TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Daerah Pancur Batu
Luas Kecamatan Pancur Batu adalah 122,53 Km2 atau sekitar 12.253 Ha,
yang terdiri dari 25 Desa dan 112 dusun, dengan Ibukota Kecamatan terletak di
Desa Tengah. Keadaan alam Kecamatan Pancur Batu pada umumnya mempunyai
2 (dua) iklim musim yaitu musim kemarau dan musim hujan yang mana kedua
iklim tersebut dipengaruhi oleh angin laut dan angin pegunungan. Secara
administratif Kecamatan Pancur Batu berbatasan dengan beberapa daerah, yaitu :
sebelah Utara Kecamatan Sunggal dan Kota Medan, sebelah Selatan Kecamatan
Sibolangit, sebelah Timur Namo Rambe dan sebelah Barat Kutalimbaru
(Badan Pusat Statistik, 2011).
Kecamatan Pancur Batu merupakan salah satu daerah penyebaran populasi
ternak di Kabupaten Deli Serdang yang berpotensi untuk dikembangkannya
populasi ternak sapi potong menjadi lebih baik lagi karena kawasan tersebut
termasuk salah satu wilayah di Provinsi Sumatera Utara yang perkembangan
populasi ternak sapi potong pada tahun 2011 di Kecamatan Pancur Batu mencapai
Tabel 1. Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang menurut
Tabel 2. Populasi ternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu menurut Desa
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2011)
Ternak Sapi Potong
Untuk memulai suatu peternakan sapi potong sebaiknya perlu terlebih
dahulu mengadakan pengenalan terhadap berbagai bangsa/jenis sapi potong,
terutama menyangkut hal seperti pertumbuhan, produksi dan lain hal yang
menentukan perkembangan sapi tersebut sehingga apabila hendak mendirikan
peternakan atau memelihara ternak sudah mendapat gambaran umum akan hal-hal
apa yang perlu diadakan untuk menjamin perkembangan ternak tersebut dengan
Para peternak sapi harus menyadari bahwa daerah tropis seperti di
Indonesia ini suhu udaranya relatif tinggi, sehingga sangat berpengaruh terhadap
kehidupan ternak sapi. Bagi bangsa-bangsa sapi lokal (tropis) hal ini tidak akan
menimbulkan gangguan yang berat (stress). Bangsa-bangsa sapi tropis yang kita
kenal ialah Zebu (Bos indicus) dan Banteng (Bos sondaicus), atau hasil
persilangan dari kedua golongan tersebut. Penyebaran Zebu di daerah tropis,
khususnya di Asia, ternyata lebih banyak dibandingkan dengan sapi-sapi Eropa
(Bos taurus) (AAK, 1991).
Sapi-sapi asli Indonesia yang terkenal yaitu : sapi Bali, sapi Ongole
sedangkan sapi lainnya seperti sapi Madura, sapi Aceh dan sapi Lampung tidak
begitu terkenal karena sifat penyebaran dan pertumbuhan tidak begitu menonjol
bila dibandingkan dengan kedua sapi tersebut (Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Menurut Idris et al. (1991), sapi Ongole berukuran besar dan gagah, watak
sabar dan tenaga kuat, baik untuk pekerjaan yang berat. Tanda-tandanya : kepala
tidak terlalu panjang, profil melengkung sekali, leher pendek dan tebal, tubuh
padat, besar dan kuat. Panjang tubuh ± 110 cm dari tingginya. Tinggi sapi jantan
140-160 cm, betina 130-140 cm. Kaki agak panjang tetapi kuat. Ambing kurang
baik tumbuhnya. Warna bulu putih atau abu-abu dengan kuning tua.
Sapi dari daerah yang beriklim sedang mempunyai kerangka yang relatif
kurang kompak, sedangkan sapi-sapi tropis mempunyai kerangka persegi, anggota
badan lebih besar, lipatan kulit menggantung antara kerongkongan dan brisket
Karakteristik sapi dari tipe potong adalah : bentuk tubuh padat, dalam,
lebar dan kaki pendek. Badan seluruhnya berisi daging. Sela garis tubuh lurus dan
rata. Kepala pendek dan lebar pada frontalisnya. Leher tebal dan bahu berisi.
Punggung dan pinggang lebar. Kemudi lebar. Dada lebar dan dalam. Dilihat dari
samping, tubuh tampak seperti segi empat panjang dan dalam. Pertumbuhan
tulang, dagingdan lemak badan tampak baik (Idris et al., 1991).
Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produksi
Ternak sapi potong sebagai salah satu sumber makanan berupa daging,
produktivitasnya masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih sangat
jauh dari target yang diperlukan konsumen. Hal ini disebabkan oleh produksi
daging masih sangat rendah (Pane dan Ismed, 1986).
Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab
volume produksi daging masih rendah. Pada umumnya, selama ini di negara kita
sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam
skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).
Disamping itu, ternak sapi yang dipelihara ini masih merupakan bagian
kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Tentu saja usaha berskala
kecil ini terdapat banyak kelemahan. Diantaranya adalah sebagai produsen
perorangan pasti tidak dapat memanfaatkan sumber daya produktivitasnya yang
tinggi seperti pada sektor usaha besar dan modern. Sebab pada usaha kecil ini baik
akan menjadi jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan usaha skala besar
(Tafal, 1981).
Menurut Sugeng (2001), tingkat produksi yang rendah diakibatkan
beberapa faktor sebagai berikut : faktor tujuan pemeliharaan, faktor bibit dan
faktor pakan tersedia terbatas.
Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan
adalah faktor genetik, faktor lingkungan serta interaksi faktor genetik dengan
lingkungan. Seekor ternak yang genetiknya tidak menghasilkan daging, walaupun
hidupnya dalam lingkungan yang baik tidak akan menghasilkan daging yang baik
tetapi hidup dalam lingkungan yang jelek juga tidak akan menghasilkan daging
yang memuaskan (Lasley, 1978).
Menurut Berg dan Butterfield (1976), bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan pertambahan berat badan adalah bangsa ternak,
umur ternak, jenis kelamin dan makanannya serta lingkungannya.
Profil Peternak Skala Usaha
Menurut Soekartawi (1995), bahwa pendapatan usaha ternak sangat
dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang yang dijual oleh peternak itu sendiri
sehingga semakin banyak jumlah ternak maka semakin tinggi pendapatan bersih
Umur
Semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa
keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi
terhadap introduksi teknologi semakin tinggi (Chamdi, 2003).
Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut.
Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin turun pula prestasinya.
Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan
berpengaruh karena justru semakin berpengalaman (Suratiyah, 2009).
Tingkat Pendidikan
Model pendidikan yang digambarkan dalam pendidikan petani bukan
pendidikan formal yang acap kali mengasingkan pertanian dan realitas.
Pendidikan petani yang dikembangkan adalah pendidikan yang memungkinkan
tiap-tiap pribadi berkontak dengan orang lain, pekerjaan dan dengan dirinya
sendiri (kebutuhan, perasaan, dorongan, saling memberi dan menerima, berbicara
dan mendengarkan). Model pendidikan ini mempunyai ideal yang mengarah pada
suatu sasaran agar petani mempunyai mentalitas yang baik yang disertai dengan
penguasaan manajemen dasar serta memiliki skill dalam praktek bertani, yang
akhirnya membawa petani untuk memperoleh produksi yang optimal. Produksi
yang optimal tentu merupakan suatu langkah penting untuk memenuhi kebutuhan
Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang
kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.
Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan
kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja (Ahmadi, 2003).
Menurut Soekartawi et al. (1986), menyatakan bahwa tingkat pendidikan
peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka
terhadap inovasi dan teknologi baru. Peternak yang tingkat pendidikannya lebih
tinggi seharusnya dapat meningkatkan lebih besar pendapatan peternak namun
kenyataan di lapangan berbeda seperti yang telah diuraikan diatas karena pada
dasarnya peternak yang ada di daerah peneltian masih tergolong berpendidikan
menengah.
Pengalaman Beternak
Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh terhadap
penerimaan inovasi dari luar. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman
diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri mengusahakan
usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian
(Fauzia danTampubolon, 1991).
Faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut
dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya
bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor pengalaman
yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula perkembangan
Jumlah Tanggungan Keluarga
Semakin besarnya jumlah anggota petani atau peternak akan semakin
besar pula tuntutan kebutuhan keuangan rumah tangga. Hal demikian besarnya
jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusaha
tani. Keluarga yang memiliki sebidang tanah tetap saja jumlahnya semakin
sempitnya dengan pertambahan anggota secara terus-menerus, sementara
kebutuhan akan diproduksi termasuk pangan semakin bertambah (Daniel, 2002).
Tingkat Generasi Peternak
Pada umumnya pengetahuan tentang beternak diperoleh dari orang tua.
Orang tua menurunkan generasi cara beternak kepada anak-anaknya. Generasi
peternak akan berjalan dengan sendiri secara turun-temurun. Sehingga bisa
dipastikan apabila orang tuanya dahulu peternak maka generasi peternak akan
diturunkan kepada anak-anaknya. Hal demikian dapat didorong dengan adanya
kemauan dan motivasi dari generasi penerus peternak itu sendiri
(http://generasi-peternak.com.-tingkat).
Sistem Pemeliharaan Ternak
Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang
hari berada di dalam kandang. Mereka makan sebanyak dan sebaik mungkin
jumlah yang lebih banyak sebagai pupuk. Sapi-sapi memperoleh perlakuan yang
lebih teratur atau rutin dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang,
memandikan sapi, menimbang, mengendalikan penyakit (Sugeng, 2001).
Sistem pemeliharaan semi-intensif adalah kegiatan pemeliharaan ternak
dengan sistem pengembalaan yang dilakukan secara teratur dan baik. Dalam
kondisi tertentu, pemilik sudah mulai menaruh perhatian terhadap ternak yang
dipeliharanya, terutama ketika ternak akan melahirkan dan digemukan untuk
dipotong dengan mengurung ternak selama sehari penuh. Dalam hal ini pemilik
sudah mulai menjaga kebersihan kandang dan memberikan
obat-obatan/konsentrat sebagai tambahan makanan. (Mulyono danSarwono, 2007).
Sistem pemeliharaan ekstensif merupakan beternak secara tradisional yaitu
campur tangan peternak terhadap ternak peliharaanya hampir tidak ada. Ternak
dilepas begitu saja dan pergi mencari pakan sendiri di lapangan pengembalaan,
pinggiran hutan atau tempat lain yang banyak ditumbuhi rumput dan sumber
pakan. Sesuai dengan habitat aslinya, ternak menyukai pakan dari tanaman di
daerah perbukitan (Mulyono danSarwono, 2007).
Usaha Peternakan Rakyat
Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha
kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu
produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka
Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak.
Pada umumnya ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia berlahan sempit,
permodalan terbatas, tingkat pengetahuan petani yang terbatas dan kurang
dinamik serta pendapatan petani yang rendah (Soekartawi et al., 1986).
Di dalam pertanian rakyat, hampir tidak ada usaha tani yang memproduksi
satu macam hasil saja. Disamping hasil-hasil tanaman, usaha pertanian rakyat
meliputi pula usaha-usaha peternakan, perikanan dan kadang-kadang usaha
pencarian hasil hutan (Mubyarto, 1991).
Usahatani atau usaha peternakan mempunyai ciri khas yang
mempengaruhi prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang digunakan.
Usahatani dan usaha peternakan sering dianggap sebagai usaha yang lebih banyak
resikonya dalam hal output dan perubahan harga serta pengaruh cuaca terhadap
keseluruhan proses produksi (Kay dan Edward, 1994) .
Menurut Kay dan Edward (1994), dalam usahatani dan usaha peternakan,
pembagian kerja dan tugas manajemen jarang dilakukan, kecuali untuk skala
usaha besar. Petani dalam usahatani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja,
tetapi lebih dari itu. Dia adalah pemimpin (manager) usahatani yang mengatur
Panca Usaha Ternak Potong
Bibit
Menurut Sugeng (2001), dalam hal penelitian bibit dengan cara seleksi dan
penyingkiran ternak yang kurang baik dari kelompok yang dipelihara tidak perlu
dilakukan. Laju pertumbuhan ternak yang bagaimanapun tidak perlu dihiraukan.
Yang terpenting bagi peternak adalah ternak yang dipelihara itu tetap bisa
berkembang biak.
Salah satu faktor keberhasilan beternak adalah keterampilan memilih bibit
ternak, sebagai pejantannya digunakan pemacak milik desa atau milik pemerintah
atau dengan inseminasi buatan (Dinas Peternakan, 1983).
Pakan
Keberhasilan suatu usaha ternak hanya mungkin tercapai apabila
faktor-faktor penunjangnya memperoleh perhatian yang penuh. Salah satu faktor
utamanya adalah makanan disamping faktor genetis dan manajemen. Oleh karena
itu, bibit ternak yang baik dan dari jenis yang unggul harus diimbangi dengan
pemberian makanan yang baik pula (AAK, 1991)
Sistem alat pencernaan dari berbagai jenis-jenis ternak mencerminkan pula
macam bahan makanan yang dapat dimakannya. Ternak ruminansia atau
pemamah biak mempunyai alat pencernaan yang berbeda dari non ruminansia.
ternak - ternak non ruminansia menggunakan kosentrat sebagai bahan makanan
pokok ( Abidin dan Simanjuntak, 1997).
Ternak sapi sebagai salah satu hewan ruminansia beralat pencernaan yang
terbagi atas empat bagian yakni rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Dengan alat ini, sapi mampu menampung jumlah bahan pakan yang lebih besar
dan mampu mencerna bahan pakan yang kandungan serat kasarnya tinggi.
Sehingga pakan pokok hewan ini berupa hijauan atau rumput dan pakan penguat
sebagai tambahan. Pada umumnya bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah
10 % dari berat pakan dan pakan penguat cukup 1 % dari berat badan
(Sugeng, 2000).
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat penggunaan makanan oleh berbagai
ternak sebagai berikut :
Tabel 3. Penggunaan makanan oleh berbagai ternak
Babi
Sumber : Ir. Susetyo, dkk (1969).
Di negara kita pemberian makanan pada ternak belum begitu diperhatikan.
Pada umumnya ternak hanya diberikan makanan hijauan dengan cara
menggembalakan di lapangan ataupun diarit untuk diberikan pada ternaknya. Pada
umumnya kualitas rumput tersebut sangat rendah, karena jarang terdapat
pemeliharaan rumput-rumputan hijauan makanan ternak secara khusus untuk
Kandang
Perkandangan dan peralatan sangat penting dalam menentukan sukses
tidaknya sesuatu perusahaan ternak sapi. Oleh karena itu sangat perlu untuk
merencanakan pembuatan kandang dengan peralatan seefisien mungkin.
Peternakan sapi dengan sistem pemeliharaan di pasture (padang pengembalaan),
kandang diperlukan hanya untuk malam hari dimana sapi – sapi tersebut pada pagi
harinya dilepas pada padang pengembalaan ini dapat dibuat pula kandang yang
dilengkapi dengan atap yang bisa terbuat dari genteng atau rumbia atau bisa juga
tanpa atap. Lantainya sebaiknya di semen. Sebagai patokan umum seekor sapi
dewasa membutuhkan tempat seluas 2,5 sampai 3 m2 (kira – kira 1,5 x 2 m) per
ekornya (Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Luas kandang per ekor 1,5 m x 1,8 m = 2 m2. Membuat kandang untuk
kapasitas 8-10 ekor di bawah satu atap lebih ekonomis daripada kapasitas 2-3 ekor
di dalam satu atap. Lantai kandang, baik lantai tanah, adukan semen, aspal, batu-
batu dan sebagainya, harus dibuat agak sedikit miring. Kemiringan lantai kandang
cukup dibuat 5 cm saja. Kemiringan lantai ini bertujuan agar air kencing sapi
tidak berhenti dan bercampur dengan kotoran dan tilam (bedding) yang dipakai
sebagai alas ternak, sehingga kesehatan sapi tetap terjamin (AAK, 1991).
Kontruksi kandang menurut Sugeng (2001), dibangun dengan perencanaan
yang benar akan menjamin kenyamanan hidup ternak, sebab bangunan kandang
sangat erat hubungannya dengan kehidupan ternak.
Sehubungan dengan kebutuhan hidup ternak sapi untuk beradaptasi ini,
setempat, kontruksi dan bahan bangunan. Ketiga faktor ini perlu diperhatikan
karena faktor-faktor tersebut akan membawa kenyamanan bagi ternak apabila
kesemuanya tadi dipadu dengan baik (AAK, 1991).
Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Penyakit yang timbul pada sapi potong biasannya dibagi atas empat
macam yaitu : 1) external parasitis, 2) internal parasitis, 3) penyakit menular dan
4) penyakit tidak menular. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit lebih penting
daripada mengobati. Oleh karena itulah maka para peternak selalu menjaga
kesehatan dari pada ternak–ternaknya melalui sanitasi yang baik, penyemprotan
dengan desinfektan dan vaksinasi secara teratur. Ternak-ternak akan mudah
tertular penyakit bila manajemennya kurang baik. Parasit-parasit dan penyakit
biasanya berkembang baik pada ternak-ternak yang kondisinya tidak baik dan
dapat menyebar pada ternak-ternak yang sehat lainnya
(Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Sapi yang terkena penyakit biasanya menimbulkan kerugian besar
terlebih penyakit menular, walaupun terkadang tidak menyebabkan kematian
secara langsung namun dapat merusak kesehatan. Misalnya penyakit brucellosis
dan tubercullose, anthrax, mulut dan kuku. Penanggulangan perlu secara dini.
Para peternak tidak perlu mengetahui masalah-masalah kedokteran hewan, tetapi
yang perlu adalah pengenalan berbagai jenis penyakit dan sebabya, akibat
serangan, gejala yang tampak, penyebarannya, pencegahan dan pemberantasannya
Pemasaran
Permintaan pasar atas daging sapi meningkat terus dari tahun ke tahun
sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan taraf hidup rakyat
disertai dengan pengertian mengenai kepentingan pangan dan gizi. Hal tersebut
sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial dan agama, seperti musim haji,
musim hajatan (pernikahan, dll), hari Natal dan tahun Baru, dan puncaknya adalah
hari raya Idul Fitri dan bulan Syawal (Darmono, 1993).
Pada tahun 1994, proyeksi permintaan daging sapi di Indonesia adalah
324.000 ton, sedangkan daging sapi yang tersedia adalah 308.000 ton dan
sebagian besar dipenuhi dari produksi lokal. Dengan demikian, terdapat kelebihan
permintaan sebesar 16.000 ton. Kesenjangan antara permintaan dan pemasokan
daging sapi tersebut merupakan peluang pemasaran bagi daging sapi di Indonesia
(Arifin, 1993).
Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan
pengetahuan masyarakat tentang gizi berpengaruh terhadap pola konsumsi
masyarakat ke arah gizi berimbang sehingga memberikan peluang pemasaran
hasil-hasil peternakan. Disamping itu, terbukanya perdagangan internasional
mengakibatkan kemungkinan ekspor ternak dan hasil semakin meningkat bila
Pendapatan Usaha Ternak
Biaya Produksi
Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang diperlukan,
yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat di ukur untuk
menghasilkan suatu produk (Cyrilla dan Ismail, 1988).
Menurut Boediono (1998), biaya mencakup suatu pengukuran nilai
sumber daya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang
bertujuan untuk mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya
dibedakan atas biaya tetap dan biaya biaya variabel.
Biaya tetap (fix cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam
kegitan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu,
sedangkan biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang jumlah totalnya
berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan ( Widjaja, 1999).
Depresiasi asuransi, perbaikan rutin, pajak dan bunga modal termasuk ke
dalam biaya tetap, sedangkan pakan, bibit, pupuk, obat-obatan, bahan bakar dan
kesehatan ternak termasuk biaya tidak tetap (Kay dan Edward, 1994).
Pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi (input)
yang diperlukan pada proses produksi. Untuk sarana produksi yang dibeli
dimasukkan dalam biaya tunai, sedangkan untuk sarana produksi yang tidak dibeli
Penerimaan dan Pendapatan
Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai
produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun
yang tidak dijual.
Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa penerimaan merupakan
hasil perkalian dari produksi total dengan harga per satuan. Produksi total adalah
hasil utama dan sampingan, sedangkan harga adalah harga pada tingkat usaha tani
atau harga jual petani.
Penerimaan dalam usaha tani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan
selama periode pembukuan yang sama, sedangkan pendapatan adalah penerimaan
dikurangi dengan biaya produksi (Kay dan Edward, 1994).
Soeharjo dan Patong (1973), menyebutkan bahwa dalam analisis
pedapatan diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan
pengeluaran sama jangka waktu yang ditetapkan. Selanjutnya disebutkan bahwa
tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dan
keadaan yang akan datang dari kegiatan usaha. Dengan kata lain analisis
pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha.
Analisis usaha
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
usaha ternak komersil. Melalui hasil analisis ini dapat dicari langkah pemecahan
titik tolak untuk memperbaiki hasil dari usaha ternak tersebut. Hasil analisis ini
dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang
usaha atau memperbesar skala usaha. Hernanto (1996), menyatakan bahwa
analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui kinerja usaha secara menyeluruh.
Ada tiga laporan utama yang berkaitan dengan analisis usaha yaitu :
(1) arus biaya dan penerimaan (cash flow), yaitu berupa biaya operasional
(2) neraca (balance sheet), yaitu berupa harta, utang dan modal
(3) pertelaan pendapatan (income statement), yaitu menyangkut laporan laba-rugi
berupa pendapatan dikurangi dengan beban (biaya).
Pendapatan (income statement) lebih menunjukkan kepada sumber-sumber
penerimaan dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk mencapai penerimaan
tersebut. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan
tersedianya dana ril untuk periode selanjutnya. Menurut
Suharno dan Nazaruddin (1994), gambaran mengenai usaha ternak yang memilki
prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis usaha juga dapat
memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan
modal, besar biaya untuk bibit, pakan, kandang serta lamanya modal akan kembali
dan tingkat keuntungan yang diperoleh.
Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu
kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen
itu masih dapat di tingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil
apabila pendapatanya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana