• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis profil peternak terhadap pendapatan dalam usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis profil peternak terhadap pendapatan dalam usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Daerah Pancur Batu

Luas Kecamatan Pancur Batu adalah 122,53 Km2 atau sekitar 12.253 Ha,

yang terdiri dari 25 Desa dan 112 dusun, dengan Ibukota Kecamatan terletak di

Desa Tengah. Keadaan alam Kecamatan Pancur Batu pada umumnya mempunyai

2 (dua) iklim musim yaitu musim kemarau dan musim hujan yang mana kedua

iklim tersebut dipengaruhi oleh angin laut dan angin pegunungan. Secara

administratif Kecamatan Pancur Batu berbatasan dengan beberapa daerah, yaitu :

sebelah Utara Kecamatan Sunggal dan Kota Medan, sebelah Selatan Kecamatan

Sibolangit, sebelah Timur Namo Rambe dan sebelah Barat Kutalimbaru

(Badan Pusat Statistik, 2011).

Kecamatan Pancur Batu merupakan salah satu daerah penyebaran populasi

ternak di Kabupaten Deli Serdang yang berpotensi untuk dikembangkannya

populasi ternak sapi potong menjadi lebih baik lagi karena kawasan tersebut

termasuk salah satu wilayah di Provinsi Sumatera Utara yang perkembangan

populasi ternak sapi potong pada tahun 2011 di Kecamatan Pancur Batu mencapai

(2)

Tabel 1. Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang menurut

(3)

Tabel 2. Populasi ternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu menurut Desa

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2011)

Ternak Sapi Potong

Untuk memulai suatu peternakan sapi potong sebaiknya perlu terlebih

dahulu mengadakan pengenalan terhadap berbagai bangsa/jenis sapi potong,

terutama menyangkut hal seperti pertumbuhan, produksi dan lain hal yang

menentukan perkembangan sapi tersebut sehingga apabila hendak mendirikan

peternakan atau memelihara ternak sudah mendapat gambaran umum akan hal-hal

apa yang perlu diadakan untuk menjamin perkembangan ternak tersebut dengan

(4)

Para peternak sapi harus menyadari bahwa daerah tropis seperti di

Indonesia ini suhu udaranya relatif tinggi, sehingga sangat berpengaruh terhadap

kehidupan ternak sapi. Bagi bangsa-bangsa sapi lokal (tropis) hal ini tidak akan

menimbulkan gangguan yang berat (stress). Bangsa-bangsa sapi tropis yang kita

kenal ialah Zebu (Bos indicus) dan Banteng (Bos sondaicus), atau hasil

persilangan dari kedua golongan tersebut. Penyebaran Zebu di daerah tropis,

khususnya di Asia, ternyata lebih banyak dibandingkan dengan sapi-sapi Eropa

(Bos taurus) (AAK, 1991).

Sapi-sapi asli Indonesia yang terkenal yaitu : sapi Bali, sapi Ongole

sedangkan sapi lainnya seperti sapi Madura, sapi Aceh dan sapi Lampung tidak

begitu terkenal karena sifat penyebaran dan pertumbuhan tidak begitu menonjol

bila dibandingkan dengan kedua sapi tersebut (Abidin dan Simanjuntak, 1977).

Menurut Idris et al. (1991), sapi Ongole berukuran besar dan gagah, watak

sabar dan tenaga kuat, baik untuk pekerjaan yang berat. Tanda-tandanya : kepala

tidak terlalu panjang, profil melengkung sekali, leher pendek dan tebal, tubuh

padat, besar dan kuat. Panjang tubuh ± 110 cm dari tingginya. Tinggi sapi jantan

140-160 cm, betina 130-140 cm. Kaki agak panjang tetapi kuat. Ambing kurang

baik tumbuhnya. Warna bulu putih atau abu-abu dengan kuning tua.

Sapi dari daerah yang beriklim sedang mempunyai kerangka yang relatif

kurang kompak, sedangkan sapi-sapi tropis mempunyai kerangka persegi, anggota

badan lebih besar, lipatan kulit menggantung antara kerongkongan dan brisket

(5)

Karakteristik sapi dari tipe potong adalah : bentuk tubuh padat, dalam,

lebar dan kaki pendek. Badan seluruhnya berisi daging. Sela garis tubuh lurus dan

rata. Kepala pendek dan lebar pada frontalisnya. Leher tebal dan bahu berisi.

Punggung dan pinggang lebar. Kemudi lebar. Dada lebar dan dalam. Dilihat dari

samping, tubuh tampak seperti segi empat panjang dan dalam. Pertumbuhan

tulang, dagingdan lemak badan tampak baik (Idris et al., 1991).

Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produksi

Ternak sapi potong sebagai salah satu sumber makanan berupa daging,

produktivitasnya masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih sangat

jauh dari target yang diperlukan konsumen. Hal ini disebabkan oleh produksi

daging masih sangat rendah (Pane dan Ismed, 1986).

Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab

volume produksi daging masih rendah. Pada umumnya, selama ini di negara kita

sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam

skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).

Disamping itu, ternak sapi yang dipelihara ini masih merupakan bagian

kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Tentu saja usaha berskala

kecil ini terdapat banyak kelemahan. Diantaranya adalah sebagai produsen

perorangan pasti tidak dapat memanfaatkan sumber daya produktivitasnya yang

tinggi seperti pada sektor usaha besar dan modern. Sebab pada usaha kecil ini baik

(6)

akan menjadi jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan usaha skala besar

(Tafal, 1981).

Menurut Sugeng (2001), tingkat produksi yang rendah diakibatkan

beberapa faktor sebagai berikut : faktor tujuan pemeliharaan, faktor bibit dan

faktor pakan tersedia terbatas.

Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan

adalah faktor genetik, faktor lingkungan serta interaksi faktor genetik dengan

lingkungan. Seekor ternak yang genetiknya tidak menghasilkan daging, walaupun

hidupnya dalam lingkungan yang baik tidak akan menghasilkan daging yang baik

tetapi hidup dalam lingkungan yang jelek juga tidak akan menghasilkan daging

yang memuaskan (Lasley, 1978).

Menurut Berg dan Butterfield (1976), bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan pertambahan berat badan adalah bangsa ternak,

umur ternak, jenis kelamin dan makanannya serta lingkungannya.

Profil Peternak Skala Usaha

Menurut Soekartawi (1995), bahwa pendapatan usaha ternak sangat

dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang yang dijual oleh peternak itu sendiri

sehingga semakin banyak jumlah ternak maka semakin tinggi pendapatan bersih

(7)

Umur

Semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa

keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi

terhadap introduksi teknologi semakin tinggi (Chamdi, 2003).

Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut.

Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin turun pula prestasinya.

Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan

berpengaruh karena justru semakin berpengalaman (Suratiyah, 2009).

Tingkat Pendidikan

Model pendidikan yang digambarkan dalam pendidikan petani bukan

pendidikan formal yang acap kali mengasingkan pertanian dan realitas.

Pendidikan petani yang dikembangkan adalah pendidikan yang memungkinkan

tiap-tiap pribadi berkontak dengan orang lain, pekerjaan dan dengan dirinya

sendiri (kebutuhan, perasaan, dorongan, saling memberi dan menerima, berbicara

dan mendengarkan). Model pendidikan ini mempunyai ideal yang mengarah pada

suatu sasaran agar petani mempunyai mentalitas yang baik yang disertai dengan

penguasaan manajemen dasar serta memiliki skill dalam praktek bertani, yang

akhirnya membawa petani untuk memperoleh produksi yang optimal. Produksi

yang optimal tentu merupakan suatu langkah penting untuk memenuhi kebutuhan

(8)

Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang

kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.

Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan

kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja (Ahmadi, 2003).

Menurut Soekartawi et al. (1986), menyatakan bahwa tingkat pendidikan

peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka

terhadap inovasi dan teknologi baru. Peternak yang tingkat pendidikannya lebih

tinggi seharusnya dapat meningkatkan lebih besar pendapatan peternak namun

kenyataan di lapangan berbeda seperti yang telah diuraikan diatas karena pada

dasarnya peternak yang ada di daerah peneltian masih tergolong berpendidikan

menengah.

Pengalaman Beternak

Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh terhadap

penerimaan inovasi dari luar. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman

diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri mengusahakan

usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian

(Fauzia danTampubolon, 1991).

Faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut

dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya

bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor pengalaman

yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula perkembangan

(9)

Jumlah Tanggungan Keluarga

Semakin besarnya jumlah anggota petani atau peternak akan semakin

besar pula tuntutan kebutuhan keuangan rumah tangga. Hal demikian besarnya

jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusaha

tani. Keluarga yang memiliki sebidang tanah tetap saja jumlahnya semakin

sempitnya dengan pertambahan anggota secara terus-menerus, sementara

kebutuhan akan diproduksi termasuk pangan semakin bertambah (Daniel, 2002).

Tingkat Generasi Peternak

Pada umumnya pengetahuan tentang beternak diperoleh dari orang tua.

Orang tua menurunkan generasi cara beternak kepada anak-anaknya. Generasi

peternak akan berjalan dengan sendiri secara turun-temurun. Sehingga bisa

dipastikan apabila orang tuanya dahulu peternak maka generasi peternak akan

diturunkan kepada anak-anaknya. Hal demikian dapat didorong dengan adanya

kemauan dan motivasi dari generasi penerus peternak itu sendiri

(http://generasi-peternak.com.-tingkat).

Sistem Pemeliharaan Ternak

Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang

hari berada di dalam kandang. Mereka makan sebanyak dan sebaik mungkin

(10)

jumlah yang lebih banyak sebagai pupuk. Sapi-sapi memperoleh perlakuan yang

lebih teratur atau rutin dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang,

memandikan sapi, menimbang, mengendalikan penyakit (Sugeng, 2001).

Sistem pemeliharaan semi-intensif adalah kegiatan pemeliharaan ternak

dengan sistem pengembalaan yang dilakukan secara teratur dan baik. Dalam

kondisi tertentu, pemilik sudah mulai menaruh perhatian terhadap ternak yang

dipeliharanya, terutama ketika ternak akan melahirkan dan digemukan untuk

dipotong dengan mengurung ternak selama sehari penuh. Dalam hal ini pemilik

sudah mulai menjaga kebersihan kandang dan memberikan

obat-obatan/konsentrat sebagai tambahan makanan. (Mulyono danSarwono, 2007).

Sistem pemeliharaan ekstensif merupakan beternak secara tradisional yaitu

campur tangan peternak terhadap ternak peliharaanya hampir tidak ada. Ternak

dilepas begitu saja dan pergi mencari pakan sendiri di lapangan pengembalaan,

pinggiran hutan atau tempat lain yang banyak ditumbuhi rumput dan sumber

pakan. Sesuai dengan habitat aslinya, ternak menyukai pakan dari tanaman di

daerah perbukitan (Mulyono danSarwono, 2007).

Usaha Peternakan Rakyat

Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha

kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu

produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka

(11)

Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak.

Pada umumnya ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia berlahan sempit,

permodalan terbatas, tingkat pengetahuan petani yang terbatas dan kurang

dinamik serta pendapatan petani yang rendah (Soekartawi et al., 1986).

Di dalam pertanian rakyat, hampir tidak ada usaha tani yang memproduksi

satu macam hasil saja. Disamping hasil-hasil tanaman, usaha pertanian rakyat

meliputi pula usaha-usaha peternakan, perikanan dan kadang-kadang usaha

pencarian hasil hutan (Mubyarto, 1991).

Usahatani atau usaha peternakan mempunyai ciri khas yang

mempengaruhi prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang digunakan.

Usahatani dan usaha peternakan sering dianggap sebagai usaha yang lebih banyak

resikonya dalam hal output dan perubahan harga serta pengaruh cuaca terhadap

keseluruhan proses produksi (Kay dan Edward, 1994) .

Menurut Kay dan Edward (1994), dalam usahatani dan usaha peternakan,

pembagian kerja dan tugas manajemen jarang dilakukan, kecuali untuk skala

usaha besar. Petani dalam usahatani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja,

tetapi lebih dari itu. Dia adalah pemimpin (manager) usahatani yang mengatur

(12)

Panca Usaha Ternak Potong

Bibit

Menurut Sugeng (2001), dalam hal penelitian bibit dengan cara seleksi dan

penyingkiran ternak yang kurang baik dari kelompok yang dipelihara tidak perlu

dilakukan. Laju pertumbuhan ternak yang bagaimanapun tidak perlu dihiraukan.

Yang terpenting bagi peternak adalah ternak yang dipelihara itu tetap bisa

berkembang biak.

Salah satu faktor keberhasilan beternak adalah keterampilan memilih bibit

ternak, sebagai pejantannya digunakan pemacak milik desa atau milik pemerintah

atau dengan inseminasi buatan (Dinas Peternakan, 1983).

Pakan

Keberhasilan suatu usaha ternak hanya mungkin tercapai apabila

faktor-faktor penunjangnya memperoleh perhatian yang penuh. Salah satu faktor

utamanya adalah makanan disamping faktor genetis dan manajemen. Oleh karena

itu, bibit ternak yang baik dan dari jenis yang unggul harus diimbangi dengan

pemberian makanan yang baik pula (AAK, 1991)

Sistem alat pencernaan dari berbagai jenis-jenis ternak mencerminkan pula

macam bahan makanan yang dapat dimakannya. Ternak ruminansia atau

pemamah biak mempunyai alat pencernaan yang berbeda dari non ruminansia.

(13)

ternak - ternak non ruminansia menggunakan kosentrat sebagai bahan makanan

pokok ( Abidin dan Simanjuntak, 1997).

Ternak sapi sebagai salah satu hewan ruminansia beralat pencernaan yang

terbagi atas empat bagian yakni rumen, retikulum, omasum dan abomasum.

Dengan alat ini, sapi mampu menampung jumlah bahan pakan yang lebih besar

dan mampu mencerna bahan pakan yang kandungan serat kasarnya tinggi.

Sehingga pakan pokok hewan ini berupa hijauan atau rumput dan pakan penguat

sebagai tambahan. Pada umumnya bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah

10 % dari berat pakan dan pakan penguat cukup 1 % dari berat badan

(Sugeng, 2000).

Pada tabel dibawah ini dapat dilihat penggunaan makanan oleh berbagai

ternak sebagai berikut :

Tabel 3. Penggunaan makanan oleh berbagai ternak

Babi

Sumber : Ir. Susetyo, dkk (1969).

Di negara kita pemberian makanan pada ternak belum begitu diperhatikan.

Pada umumnya ternak hanya diberikan makanan hijauan dengan cara

menggembalakan di lapangan ataupun diarit untuk diberikan pada ternaknya. Pada

umumnya kualitas rumput tersebut sangat rendah, karena jarang terdapat

pemeliharaan rumput-rumputan hijauan makanan ternak secara khusus untuk

(14)

Kandang

Perkandangan dan peralatan sangat penting dalam menentukan sukses

tidaknya sesuatu perusahaan ternak sapi. Oleh karena itu sangat perlu untuk

merencanakan pembuatan kandang dengan peralatan seefisien mungkin.

Peternakan sapi dengan sistem pemeliharaan di pasture (padang pengembalaan),

kandang diperlukan hanya untuk malam hari dimana sapi – sapi tersebut pada pagi

harinya dilepas pada padang pengembalaan ini dapat dibuat pula kandang yang

dilengkapi dengan atap yang bisa terbuat dari genteng atau rumbia atau bisa juga

tanpa atap. Lantainya sebaiknya di semen. Sebagai patokan umum seekor sapi

dewasa membutuhkan tempat seluas 2,5 sampai 3 m2 (kira – kira 1,5 x 2 m) per

ekornya (Abidin dan Simanjuntak, 1977).

Luas kandang per ekor 1,5 m x 1,8 m = 2 m2. Membuat kandang untuk

kapasitas 8-10 ekor di bawah satu atap lebih ekonomis daripada kapasitas 2-3 ekor

di dalam satu atap. Lantai kandang, baik lantai tanah, adukan semen, aspal, batu-

batu dan sebagainya, harus dibuat agak sedikit miring. Kemiringan lantai kandang

cukup dibuat 5 cm saja. Kemiringan lantai ini bertujuan agar air kencing sapi

tidak berhenti dan bercampur dengan kotoran dan tilam (bedding) yang dipakai

sebagai alas ternak, sehingga kesehatan sapi tetap terjamin (AAK, 1991).

Kontruksi kandang menurut Sugeng (2001), dibangun dengan perencanaan

yang benar akan menjamin kenyamanan hidup ternak, sebab bangunan kandang

sangat erat hubungannya dengan kehidupan ternak.

Sehubungan dengan kebutuhan hidup ternak sapi untuk beradaptasi ini,

(15)

setempat, kontruksi dan bahan bangunan. Ketiga faktor ini perlu diperhatikan

karena faktor-faktor tersebut akan membawa kenyamanan bagi ternak apabila

kesemuanya tadi dipadu dengan baik (AAK, 1991).

Pencegahan dan Pengobatan Penyakit

Penyakit yang timbul pada sapi potong biasannya dibagi atas empat

macam yaitu : 1) external parasitis, 2) internal parasitis, 3) penyakit menular dan

4) penyakit tidak menular. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit lebih penting

daripada mengobati. Oleh karena itulah maka para peternak selalu menjaga

kesehatan dari pada ternak–ternaknya melalui sanitasi yang baik, penyemprotan

dengan desinfektan dan vaksinasi secara teratur. Ternak-ternak akan mudah

tertular penyakit bila manajemennya kurang baik. Parasit-parasit dan penyakit

biasanya berkembang baik pada ternak-ternak yang kondisinya tidak baik dan

dapat menyebar pada ternak-ternak yang sehat lainnya

(Abidin dan Simanjuntak, 1977).

Sapi yang terkena penyakit biasanya menimbulkan kerugian besar

terlebih penyakit menular, walaupun terkadang tidak menyebabkan kematian

secara langsung namun dapat merusak kesehatan. Misalnya penyakit brucellosis

dan tubercullose, anthrax, mulut dan kuku. Penanggulangan perlu secara dini.

Para peternak tidak perlu mengetahui masalah-masalah kedokteran hewan, tetapi

yang perlu adalah pengenalan berbagai jenis penyakit dan sebabya, akibat

serangan, gejala yang tampak, penyebarannya, pencegahan dan pemberantasannya

(16)

Pemasaran

Permintaan pasar atas daging sapi meningkat terus dari tahun ke tahun

sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan taraf hidup rakyat

disertai dengan pengertian mengenai kepentingan pangan dan gizi. Hal tersebut

sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial dan agama, seperti musim haji,

musim hajatan (pernikahan, dll), hari Natal dan tahun Baru, dan puncaknya adalah

hari raya Idul Fitri dan bulan Syawal (Darmono, 1993).

Pada tahun 1994, proyeksi permintaan daging sapi di Indonesia adalah

324.000 ton, sedangkan daging sapi yang tersedia adalah 308.000 ton dan

sebagian besar dipenuhi dari produksi lokal. Dengan demikian, terdapat kelebihan

permintaan sebesar 16.000 ton. Kesenjangan antara permintaan dan pemasokan

daging sapi tersebut merupakan peluang pemasaran bagi daging sapi di Indonesia

(Arifin, 1993).

Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan

pengetahuan masyarakat tentang gizi berpengaruh terhadap pola konsumsi

masyarakat ke arah gizi berimbang sehingga memberikan peluang pemasaran

hasil-hasil peternakan. Disamping itu, terbukanya perdagangan internasional

mengakibatkan kemungkinan ekspor ternak dan hasil semakin meningkat bila

(17)

Pendapatan Usaha Ternak

Biaya Produksi

Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang diperlukan,

yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat di ukur untuk

menghasilkan suatu produk (Cyrilla dan Ismail, 1988).

Menurut Boediono (1998), biaya mencakup suatu pengukuran nilai

sumber daya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang

bertujuan untuk mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya

dibedakan atas biaya tetap dan biaya biaya variabel.

Biaya tetap (fix cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam

kegitan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu,

sedangkan biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang jumlah totalnya

berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan ( Widjaja, 1999).

Depresiasi asuransi, perbaikan rutin, pajak dan bunga modal termasuk ke

dalam biaya tetap, sedangkan pakan, bibit, pupuk, obat-obatan, bahan bakar dan

kesehatan ternak termasuk biaya tidak tetap (Kay dan Edward, 1994).

Pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi (input)

yang diperlukan pada proses produksi. Untuk sarana produksi yang dibeli

dimasukkan dalam biaya tunai, sedangkan untuk sarana produksi yang tidak dibeli

(18)

Penerimaan dan Pendapatan

Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai

produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun

yang tidak dijual.

Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa penerimaan merupakan

hasil perkalian dari produksi total dengan harga per satuan. Produksi total adalah

hasil utama dan sampingan, sedangkan harga adalah harga pada tingkat usaha tani

atau harga jual petani.

Penerimaan dalam usaha tani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan

selama periode pembukuan yang sama, sedangkan pendapatan adalah penerimaan

dikurangi dengan biaya produksi (Kay dan Edward, 1994).

Soeharjo dan Patong (1973), menyebutkan bahwa dalam analisis

pedapatan diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan

pengeluaran sama jangka waktu yang ditetapkan. Selanjutnya disebutkan bahwa

tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dan

keadaan yang akan datang dari kegiatan usaha. Dengan kata lain analisis

pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha.

Analisis usaha

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu

usaha ternak komersil. Melalui hasil analisis ini dapat dicari langkah pemecahan

(19)

titik tolak untuk memperbaiki hasil dari usaha ternak tersebut. Hasil analisis ini

dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang

usaha atau memperbesar skala usaha. Hernanto (1996), menyatakan bahwa

analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui kinerja usaha secara menyeluruh.

Ada tiga laporan utama yang berkaitan dengan analisis usaha yaitu :

(1) arus biaya dan penerimaan (cash flow), yaitu berupa biaya operasional

(2) neraca (balance sheet), yaitu berupa harta, utang dan modal

(3) pertelaan pendapatan (income statement), yaitu menyangkut laporan laba-rugi

berupa pendapatan dikurangi dengan beban (biaya).

Pendapatan (income statement) lebih menunjukkan kepada sumber-sumber

penerimaan dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk mencapai penerimaan

tersebut. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan

tersedianya dana ril untuk periode selanjutnya. Menurut

Suharno dan Nazaruddin (1994), gambaran mengenai usaha ternak yang memilki

prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis usaha juga dapat

memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan

modal, besar biaya untuk bibit, pakan, kandang serta lamanya modal akan kembali

dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu

kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen

itu masih dapat di tingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil

apabila pendapatanya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana

Gambar

Tabel 1. Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang menurut Kecamatan
Tabel 2. Populasi ternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu menurut Desa
Tabel 3. Penggunaan makanan oleh berbagai ternak

Referensi

Dokumen terkait

Perbezaan penyerapan optik yang ketara bagi setiap nisbah berat Ag:ZnO menunjukkan bahawa sampel Ag-ZnO pada nisbah 7:10 dan 25:10 menyerap lebih banyak cahaya nampak

 Inflasi di Kota Padang terjadi karena adanya peningkatan indeks pada 6 (enam) kelompok pengeluaran antara lain; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan

Kondisi faktor lingkungan sosial seperti tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan kuantil indeks kepemilikan merupakan determinan variabel yang dapat dimodifikasi

Salah satu tradisi tersebut adalah kebiasaan para suku bugis yang akan meminta uang panaik (uang pesta) kepada pihak pria yang ingin menikahi anak perempuan

Dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk dilakukan suatu simulasi dari Dengan menggunakan metode ini memungkinkan untuk dilakukan suatu simulasi dari beberapa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pendidikan dan pola asuh yang diterapkan bagi anak-anak penyandang cacat di Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya di

Salah satu kegiatan komunikasi internal yang dapat dilakukan oleh seorang Public Relations dalam menjalankan fungsinya dalam hal manajemen komunikasi antara

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok. Pertimbangan untuk nasihat lain •