalam Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Perbaungan
Kabupaten Serdang Bedagai“ yang merupakan salah satu syarat untuk untuk
memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Dr. Ir. Ristika Handarini, MP selaku ketua Departemen Peternakan dan
Bapak Usman Budi, S.Pt, MSi selaku sekretaris Departemen Peternakan. Terima
kasih kepada Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc selaku ketua pembimbing dan
Bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan pengarahannya dalam penulisan skripsi ini.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2011
DAFTAR ISI
Identifikasi Masalah ... 3
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Karakteristik Daerah Serdang Bedagai ... 5
Ternak Sapi Potong ... 8
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ... 10
Usaha Peternakan Rakyat ... 14
Skala Kepemilikan ... 15
Panca Usaha Ternak Potong ... 16
Pendapatan Usaha Ternak ... 20
Analisis Usaha ... 22
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 24
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24
Metode Penentuan Responden Penelitian ... 24
Metode Pengumpulan Data ... 25
Metode Analisis Data ... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
Sistem Pemeliharaan Pada Usaha Ternak Sapi Potong di Daerah Penelitian .. 29
Pemberian Pakan dan Air Minum ... 29
Pembersihan Kandang ... 30
Pembersihan Ternak Sapi Potong ... 31
Pengendalian Penyakit ... 31
Karakteristik Responden ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
Kesimpulan ... 39
Saran ... 39
DAFTAR TABEL
Hal
1. Banyaknya Ternak Besar Kecil Menurut kecamatan dan jenisnya ... 6
2. Banyaknya ternak Unggas Menurut Kecamatan dan Jenisnya ... 6
3. Jumlah Produksi daging Ternak dan Unggas ... 7
4. Populasi Ternak Sapi di Kecamatan Perbaungan ... 8
5. Penggunaan Makanan oleh Berbagai Ternak ... 17
6. Karakteristik Responden di Daerah Penelitian Tahun 2010 ... 32
7. Analisis Varian Pendapatan dan Hasil Penduga Variabel ... 34
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
ABSTRAK
YUDHISTIRA PURBA: Analisa Profil Peternak Terhadap Pendapatan Dalam Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan HASNUDI.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Propinsi Sumatera Utara yang dimulai tanggal 15 Juli sampai 30 Agustus 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh profil peternak terhadap pendapatan dalam ternak sapi potong di kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan unit responden keluarga yang memelihara ternak sapi potong. Metode penarikan sampel yang digunakan adalah Proportional Stratified Random Sampling yaitu dengan cara memilih 3 desa yaitu Desa Simpang Tiga Pekan (populasinya rendah), Desa Adolina (populasinya sedang), Desa Melati 2 (populasinya tinggi). Sampel dari penelitian ini berjumlah 21 keluarga peternak sapi potong yang didapat dari 30% peternak masing- masing desa, yaitu desa Simpang Tiga Pekan (5 peternak), Desa Adolina (7 peternak), desa Melati 2 (9 peternak).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa tingkat pendidikan dan sistem pemeliharaan berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan peternak sapi potong. Sedangkan pengalaman dan umur berpengaruh negatif terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai
ABSTRACT
Yudhistira Purba: Farmer Profile Analysis of Income on Beff Cattle Farmer the Sub District Perbaungan The District Serdang Bedagai. The research was supervise by TRI HESTI WAHYUNI and HASNUDI.
The research was conducted at the district Serdang bedagai Sub District Perbaungan of North Sumatra Province, which began on 15 July to 30 August 2011. The purpose of this study was to analyze the income beef cattle farmer at Serdang Bedagai Sub District Perbaungan.
The research methods use is survey methods with a unit that maintains a family beef farmer. The sampling method used is Proportional Stratified Random Sampling is by way of selecting three village is the village Simpang Tiga Pekan (low population), Adolina village (Population average), Melati 2 village (high Population). Samples from this study amounted to 21 families of beef cattle breeders obtained from 30% of farmers in each village, the village of Simpang
Tiga Pekan (5 farmers), Adolina village (7 farmers) and Melati 2 village (9 farmers).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya
penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan
penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok ternak sapi
bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan
berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit,
tulang dan lain sebagainya. Daging sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi
berupa protein hewani.
Ternak sapi potong dapat ditemukan hampir di seluruh penjuru dunia
dengan berbagai macam pemeliharaan, tergantung pada kondisi setempat.
Di Indonesia, penyebaran ternak sapi potong belum merata. Ada beberapa daerah
yang sangat padat, ada yang sedang, tetapi ada yang sangat jarang dan terbatas
populasinya. Tentu saja hal ini dikarenakan beberapa faktor, antara lain faktor
pertanian atau lahan, kepadatan penduduk, iklim, dan daya aklimatisasi, serta
adat-istiadat dan agama.
Ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber makanan
berupa daging, produktivitasnya masih sangat memprihatinkan karena jumlahnya
masih jauh dari target yang diperlukan konsumen. Hal ini disebabkan oleh
produksi daging masih rendah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan jumlah
prouksi daging masih rendah, antara lain populasi sapi rendah dan produksi sapi
Hasil daging yang dapat diperoleh sangat berhubungan dengan penyebaran
populasi ternak pada suatu daerah. Lebih mendukung lagi apabila pengolahan
ataupun pemeliharaan yang dilakukan secara modern. Namun pemeliharaan yang
dilakukan masih jauh dari modrenisasi. Ternak sapi potong di Indonesia sebagian
besar dipelihara dengan cara semi intensif dan terkesan masih bersifat tradisional.
Sapi dipelihara sebagai usaha sampingan dengan usaha pokok adalah bertani.
Demikian halnya fenomena yang terjadi di Sumatera Utara sehingga
menimbulkan pertanyaan dengan penyebaran populasi ternak sapi potong yang
tidak merata dan teknik pemeliharaan seperti diatas apakah mempengaruhi
besarnya penghasilan dan pendapatan masyarakat.
Hal yang tampak di Sumatera Utara ada beberapa daerah yang sangat
padat, ada yang sedang, tetapi ada yang sangat jarang atau terbatas penyebaran
populasi ternak sapi potong. Tentu saja hal ini sangat mempengaruhi besarnya
penghasilan atau pendapatan masyarakat pada daerah tersebut sehingga timbul
perbedaan dalam segi ekonomi maupun dalam pemenuhan gizi hewani khususnya
daging sapi setiap daerah. Sehubungan hal diatas maka penulis mencoba untuk
meneliti dan menganalisa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan
peternak sapi potong pada suatu daerah berdasarkan jumlah kepemilikan.
Kecamatan Perbaungan merupakan salah satu daerah penyebaran populasi
ternak di Kabupaten Serdang Bedagai yang berpotensi untuk dikembangkan yang
Identifikasi Masalah
Usaha ternak sapi dalam bentuk usahatani merupakan salah satu usaha
yang dikelola oleh petani/peternak dengan peran ekonomi yang relatif terbatas.
Usaha tenak sapi potong merupakan salah satu jenis usaha yang dilakukan oleh
sebagian masyarakat Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Usaha
peternakan ini ada yang dijadikan sebagai pekerjaan utama, ada juga yang
dijadikan sebagai pekerjaan sampingan.
Permasalahan umum yang perlu diketahui berkaitan dengan hal-hal
penting yang menyangkut segi ekonomi peternak sapi potong di Kecamatan
Perbaungan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk
menjawab pertanyaan berikut :
• Adakah pengaruh pengalaman beternak, tingkat pendidikan, umur
peternak dan sistem pemeliharaan terhadap pendapatan peternak
sapi potong di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang
Bedagai?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya pengaruh
pengalaman beternak, tingkat pendidikan, umur peternak dan sistem pemeliharaan
terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Perbaungan Kabupaten
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mengambil dugaan sementara
bahwa ada pengaruh pengalaman beternak, tingkat pendidikan, umur peternak dan
sistem pemeliharaan terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan
Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.
Kegunaan Penelitian
1. Menjadi acuan bagi peternak sapi potong dalam melakukan pemeliharaan
ternak sapi potong guna meningkatkan pendapatannya.
2. Bagi instansi yang terkait khususnya dapat menjadi acuan dalam rangka
pembangunan usaha ternak sapi potong di wilayah yang bersangkutan atau
di daerah lain.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Daerah Serdang Bedagai
Letak Wilayah
Secara geografis Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 20 57’’
Lintang Utara, 30 16’’ Lintang Selatan, 980 33’’ - 990 27’’ Bujur Timur dengan
ketinggian berkisar 0 – 500 meter di atas permukaan laut.Kabupaten Serdang
Bedagai memiliki area seluas 1.900,22 Km2 (190.022 Ha) yang terdiri dari 17
Kecamatan dan 243 Desa/Kelurahan, Ibukota Kabupaten Sedang Bedagai terletak
di Kecamatan Sei Rampah yaitu Kota Sei Rampah. Secara administratif
Kabupaten Serdang Bedagai berbatasan dengan beberapa daerah, yaitu :
· Sebelah Utara : Selat Malaka
· Sebelah Timur : Kabupaten Batu Bara dan Simalungun
· Sebelah Selatan : Kabupaten Simalungun
· Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang
Iklim
Kabupaten Serdang Bedagai imemiliki iklim tropis dimana kondisi
iklimnya hampir sama dengan Kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten induk.
Pengamatan Stasiun Sampali menunjukkan rata-rata kelembapan udara per bulan
sekitar 79 %, curah hujan berkisar antara 120 sampai dengan 331 mm perbulan
dengan periodik tertinggi pada bulan September 2006, hari hujan per bulan
berkisar 8-20 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan Mei - Juni
sekitar 3,9 mm/hari. Temperatur udara per bulan minimum 22,2 C dan maksimum
31,9 C.
Jenis komoditi peternakan terbesar yang dihasilkan di Kabupaten Serdang
Bedagai adalah sapi potong, kambing, dan ayam unggas
Tabel 1. Banyaknya ternak besar kecil menurut kecamatan dan jenisnya
No Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Kambing Domba Babi
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai
Tabel 2. Banyaknya ternak unggas menurut kecamatan dan jenis unggas
No Kecamatan Ayam Kampung Ayam Ras
Tabel 3. Jumlah produksi daging ternak dan unggas menurut kecamatan dan jenis
4 Dolok Masihul 208.560 6.000 332.940 48.900 4.500
5 Serbajadi 82.920 1.800 93.600 12.750 5.100
6 Sipispis 297.900 4.140 585.000 111.000 2.200
7 Dolok Merawan 180.000 300 223.500 1.980 1.300
8 Tebing Tinggi 95.640 2.100 237.000 22.050 5.050
9 Tebing Syahbandar 69.300 420 242.220 24.180 5.500
10 Bandar Khalifah 22.500 1.080 318.000 174 2.700
11 Tanjung Beringin 38.100 2.580 115.200 19.500 7.050
12 Sei Rampah 28.200 900 262.800 720 80.100
13 Sei Bamban 7.500 1.740 112.500 17.760 7.500
14 Teluk Mengkudu 12.600 120 327.300 13.650 1.500
15 Perbaungan 110.040 12.420 357.180 21.000 10.000
16 Pegajahan 106.860 7.380 212.100 10.200 3.100
17 Pantai Cermin 169.800 25.080 90.100 55.350 10.000
Jumlah 1.543.360 66.360 3.746.960 644.690 147.915
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai
Kecamatan Perbaungan merupakan salah satu daerah penyebaran populasi
ternak di Kabupaten Serdang Bedagai yang berpotensi untuk dikembangkanya
populasi ternak sapi potong menjadi lebih baik lagi karena kawasan tersebut
termasuk salah satu wilayah di Propinsi Sumatera Utara yang perkembangan
populasi ternak sapinya pada tahun 2007 di Kecamatan Perbaungan mencapai
Tabel 4. Populasi ternak sapi di kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang
Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)
Ternak Sapi Potong
Untuk memulai suatu peternakan sapi potong sebaiknya perlu terlebih
dahulu mengadakan pengenalan terhadap berbagai bangsa/jenis sapi potong,
terutama menyangkut hal seperti pertumbuhan, produksi dan lain hal yang
menentukan perkembangan sapi tersebut sehingga apabila hendak mendirikan
peternakan atau memelihara ternak sudah mendapat gambaran umum akan hal-hal
apa yang perlu diadakan untuk menjamin perkembangan ternak tersebut dengan
Para peternak sapi harus menyadari bahwa daerah tropis seperti di
Indonesia ini suhu udaranya relatif tinggi, sehingga sangat berpengaruh terhadap
kehidupan ternak sapi. Bagi bangsa-bangsa sapi lokal (tropis) hal ini tidak akan
menimbulkan gangguan yang berat (stress). Bangsa-bangsa sapi tropis yang kita
kenal ialah Zebu (Bos indicus) dan Banteng (Bos sondaicus), atau hasil
persilangan dari kedua golongan tersebut. Penyebaran Zebu di daerah tropis,
khususnya di Asia, ternyata lebih banyak dibandingkan dengan sapi-sapi Eropa
(Bos taurus) (AAK, 1991).
Sapi-sapi asli Indonesia yang terkenal yaitu : sapi Bali, sapi Ongole
sedangkan sapi lainnya seperti sapi Madura, sapi Aceh dan sapi Lampung tidak
begitu terkenal karena sifat penyebaran dan pertumbuhan tidak begitu menonjol
bila dibandingkan dengan kedua sapi tersebut (Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Menurut Idris dkk (1991), sapi Ongole berukuran besar dan gagah, watak
sabar dan tenaga kuat, baik untuk pekerjaan yang berat. Tanda-tandanya : kepala
tidak terlalu panjang, profil melengkung sekali, leher pendek dan tebal, tubuh
padat, besar dan kuat. Panjang tubuh ± 110 cm dari tingginya. Tinggi sapi jantan
140-160 cm, betina 130-140 cm. Kaki agak panjang tetapi kuat. Ambing kurang
baik tumbuhnya. Warna bulu putih atau abu-abu dengan kuning tua.
Sapi dari daerah yang beriklim sedang mempunyai kerangka yang relatif
kurang kompak, sedangkan sapi-sapi tropis mempunyai kerangka persegi, anggota
badan lebih besar, lipatan kulit menggantung antara kerongkongan dan brisket
sapi tertentu yang besar dengan kulit yang berbulu sangat pendek (Lawrie, 1995).
Karakteristik sapi dari tipe potong adalah : bentuk tubuh padat, dalam,
rata. Kepala pendek dan lebar pada frontalisnya. Leher tebal dan bahu berisi.
Punggung dan pinggang lebar. Kemudi lebar. Dada lebar dan dalam. Dilihat dari
samping, tubuh tampak seperti segi empat panjang dan dalam. Pertumbuhan
tulang, dagingdan lemak badan tampak baik (Idris dkk, 1991).
Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produksi
Ternak sapi potong sebagai salah satu sumber makanan berupa daging,
produktivitasnya masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih sangat
jauh dari target yang diperlukan konsumen. Hal ini disebabkan oleh produksi
daging masih sangat rendah (Pane dan Ismed, 1986).
Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab
volume produksi daging masih rendah. Pada umumnya, selama ini di negara kita
sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam
skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).
Disamping itu, ternak sapi yang dipelihara ini masih merupakan bagian
kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Tentu saja usaha berskala
kecil ini terdapat banyak kelemahan. Diantaranya adalah sebagai produsen
perorangan pasti tidak dapat memanfaatkan sumber daya produktivitasnya yang
tinggi seperti pada sektor usaha besar dan modern. Sebab pada usaha kecil ini baik
dalam pengadaan pakan, bibit, transportasi, pemeliharaan dan lain sebagainya
akan menjadi jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan usaha skala besar
Menurut Sugeng (2001), tingkat produksi yang rendah diakibatkan
beberapa faktor sebagai berikut : faktor tujuan pemeliharaan, faktor bibit, dan
faktor pakan tersedia terbatas.
Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan
adalah faktor genetik, faktor lingkungan serta interaksi faktor genetik dengan
lingkungan. Seekor ternak yang genetiknya tidak menghasilkan daging, walaupun
hidupnya dalam lingkungan yang baik tidak akan menghasilkan daging yang baik
tetapi hidup dalam lingkungan yang jelek juga tidak akan menghasilkan daging
yang memuaskan (Lasley, 1978).
Menurut Berg dan Butterfield (1976), bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan pertambahan berat badan adalah bangsa ternak,
umur ternak, jenis kelamin dan makanannya serta lingkungannya.
Beberapa karakteristik sosial ekonomi peternak yang diduga berpengaruh
terhadap pendapatan peternak yaitu :
a. Pengalaman Beternak
Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh terhadap
penerimaan inovasi dari luar. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman
diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri mengusahakan
usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian
(Fauzia dan Tampubolon, 1991).
b. Tingkat Pendidikan
Model pendidikan yang digambarkan dalam pendidikan petani bukan
pendidikan formal yang acap kali mengasingkan pertanian dan realitas.
tiap-tiap pribadi berkontak dengan orang lain, pekerjaan dan dengan dirinya
sendiri (kebutuhan, perasaan, dorongan, saling memberi dan menrima, berbicara
dan mendengarkan). Model pendidikan ini mempunyai ideal yang mengarah pada
suatu sasaran agar petani mempunyai mentalitas yang baik yang disertai dengan
penguasaan manajemen dasar serta memiliki skill dalam praktek bertani, yang
akhirnya membawa petani untuk memperoleh produksi yang optimal. Produksi
yang optimal tentu merupakan suatu langkah penting untuk memenuhi kebutuhan.
(Wiryono, 1997).
Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang
kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.
Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan
kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja (Ahmadi, 2003).
Menurut Soekartawi (1986), menyatakan bahwa tingkat pendidikan
peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka
terhadap inovasi dan teknologi baru. Peternak yang tingkat pendidikannya lebih
tinggi seharusnya dapat meningkatkan lebih besar pendapatan peternak namun
kenyataan di lapangan berbeda seperti yang telah diuraikan diatas karena pada
dasarnya peternak yang ada di daerah peneltian masih tergolong berpendidikan
menengah.
Menurut Abidin dan Simanjuntak (1997), faktor penghambat
berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari
faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya bahan-bahan makanan
rerumputan dan penguat. Disamping itu faktor pengalaman yang dimiliki peternak
c. Umur
Semakin muda usia peternak (usia produktif 20 – 45 tahun) umumnya rasa
keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan mint untuk mengadopsi
terhadap introduksi teknologi semakin tinggi. (Chamdi, 2003).
d. Sistem Pemeliharaan
Pada umumnya sapi – sapi yang dipelihara secara intensif hampir
sepanjang hari berada di dalam kandang. Mereka makan sebanyak dan sebaik
mungkin sehingga cepat menjadi gemuk dan kotorannya pun cepat bisa terkumpul
dalam jumlah yang lebih banyak sebagai pupuk. Sapi – sapi memperoleh
perlakuan yang lebih teratur atau rutin dalam hal pemberian pakan, pembersihan
kandang, memandikan sapi,menimbang, mengendalikan penyakit.
(Sugeng, 2001).
Sistem pemeliharaan semi–intensif adalah kegiatan pemeliharaan ternak
dengan sistem pengembalaan yang dilakukan secara teratur dan baik.dalam
kondisi tertentu, pemilik sudah mulai menaruh perhatian terhadap ternak yang
dipeliharanya, terutama ketika ternak akan melahirkan dan digemukan untuk
dipotong dengan mengurung ternak selama sehari penuh. Dalam hal ini pemilik
sudah mulai menjaga kebersihan kandang dan memberikan
obat-obatan/konsentrat sebagai tambahan makanan. (Mulyono dan Sarwono,2007).
Sistem pemeliharaan ekstensif merupakan beternak secara tradisional yaitu
campur tangan peternak terhadap ternak peliharaanya hampir tidak ada. Ternak
dilepas begitu saja dan pergi mencari pakan sendiri di lapangan pengembalaan,
pakan. Sesuai dengan habitat aslinya, ternak menyukai pakan dari tanaman di
daerah perbukitan (Mulyono dan Sarwono,2007).
Usaha Peternakan Rakyat
Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha
kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu
produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka
terhadap perubahan-perubahan (Cyrilla dan Ismail, 1988).
Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak.
Pada umumnya ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia berlahan sempit,
permodalan terbatas, tingkat pengetahuan petani yang terbatas dan kurang
dinamik, serta pendapatan petani yang rendah (Soekartawi dkk, 1986).
Di dalam pertanian rakyat, hampir tidak ada usaha tani yang memproduksi
satu macam hasil saja. Disamping hasil-hasil tanaman, usaha pertanian rakyat
meliputi pula usaha-usaha peternakan, perikanan, dan kadang-kadang usaha
pencarian hasil hutan (Mubyarto, 1991).
Usahatani atau usaha peternakan mempunyai ciri khas yang
mempengaruhi prinsip-prinsip manajemen dan tehnik-tehnik yang digunakan.
Usahatani dan usaha peternakan sering dianggap sebagai usaha yang lebih banyak
resikonya dalam hal output dan perubahan harga serta pengaruh cuaca terhadap
keseluruhan proses produksi (Kay dan Edward, 1994) .
Menurut Kay dan Edward (1994), dalam usahatani dan usaha peternakan,
pembagian kerja dan tugas manajemen jarang dilakukan, kecuali untuk skala
tetapi lebih dari itu. Dia adalah pemimpin (manager) usahatani yang mengatur
organisasi produksi secara keseluruhan (Mubyarto, 1991).
Skala Pemilikan
Menurut Sodiq dan Abidin (2002), berdasarkan skala usaha dan tingkat
pendapatan peternak usaha peternakan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peternakan sebagai usaha sambilan:
Yaitu: tingkat pendapatan petani dari usaha ternaknya tidak lebih tinggi
dari 30% total pendapatannya.
2. Peternakan sebagai cabang usaha:
Yaitu: petani mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan
usaha ternak sebagai cabang usaha lainnya, pendapatan petani berkisar
antara 30%-70% dari total pendapatan usaha ternak secara keseluruhan.
3. Peternakan sebagai usaha pokok:
Yaitu: usaha ternak menjadi usaha pokok, sedangkan usaha tani lainnya
hanya sebagai sambilan. Tingkat pendapatan petani berkisar antara
70%-100% dari usaha ternak.
4. Peternakan sebagai industri:
Yaitu: usaha peternakan sudah menjadi suatu usaha pemeliharaan ternak
dengan komoditas ternak terpilih (specialiced farming) dengan tingkat
Panca Usaha Ternak Potong
1. Bibit
Menurut Sugeng (2001), dalam hal penelitian bibit dengan cara seleksi dan
penyingkiran ternak yang kurang baik dari kelompok yang dipelihara tidak perlu
dilakukan. Laju pertumbuhan ternak yang bagaimanapun tidak perlu dihiraukan.
Yang terpenting bagi peternak adalah ternak yang dipelihara itu tetap bisa
berkembang biak.
Salah satu faktor keberhasilan beternak adalah ketrampilan memilih bibit
ternak, sebagai pejantannya digunakan pemacak milik desa atau milik pemerintah
atau dengan inseminasi buatan (Dinas Peternakan, 1983).
2. Pakan
Keberhasilan suatu usaha ternak hanya mungkin tercapai apabila
faktor-faktor penunjangnya memperoleh perhatian yang penuh. Salah satu faktor
utamanya adalah makanan disamping faktor genetis dan manajemen. Oleh karena
itu, bibit ternak yang baik dan dari jenis yang unggul harus diimbangi dengan
pemberian makanan yang baik pula (AAK, 1991)
Sistem alat pencernaan dari berbagai jenis-jenis ternak mencerminkan pula
macam bahan makanan yang dapat dimakannya. Ternak ruminansia atau
pemamah biak mempunyai alat pencernaan yang berbeda dari non ruminansia.
Ruminansia menggunakan hijauan sebagai bahan makanan utama sebaliknya
ternak – ternak non ruminansia menggunakan kosentrat sebagai bahan makanan
Ternak sapi sebagai salah satu hewan ruminansia beralat pencernaan yang
terbagi atas empat bagian, yakni rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Dengan alat ini, sapi mampu menampung jumlah bahan pakan yang lebih besar
dan mampu mencerna bahan pakan yang kandungan serat kasarnya tinggi.
Sehingga pakan pokok hewan ini berupa hijauan atau rumput dan pakan penguat
sebagai tambahan. Pada umumnya bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah
10 % dari berat pakan dan pakan penguat cukup 1 % dari berat badan
(Sugeng, 2000).
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat penggunaan makanan oleh berbagai
ternak sebagai berikut :
Tabel 5. Penggunaan makanan oleh berbagai ternak
Babi
Sumber : Ir. Susetyo, dkk (1969).
Di negara kita pemberian makanan pada ternak belum begitu diperhatikan.
Pada umumnya ternak hanya diberikan makanan hijauan dengan cara
menggembalakan di lapangan ataupun diarit untuk diberikan pada ternaknya. Pada
umumnya kualitas rumput tersebut sangat rendah, karena jarang terdapat
pemeliharaan rumput – rumputan Hijauan makanan Ternak secara khusus untuk
makanann ternaknya (Abidin dan Simanjuntak, 1977)
3. Kandang
Perkandangan dan peralatan sangat penting dalam menentukan sukses
tidaknya sesuatu perusahaan ternak sapi. Oleh karena itu sangat perlu untuk
Peternakan sapi dengan sistem pemeliharaan di pasture (padang pengembalaan),
kandang diperlukan hanya untuk malam hari dimana sapi – sapi tersebut pada pagi
harinya dilepas pada padang pengembalaan ini dapat dibuat pula kandang yang
dilengkapi dengan atap yang bisa terbuat dari genteng atau rumbia atau bisa juga
tanpa atap. Lantainya sebaiknya di semen. Sebagai patokan umum seekor sapi
dewasa membutuhkan tempat seluas 2,5 sampai 3 m2 (kira – kira 1,5 x 2 m) per
ekornya (Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Luas kandang per ekor 1,5 m x 1,8 m = 2 m2. Membuat kandang untuk
kapasitas 8 – 10 ekor di bawah satu atap lebih ekonomis daripada kapasitas 2 – 3
ekor di dalam satu atap. Lantai kandang, baik lantai tanah, adukan semen, aspal,
batu – batu dan sebagainya, harus dibuat agak sedikit miring. Kemiringan lantai
kandang cukup dibuat 5 cm saja. Kemiringan lantai ini bertujuan agar air kencing
sapi tidak berhenti dan bercampur dengan kotoran dan tilam (bedding) yang
dipakai sebagai alas ternak, sehingga kesehatan sapi tetap terjamin (AAK, 1991).
Kontruksi kandang menurut Sugeng (2001), dibangun dengan perencanaan
yang benar akan menjamin kenyamanan hidup ternak, sebab bangunan kandang
sangat erat hubungannya dengan kehidupan ternak.
Sehubungan dengan kebutuhan hidup ternak sapi untuk beradaptasi ini,
maka perencanaan bangunan kandang yang perlu diperhatikan ialah : iklim
setempat, kontruksi dan bahan bangunan. Ketiga faktor ini perlu diperhatikan
karena faktor – faktor tersebut akan membawa kenyamanan bagi ternak apabila
4. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Penyakit yang timbul pada sapi potong biasannya dibagi atas empat
macam yaitu : 1) external parasitis, 2) internal parasitis, 3) penyakit menular, 4)
penyakit tidak menular. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit lebih penting
daripada mengobati. Oleh karena itulah maka para peternak selalu menjaga
kesehatan dari pada ternak–ternaknya melalui sanitasi yang baik, penyemprotan
dengan desinfektan, vaksinasi secara teratur. Ternak–ternak akan mudah tertular
penyakit bila manajemennya kurang baik. Parasit–parasit dan penyakit biasannya
berkembang baik pada ternak–ternak yang kondisinnya tidak baik dan dapat
menyebar pada ternak – ternak yang sehat lainnya
(Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Sapi yang terkena penyakit biasanya menimbulkan kerugian besar terlebih
penyakit menular, walaupun terkadang tidak menyebabkan kematian secara
langsung namun dapat merusak kesehatan. Misalnya penyakit brucellosis dan
tubercullose, anthrax, mulut dan kuku. Penanggulangan perlu secara dini. Para
peternak tidak perlu mengetahui masalah – masalah kedokteran hewan, tetapi
yang perlu adalah pengenalan berbagai jenis penyakit dan sebabya, akibat
serangan, gejala yang tampak, penyebarannya, pencegahan dan pemberantasannya
(AAK, 1991).
5. Pemasaran
Permintaan pasar atas daging sapi meningkat terus dari tahun ke
tahun sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan taraf hidu
rakyat disertai dengan pengertian mengenai kepentingan pangan dan gizi. Hal
musim haji, musim hajatan (pernikahan, dll), hari Natal dan tahun Baru, dan
puncaknya adalah hari raya Idul Fitri dan bulan Syawal (Darmono, 1993).
Pada tahun 1994, proyeksi permintaan daging sapi di Indonesia
adalah 324.000 ton, sedangkan daging sapi yang tersedia adalah 308.000 ton dan
sebagian besar dipenuhi dari produksi local. Dengan demikian, terdapat kelebihan
permintaan sebesar 16.000 ton. Kesenjangan antara permintaan dan pemasokan
daging sapi tersebut merupakan peluang pemasaran bagi daging sapi di Indonesia
(Arifin, 1993).
Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan
pengetahuan masyarakat tentang gizi berpengaruh terhadap pola konsumsi
masyarakat kearah gizi berimbang sehingga memberikan peluang pemasaran
hasil-hasil peternakan. Disamping itu, terbukanya perdagangan internasional
mengakibatkan kemungkinan ekspor ternak dan hasil semakin meningkat bila
diikuti dengan peningkatan kualitas (Gunawan, dkk 1993).
Pendapatan Usaha Ternak
Biaya Produksi
Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang diperlukan,
yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat di ukur untuk
menghasilkan suatu product (Cyrilla dan Ismail, 1988).
Menurut Boediono (1998), biaya mencakup suatu pengukuran nilai
sumber daya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang
bertujuan untuk mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya
Biaya tetap (fix cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam
kegitan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu,
sedangkan biaya variable (variabel cost) adalah biaya yang jumlah totalnya
berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan ( Widjaja, 1999).
Depresiasi asuransi, perbaikan rutin, pajak dan bunga modal termasuk ke dalam
biaya tetap, sedangkan pakan, bibit, pupuk, obat-obatan, bahan bakar dan
kesehatan ternak termasuk biayatidak tetap (Kay and Edward, 1994).
Pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi (input)
yang diperlukan pada proses produksi. Untuk sarana produksi yang dibeli
dimasukkan dalam biaya tunai, sedangkan untuk sarana produksi yang tidak dibeli
dimasukkan dalam biaya diperhitungkan (Soeharjo dan Patong, 1973). Menurut
Mubyarto (1991), biaya produksi terbagi dua kelompok yaitu biaya-biaya yang
berupa uang tunai dan biaya dalam bentuk natura.
Penerimaan dan Pendapatan
Soekartawi, dkk (1986) menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai
produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun
yang tidak dijual. Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa penerimaan
merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga per satuan. Produksi
total adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan harga adalah harga pada
tingkat usaha tani atau harga jual petani.
Penerimaan dalam usaha tani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan
selama periode pembukuan yang sama, sedangkan pendapatan adalah penerimaan
Soeharjo dan Patong (1973) menyebutkan bahwa dalam analisis pedapatan
diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran
sama jangka waktu yang ditetapkan. Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan analisis
pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dan keadaan yang
akan datang dari kegiatan usaha. Dengan kata lain analisis pendapatan bertujuan
untuk mengukur keberhasilan suatu usaha.
Analisis usaha
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
usaha ternak komersil. Melalui hasil analisis ini dapat dicari langkah pemecahan
berbagai kendala yang di hadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari
titik tolak untuk memperbaiki hasil dari usaha ternak tersebut. Hasil analisis ini
dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang
usaha atau memperbesar skala usaha. Hernanto (1996), menyatakan bahwa
analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui kinerja usaha secara menyeluruh.
Ada tiga laporan utama yang berkaitan dengan analisis usaha yaitu :
(1) arus biaya dan penerimaan (cash flow), yaitu berupa biaya operasional
(2) neraca (balance sheet), yaitu berupa harta, utang dan modal
(3) pertelaan pendapatan (income statement), yaitu menyangkut laporan
laba-rugi berupa pendapatan dikurangi dengan beban (biaya).
Pendapatan (income statement) lebih menunjukkan kepada sumber-sumber
penerimaan dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk mencapai penerimaan
tersebut. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan
(1994), gambaran mengenai usaha ternak yang memilki prospek cerah dapat
dilihat dari analisis usahanya. Analisis usaha juga dapat memberikan informasi
lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk
bibit, pakan, kandang serta lamanya modal akan kembali dan tingkat keuntungan
yang diperoleh.
Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu
kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen
itu masih dapat di tingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil
apabila pendapatanya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana
produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang
BAHAN DAN METODA PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Perbaungan Kabupaten
Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara dari tanggal 15 Juli 2011 sampai
dengan 30 Agustus 2011.
Metode Penentuan Responden Penelitian
Responden terdiri dari para peternak sapi di Kecamatan Perbaungan
Kabupaten Serdang Bedagai. Metode responden yang digunakan adalah metode
survei dengan unit analisis keluarga yang memelihara ternak sapi. Metode
penarikan responden yang digunakan adalah sebagai berikut :
• Pada tahap pertama pemilihan 3 buah desa dari beberapa desa yang ada
di Kecamatan Perbaungan dengan metode penarikan responden secara
Proportional Stratified Random Sampling Wirartha (2006), yaitu desa
yang populasi ternak sapinya tinggi, desa yang populasi ternak sapinya
sedang dan desa yang populasi ternak sapinya jarang.
• Pada tahap kedua pemilihan responden secara acak sederhana, diambil
masing-masing 30% dari seluruh peternak dari setiap desa sampel.
Wirartha (2006) menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan
menggunakan data statistik ukuran sampel paling kecil 30 % sudah
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data Primer dan
Skunder.
• Data Primer diperoleh dari monitoring terhadap kegiatah usaha ternak sapi
potong melalui wawancara dan pengisian daftar quisioner.
• Data Skunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait seperti Badan
Pusat Statistik Medan, Kantor kecamatan Perbaungan.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dilapangan diolah dan ditabulasi
kemudian dibuat rataannya. Kemudian data rataan dimasukkan kedalam neraca
keuangan masing-masing peternak dan diambil rataan pendapatan peternak.
Kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis
pendapatan dan analisis regresi berganda dengan rumus sebagai berikut:
• Analisis Pendapatan
Π = TR – TC
Dimana:
Π adalah total pendapatan atau keuntungan (baca: phi) yang diperoleh
peternak sapi potong (Rupiah/Tahun)
TR adalah total revenue atau penerimaan yang diperoleh peternak sapi potong (Rupiah/Tahun)
Jumlah pendapatan ditabulasi secara sederhana, yaitu dengan menghitung
pendapatan peternak pada usaha beternak sapi potong terhadap pendapatan
keluarga di daerah penelitian.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka untuk melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan dapat dilihat dengan menggunakan Model
Pendekatan Teknik Ekonometri dengan menggunakan analisis regresi linear
berganda (alat bantu Software (SPSS 17) Statistical Package for Sosial Sciences).
Menurut Djalal dan Usman (2002), model pendugaan yang digunakan:
Keterangan:
Ŷ :adalah pendapatan peternak (Y : topi) yang dipengaruhi
berbagai faktor :dalam memelihara ternak sapi potong (rupiah)
a :adalah koefisien Intercept (konstanta)
b1 b2 b3 b4 :adalah koefisien regresi
X1 :adalah pengalaman beternak (tahun)
X2 :adalah tingkat pendidikan (tahun)
X3 :adalah umur peternak (tahun)
X4 :adalah sistem pemeliharaan (Variabel Dummy)
µ :adalah Variabel lain yang tidak diteliti
Variabel-variabel pada hipotesis diuji secara serempak dan parsial untuk
mengetahui apakah variabel tersebut mempunyai pengaruh dominan atau tidak.
Jika variabel tersebut berpengaruh secara serempak maka digunakan uji F yakni :
r2 = Koefisien determinasi n = Jumlah responden - k = Derajat bebas pembilang
n-k-1 = Derajat bebas penyebut
Kriteria uji:
F-hit ≤ F-tabel... H0 diterima (H1 ditolak)
F-hit > F-tabel... H0 ditolak (H1 diterima)
Menurut Sudjana (2002), jika variabel berpengaruh secara parsial dapat diuji
dengan uji t yakni :
Kriteria pengambilan keputusan :
t-tabel = (α ; db)
koefisien regresi dari faktor tertentu berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat.
b. t- hitung ≤ t tabel (taraf signifikan α > 0,100): HO diterima, berarti
koefisien regresi dari faktor tertentu berpengaruh tidak nyata
Karakteristik sosial ekonomi peternak penelitian ini meliputi :
- Pengalaman beternak adalah lamanya peternak dalam melakukan usaha
ternak sapi potong
- Tingkat pendidikan adalah peternak yang menjalani pendidikan baik
formal maupun non formal
- Umur peternak
- Sistem pemeliharaan adalah cara pemeliharaan ternak sapi potong dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Pemeliharaan Pada Usahaternak Sapi Potong Di Daerah Penelitian
Sistem pemeliharaan ternak dan manajemen yang baik adalah kunci dari
keberhasilan suatu usahaternak sapi potong. Umumnya sistem pemeliharaan sapi
potong di Kecamatan Perbaungan adalah bersifat bersifat semi intensif dimana
ternak digembalakan ketika siang hari dan kemudian akan dikandangkan pada
malam hari..
Adapun kegiatan–kegiatan yang dilakukan peternak sapi potong yang
terdapat di daerah penelitian sebagai berikut :
1. Pemberian Pakan dan Minum
Sapi potong akan tumbuh sehat dan berkembang biak dengan baik bila
volume pakan yang diperoleh cukup dan bergizi dan dilakukan menejemen
pemeliharaan yang baik. Pakan merupakan unsur yang sangat vital dalam usaha
peternakan. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak
dapat menyebabkan defisiensi zat nutrisi makanan sehingga ternak mudah
terserang penyakit. Ketersediaan pakan yang cukup akan menghasilkan ternak
yang sehat dan produktif. Jenis pakan sapi potong ada dua macam yaitu pakan
pokok yang terdiri dari hiajuan (rumput, legume dan limbah pertanian) dan pakan
penguat ( suplemen, konsentrat, dan pakan tambahan).
Air untuk minum ternak juga mempunyai fungsi yang vital untuk proses
pertumbuhan dan perkembangan tubuh ternak. Penyediaan air minum harus terus
Pemberian pakan dan minum ternak di daerah penelitian dilakukan oleh
peternak sendiri yang dibantu oleh anggota keluarganya seperti ibu dan
anak-anaknya. Umumnya responden memberikan pakan hijauan yang berupa
rumput-rumputan yang telah diarit atau dilepaskan untuk diangon.
2. Pembersihan kandang
Kandang adalah tempat tinggal ternak sehingga kandang menjadi salah
satu faktor penting dalam beternak. Dimana kebersihan kandang dapat
menghindarkan ternak dari serangan penyakit. Kandang sangat berpengaruh
terhadap kesehatan ternaknya, terutama faktor kelembaban, kebecekan, dan sarang
lalat yang dapat mengganggu kenyamanan serta keleluasaan ternak. Letak
kandang harus terpisah dari rumah namun di daerah penelitian masih ada beberapa
responden yang membuat kandangnya menyatu dengan rumahnya
Di daerah penelitian kebersihan kandang dilakukan tidak tiap hari, hanya
ketika kandang telah sangat kotor dengan menggunakan sapu lidi, sekop, cangkul.
Kotoran dibersihkan dengan menggunakan sekop yang kemudian diangkat dengan
menggunakan angkong. kotoran tersebut dikumpulkan di lubang sementara yang
biasanya berada di belakang kandang. Setelah dikumpulkan beberapa hari, feses
akan dijual nantinya kepada pembeli. Penjualan feses bukan berdasarkan berat
melainkan volume feses di dalam kereta sorong (angkong). Pada umunya peternak
tidak melakukan penyemprotan desinfektan pada kandangnya yang bertujuan
3. Pembersihan Ternak sapi potong
Tujuan pembersihan ternak dmba adalah untuk mencegah timbulnya
berbagai macam penyakit dari parasit yang dapat membuat produktivitas ternak
menurun. Di daerah penelitian pembersihan ternak dilakukan dengan cara
memandikan ternak. Kegiatan ini dilakukan bila tubuh ternak sudah kelihatan
kotor. Namun tidak semua peternak yang ada di daerah penelitian memandikan
ternaknya mereka membiarkan tubuh ternak dalam keadaan kotor hal ini dapat
mengakibatkan ternak terserang penyakit kurap, kudis, cacingan, dan penyakit
mata.
4. Pengendalian Penyakit
Serangan penyakit dapat menimbulkan masalah yang berkepanjangan,
seperti menghambat pertumbuhan ternak sehingga dapat mengurangi keuntungan
peternak. Penyakit yang sering menyerang ternak sapi potong di daerah penelitian
adalah penyakit mencret. selain itu ada penyakit lain seperti masuk angin dan
cacingan. Biasanya apabila ternak sakit peternak pertama kali melakukan
pengobatan secara tradisional dengan ramuan alami. Apabila ternak tidak sembuh
juga, maka peternak memanggil petugas dari Dinas Peternakan dimana petugas
kesehatan ini diwakili oleh inseminator untuk memberikan obat-obatan.
Karakteristik responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi karakteristik sosial
dan ekonomi. Karakteristik sosial peternak yang dianalisis meliputi pengalaman
beternak, tingkat pendidikan, umur dan sistem pemeliharaan. Sedangkan
usaha ternak dan total biaya produksi. Karakteristik responden di daerah
penelitian dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 6. Karakteristik responden di daerah penelitian tahun 2010
karakteristik peternak sampel satuan Rentang (*) Rataan
Tingkat pendidikan Tahun 6-12 7,57
Pengalaman beternak Tahun 3-20 6,52
Umur peternak tahun 24-52 37,61
Sistem pemeliharaan D 1-3 2
Total penerimaan dari usaha ternak Rp/tahun 5.100.000-12.300.000 6.707.303
Total biaya pengeluaran Rp/tahun 100.000-2.500.000 342.381
Pendapatan bersih usahaternak Rp/tahun 4.800.000- 11.800.000 6.364.762
Keterangan : D = variabel dummy
Sistem Pemeliharaan dimana : 1 = Ekstensif , 2 = Semi Intensif dan 3 = Intensif
*): hasil pengolahan data primer 2010
Pengalaman beternak sapi potong menyebar antara 3 sampai 20 tahun
dengan rataan 6,52 tahun. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa
tingkat pengalaman beternak responden cukup, tetapi kurang menguasai tentang
teknik pengelolaan usahaternaknya.
Tingkat pendidikan peternak sapi potong menyebar antara 6 sampai 12
tahun dengan rataan 7,57 tahun. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan
responden rata-rata hanya tamat SMP, sehingga tingkat pendidikan responden
digolongkan menengah. Pendidikan non formal di daerah penelitian yang khusus
mengenai usahaternak sapi potong tidak begitu berjalan dengan baik.
Umur peternak menyebar antara 24 sampai 52 tahun dengan rataan 37,61
tahun. Hal ini menunjukkan. Hal ini menunujukan bahwa responden masih berada
dalam kategori umur produktif (20 sampai 45 tahun), sehingga potensi untuk
bekerja dan mengelola usaha ternaknya masih besar.
Pada usaha ternak sapi potong di daerah penelitian diperoleh total
antara Rp 5.100.000/tahun/ peternak sampai dengan Rp 12.300.000/tahun/
peternak dengan rataan sebesar Rp. 6.707.303/tahun/peternak.
Total biaya pengeluaran pada usahaternak sapi potong meliputi biaya
pakan, obat-obatan, tenaga kerja, dan biaya lainnya .Menurut data yang diperoleh
selama 1 (satu) tahun dari usaha ternak sapi potong per responden adalah berkisar
antara Rp. 100.000/tahun/ peternak sampai dengan Rp2.500.000/tahun/peternak
dengan nilai pengeluaran rata-rata adalah Rp.342.381/tahun/peternak.
Untuk pendapatan bersih setiap responden dari usahaternak sapi potong
selama 1 (satu) tahun berkisar antara Rp 4.800.000,- sampai dengan Rp
11.800.000 dengan rataan sebesar Rp. 6.364.762/tahun. Dari nilai rata-rata
pendapatan keluarga dari usahaternak sapi potong ini dapat digambarkan bahwa
responden kurang termotivasi untuk melakukan pengembangan usaha ternak sapi
potongnya, Mereka belum melihat dengan baik bahwa ternak sapi potong yang
mereka usahakan ini dapat mendatangkan pendapatan yang lebih besar lagi
apabila dilakukan dengan serius.
Biaya lain-lain yang dikeluarkan oleh peternak untuk usaha ternak
mencakup biaya perbaikan kandang, biaya pembelian peralatan pendukung usaha
ternak seperti kereta sorong (angkong), cangkul, sapu lidi, dan biaya bahan bakar.
.
Pengaruh variabel terhadap pendapatan peternak sapi potong
Untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak
sapi potong di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai digunakan
analisis regresi linier berganda, dimana yang menjadi variabel bebas
peternak (X3) dan sistem pemeliharaan (X4). Sedangkan yang menjadi variabel
terikat/tidak bebas (dependent) adalah pendapatan (Y).
Adapun hasil pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
peternak sapi potong di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai
dapat di lihat pada tabel berikut .
Tabel 7. Analisis varian pendapatan dan hasil penduga variabel
Sumber Derajat Bebas F tabel F hitung Tingkat umur peternak dan sistem pemeliharaan
b. Dependent Variabel : Pendapatan peternak
Tabel 8. Analisis regresi linier berganda pengaruh pengalaman beternak, tingkat pendidikan, umur dan sistem pemeliharaan terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai
Sumber: Lampiran
Keterangan: )*** beda nyata pada taraf signifikan α < 0,01;
)** beda nyata pada taraf signifikan α < 0.05;
)* beda nyata pada taraf signifikan α < 0,10
Variabel Koefisien Regresi Std.Error t-hitung Signifikan
Konstanta 435944.4 1769436 0.246 0.809*
F-hitung (α=0,05) 17,397
Berdasarkan Tabel di atas di peroleh persamaan sebagai berikut:
Ŷ = 435944.4 - 254236X1 + 244081X2 - 82178.3X3 + 4070002X4+µ
Keterangan:
Ŷ : pendapatan peternak sapi potong potong (baca : Y topi) X1 : pengalaman beternak (tahun)
X2 : tingkat pendidikan (tahun)
X3 : umur (tahun)
X4 : sistem pemeliharaan (variabel dummy)
Berdasarkan Hasil Regresi di atas dapat diketahui:
Nilai Konstanta/Intersept adalah sebesar 435,944,4. Artinya apabila variabel
bebas yaitu, pengalaman beternak, tingkat pendidikan, umur peternak dan sistem
pemeliharaan dilakukan maka peternak sapi potong akan menerima pendapatan
sebesar nilai konstanta yaitu Rp 435,944,.
1. R Square bernilai 81,3%, artinya bahwa semua variabel bebas pengalaman
beternak tingkat pendidikan,umur peternak dan sistem pemeliharaan
mempengaruhi variabel terikat sebesar 81,3% dan selebihnya yaitu sebesar
18,7% dijelaskan oleh variabel lain (µ) yang tidak diteliti dalam penelitian
ini.
2. Secara serempak nilai F-hitung (17,397) lebih besar daripada F-tabel (4,60).
Hal ini menunjukkan bahwa secara serempak semua variabel tersebut yaitu
pengalaman beternak, tingkat pendidikan, umur peternak dan sistem
pemeliharaan berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan peternak sapi
potong dengan taraf signifikansi 0.000a dan pada taraf kepercayaan 80,9%.
3. Secara partial nilai t-hitung variabel yang mempengaruhi adalah variabel
a. Variabel pengalaman beternak berpengaruh nyata terhadap pendapatan
peternak sapi potong, jika diukur pada tingkat kepercayaan 80,9%
yang ditunjukkan oleh angka koefisien -244081 dengan taraf
signifikansi α = 0,001 (α < 0,01). Sifat hubungan dari koefisien regresi
bertanda negatif. Hal ini dapat disebabkan karena umumnya
pengalaman beternak diperoleh dari orang tuanya secara
turun-temurun. Dengan pengalaman beternak yang cukup lama memberikan
indikasi bahwa pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap
manajemen pemeliharaan ternak mempunyai kemampuan yang lebih
baik. Namun di lapangan tidak diperoleh pengaruh seperti yang
diharapkan. Hal ini dapat disebabkan banyak peternak yang memiliki
pengalaman yang memadai namun masih mengelola usaha tersebut
dengan kebiasaan – kebiasaan lama yang sama dengan sewaktu
mereka mengawali usahanya sampai sekarang. Menurut Abidin dan
Simanjuntak (1997), faktor penghambat berkembangnya peternakan
pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktor-faktor topografi,
iklim, keadaan sosial, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan
dan penguat.
b. Hasil analisis regresi pada variabel tingkat pendidikan didapat angka
koefisien 244081 dengan taraf signifikansiα = 0,003 (α < 0,01) berarti
tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak.
Koefisien tersebut berimplikasi bahwa kenaikan tingkat pendidikan
peternak sebesar 1 tahun dengan asumsi variabel lain tetap maka akan
sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1986), yang menyatakan bahwa
tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir
dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru.
c. Variabel umur berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi
potong, jika diukur pada tingkat kepercayaan 80,9% yang ditunjukkan
oleh angka koefisien -82178,3 dengan taraf signifikansi α = 0,004
(α < 0,01). Sifat hubungan dari koefisien regresi bertanda negatif,
berarti setiap kenaikan umur sebesar 1 tahun maka akan menurunkan
pendapatan peternak sebesar Rp 82.178,3. Faktor umur biasanya lebih
diidentikkan dengan produktivitas kerja, dan jika seseorang masih
tergolong usia produktif ada kecenderungan produktivitasnya juga
tinggi. Chamdi (2003) mengemukakan, semakin muda usia peternak
(usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap
sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap
introduksi teknologi semakin tinggi.
d. Hasil analisis regresi variabel dummy sistem pemeliharaan didapat
t hitung 5,405 dengan taraf signifikansi α = 0.000 (α < 0,01) yang
berarti sistem pemeliharaan berpengaruh nyata terhadap pendapatan
Arti dari nilai persamaan berikut adalah :
Ŷ = = 435944.4 - 254236X1 + 244081X2 - 82178.3X3 + 4070002X4 + µ
Bedasarkan model persamaan diatas dapat diinterpretasi bahwa:
a.Apabila variabel bebas pengalaman beternak (X1) mengalami penurunan
sebesar 1 tahun, maka akan terjadi penurunan pendapatan (Y) sebesar
Rp. 254,236.
b.Apabila variabel bebas pendidikan (X2) mengalami kenaikan sebesar 1
tahun, maka akan terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar Rp. 244.081
c.Apabila variabel bebas umur (X3) mengalami kenaikan sebesar 1 tahun,
maka akan terjadi penurunan pendapatan (Y) sebesar Rp. 96.007,1
d.Apabila variabel bebas sistem pemeliharaan (X3) adalah intensif, maka akan
terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar Rp. 4.070.002
e. Apabila variabel X1, X2, X3 dan X4 yang dianalisis dianggap nol (tidak
melakukan aktivitas), maka peternak sapi potong akan menanggung biaya
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian analisis profil peternak terhadap pendapatan
dalam usaha sapi potong di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pengalaman, pendidikan dan sistem pemeliharaan merupakan faktor yang
berpengaruh nyata dalam meningkatkan pendapatan peternak sapi potong di
Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Umur yang semakin tinggi dapat menurunkan pendapatan disebabkan oleh
faktor usia produktif peternak tersebut
Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah :
Untuk Peternak :
Untuk meningkatkan pendapatan peternak sapi potong di daerah penelitian
diharapkan para peternak pemula dapat meningkatkan pengetahuan dalam
beternak dengan cara mempelajari inovasi dan teknologi baru.
Untuk Pemerintah :
Peningkatan pengalaman beternak dan pengetahuan beternak dapat
dilakukan dengan cara melakukan kegiatan penyuluhan peternakan. Hal ini
disebabkan karena umumnya pengalaman beternak yang didapat peternak adalah
pengalaman turun temurun, sehingga pendapatan peternak belum maksimal. Oleh
sebab itu diharapkan intoduksi teknologi dari dinas terkait agar peternak dapat
Dalam upaya meningkatkan pendapatan peternak sapi potong di daerah
Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai diantaranya adalah
mengatasi masalah permodalan yang masih sedikit maka untuk itu dibutuhkan
peran pemerintah setempat untuk membuka kucuran modal dari semua sumber
daya yang dapat meningkatkan pendapatan peternak seperti lembaga keuangan
mikro misalnya koperasi simpan pinjam, lembaga kredit pedesaan dan lembaga
non formal baik perorangan maupun bentukperkumpulan (lembaga kelompok
swadaya masyarakat dan lain-lain).
Untuk pemerintah setempat juga diharapkan dapat menyediakan lahan
yang dapat dikelola peternak seperti padang penggembalaan sebagai salah satu
sumber hijauan untuk mendukung usaha ternak, sehingga peternak dapat
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1991. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Penerbit Kanisius, Jakarta.
Abidin, A. dan Simanjuntak, D., 1977. Ternak Sapi Potong. Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta.
Ahmadi, A. H., 2003. Sosiologi Pendidikan. Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Arifin, B., 1993. Kiat-Kiat Mengembangkan Bisnis Peternakan. Makalah Seminar Peternakan dalam Menggalang Potensi Sumber Daya Guna Meraih Nilai Tambah Peternakan Melalui Teknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Aritonang, D., 1993. Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penebar Swadaya, Jakarta.
Badan Pusat Statistik Serdang Bedagai, 2010.
Berg, R. T. dan Butterfield. R. M., 1976. New Conceps of Cattle Growth. Sydney University Press, Sydney.
Boediono, 1998. Ekonomi Mikro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1 BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.
Chamdi, A.N., 2003. Kajian Profil Sosial Ekonomi Usaha Kambing Di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003. Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian.
Cyrilla, L., dan Ismail. A., 1988. Usaha Peternakan. Diktat Kuliah. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Darmono, 1993. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Fauzia, L., dan H. Tampubolon., 1991. Pengaruh Keadaan Sosial Ekonomi Petani Terhadap Keputusan Petani Dalam Penggunaan Sarana Produksi. Universitas Sumatera Utara Press, Medan
Gunawan, Pamungkas, D., ffandhy. L. S., 1993. Sapi Bali Potensi, Produktivitas dan Nilai Ekonomi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Hernanto, F., 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta
Kay, R. D., dan Edward, W. M., 1994. Farm Management. Third Edition. Mc.Graw-Hill. Inc, Singapore.
Lasley, 1978. Genetics of Livestock Improvement, Third Edition Printice-Hall of India Private Limited, New Delhi.
Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. UI-Press, Jakarta.
Mubyarto, 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.
Mulyono, S. dan B. Sarwono, 2007. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Parakkasi, A., 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press, Jakarta.
Sodiq, A., dan Z. Abidin., 2002. Penggemukan Sapi potong.. (Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis). Agromedia Pustaka, Jakarta
Soeharjo dan Patong, 1973. Sendi-Sendi Pokok Usaha Tani. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soekartawi, A., Soeharjo, Dillon, J. L., Hardaker, J. B., 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. UI-Press, Jakarta.
Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia, Jakarta.
Suharno, B dan Nazaruddin, 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugeng, Y. B., 2001. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta