ANALISA KASUS ATAS JUAL BELI TANAH WARISAN
(STUDI KASUS PUTUSAN MA Nomor 680 K/PDT/2009)
ANTARA ASTON PURBA DKK MELAWAN PATAR
SIMAMORA DAN GOMAR PURBA
TESIS
Oleh
CLARA HELMY SIHITE
117011013/MKn.
FAKULTAS HUKUM
ANALISA KASUS ATAS JUAL BELI TANAH WARISAN
(STUDI KASUS PUTUSAN MA Nomor 680 K/PDT/2009)
ANTARA ASTON PURBA DKK MELAWAN PATAR
SIMAMORA DAN GOMAR PURBA
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
CLARA HELMY SIHITE
117011013/MKn.
FAKULTAS HUKUM
Telah diuji pada
Tanggal : 12 Desember 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN.
Anggota : 1.Dr. Syahril Sofyan, SH. MKn
2. Dr. Dedi Harianto, SH.MHum
3. Chairani Bustami, SH, SPn, MKn
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : CLARA HELMY SIHITE
NIM : 117011013
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul : ANALISA KASUA ATAS JUAL BELI
TANAH YANG WARISAN (STUDI
KASUS PTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NO. 680K/PDT/2009) ANTARA ASTON
PURBA DKK MELAWAN PATAR
SIMAMORA DAN GOMAR PURBA
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya
sendiri bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui tesis saya tersebut
plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi
apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, dan saya tidak akan menuntut pihak manapun
atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dalam
ABSTRAK
Tanah yang merupakan hasil dari warisan menjadi milik bersama dari semua ahli waris pewaris. Dalam hal tanah tersebut ingin di jual, maka semua ahli waris harus mengetahui dan menyetujui dalam hal jual beli tersebut, jika salah satu saja dari ahli waris tidak mengetahui dan menyetujui jual beli tersebut, maka ahli waris dapat membatalkan jual beli tersebut karena dia memiliki hak atas tanah tersebut Hal inilah yang mendorong penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui akibat dari jual beli tanah warisan tanpa sepengetahuan ahli waris lainya sesuai pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 680 K/PDT/2009.
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas maka yang menjadi pokok permasalahan yaitu : bagaimana prosedur jual beli tanah warisan yang sesuai dengan ketentuan undang-undang pokok agraria, bagaimana akibat hukum perjanjian jual beli tanah warisan tanpa sepengetahuan ahli waris lainnya, dan apakah pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung telah memenuhi rasa keadilan kepada seluruh ahli
waris.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif,
yang bersifat deskriptif analitis, yang di pergunakan untuk mempelajari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jual , dengan teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder.
Dari penelitian ini di peroleh hasil bahwa prosedur jual beli tanah warisan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria yaitu: jual beli tanah warisan harus disetujui semua ahli waris sebagai pihak yang mendapatkan hak milik atas tanah akibat pewarisan, dan harus membuat persetujuan dibawah tangan atau dengan akta notaris bahwa seluruh ahli waris setuju menjuai tanah tersebut Akibat hukum terhadap perjanjian jual beli tanah warisan yang tidak diketahui ahli waris lainnya batal demi hukum dan dapat dibatalkan karena jual beli tersebut telah membawa kerugian kepada ahli waris yang lain. Pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung nomor 680K/Pdt/2009 yaitu melindungi pembeli yang beritikad baik karena telah melunasi harga dari tanah yang dibeli dan melakukan kewajibannya sebagai penjual.
Dari hasil penelitian diatas disarankan agar sebelum Jual beli tanah dilakukan, pembeli harus mengecek terlebih dahulu ke kantor Pertanahan Tarutung dan Pengadilan Tinggi Medan seperti kesaksian para pihak terhadap pemalsuan tanda tangan BPN, status tanah yang dibelinya apakah benar-benar objek yang dimiliki pihak penjual. Disarankan untuk PPAT juga harus memperhatikan kewenangan penjual yang berhak menjuai dan pembeli yang diperkenankan membeli tanah. Untuk memenuhi rasa keadilan, seharusnya hakim tidak hanya mempertimbangkan keabsahan jual beli tetapi juga bukti-bukti pendukung yang terdahulu yang di gunakan hakim di Pengadilan Negeri Tarutung dan Pengadilan Tinggi Medan seperti kesaksian para pihak terhadap pemalsuan tandatangan.
ABSTRACT
The inherited land belongs to all heirs of the testator. If the land is to be sold, all heirs of the testator must know and agree with the trading business. If one of the heirs of the testator does not know and does not agree with the trading business, the heir can cancel the trading business because he/she has the right to the inherited land. Based on this issue, this study was conducted to find out the consequence of the inherited land trading business without the knowledge or agreement of the other heirs in accordance with the Decision of the Supreme Court No. 680/K/Pdt/2009.
The problems answered in this study were what the procedure of inherited land trading business which is in accordance with the Agrarian Law is, what the legal consequence of the agreement of inherited land trading business made without being known by the other heirs is, and whether or not Judge’s consideration in the decision of the Supreme Court have met the sense of justice to all heirs.
This descriptive analytical juridical normative study using secondary data was conducted to study the regulation of legislation related to trading business.
The result of this study showed that the procedures of inherited land trading business which is in accordance with Agrarian Law were inherited land trading business must be agreed by all heirs as the party that received the right to land through inheritance, and they must make an underhanded agreement or notarial deed stating that all heirs agree to sell the inherited land. Legal consequence of the inherited land trading agreement unknown to the other heirs is that the agreement is unnulled by law because the trading business has inflicted loss to the other heirs. The judge’s consideration in the decision of the Supreme Court No. 680/K/Pdt/2009 was to protect the buyer with good faith because he/she has settled the price of the land he/she bought and has done his/her duty as a seller.
It is suggested that before the inherited land trading business is done, the buyer must first check the status of the land to the Land Office/National Land Board to know whether or not the land really belongs to the seller. The PPAT (Land Certificate Issuing Official) is also suggested to pay attention to the authority of the seller who has the right to sell and the buyer who is allowed top buy the land. To meet the sense of justice, the judge should not only consider the validity of the trading activity but also the previous supporting evidence used by the judge of Tarutung District Court and Medan Higher Court such as the testimonies of the parties related to signature forgery.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
atas berkat Kasih dan AnugerahNya, hasil penelitian dengan judul "
ANALISA KASUS ATAS JUAL BELI TANAH WARISAN ( STUDI
KASUS PUTUSAN MA NO. 680K/Pdt/2009) ANTARA ASTON PURBA
Dkk MELAWAN PATAR SIMAMORA DAN GOMAR PURBA ", telah
dapat diselesaikan.
Dalam penyelesaian penulisan tesis ini penulis telah banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa informasi maupun data.
Untuk itu perkenankan penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas
Sumatera Utara Prof. DR. dr. Syahril Pasaribu DTM&H, MSc, (CTM),
Sp.A(K) dan para pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara, beserta
para Asisten direktur, Sekretaris, dan para staf, Dekan Fakultas Hukum
Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, MHum, Ketua Program S2 Magister
kenotariatan Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH.,MS.CN, dan
Sekretaris Program S2 Magister Kenotariatan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A.,
SH.,CN, MHUM yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
dapat mengikuti pendidikan dalam Program S2 Magister Kenotariatan yang
Sangat disadari bahwa penelitian ini tidak mungkin dapat
diselesaikan tanpa adanya bimbingan maupun arahan dari dosen
pembimbing dan dosen penguji, untuk itulah dengan rasa hormat Penulis
mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya terutama yang sangat
penulis hormati Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN sebagai
Ketua Pembimbing yang telah memberikan bimbingan mengenai materi
penelitian, juga memberi ilmu materi perkuliahan selama Penulis berada di
Magister Kenotariatan sehingga Penulis lebih dapat memahami ilmu
khususnya Agraria yang akhirnya sangat membantu Penulis dalam
menyelesaikan tesis ini. Kepada yang sangat Penulis hormati Bapak Dr.
Syahril Sofyan, SH, MKn sebagai anggota pembimbing yang sangat
membantu Penulis dalam menyelesaikan tesis ini dengan bimbingan, arahan
dan perhatian beliau disetiap waktu, walaupun ditengah-tengah kesibukan
beliau tapi masih mau memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran
kepada Penulis hingga selesainya penulisan ini. Kepada yang sangat Penuiis
hormati, Bapak Dr. Dedi Herianto, SH, MHum yang telah membimbing
dengan penuh perhatian, kesabaran, dan bersemangat dalam setiap waktu
dan memberikan motivasi dan semangat pada Penulis dalam menyelesaikan
tesis ini,
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr. T.Keizerina
Devi A, SH,CN,Mhum dan Ibu Dr. Chairani Bustami SH, Mhum yang
arahan dan petunjuk dalam menyempurnakan penulisan tesis ini hingga
selesai.
Ucapan terima kasih kepada Hakim Pemgadilan Negeri Medan
Bapak Agustinus SH , kepada bapak Kaharuddin SH, Kepala Sub Bagian
Tata Usaha Badan Pertanahan Nasional Kota Medan, Bapak Rich Joney
Simamora, S.IP selaku Camat Dolok Sanggul, Bapak Pantun Panggabean
SH, MKn selaku Notaris/PPAT Dolok Sanggul yang semuanya sangat
membantu Penulis dengan selalu memberikan waktu luangnya untuk
wawancara dan memberikan data yang diperlukan Penulis dalam
menyelesaikan tesis mi.
Terimakasih juga Penulis sampaikan kepada pada para Staf dan
pegawai di Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, diantaranya Ibu Fatimak, Kak Sari, Kak Lisa,
Kak Winda, Kak Ami, Bang Aldi, Bang Ken, Bang Rizal dll yang
senantiasa memberikan bantuannya kepada Penulis selama masa
perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ponakan penulis,
yaitu Ariana, Jonas dan seluruh keluarga besar penulis yang selalu
membantu dan mendoakan penulis dalam penulisan tesis ini.
Secara Khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Suami
Tercinta Bangun Silaban SE dan anak-anakku Tersayang Naomi, Andreas,
James dan Grace Silaban yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan
Terima kasih kepada rekan-rekan di Magister Kenotariatan yang
telah membantu Penulis dalam menyelesaikan tesis ini khususnya kepada
Ninnayani Laksani Putri Pulungan, Reza Fahmi, Rinthus Manurung, Gibran
Santos Lingga dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, yang selama ini telah banyak membantu, memberi semangat
dan suport serta doa kepada Penulis hari demi hari dari awal sampai
akhirnya penulis bisa menyelesaikan kuliah ini dengan semangat dan
termotivasi untuk jadi yang lebih baik lagi.
Terhadap kebaikan dan kemurahan hati semua pihak tersebut,
Penulis hanya dapat mendoakan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa
memberikan balasan yang setimpal baik di dunia dan di akhirat.
Akhirnya penulis mohon maaf bila ada tutur kata dan sikap penulis
yang tidak berkenan kepada Bapak, Ibu dan teman-teman sekalian selama
mengikuti pendidikan di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengharapkan Karya Tulis ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Hormat Penulis
DAFTAR ISI
F. Kerangka Teori danKonsepsi ... 13
1. Kerangka Teori ... 13
B. Subyek, Obyek dan Syarat-syarat Jual Beli ... 42
1. Subyek Dalam Jual Beli ... 42
2. Obyek Jual Beli Tanah ... 43
3. Syarat-Syarat Jual Beli ... 45
C. Prosedur Jual Beli Tanah Warisan Menurut Hukum Tanah Nasional ... 60
1. Jual Beli Tanah Warisan Menurut Hukum Adat ... 51
2. Jual Beli Tanah Warisan Menurut Undang-Undang Pokok Agraria ... 60
a.Prosedur Jual Beli Tanah Warisan Bersertifikat ... 64
1). Persiapan Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Warisan Bersertifikat ... , ... 65
2). Tahapan Pembuatan dan Penandatanganan Akta Jual Beli ... 70
3). Pendaftaran Akta Jual Beli Hak Atas Tanah ... 72
4). Penyerahan Sertifikat Hak Atas Tanah ... 73
Bersertifikat ... 76
2). Tahap Penandatanganan Akta Jual Beli ... 77
BAB HI AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI TANAH WARISAN TANPA DIKETAHUI AHLI WARIS LAINNYA ... '. ... 80
A. Perolehan Hak Milik Berdasarkan Pewarisan ... 80
B. Kewajiban Penjual dan Pembeli ... 84
1. Kewajiban Penjual ... 84
2. Kewajiban si Pembeli ... 86
C. Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tanah Warisan ... 86
BAB TV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.680//K/PDT/2009 ... 92
A. Itikad Baik dalam Pelaksanaan Perjanjian ... 93
B. Penjual dan Pembeli yang Beritikad Baik ... 99
C. Posisi Perkara Putusan ... 100 1. Pada Putusan Pengadilan Negeri Tarutung Nomor 21/Pdt.G/2006/PN-Trt ... 100
a. Para Pihak Dalam Perkara ... 100
b- Duduk Perkara ... 101
c. Dasar Pertimbangan Hakim ... 102
d. Amar Putusan ... 105
2. Pada Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 680K/Pdt/2009 ... 106
a. Para Pihak Dalam Perkara ... 106
b. Dasar Pertimbangan Hakim ... 107
c. Amar Putusan ... 110
D. Analisis Jual Beli Tanah Warisan Tanpa Diketahui Ahli Waris Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 680K/Pdt/2009 ... 112
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 123
A. Kesimpulan ... 123
B. Saran ... 124
DAFTAR ISTILAH
1.
Acta : Pemyataan tertulis2.
Adol bedol : Jual gadai3.
Adol oyodan : Jual tahunan4.
Adolplas : Jual lepas5.
Boedel : Harta bersama6.
Contant :Tunai7.
Curatele : Didalam pengampuan8.
Eigendom : Hak milik9.
Facta sunt servanda : Berlaku sebagai undahg-undang bagi parapihak yang membuatnya
10.
Feitelijke levering : Penyerahan nyata11.
Minderjarig : Dibawah umur12.
Obligatori : Bersifat mengikat13.
Overschrijvingring : Balik nama14.
Van Rechtwegenietig : Batal demi hukum.15.
Wederkerig : Timbal balikDAFTAR SINGKATAN
1. AJB : Akte Jual Beli
2. BPHTB : Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
3. BPN : Badan Pertanahan Nasional
4. HGB : Hak Guna Bangunan
5. HGU : Hak Guna Usaha
6. HM : HakMili
7. IMB : Ijin Mendirikan Bangunan
8. KPT : Kantor Pendaftaran Tanah
9. MA : Mahkamah Agung
10.NJOPTKP : Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
11.NPOP : Nilai Perolehan Objek Pajak
12. PBB : Pajak Bumi Bangunan
13. PN : Pengadilan Negeri
14. PP : Peraturan Pemerintah
15.PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah
16. PT : Pengadilan Tinggi
17. SKPT : Surat Keterangan Pendaftaran Tanah
18.STTS : Surat Tanda Terima Setoran
19. UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria
ABSTRAK
Tanah yang merupakan hasil dari warisan menjadi milik bersama dari semua ahli waris pewaris. Dalam hal tanah tersebut ingin di jual, maka semua ahli waris harus mengetahui dan menyetujui dalam hal jual beli tersebut, jika salah satu saja dari ahli waris tidak mengetahui dan menyetujui jual beli tersebut, maka ahli waris dapat membatalkan jual beli tersebut karena dia memiliki hak atas tanah tersebut Hal inilah yang mendorong penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui akibat dari jual beli tanah warisan tanpa sepengetahuan ahli waris lainya sesuai pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 680 K/PDT/2009.
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas maka yang menjadi pokok permasalahan yaitu : bagaimana prosedur jual beli tanah warisan yang sesuai dengan ketentuan undang-undang pokok agraria, bagaimana akibat hukum perjanjian jual beli tanah warisan tanpa sepengetahuan ahli waris lainnya, dan apakah pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung telah memenuhi rasa keadilan kepada seluruh ahli
waris.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif,
yang bersifat deskriptif analitis, yang di pergunakan untuk mempelajari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jual , dengan teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder.
Dari penelitian ini di peroleh hasil bahwa prosedur jual beli tanah warisan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria yaitu: jual beli tanah warisan harus disetujui semua ahli waris sebagai pihak yang mendapatkan hak milik atas tanah akibat pewarisan, dan harus membuat persetujuan dibawah tangan atau dengan akta notaris bahwa seluruh ahli waris setuju menjuai tanah tersebut Akibat hukum terhadap perjanjian jual beli tanah warisan yang tidak diketahui ahli waris lainnya batal demi hukum dan dapat dibatalkan karena jual beli tersebut telah membawa kerugian kepada ahli waris yang lain. Pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung nomor 680K/Pdt/2009 yaitu melindungi pembeli yang beritikad baik karena telah melunasi harga dari tanah yang dibeli dan melakukan kewajibannya sebagai penjual.
Dari hasil penelitian diatas disarankan agar sebelum Jual beli tanah dilakukan, pembeli harus mengecek terlebih dahulu ke kantor Pertanahan Tarutung dan Pengadilan Tinggi Medan seperti kesaksian para pihak terhadap pemalsuan tanda tangan BPN, status tanah yang dibelinya apakah benar-benar objek yang dimiliki pihak penjual. Disarankan untuk PPAT juga harus memperhatikan kewenangan penjual yang berhak menjuai dan pembeli yang diperkenankan membeli tanah. Untuk memenuhi rasa keadilan, seharusnya hakim tidak hanya mempertimbangkan keabsahan jual beli tetapi juga bukti-bukti pendukung yang terdahulu yang di gunakan hakim di Pengadilan Negeri Tarutung dan Pengadilan Tinggi Medan seperti kesaksian para pihak terhadap pemalsuan tandatangan.
ABSTRACT
The inherited land belongs to all heirs of the testator. If the land is to be sold, all heirs of the testator must know and agree with the trading business. If one of the heirs of the testator does not know and does not agree with the trading business, the heir can cancel the trading business because he/she has the right to the inherited land. Based on this issue, this study was conducted to find out the consequence of the inherited land trading business without the knowledge or agreement of the other heirs in accordance with the Decision of the Supreme Court No. 680/K/Pdt/2009.
The problems answered in this study were what the procedure of inherited land trading business which is in accordance with the Agrarian Law is, what the legal consequence of the agreement of inherited land trading business made without being known by the other heirs is, and whether or not Judge’s consideration in the decision of the Supreme Court have met the sense of justice to all heirs.
This descriptive analytical juridical normative study using secondary data was conducted to study the regulation of legislation related to trading business.
The result of this study showed that the procedures of inherited land trading business which is in accordance with Agrarian Law were inherited land trading business must be agreed by all heirs as the party that received the right to land through inheritance, and they must make an underhanded agreement or notarial deed stating that all heirs agree to sell the inherited land. Legal consequence of the inherited land trading agreement unknown to the other heirs is that the agreement is unnulled by law because the trading business has inflicted loss to the other heirs. The judge’s consideration in the decision of the Supreme Court No. 680/K/Pdt/2009 was to protect the buyer with good faith because he/she has settled the price of the land he/she bought and has done his/her duty as a seller.
It is suggested that before the inherited land trading business is done, the buyer must first check the status of the land to the Land Office/National Land Board to know whether or not the land really belongs to the seller. The PPAT (Land Certificate Issuing Official) is also suggested to pay attention to the authority of the seller who has the right to sell and the buyer who is allowed top buy the land. To meet the sense of justice, the judge should not only consider the validity of the trading activity but also the previous supporting evidence used by the judge of Tarutung District Court and Medan Higher Court such as the testimonies of the parties related to signature forgery.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia,
karena setiap orang tentu memerlukan tanah. Manusia hidup senang serba
berkecukupan jika mereka dapat menggunakan tanah yang dikuasai atau
dimilikinya sesuai dengan hukum alam yang berlaku, dan manusia akan
dapat hidup tentram dan damai jika mereka dapat menggunakan hak-hak
dan kewajibannya sesuai dengan batas-batas tertentu dalam hukum yang
berlaku yang mengatur kehidupan manusia itu dalam masyarakat.
Dewasa ini tanah bagi masyarakat merupakan harta kekayaan yang
memiliki nilai jual tinggi, di samping fungsinya sebagai sumber kehidupan
rakyat, sehingga setiap jengkal tanah akan dipertahankan sampai ia
meninggal dunia. Kebutuhan masyarakat akan tanah dari hari ke hari terus
meningkat, searah dengan lajunya pembangunan di segala bidang yang
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian fungsi tanah pun
mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan tanah juga
terus mengalami peningkatan. Luas tanah yang tersediapun relatif terbatas,
tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu
dapat memacu timbulnya berbagai persoalan.
Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat, sehingga
dapat dimengerti dan dipahami, karena tanah adalah merupakan tempat
tinggal, tempat pemberi makan, tempat mereka dilahirkan, tempat ia
dimakamkan, tempat arwah leluhurnya. Maka selalu adanya pasangan antara
manusia dengan tanah, antara masyarakat dengan tanah.
Menurut B. Ter Haar BZN, “mengenai hubungan masyarakat dengan
tanah membagi hubungan baik keluar maupun kedalam, dan hubungan
perseorangan dengan tanah”.1
Berdasarkan atas berlakunya keluar maka masyarakat sebagai
kesatuan, berkuasa memungut hasil dari tanah dan menolak lain-lain orang
di luar hak jawab terhadap orang-orang di luar masyarakat atas perbuatan
dan pelanggaran di bumi masyarakat itu. Hak masyarakat atas tanah disebut
‘Hak Komunal’ dan oleh Van Vollenhoven diberi nama ‘Beschikling recht’
atau hak pertuanan, sifat istimewa dari hak pertuanan terletak pada daya hak
timbal balik terhadap hak perorangan atas tanah”.2
Sebagai suatu hak yang bersifat kebendaan, hak milik atas tanah
dapat beralih dan diperalihkan. Suatu hak atas tanah akan beralih jika
kepemilikannya berpindah kepada orang lain tanpa melalui suatu perbuatan
hukum tetapi beralih akibat beralihnya suatu peristiwa hukum tertentu,
misalnya terjadi suatu kematian atau meninggalnya seseorang maka harta
peninggalannya beralih kepada ahli warisnya. Suatu hak atas tanah dapat
diperalihkan jika melalui suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh
pemegang hak atas tanah tersebut. Peralihan hak atas tanah dapat terjadi
1
Soetomo., Pedoman Jual Beli Tanah Peralihan Hak dan Sertipikat, (Malang : Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya, 1981), hal.11
2
karena jual beli, hibah, tukar menukar, penyertaan modal dalam perusahaan
(inbreng), pemberian dengan wasiat dan lelang3
Dalam proses peralihan atau pemindahan hak, pihak yang
mengalihkan atau memindahkan hak harus mempunyai hak dan kewenangan
untuk memindahkan hak, sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak
harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah yang baru. .
Dalam asas hukum nemo plus yuris, seseorang tidak dapat
melakukan tindakan hukum yang melampaui hak yang dimilikinya, dan
akibat dari pelanggaran tersebut batal demi hukum (van rechtswegenietig),
yang berakibat perbuatan hukum tersebut dianggap tidak pernah ada dan
karenanya tidak mempunyai akibat hukum dan apabila tindakan hukum
tersebut mengakibatkan kerugian, maka pihak yang dirugikan dapat
meminta ganti rugi kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum
tersebut.4
Asas nemo plus yuris memberikan perlindungan hukum kepada
pemegang hak yang sebenarnya terhadap tindakan pihak lain yang
mengalihkan haknya tanpa sepengetahuannya, oleh karena itu asas nemo
plus yuris, selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan kepada pemilik
yang namanya tercantum dalam sertipikat dari orang yang merasa sebagai
pemiliknya.5
3
Andy Hartanto, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertipikat, (Surabaya : Laksbang Mediatama, 2009), hal 42
4
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak atas Tanah di Indonesia, (Surabaya : Arloka, 2003), hal 189
Menurut asas itikad baik orang yang memperoleh sesuatu hak
atas tanah dengan itikad baik, maka dia akan tetap menjadi pemegang hak
yang sah menurut hukum, namun untuk membuktikan dan menilai itikad
baik juga sulit karena hal itu berkaitan dengan batin dan perasaan
seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum, dalam hal ini yang
dianggap beritikad baik yaitu seseorang itu hanya bersedia mendapatkan hak
dari orang yang terdaftar haknya.6
Menurut asas nemo plus yuris, orang tidak dapat mengalihkan hak
melebihi dari hak yang ada padanya berarti bahwa pengalihan hak dari
orang yang tidak berhak adalah tidak diperbolehkan dan batal demi hukum.
Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak yang sebenarnya, berdasarkan
asas ini pemegang hak yang sebenarnya dapat menuntut kembali haknya
yang telah terdaftar atas nama orang lain, dan asas ini berlaku pada sistem
pendaftaran tanah yang negatif.7
Suatu yurisprudensi jual beli telah ditetapkan dalam Putusan
Mahkamah Agung No. 350K/Sip/1968 yang menyatakan “jual beli adalah
bersifat obligatoir sedangkan hak milik atas barang yang diperjual belikan
baru berpindah bila barang tersebut telah diserahkan secara yuridis,”
Menurut Mariam Darus Badrulzaman “jika ditinjau dari sistem
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan sejarah pembentukannya, maka
6
J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hal 177
7
Putusan Mahkamah Agung tersebut memang dapat
dipertanggungjawabkan.”8
Pemahaman Mahkamah Agung dalam Putusannya Nomor
952K/Sip/1974 bahwa jual beli adalah sah apabila telah memenuhi
syarat-syarat dalam KUHPerdata atau hukum jual beli dilakukan menurut hukum
adat secara riil dan kontan diketahui oleh kepala kampung, maka
syarat-syarat dalam Pasal 19 PP No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah,
tidak mengesampingkan syarat-syarat untuk jual beli dalam KUHPerdata
ataupun Hukum adat, melainkan hanya merupakan syarat bagi pejabat
agraria, hal ini terkait dengan pandangan hukum adat, dimana dengan telah
terjadinya jual beli antara penjual dan pembeli yang diketahui oleh kepala
kampung yang bersangkutan dan dihadiri oleh dua orang saksi serta
diterimanya harga pemberian oleh penjual, maka jual beli itu sudah sah
menurut hukum, sekalipun belum dilaksanakan dihadapan PPAT.9
Ketentuan di dalam Pasal 1457 KUHPerdata menggariskan, “bahwa pihak-pihak yang membentuk persetujuan jual beli masing-masing mengikatkan dirinya secara timbal balik (wederkerig). Penjual mengikatkan dirinya kepada pembeli untuk menyerahkan objek jual beli. Pembeli mengikatkan dirinya kepada penjual untuk membayar harga jual objek jual-beli.”10
Jual beli tanah pada hakikatnya merupakan salah satu pengalihan
hak atas tanah kepada pihak lain yang berupa dari penjual kepada pembeli
tanah. Syarat bahwa jual beli hak atas tanah baik yang bersertipikat maupun
8
Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum dalam Perjanjian Kredit Bank dengan jaminan Hypotheek serta hambatan-Hambatannya dalam Praktik di Medan, ( bandung : Alumni, 1978), hal 118
9
Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah, (Jakarta : Sinar Grafika,2011), hal129 10
belum bersertipikat harus dibuktikan dengan akta otentik yang dibuat oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ditegaskan dalam Pasal 37 ayat 1
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 yang menyatakan:
” Peralihan hak atas tanah dan Hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum dalam pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bewenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Jadi apabila jual beli hak atas tanah yang belum bersertipikat
dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka jual beli cukup melalui akta bawah
tangan yang dibuat oleh kedua belah pihak dan dibenarkan dalam arti
diketahui dan ditandatangani serta dicatat dalam buku mutasi hak atas tanah
oleh kepala desa/lurah, sedangkan jika jual beli hak atas tanah tersebut
dilakukan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, maka pembuktian adanya jual beli hak atas
tanah tesebut harus dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), setelah itu barulah diajukan permohonan pendaftaran hak atas
tanah tersebut ke kantor pertanahan melalui pendaftaran sporadis.11
Proses jual beli hak atas tanah yang telah didaftarkan atau telah
bersertipikat memiliki resiko yang lebih rendah, karena hak kepemilikan
dan subyek hukum penjual telah jelas dan terang, sebaliknya bagi tanah
yang belum didaftarkan hak kepemilikannya memiliki resiko hukum dan
11
kerawanan yang lebih tinggi, karena terhadap obyek jual beli hak atas
tanahnya hanya menekankan pada kepercayaan bahwa orang tersebut
adalah pemiliknya. Oleh karena itu terhadap obyek jual beli hak atas tanah
yang belum bersertipikat atau belum didaftarkan lebih menekankan kejelian
dan kehati-hatian dari pembeli dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
yang membuat akta jual beli tanahnya, agar jelas dan terang penjual adalah
sebagai pihak yang sah dan berhak untuk menjual yang harus dicermati dari
persyaratan-persyaratan formil yang melekat sebagai alas hak atas tanah
tersebut. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban hukum dan
perlindungan hukum bagi para pihak walaupun tidak menutup kemungkinan
tetap saja ada permasalahan sengketa dalam jual beli tanah.12
Tanah yang pada dasarnya merupakan hasil dari warisan menjadi
milik bersama dari semua ahli waris pewaris. Dalam hal tanah tersebut ingin
dilaksanakan jual beli, maka semua ahli waris harus mengetahui dan
menyetujui dalam hal jual beli tersebut, karena jika salah satu saja dari ahli
waris tidak mengetahui dan menyetujui dalam hal jual beli tersebut maka
ahli waris dapat membatalkan jual beli tersebut dikarenakan dia memiliki
hak atas tanah tersebut.
Tanah warisan yang akan diperjualbelikan tentu memiliki
konsekwensi dengan para ahli warisnya yakni bahwa setiap ahli waris
berhak atas kepemilikan tanah tersebut. Maka ketika ada satu orang ahli
waris menjual tanah warisan dan telah terjadi kesepakatan antara pihak
12
penjual tanah warisan tersebut dengan pihak pembelinya. Namun, setelah
tanah dijual dan dibayar oleh pembeli secara sah dihadapan saksi, ada ahli
waris lain yang sebenarnya juga berhak atas kepemilikan tanah warisan
tersebut mempersengketakan karena merasa dirinya tidak diikutkan dalam
jual tanah tersebut. Dengan kata lain ahli waris dari tanah warisan tersebut
tidak menyetujui untuk adanya peralihan hak atas tanah untuk dimiliki
orang lain, sehingga terjadi sengketa atas jual beli tanah tersebut.
Seorang ahli waris harus meminta persetujuan dari ahli waris lainnya
apabila hendak menjual tanah warisannya, sebab ahli waris yang lainnya
juga mempunyai hak atas tanah tersebut. Jika seseorang yang berhak atas
tanah warisan membangkitkan dugaan bahwa dia adalah pemilik
satu-satunya dari tanah tersebut, maka pembelian tersebut tidak boleh dianggap
diadakan berdasarkan persyaratan-persyaratan secara diam-diam. Akan
tetapi jika ada ahli waris lainnya yang juga berhak atas tanah tersebut tidak
dilibatkan, dalam arti tidak ada persetujuannya, maka akan terjadi sengketa
atas jual beli tanah tersebut.
Timbulnya sengketa bermula dari pengaduan ahli waris yang berisi
keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah warisan, baik terhadap
status tanah, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh
penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuaan yang berlaku.
Pada saat sekarang ini banyak terjadinya penjualan tanah yang
merupakan warisan dari pewaris tanpa sepengetahuan dari seluruh ahli
untuk menguasai tanah warisan tersebut serta tidak mau berbagi dengan ahli
waris lainnya.
Hal tersebut diatas pada akhirnya akan menjadi suatu permasalahan
yang harus diselesaikan melalui jalur pengadilan, karena para pihak
beranggapan tidak dapat lagi menyelesaikan permasalahan tersebut secara
kekeluargaan dan secara musyawarah dan mufakat.
Salah satu contoh sengketa tanah warisan dapat ditemukan dalam
Putusan Pengadilan Negeri Tarutung Nomor 21/Pdt.G/2006/PN.Trt jo.
Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 330/Pdt/2007/PT.MDN jo. Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 680 K/PDT/2009 bahwa
menurut keterangan pihak penggugat yang merupakan anak dari pewaris
Alm. KK Willy Purba, memberikan keterangan bahwa semasa hidupnya
Alm. KK Willy Purba ada memiliki sebidang tanah adat warisan yang
belum pernah dibagi-bagi kepada para keturunan/ahli warisnya yang sah,
sehingga tanah adat warisan tersebut haruslah dikatakan sebagai tanah adat
warisan bersama oleh seluruh keturunan/ahli waris dari Alm. KK Willy
Purba.
Adapun tanah adat/warisan yang disebut sebagai tanah perkara adalah
sebelah Utara berbatasan dengan ladang milik Parulian Purba, sebelah
Selatan berbatasan dengan Jalan Desa ke Aek Lung, sebelah Timur
berbatasan dengan Huta Lumban Raja, dan sebelah Barat berbatasan dengan
Pada tahun 1992 oleh Gomar Purba (Tergugat II) telah menjual tanah
adat/warisan tersebut kepada Patar Simamora (Tergugat I) tanpa seijin dan
sepengetahuan dari ahli waris lainnya karena Gomar Purba menganggap
bahwa tanah yang dijualnya adalah tanah miliknya, dan Patar Simamora
(Tergugat I) membelinya berdasarkan pengakuan Gomar Purba
(Tergugat II) dan keterangan dari para saksi bahwa tanah objek perkara
adalah bagian masing-masing para ahli waris yang telah dialihkan atau
melakukan jual beli atas harta warisan Alm. KK Willy Purba sehingga
menjadi bagian masing-msing kepada pihak ahli waris.
Namun perbuatan Tergugat II dan Tergugat I menurut keterangan
pihak Penggugat, para Tergugat mengadakan transaksi jual-beli tanah adat
yang merupakan warisan bersama yang belum pernah dibagi (boedel) oleh
seluruh keturunan ahli waris yang sah, jelas adalah merupakan perbuatan
melawan hukum, sehingga transaksi jual beli tersebut haruslah dinyatakan
batal demi hukum atau tidak sah.
Pada tingkat Pengadilan Negeri hakim mengabulkan gugatan
penggugat serta membatalkan transaksi jual beli yang dilakukan oleh
tergugat atas tanah waris yang belum dibagi tersebut. Putusan Pengadilan
Negeri Tarutung ini juga dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Medan
yang mengabulkan permohonan para Penggugat yang menyatakan benar
bahwa tanah yang dijadikan objek sengketa memang merupakan tanah
menghukum para Tergugat untuk mengembalikan atau mengosongkan tanah
kepada para Penggugat.
Namun dalam tingkat Mahkamah Agung, membatalkan putusan
Pengadilan Tinggi Medan dan menyatakan bahwa mengabulkan gugatan
Penggugat dr/Tergugat I dkk untuk seluruhnya, karena pembeli beritikad
baik di lindungi dan syarat syarat sahnya jual beli telah terpenuhi dengan
adanya akta jual beli yang di buat di hadapan Camat Dolok Sanggul selaku
Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) sementara serta menyatakan surat
penyerahan tanah tertanggal 2 Nopember 1991 serta akta jual beli No.
28/09/1991 tertanggal 2 Nopember 1991 adalah sah dan berharga.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penelitian ini
menarik untuk diangkat menjadi judul penelitian tesis ini tentang
“Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA
No. 680 K/PDT/2009).”
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan
yang akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini
sebagai beriksut :
1. Bagaimana prosedur jual beli tanah warisan yang sesuai dengan
2. Bagaimana akibat hukum perjanjian jual beli tanah warisan yang dijual
oleh salah seorang ahli waris tanpa sepengetahuan ahli waris yang
lainnya?
3. Apakah pertimbangan hakim dalam Putusan Makhamah Agung
No.680/K/PDT/2009 telah memenuhi rasa keadilan kepada seluruh ahli
waris ?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana prosedur jual beli tanah
yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA )
2. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana akibat hukum terhadap
perjanjian jual beli tanah warisan yang dijual oleh salah seorang ahli
waris tanpa sepengetahuan ahli waris yang lainnya
3. Untuk mengetahui dan menganalisa apakah pertimbangan hakim dalam
Putusan Makhamah Agung No.680/K/PDT/2009 telah memenuhi rasa
keadilan kepada seluruh ahli waris.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para
akademisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna
menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perjanjian
secara khusus yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi
penyempurnaan peraturan dalam proses pelaksanaan jual beli,
khususnya mengenai Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan
(Studi Kasus Putusan MA. No. 680 K/PDT/2009).
2. Manfaat Praktis
Pembahasan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang
memiliki permasalahan sengketa tanah dalam hal jual beli, sehingga
dapat memberikan jalan keluar terhadap masalah yang akan diteliti dan
pengembangan ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum agrarian.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran terhadap judul penelitian tesis yang
ada pada Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul “ Analisa Kasus
Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA. No. 680
K/PDT/2009) belum pernah dilakukan, tetapi penelitian yang pernah
1. Tesis atas nama Effendi, Nim 077611043 dengan judul Jual Beli Tanah
Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor dan Pendaftaran
Haknya di Kantor Pertanahan Medan.
2. Tesis atas nama Linda, Nim : 067011048 dengan judul Perlindungan
Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Pelaksanaan Jual Beli Tanah &
Bangunan
3. Tesis atas nama Wuryandari Dwi, Nim: 017011066 dengan judul
Keabsahan Jual Beli Tanah Hak Tanpa Melalui PPAT (Studi Kasus di
Pengadilan Negeri Medan).
4. Tesis atas nama Febrina Lorence Sitepu, Nim : 097005022 dengan judul
Analisis Mengenai Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Jual Beli
Tanah Berikut Bangunan Diatasnya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping
mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski
mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan
teori yang lebih umum.13 Atau menjelaskan gejala spesifik atau proses
sesuatu terjadi dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.14
13
H.R. Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum , (Bandung : Refika Aditama, 2005), hal 21
14
Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara
rasional digabungkan dalam pengalaman empiris, sehingga teori tentang
ilmu merupakan penjelasan rasional yang sesuai dengan objek penelitian
dijelaskannya dan untuk mendapat verifikasi, maka harus didukung oleh
data empiris yang membantu dalam mengungkapkan kebenaran.15
Beberapa pakar ilmu pengetahuan memberikan definisi tentang teori
sebagai berikut :16
a. Braithwaite mengemukakan bahwa teori adalah sekumpulan hipotesis yang membentuk suatu sistem deduktif, yaitu yang disusun sedemikian rupa, sehingga dari beberapa hipotesis yang menjadi dasar pikiran beberapa hipotesis, semua hipotesis lain secara logika mengikutinya.
b. Fred. N. Kerlinger menguraikan teori adalah sekumpulan konstruksi (konsep, definisi dan dalil) yang saling terkait, yang menghadirkan suatu pandangan yang secara sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan diantara beberapa variable, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena. c. Jack Gibbs, berpendapat bahwa teori adalah sekumpulan
pernayataan yang saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai sifat-sifat dari kelas-kelas yang terbatas dari berbagai kejadian atau benda.
d. Kartini Kartono menyatakan bahwa teori adalah suatu prinsip umum yang dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala-gejala yang saling berkaitan.
e. S. Nasution mengemukakan teori adalah susunan fakta-fakta yang saling berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat dipahami. Fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah adalah mengarahkan, menerangkan serta meramalkan fakta.
Agar kerangka teori yang meyakinkan, maka harus memenuhi
syarat-syarat17
15
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994), hal. 27.
:
16
Ibid ,hal 113-114 17
a. teori yang digunakan dalam membangun kerangka berfikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru. b. analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berpikir
keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekspilist mengenai postulat, asumsi dan prinsip yang mendasarinya.
c. mampu mengidentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut, teori merupakan pijakan bagi peneliti untukmemamahi persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah.
Teori kepastian Hukum merupakan salah satu penganut aliran
Positivisme yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau
hukum dalam bentuk peraturan tertulis. Artinya karena hukum itu otonom,
sehingga semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian
hak dan kewajiban seseorang. Vant Kan berpendapat bahwa tujuan
hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu
dan terjamin kepastiannya.18
Kerangka teori yang digunakan dalam menganalisa
permasalahan dalam tesis ini adalah teori kepastian hukum, yaitu teori
yang menjelaskan bagaimana hukum dapat mengatur perjanjian jual
beli sehingga jual beli terjadi dengan aman dan tertib tanpa menimbulkan
sengketa atau perjanjian jual beli itu tidak menimbulkan resiko kerugian
bagi pihak-pihak yang ada dalam jual beli, bahkan merugikan pihak lain
akibat adanya perjanjian jual beli tersebut.
18
Teori Kepastian Hukum mengandung pengertian yaitu adanya
aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa
yang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan, dan berupa
keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena
adanya aturan hukum yang bersifat umum sehingga individu dapat
mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara
terhadap individu.19
Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya
kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum
tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan
bersama akan tertib apabila terwujud kepastian hukum dalam hubungan
sesama manusia.
20
Tujuan Hukum menurut Van Apeldoorn adalah mengatur
pergaulan hidup secara damai, hukum menghendaki perdamaian.21
Kelengkapan data diri penjual pada dasarnya adalah kepastian akan
kepemilikan pada pihak yang menjual suatu benda (menjual merupakan
tindakan kepemilikan) adalah orang yang memiliki hak milik atas benda tersebut dengan kata lain, bahwa eigendom (hak milik) adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Orang yang mempunyai hak milik atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual,
19
J.B Daiyo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Prennahlindo,2001), hal 120 20
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum , (Jakarta : Rieneka Cipta,1995), hal 49 21
menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain.
Menurut Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menghendaki perjanjian jual beli harus dibuat dalam bentuk akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang, karena pengalihan tanah dari pemiliknya kepada penerima disertai dengan penyerahan yuridis, penyerahan yang harus memenuhi formalitas undang-undang, meliputi pemenuhan syarat, dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan, menggunakan dokumen, dibuat oleh/dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).22
Menurut KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu benda dan pihak lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan sesuai pasal 1457 KUHPerdata, adapun menurut pasal 1458 KUHPerdata jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak pada saat dicapai kata sepakat mengenai benda yang diperjualbelikan beserta harganya walaupun benda belum diserahkan dan harga belum dibayar. Dengan terjadinya jual beli, hak milik atas tanah belum beralih kepada pembeli walaupun harga sudah dibayar dan tanah sudah diserahkan kepada pembeli.23
22
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Cetakan I, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994), hal 55
Hal ini juga didukung olehPasal 1471 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbicara mengenai jual beli (pada dasarnya dalam
23
jual beli tanah sama dengan jual beli pada umumnya), yang secara implisit mempersyaratkan bahwa penjual haruslah pemilik dari barang yang dijual. Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain. Dalam hal ini apabila tanah tersebut dijual setelah m enjadi tanah warisan, m aka yang m em iliki hak atas tanah tersebut adalah ahli
waris m enurut pasal yang diatur sebagai berikut :
Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata yaitu :
Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak miik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
Pasal 832 ayat (1) KUHPerdata yaitu :
Menurut Undang-Undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Seharusnya jual beli tanah warisan ini disetujui oleh semua ahli waris sebagai pihak yang mendapatkan hak milik atas tanah tersebut akibat pewarisan, jika ingin dilakukan penjualan atau dapat membuat surat persetujuan di bawah tangan yang dilegalisir notaris setempat atau dibuat surat persetujuan dalam bentuk akta.
dan masing-masing pihak dikembalikan ke keadaannya semula sebelum terjadi peristiwa “jual beli” tersebut, yang mana hak milik atas tanah tetap berada pada ahli waris. Selain itu, jual beli tanpa menyertakan sertipikat tanah juga bertentangan dengan persyaratan dalam proses jual beli tanah.
Para ahli waris yang merasa haknya dilanggar karena tanah milik mereka dijual tanpa persetujuan dari mereka, dapat melakukan gugatan perdata atas dasar perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalamPasal 1365 KUHPerdata, yang berbunyi:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”
Unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut:24
a. Harus ada perbuatan (positif maupun negatif) b. Perbuatan itu harus melawan hukum
c. Ada kerugian
d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian
e. Ada kesalahan.
Dalam hal ini, perbuatan orang yang menjual tanah para ahli waris tanpa persetujuan ahli waris merupakan perbuatan yang melanggar hak subjektif para ahli waris. Untuk dapat menggugat penjual tanah tersebut atas dasar perbuatan melawan hukum, harus dapat membuktikan bahwa orang yang hendak digugat memenuhi semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana disebutkan di atas.
24
Hal ini didukung juga dengan adanya Pasal 834 KUHPerdata, yang memberikan hak kepada ahli waris untuk memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya terhadap orang-orang yang menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, baik orang tersebut menguasai atas dasar hak yang sama atau tanpa dasar sesuatu hak pun atas harta peniggalan tersebut.
Mengenai apakah dapat menarik kembali hak milik atas tanah yang telah dijual, hal itu bergantung pada apa dalam petitum gugatan dan bergantung pada putusan hakim.
Pasal 1365 KUHPerdata jo. Pasal 834 KUHPerdata telah memberikan para ahli waris dasar untuk meminta kembali tanah warisan tersebut. Para ahli waris dapat memajukan gugatan untuk meminta agar diserahkan kepadanya segala haknya atas harta peninggalan beserta segala hasil, pendapatan, dan ganti rugi.
Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bertugas membuat aktanya.
Dengan dilakukannya jual beli di hadapan PPAT, dipenuhi syarat terang
(bukan perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi). Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan
telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan
disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat tunai dan
bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar
telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya
dan pembayaran harganya. Karena perbuatan hukum yang dilakukan
merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut
membuktikan bahwa penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang
haknya yang baru. Akan tetapi, hal itu baru diketahui oleh para pihak dan
ahli warisnya, karena juga baru mengikat para pihak dan ahli warisnya
karena administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum.25
Pengadilan adalah jalan terakhir untuk meminta hak atas tanahnya
dikembalikan kepada pemilik tanah yang sebenarnya dan pengadilan
memiliki peranan untuk mewujudkan keadilan, maka penelitian ini juga
didukung oleh teori keadilan.
Teori keadilan yang dikemukan oleh Aristoteles, keadilan akan terjadi
apabila kepada seseorang diberikan apa yang menjadi miliknya. Seseorang
dikatakan berlaku tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian
yang semestinya. Orang yang tidak menghiraukan hukum juga adalah orang
yang tidak adil, karena semua hal yang didasarkan kepada hukum dapat
dianggap sebagai adil. Jadi, keadilan adalah penilaian dengan memberikan
kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan
bertindak proporsional dan tidak melanggar hukum.26
25
Budi Harsono, Hukum Agraria : Sejarah Pembentukan Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta, Djambatan, 1997), hal 235 (Selanjutnya disebut Budi Harsono II)
26
Hal tersebut berarti, konsep keadilan diperlukan pada saat
pengambilan keputusan setelah lahir sengketa. Dalam hal ini, keadilan
berarti merupakan suatu hasil yang diperoleh melalui suatu putusan. Putusan
yang dihasilkan tentulah bersumber pada kaidah Normatif hukum. Rumusan
ini menjadi jelas apabila melihat putusan pengadilan yang selalu berkepala
Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Isi putusannya
merupakan penerapan asas-asas hukum yang dikaitkan dengan perkara yang
diselesaikannya.27
Dalam pandangan Thomas Aquinas, suatu hukum disebut adil jika
hukum tersebut dapat berfungsi efektif dalam menjamin atau melindungi
hak-hak subyek yang diaturnya, termasuk yang diatur dalam hukum positif.
Keadilan merupakan “Kehendak yang kekal diantara satu orang dan
sesamanya untuk memberikan segala sesuatu yang menjadi haknya”.
Definisi ini memberikan gambaran hubungan antara “hak dan keadilan” hak
yang dimiliki setiap manusia.
28
Setiap pelaku pelanggaran dari suatu hak atas tanah sebagai hak yang
mutlak dapat diberikan keleluasaan untuk menuntutnya terhadap para
pelanggar melalui pengadilan agar hak-haknya diberikan dengan menuntut
penghukuman pelanggar dari haknya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
dipersenjatai dengan putusan hakim, dan selanjutnya dapat menugaskan juru
sita untuk melaksanakan suatu putusan hakim tersebut berdasarkan
Undang-Undang. Dengan putusan hakim yang berisikan penghukuman tentunya
27
Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah , (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal 25 28
diperoleh kepastian hukum antara pihak-pihak yang bersengketa harus
selalu diberikan putusan yang adil.29
Untuk itulah didalam menyelesaikan segala permasalahan hukum
termasuk sengketa tanah, peran pengadilan sangat penting untuk
menciptakan kepastian hukum dan memberikan rasa adil bagi para pihak
yang berperkara. Pengadilan merupakan penentu siapa pemilik tanah hak
milik yang sesungguhnya dari tanah yang diperkarakan.
2. Konsepsi.
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan
konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori observasi, antara
abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan
abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut
defenisi operasional.30
Terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya
merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka
teoretis (tinjauan pustaka), yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun
demikian, suatu kerangka konsepsi belaka kadang-kadang dirasakan masih
juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan
menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.31
29
J.P.H. suijling, Hak-Hak Subjektif dalam Hukum Perdata dan Hukum Publik, (Bandung : Armico, 1985), hal 13, Terjemahan Hoesein Soemdiredja.
30
Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal 31
31
Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu
didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi
agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat
diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut :
a. Perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal, maka timbullah suatu hubungan antara dua
orang tersebut yang dinamakan perikatan.”32
b. Perjanjian jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata adalah “suatu
perjanjian dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan hak milik atas barang dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan.
c. Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi diatas sekali, keadaan
bumi suatu tempat, permukaan bumi yang diberikan batas, bahan dari
bumi atau bumi sebagai lahan sesuatu.33
d. Waris adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal
dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.”
34
e. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.”
32
R.Subekti, Op.Cit., hal. 1 33
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta, Edisi II, Cetakan III, 1994 ), hal 12
34
Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.35
f. Tanah bersertipikat adalah tanah yang telah memiliki surat tanda bukti
hak yang telah diadministrasi oleh negara dengan didaftarkan di kantor
Pertanahan Negara yang memiliki sampul map yang berlogo burung
Garuda yang dijahit menjadi satu dengan surat ukur atau situasi tanah.
g. Tanah yang belum bersertipikat adalah hak yang dibuat dibawah tangan
yang dibubuhi tanda kesaksian oleh kepala adat/kepala desa/kelurahan
yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan dan didaftarkan.
G.Metode Penelitian.
Secara Etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan
atau mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani “Methodos”
yang artinya “jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode
merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang
pengetahuan tertentu.36
35
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007), hal 90-91.
36
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam
terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala
yang bersangkutan.37
Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian
tergantung kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang
meliputi kegiatan penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan
Jenis Penelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan metode
penelitian yuridis normatif. “metode penelitian yuridis normatif
dipergunakan untuk mempelajari peraturan perundang-undangan”38
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian adalah
metode deskriptif analitis yaitu dengan menggambarkan keadaan yang
berhubungan dengan permasalahan jual beli harta warisan.
yang
berkaitan dengan jual beli, sehingga dapat diketahui apakah landasan
legalitas yang telah memadai untuk menggambarkan tentang
pertimbangan-pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam
peradilan.
37
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 2007), hal 43
Penelitian
deskriptif ini dimulai dengan pengumpulan data yang berhubungan dengan
pembahasan di atas, lalu menyusun, mengklasifikasikan dan
menganalisisnya serta kemudian menginterprestasikan data, sehingga
diperoleh gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti.39
2. Sumber Data.
Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu data sekunder, data
sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen publikasi, artinya data
sudah dalam bentuk jadi,40
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan-peraturan
mengenai jual beli yang mempunyai kekuatan mengikat berupa peraturan
perundang-undangan, diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 50
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. yang terdiri dari :
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan
bahan hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan objek
yang diteliti.
c. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut
mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus
hukum dan kamus besar hukum bahasa Indonesia.
39
Ibid, hal 10 40
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara library
research dan field research yaitu :
a. Studi Dokumen yaitu yang terdiri dari bahan hukum yang berkaitan
dengan hukum agrarian dan perjanjian jual beli yang ditunjang dengan
bahan hukum lainnya.
b. Wawancara yaitu dengan melakukan Tanya jawab secara langsung
dengan membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan
nara sumber yaitu Hakim Pengadilan Negeri Tingkat I Medan,
Pengadilan Negeri Tingkat I Medan, Camat di daerah Dolok sanggul, dan
Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di daerah Dolok Sanggul,
Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kota Medan.
4. Analisa Data
Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka dianalisa secara
kualitatif yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun
penelitian kepustakaan kemudian disusun secara sistematis dan
selanjutnya dianalisa secara kualitatif, data kemudian dianalisa secara
interpretative menggunakan teori maupun hukum positif yang telah
dituangkan kemudian secara induktif ditarik kesimpulan.41
41
Rommy Hanitidjo Soemitro I, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Rajawali, 1984), hal 119
Metode
penarikan kesimpulan yang dipakai adalah metode deduktif dan induktif.
dijadikan pedoman untuk menjawab permasalahan dalam analisa kasus
jual beli tanah warisan. Dengan metode induktif, data primer yang
diperoleh setelah dihubungkan dangan aturan-aturan hukum yang
berkaitan dengan jual beli tanah warisan sehingga dapat ditarik
BAB II
PROSEDUR JUAL BELI TANAH WARISAN MENURUT
HUKUM TANAH NASIONAL
A.Pengertian dan Sifat Jual Beli Tanah
1. Pengertian Jual Beli Tanah
Jual beli tanah sebagai suatu lembaga hukum tidak secara tegas dan
terperinci diatur dalam UUPA, bahkan sampai sekarang belum ada
peraturan yang mengatur khusus mengenai pelaksanaan jual beli tanah.
Walaupun dalam UUPA tidak ada diartikan mengenai pengertian jual
beli, namun secara tersirat dapat dilihat dalam Pasal 26 Undang-Undang
Pokok Agraria yang menyebutkan :
a. Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah.
b. Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum tanahnya jatuh pada negara dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
beralihnya hak milik atas tanah dari penjual kepada pembeli itu masuk dalam hukum agraria atau hukum tanah.42
Pengertian jual beli tanah menurut UUPA didasarkan pada konsep dan
pengertian jual beli menurut hukum adat. Dalam hukum adat tentang jual
beli tanah dikenal tiga macam yaitu:43
a.
Pada adol plas (jual lepas), pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk selama-lamanya kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan antara pemilik tanah dengan pihak lain (pembeli).
Adol Plas (Jual Lepas)
b.
Pada adol gadai (jual gadai), pemilik tanah pertanian (pembeli gadai) menyerahkan tanahnya untuk digarap kepada pihak lain (pemegang gadai) dengan menerima sejumlah uang dari pihak lain (pemegang gadai) sebagai uang gadai dan tanah dapat kembali kepada pemiliknya apabila pemilik tanah menebus uang gadai.
Adolbedol (Jual Gadai)
c. Adol Oyodan (jual Tahunan)
Pada adol tahunan (jual tahunan), pemilik tanah pertanian menyerahkan tanahnya untuk digarap dalam beberapa kali masa panen kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan antar pemilik tanah dengan pembeli. Setelah beberapa kali masa panen sesuai kesepakatan kedua belah pihak, tanah pertanian diserahkan kembali oleh pembeli kepada pemilik tanah.
Dalam hukum adat, jual beli tanah dimasukkan ke dalam hukum
benda khususnya hukum benda tetap atau hukum tanah, tidak dalam hukum
perikatan khususnya hukum perjanjian, hal ini karena :44
a. Jual beli tanah menurut hukum adat bukan merupakan suatu perjanjian
sehingga tidak mewajibkan para pihak untuk melaksanakan jual beli
tersebut.
42
Boedi Harsono 11, Op.cit., hal. 135. 43
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 359-360.
44