ANALISIS PROFIL PETERNAK TERHADAP PENDAPATAN
DALAM USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN
PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Oleh :
ARIEF PERMANA
080306048
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PROFIL PETERNAK TERHADAP PENDAPATAN
DALAM USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN
PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Oleh:
ARIEF PERMANA 080306048/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Analisis profil peternak terhadap pendapatan dalam usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang
Nama : Arief Permana NIM : 080306048 Program studi : Peternakan
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA Ir. Iskandar Sembiring, MM Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, MSi Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
ARIEF PERMANA: “Analisis Profil Peternak Terhadap Pendapatan Dalam Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang”, dibimbing oleh ARMYN HAKIM DAULAY dan ISKANDAR SEMBIRING.
Peternakan sapi potong merupakan usaha mayoritas masyarakat di Kecamatan Pancur Batu dimana terdapat perbedaan profil dari masyarakat tersebut, oleh sebab itu perlu diketahui analisis variabel skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan system pemeliharaan ternak yang menggambarkan profil peternak terhadap pendapatan di Kecamatan tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara mulai September 2012 sampai Januari 2013. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan unit responden keluarga yang memelihara ternak sapi potong. Sampel diperoleh melalui metode Proportional Stratified Random Sampling dan diperoleh 147 orang peternak sebagai sampel, yaitu dari desa Baru, desa Tuntungan II, desa Sukaraya, desa Sei Glugur, desa Tanjung Anom dan desa Tuntungan I, masing-masing berjumlah 36, 31, 29, 21, 18 dan 12 orang peternak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala usaha berpengaruh positif terhadap pendapatan peternak. Sedangkan umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan sistem pemeliharaan berpengaruh negatif terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
ABSTRACT
ARIEF PERMANA: “Farmer Profile of Income Analysis in Beef Cattle Business
at Subdistrict Pancur Batu District Deli Serdang”, supervised by ARMYN HAKIM DAULAY and ISKANDAR SEMBIRING.
Beef cattle constitute the majority of the business community in the Subdistrict Pancur Batu where there are differences in the profile of the community, so pleace note analysis variable that business scale, farmers age , educational level, farming experience, number of dependent, level of generation farmers and system management showed farmer profile of income in these subdistricts. This research was conducted in the sibdistrict Pancur Batu district Deli Serdang North Sumatera, whish began on September 2012 until Januari 2013. This study uses survey respondents with a unit that family a maintains beef cattle. Sampels obtained via Proportional Stratified Random Sampling method. Retrieved 147 people farmers in the sample, which was from the village of Baru, Tuntungan II village, Sukaraya village, Sei Glugur village, Tanjung Anom village and the village of Tuntungan I, each amounted to 36, 31, 29, 21, 18 and 12 farmers.
The results showed that business scale has a positive effect on increasing revenue. While farmers age, educational level, farming experience, number of dependents, level of generation farmers and system management has a negative effect on beef cattle breeder in the sibdistrict Pancur Batu district Deli Serdang North Sumatera.
RIWAYAT HIDUP
Penulis
dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Desember 1990 dari bapak Salim dan ibu Jamiah. Penulis merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara.Tahun 2008 penulis lulus dari SMU Rakyat Sei Glugur, Pancur Batu
pada tahun yang sama masuk Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
melalui jalur ujian Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN). Penulis
memilih program studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus
Himpunan Mahasiswa Program Studi Peternakan. Selain itu penulis juga aktif
dalam organisasi ekstrauniversitas sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Muslim
Peternakan (HIMMIP) dan Wakil Gubernur Mahasiswa Fakultas Pertanian USU.
Penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Penyuluhan dan Komunikasi
Peternakan.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Kecamatan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan penulis kesehatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah “Analisis
Profil Peternak Terhadap Pendapatan dalam Usaha Ternak Sapi Potong di
Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang” .
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik
penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak
Armyn Hakim Daulay selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak
Iskandar Sembiring selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing
dan meberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan
judul, melakukan penelitian dan sampai pada ujian akhir.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
staf pengajar dan pegawai di Program Studi Peternakan, serta semua rekan
mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar belakang ... 1
Identifikasi Masalah ... 2
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Daerah Pancur Batu ... 5
Ternak Sapi Potong ... 7
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi ... 9
Profil Peternak ... 10
Skala Usaha ... 10
Umur Peternak ... 10
Tingkat Pendidikan ... 11
Pengalaman Beternak ... 12
Jumlah Tanggungan Keluarga ... 12
Tingkat Generasi Peternak ... 13
Sistem Pemeliharaan Ternak ... 13
Usaha Peternakan Rakyat ... 14
Panca Usaha Ternak ... 15
Pendapatan Usaha Ternak ... 19
Analisis Usaha ... 21
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23
Penentuan Responden Penelitian ... 23
Pengumpulan data ... 24
Analisis Data ... 24
Parameter Penelitian... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Potong ... 29
Karakteristik Responden ... 30
Rekapitulasi Data ... 39 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang menurut Kecamatan .... 6
2. Populasi ternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu menurut desa ... 7
3. Penggunaan makanan oleh berbagai ternak ... 16
4. Karakteristik responden di daerah penelitian tahun 2012 ... 30
5. Analisis varian pendapatan dan hasil penduga parameter... 33
6. Analisis regresi linear berganda pengaruh jumlah ternak, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman peternak, jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan sistem pemeliharaan ternak terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang... ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Karakteristik sosial dan ekonomi responden... 43
2. Descriptive Statistics ... 48
3. Variables Entered/Removedb ... 48
4. Correlations ...49
5. Model Summary ...50
6. Anovab ...50
ABSTRAK
ARIEF PERMANA: “Analisis Profil Peternak Terhadap Pendapatan Dalam Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang”, dibimbing oleh ARMYN HAKIM DAULAY dan ISKANDAR SEMBIRING.
Peternakan sapi potong merupakan usaha mayoritas masyarakat di Kecamatan Pancur Batu dimana terdapat perbedaan profil dari masyarakat tersebut, oleh sebab itu perlu diketahui analisis variabel skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan system pemeliharaan ternak yang menggambarkan profil peternak terhadap pendapatan di Kecamatan tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara mulai September 2012 sampai Januari 2013. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan unit responden keluarga yang memelihara ternak sapi potong. Sampel diperoleh melalui metode Proportional Stratified Random Sampling dan diperoleh 147 orang peternak sebagai sampel, yaitu dari desa Baru, desa Tuntungan II, desa Sukaraya, desa Sei Glugur, desa Tanjung Anom dan desa Tuntungan I, masing-masing berjumlah 36, 31, 29, 21, 18 dan 12 orang peternak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala usaha berpengaruh positif terhadap pendapatan peternak. Sedangkan umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan sistem pemeliharaan berpengaruh negatif terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
ABSTRACT
ARIEF PERMANA: “Farmer Profile of Income Analysis in Beef Cattle Business
at Subdistrict Pancur Batu District Deli Serdang”, supervised by ARMYN HAKIM DAULAY and ISKANDAR SEMBIRING.
Beef cattle constitute the majority of the business community in the Subdistrict Pancur Batu where there are differences in the profile of the community, so pleace note analysis variable that business scale, farmers age , educational level, farming experience, number of dependent, level of generation farmers and system management showed farmer profile of income in these subdistricts. This research was conducted in the sibdistrict Pancur Batu district Deli Serdang North Sumatera, whish began on September 2012 until Januari 2013. This study uses survey respondents with a unit that family a maintains beef cattle. Sampels obtained via Proportional Stratified Random Sampling method. Retrieved 147 people farmers in the sample, which was from the village of Baru, Tuntungan II village, Sukaraya village, Sei Glugur village, Tanjung Anom village and the village of Tuntungan I, each amounted to 36, 31, 29, 21, 18 and 12 farmers.
The results showed that business scale has a positive effect on increasing revenue. While farmers age, educational level, farming experience, number of dependents, level of generation farmers and system management has a negative effect on beef cattle breeder in the sibdistrict Pancur Batu district Deli Serdang North Sumatera.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya
penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan
penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok ternak sapi
dapat menghasilkan suatu bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan
lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan lain sebagainya. Daging sangat
besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani.
Ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber makanan
berupa daging, produktivitasnya masih sangat memperihatinkan karena jumlahnya
masih jauh dari target yang dibutuhkan konsumen. Hal ini disebabkan oleh
produksi daging masih rendah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan jumlah
produksi daging masih rendah, antara lain populasi dan produksi sapi yang
rendah.
Hal yang tampak di Sumatera Utara ada beberapa daerah yang sangat
padat, ada yang sedang, tetapi ada yang sangat jarang atau terbatas penyebaran
populasi ternak sapi potong. Tentu saja hal ini sangat mempengaruhi besarnya
penghasilan atau pendapatan masyarakat pada daerah tersebut sehingga timbul
perbedaan dalam segi ekonomi maupun dalam pemenuhan gizi hewani khususnya
daging sapi setiap daerah. Sehubungan hal diatas maka penulis mencoba untuk
meneliti dan menganalisa faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan
Kecamatan Pancur Batu merupakan salah satu daerah penyebaran populasi
ternak di Kabupaten Deli Serdang yang berpotensi untuk dikembangkan dalam
memenuhi kebutuhan daging dengan melihat pertambahan populasi ternak yang
tiap tahunnya bertambah. Dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang
pada tahun 2011 populasi sapi potong di Kecamatan Pancur Batu mencapai 2.817
ekor.
Dalam melaksanakan usaha ternak sapinya, peternak berfungsi sebagai
pembuat keputusan yang berusaha mengambil keputusan yang efektif dan efesien
dalam menjalankan dan mengelola usahanya. Karakteristik sosial ekonomi
peternak (skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak,
jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan sistem pemeliharaan
ternak) dapat mempengaruhi peternak dalam mengambil keputusan yang dapat
memberikan pengaruh keuntungan bagi usaha ternaknya. Peternak berusaha untuk
mengalokasikan faktor produksi (lahan, modal dan tenaga kerja) seefisien
mungkin untuk memperoleh hasil dan keuntungan maksimal.
Identifikasi Masalah
Usaha ternak sapi dalam bentuk usahatani merupakan salah satu usaha
yang dikelola oleh petani/peternak dengan peran ekonomi yang relatif terbatas.
Usaha tenak sapi potong merupakan salah satu jenis usaha yang dilakukan oleh
sebagian masyarakat Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Usaha
peternakan ini ada yang dijadikan sebagai pekerjaan utama, ada juga yang
Permasalahan umum yang perlu diketahui berkaitan dengan hal-hal
penting yang menyangkut segi ekonomi peternak sapi potong di Kecamatan
Pancur Batu. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk
menjawab pertanyaan berikut :
• Adakah pengaruh skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan,
pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, tingkat
generasi peternak dan sistem pemeliharaan ternak terhadap
pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang ?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh profil
peternak (skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak,
jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan sistem pemeliharaan
ternak) terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang .
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mengambil dugaan sementara
bahwa profil peternak (skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan,
pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan
sistem pemeliharaan ternak) berpengaruh positif terhadap pendapatan peternak
Kegunaan Penelitian
Menjadi acuan bagi peternak sapi potong dalam melakukan pemeliharaan
ternak sapi potong guna meningkatkan pendapatannya, bagi instansi yang terkait
khususnya dapat menjadi acuan dalam rangka pembangunan usaha ternak sapi
potong di wilayah yang bersangkutan atau di daerah lain dan menjadi sumber
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Daerah Pancur Batu
Luas Kecamatan Pancur Batu adalah 122,53 Km2 atau sekitar 12.253 Ha, yang terdiri dari 25 Desa dan 112 dusun, dengan Ibukota Kecamatan terletak di
Desa Tengah. Keadaan alam Kecamatan Pancur Batu pada umumnya mempunyai
2 (dua) iklim musim yaitu musim kemarau dan musim hujan yang mana kedua
iklim tersebut dipengaruhi oleh angin laut dan angin pegunungan. Secara
administratif Kecamatan Pancur Batu berbatasan dengan beberapa daerah, yaitu :
sebelah Utara Kecamatan Sunggal dan Kota Medan, sebelah Selatan Kecamatan
Sibolangit, sebelah Timur Namo Rambe dan sebelah Barat Kutalimbaru
(Badan Pusat Statistik, 2011).
Kecamatan Pancur Batu merupakan salah satu daerah penyebaran populasi
ternak di Kabupaten Deli Serdang yang berpotensi untuk dikembangkannya
populasi ternak sapi potong menjadi lebih baik lagi karena kawasan tersebut
termasuk salah satu wilayah di Provinsi Sumatera Utara yang perkembangan
populasi ternak sapi potong pada tahun 2011 di Kecamatan Pancur Batu mencapai
Tabel 1. Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang menurut
Tabel 2. Populasi ternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu menurut Desa
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2011)
Ternak Sapi Potong
Untuk memulai suatu peternakan sapi potong sebaiknya perlu terlebih
dahulu mengadakan pengenalan terhadap berbagai bangsa/jenis sapi potong,
terutama menyangkut hal seperti pertumbuhan, produksi dan lain hal yang
menentukan perkembangan sapi tersebut sehingga apabila hendak mendirikan
peternakan atau memelihara ternak sudah mendapat gambaran umum akan hal-hal
apa yang perlu diadakan untuk menjamin perkembangan ternak tersebut dengan
Para peternak sapi harus menyadari bahwa daerah tropis seperti di
Indonesia ini suhu udaranya relatif tinggi, sehingga sangat berpengaruh terhadap
kehidupan ternak sapi. Bagi bangsa-bangsa sapi lokal (tropis) hal ini tidak akan
menimbulkan gangguan yang berat (stress). Bangsa-bangsa sapi tropis yang kita
kenal ialah Zebu (Bos indicus) dan Banteng (Bos sondaicus), atau hasil
persilangan dari kedua golongan tersebut. Penyebaran Zebu di daerah tropis,
khususnya di Asia, ternyata lebih banyak dibandingkan dengan sapi-sapi Eropa
(Bos taurus) (AAK, 1991).
Sapi-sapi asli Indonesia yang terkenal yaitu : sapi Bali, sapi Ongole
sedangkan sapi lainnya seperti sapi Madura, sapi Aceh dan sapi Lampung tidak
begitu terkenal karena sifat penyebaran dan pertumbuhan tidak begitu menonjol
bila dibandingkan dengan kedua sapi tersebut (Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Menurut Idris et al. (1991), sapi Ongole berukuran besar dan gagah, watak
sabar dan tenaga kuat, baik untuk pekerjaan yang berat. Tanda-tandanya : kepala
tidak terlalu panjang, profil melengkung sekali, leher pendek dan tebal, tubuh
padat, besar dan kuat. Panjang tubuh ± 110 cm dari tingginya. Tinggi sapi jantan
140-160 cm, betina 130-140 cm. Kaki agak panjang tetapi kuat. Ambing kurang
baik tumbuhnya. Warna bulu putih atau abu-abu dengan kuning tua.
Sapi dari daerah yang beriklim sedang mempunyai kerangka yang relatif
kurang kompak, sedangkan sapi-sapi tropis mempunyai kerangka persegi, anggota
badan lebih besar, lipatan kulit menggantung antara kerongkongan dan brisket
Karakteristik sapi dari tipe potong adalah : bentuk tubuh padat, dalam,
lebar dan kaki pendek. Badan seluruhnya berisi daging. Sela garis tubuh lurus dan
rata. Kepala pendek dan lebar pada frontalisnya. Leher tebal dan bahu berisi.
Punggung dan pinggang lebar. Kemudi lebar. Dada lebar dan dalam. Dilihat dari
samping, tubuh tampak seperti segi empat panjang dan dalam. Pertumbuhan
tulang, dagingdan lemak badan tampak baik (Idris et al., 1991).
Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produksi
Ternak sapi potong sebagai salah satu sumber makanan berupa daging,
produktivitasnya masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih sangat
jauh dari target yang diperlukan konsumen. Hal ini disebabkan oleh produksi
daging masih sangat rendah (Pane dan Ismed, 1986).
Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab
volume produksi daging masih rendah. Pada umumnya, selama ini di negara kita
sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam
skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).
Disamping itu, ternak sapi yang dipelihara ini masih merupakan bagian
kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Tentu saja usaha berskala
kecil ini terdapat banyak kelemahan. Diantaranya adalah sebagai produsen
perorangan pasti tidak dapat memanfaatkan sumber daya produktivitasnya yang
tinggi seperti pada sektor usaha besar dan modern. Sebab pada usaha kecil ini baik
akan menjadi jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan usaha skala besar
(Tafal, 1981).
Menurut Sugeng (2001), tingkat produksi yang rendah diakibatkan
beberapa faktor sebagai berikut : faktor tujuan pemeliharaan, faktor bibit dan
faktor pakan tersedia terbatas.
Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan
adalah faktor genetik, faktor lingkungan serta interaksi faktor genetik dengan
lingkungan. Seekor ternak yang genetiknya tidak menghasilkan daging, walaupun
hidupnya dalam lingkungan yang baik tidak akan menghasilkan daging yang baik
tetapi hidup dalam lingkungan yang jelek juga tidak akan menghasilkan daging
yang memuaskan (Lasley, 1978).
Menurut Berg dan Butterfield (1976), bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan pertambahan berat badan adalah bangsa ternak,
umur ternak, jenis kelamin dan makanannya serta lingkungannya.
Profil Peternak
Skala Usaha
Menurut Soekartawi (1995), bahwa pendapatan usaha ternak sangat
dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang yang dijual oleh peternak itu sendiri
sehingga semakin banyak jumlah ternak maka semakin tinggi pendapatan bersih
Umur
Semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa
keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi
terhadap introduksi teknologi semakin tinggi (Chamdi, 2003).
Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut.
Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin turun pula prestasinya.
Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan
berpengaruh karena justru semakin berpengalaman (Suratiyah, 2009).
Tingkat Pendidikan
Model pendidikan yang digambarkan dalam pendidikan petani bukan
pendidikan formal yang acap kali mengasingkan pertanian dan realitas.
Pendidikan petani yang dikembangkan adalah pendidikan yang memungkinkan
tiap-tiap pribadi berkontak dengan orang lain, pekerjaan dan dengan dirinya
sendiri (kebutuhan, perasaan, dorongan, saling memberi dan menerima, berbicara
dan mendengarkan). Model pendidikan ini mempunyai ideal yang mengarah pada
suatu sasaran agar petani mempunyai mentalitas yang baik yang disertai dengan
penguasaan manajemen dasar serta memiliki skill dalam praktek bertani, yang
akhirnya membawa petani untuk memperoleh produksi yang optimal. Produksi
yang optimal tentu merupakan suatu langkah penting untuk memenuhi kebutuhan
Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang
kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.
Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan
kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja (Ahmadi, 2003).
Menurut Soekartawi et al. (1986), menyatakan bahwa tingkat pendidikan
peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka
terhadap inovasi dan teknologi baru. Peternak yang tingkat pendidikannya lebih
tinggi seharusnya dapat meningkatkan lebih besar pendapatan peternak namun
kenyataan di lapangan berbeda seperti yang telah diuraikan diatas karena pada
dasarnya peternak yang ada di daerah peneltian masih tergolong berpendidikan
menengah.
Pengalaman Beternak
Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh terhadap
penerimaan inovasi dari luar. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman
diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri mengusahakan
usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian
(Fauzia danTampubolon, 1991).
Faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut
dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya
bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor pengalaman
yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula perkembangan
Jumlah Tanggungan Keluarga
Semakin besarnya jumlah anggota petani atau peternak akan semakin
besar pula tuntutan kebutuhan keuangan rumah tangga. Hal demikian besarnya
jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusaha
tani. Keluarga yang memiliki sebidang tanah tetap saja jumlahnya semakin
sempitnya dengan pertambahan anggota secara terus-menerus, sementara
kebutuhan akan diproduksi termasuk pangan semakin bertambah (Daniel, 2002).
Tingkat Generasi Peternak
Pada umumnya pengetahuan tentang beternak diperoleh dari orang tua.
Orang tua menurunkan generasi cara beternak kepada anak-anaknya. Generasi
peternak akan berjalan dengan sendiri secara turun-temurun. Sehingga bisa
dipastikan apabila orang tuanya dahulu peternak maka generasi peternak akan
diturunkan kepada anak-anaknya. Hal demikian dapat didorong dengan adanya
kemauan dan motivasi dari generasi penerus peternak itu sendiri
(http://generasi-peternak.com.-tingkat).
Sistem Pemeliharaan Ternak
Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang
hari berada di dalam kandang. Mereka makan sebanyak dan sebaik mungkin
jumlah yang lebih banyak sebagai pupuk. Sapi-sapi memperoleh perlakuan yang
lebih teratur atau rutin dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang,
memandikan sapi, menimbang, mengendalikan penyakit (Sugeng, 2001).
Sistem pemeliharaan semi-intensif adalah kegiatan pemeliharaan ternak
dengan sistem pengembalaan yang dilakukan secara teratur dan baik. Dalam
kondisi tertentu, pemilik sudah mulai menaruh perhatian terhadap ternak yang
dipeliharanya, terutama ketika ternak akan melahirkan dan digemukan untuk
dipotong dengan mengurung ternak selama sehari penuh. Dalam hal ini pemilik
sudah mulai menjaga kebersihan kandang dan memberikan
obat-obatan/konsentrat sebagai tambahan makanan. (Mulyono danSarwono, 2007).
Sistem pemeliharaan ekstensif merupakan beternak secara tradisional yaitu
campur tangan peternak terhadap ternak peliharaanya hampir tidak ada. Ternak
dilepas begitu saja dan pergi mencari pakan sendiri di lapangan pengembalaan,
pinggiran hutan atau tempat lain yang banyak ditumbuhi rumput dan sumber
pakan. Sesuai dengan habitat aslinya, ternak menyukai pakan dari tanaman di
daerah perbukitan (Mulyono danSarwono, 2007).
Usaha Peternakan Rakyat
Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha
kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu
produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka
Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak.
Pada umumnya ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia berlahan sempit,
permodalan terbatas, tingkat pengetahuan petani yang terbatas dan kurang
dinamik serta pendapatan petani yang rendah (Soekartawi et al., 1986).
Di dalam pertanian rakyat, hampir tidak ada usaha tani yang memproduksi
satu macam hasil saja. Disamping hasil-hasil tanaman, usaha pertanian rakyat
meliputi pula usaha-usaha peternakan, perikanan dan kadang-kadang usaha
pencarian hasil hutan (Mubyarto, 1991).
Usahatani atau usaha peternakan mempunyai ciri khas yang
mempengaruhi prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang digunakan.
Usahatani dan usaha peternakan sering dianggap sebagai usaha yang lebih banyak
resikonya dalam hal output dan perubahan harga serta pengaruh cuaca terhadap
keseluruhan proses produksi (Kay dan Edward, 1994) .
Menurut Kay dan Edward (1994), dalam usahatani dan usaha peternakan,
pembagian kerja dan tugas manajemen jarang dilakukan, kecuali untuk skala
usaha besar. Petani dalam usahatani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja,
tetapi lebih dari itu. Dia adalah pemimpin (manager) usahatani yang mengatur
Panca Usaha Ternak Potong
Bibit
Menurut Sugeng (2001), dalam hal penelitian bibit dengan cara seleksi dan
penyingkiran ternak yang kurang baik dari kelompok yang dipelihara tidak perlu
dilakukan. Laju pertumbuhan ternak yang bagaimanapun tidak perlu dihiraukan.
Yang terpenting bagi peternak adalah ternak yang dipelihara itu tetap bisa
berkembang biak.
Salah satu faktor keberhasilan beternak adalah keterampilan memilih bibit
ternak, sebagai pejantannya digunakan pemacak milik desa atau milik pemerintah
atau dengan inseminasi buatan (Dinas Peternakan, 1983).
Pakan
Keberhasilan suatu usaha ternak hanya mungkin tercapai apabila
faktor-faktor penunjangnya memperoleh perhatian yang penuh. Salah satu faktor
utamanya adalah makanan disamping faktor genetis dan manajemen. Oleh karena
itu, bibit ternak yang baik dan dari jenis yang unggul harus diimbangi dengan
pemberian makanan yang baik pula (AAK, 1991)
Sistem alat pencernaan dari berbagai jenis-jenis ternak mencerminkan pula
macam bahan makanan yang dapat dimakannya. Ternak ruminansia atau
pemamah biak mempunyai alat pencernaan yang berbeda dari non ruminansia.
ternak - ternak non ruminansia menggunakan kosentrat sebagai bahan makanan
pokok ( Abidin dan Simanjuntak, 1997).
Ternak sapi sebagai salah satu hewan ruminansia beralat pencernaan yang
terbagi atas empat bagian yakni rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Dengan alat ini, sapi mampu menampung jumlah bahan pakan yang lebih besar
dan mampu mencerna bahan pakan yang kandungan serat kasarnya tinggi.
Sehingga pakan pokok hewan ini berupa hijauan atau rumput dan pakan penguat
sebagai tambahan. Pada umumnya bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah
10 % dari berat pakan dan pakan penguat cukup 1 % dari berat badan
(Sugeng, 2000).
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat penggunaan makanan oleh berbagai
ternak sebagai berikut :
Tabel 3. Penggunaan makanan oleh berbagai ternak
Babi
Sumber : Ir. Susetyo, dkk (1969).
Di negara kita pemberian makanan pada ternak belum begitu diperhatikan.
Pada umumnya ternak hanya diberikan makanan hijauan dengan cara
menggembalakan di lapangan ataupun diarit untuk diberikan pada ternaknya. Pada
umumnya kualitas rumput tersebut sangat rendah, karena jarang terdapat
pemeliharaan rumput-rumputan hijauan makanan ternak secara khusus untuk
Kandang
Perkandangan dan peralatan sangat penting dalam menentukan sukses
tidaknya sesuatu perusahaan ternak sapi. Oleh karena itu sangat perlu untuk
merencanakan pembuatan kandang dengan peralatan seefisien mungkin.
Peternakan sapi dengan sistem pemeliharaan di pasture (padang pengembalaan),
kandang diperlukan hanya untuk malam hari dimana sapi – sapi tersebut pada pagi
harinya dilepas pada padang pengembalaan ini dapat dibuat pula kandang yang
dilengkapi dengan atap yang bisa terbuat dari genteng atau rumbia atau bisa juga
tanpa atap. Lantainya sebaiknya di semen. Sebagai patokan umum seekor sapi
dewasa membutuhkan tempat seluas 2,5 sampai 3 m2 (kira – kira 1,5 x 2 m) per ekornya (Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Luas kandang per ekor 1,5 m x 1,8 m = 2 m2. Membuat kandang untuk kapasitas 8-10 ekor di bawah satu atap lebih ekonomis daripada kapasitas 2-3 ekor
di dalam satu atap. Lantai kandang, baik lantai tanah, adukan semen, aspal, batu-
batu dan sebagainya, harus dibuat agak sedikit miring. Kemiringan lantai kandang
cukup dibuat 5 cm saja. Kemiringan lantai ini bertujuan agar air kencing sapi
tidak berhenti dan bercampur dengan kotoran dan tilam (bedding) yang dipakai
sebagai alas ternak, sehingga kesehatan sapi tetap terjamin (AAK, 1991).
Kontruksi kandang menurut Sugeng (2001), dibangun dengan perencanaan
yang benar akan menjamin kenyamanan hidup ternak, sebab bangunan kandang
sangat erat hubungannya dengan kehidupan ternak.
Sehubungan dengan kebutuhan hidup ternak sapi untuk beradaptasi ini,
setempat, kontruksi dan bahan bangunan. Ketiga faktor ini perlu diperhatikan
karena faktor-faktor tersebut akan membawa kenyamanan bagi ternak apabila
kesemuanya tadi dipadu dengan baik (AAK, 1991).
Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Penyakit yang timbul pada sapi potong biasannya dibagi atas empat
macam yaitu : 1) external parasitis, 2) internal parasitis, 3) penyakit menular dan
4) penyakit tidak menular. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit lebih penting
daripada mengobati. Oleh karena itulah maka para peternak selalu menjaga
kesehatan dari pada ternak–ternaknya melalui sanitasi yang baik, penyemprotan
dengan desinfektan dan vaksinasi secara teratur. Ternak-ternak akan mudah
tertular penyakit bila manajemennya kurang baik. Parasit-parasit dan penyakit
biasanya berkembang baik pada ternak-ternak yang kondisinya tidak baik dan
dapat menyebar pada ternak-ternak yang sehat lainnya
(Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Sapi yang terkena penyakit biasanya menimbulkan kerugian besar
terlebih penyakit menular, walaupun terkadang tidak menyebabkan kematian
secara langsung namun dapat merusak kesehatan. Misalnya penyakit brucellosis
dan tubercullose, anthrax, mulut dan kuku. Penanggulangan perlu secara dini.
Para peternak tidak perlu mengetahui masalah-masalah kedokteran hewan, tetapi
yang perlu adalah pengenalan berbagai jenis penyakit dan sebabya, akibat
serangan, gejala yang tampak, penyebarannya, pencegahan dan pemberantasannya
Pemasaran
Permintaan pasar atas daging sapi meningkat terus dari tahun ke tahun
sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan taraf hidup rakyat
disertai dengan pengertian mengenai kepentingan pangan dan gizi. Hal tersebut
sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial dan agama, seperti musim haji,
musim hajatan (pernikahan, dll), hari Natal dan tahun Baru, dan puncaknya adalah
hari raya Idul Fitri dan bulan Syawal (Darmono, 1993).
Pada tahun 1994, proyeksi permintaan daging sapi di Indonesia adalah
324.000 ton, sedangkan daging sapi yang tersedia adalah 308.000 ton dan
sebagian besar dipenuhi dari produksi lokal. Dengan demikian, terdapat kelebihan
permintaan sebesar 16.000 ton. Kesenjangan antara permintaan dan pemasokan
daging sapi tersebut merupakan peluang pemasaran bagi daging sapi di Indonesia
(Arifin, 1993).
Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan
pengetahuan masyarakat tentang gizi berpengaruh terhadap pola konsumsi
masyarakat ke arah gizi berimbang sehingga memberikan peluang pemasaran
hasil-hasil peternakan. Disamping itu, terbukanya perdagangan internasional
mengakibatkan kemungkinan ekspor ternak dan hasil semakin meningkat bila
Pendapatan Usaha Ternak
Biaya Produksi
Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang diperlukan,
yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat di ukur untuk
menghasilkan suatu produk (Cyrilla dan Ismail, 1988).
Menurut Boediono (1998), biaya mencakup suatu pengukuran nilai
sumber daya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang
bertujuan untuk mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya
dibedakan atas biaya tetap dan biaya biaya variabel.
Biaya tetap (fix cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam
kegitan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu,
sedangkan biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang jumlah totalnya
berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan ( Widjaja, 1999).
Depresiasi asuransi, perbaikan rutin, pajak dan bunga modal termasuk ke
dalam biaya tetap, sedangkan pakan, bibit, pupuk, obat-obatan, bahan bakar dan
kesehatan ternak termasuk biaya tidak tetap (Kay dan Edward, 1994).
Pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi (input)
yang diperlukan pada proses produksi. Untuk sarana produksi yang dibeli
dimasukkan dalam biaya tunai, sedangkan untuk sarana produksi yang tidak dibeli
Penerimaan dan Pendapatan
Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai
produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun
yang tidak dijual.
Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa penerimaan merupakan
hasil perkalian dari produksi total dengan harga per satuan. Produksi total adalah
hasil utama dan sampingan, sedangkan harga adalah harga pada tingkat usaha tani
atau harga jual petani.
Penerimaan dalam usaha tani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan
selama periode pembukuan yang sama, sedangkan pendapatan adalah penerimaan
dikurangi dengan biaya produksi (Kay dan Edward, 1994).
Soeharjo dan Patong (1973), menyebutkan bahwa dalam analisis
pedapatan diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan
pengeluaran sama jangka waktu yang ditetapkan. Selanjutnya disebutkan bahwa
tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dan
keadaan yang akan datang dari kegiatan usaha. Dengan kata lain analisis
pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha.
Analisis usaha
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
usaha ternak komersil. Melalui hasil analisis ini dapat dicari langkah pemecahan
titik tolak untuk memperbaiki hasil dari usaha ternak tersebut. Hasil analisis ini
dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang
usaha atau memperbesar skala usaha. Hernanto (1996), menyatakan bahwa
analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui kinerja usaha secara menyeluruh.
Ada tiga laporan utama yang berkaitan dengan analisis usaha yaitu :
(1) arus biaya dan penerimaan (cash flow), yaitu berupa biaya operasional
(2) neraca (balance sheet), yaitu berupa harta, utang dan modal
(3) pertelaan pendapatan (income statement), yaitu menyangkut laporan laba-rugi
berupa pendapatan dikurangi dengan beban (biaya).
Pendapatan (income statement) lebih menunjukkan kepada sumber-sumber
penerimaan dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk mencapai penerimaan
tersebut. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan
tersedianya dana ril untuk periode selanjutnya. Menurut
Suharno dan Nazaruddin (1994), gambaran mengenai usaha ternak yang memilki
prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis usaha juga dapat
memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan
modal, besar biaya untuk bibit, pakan, kandang serta lamanya modal akan kembali
dan tingkat keuntungan yang diperoleh.
Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu
kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen
itu masih dapat di tingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil
apabila pendapatanya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana
produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli
Serdang Provinsi Sumatera Utara mulai bulan September 2012 sampai dengan
bulan Januari 2013.
Penentuan Responden Penelitian
Responden terdiri dari para peternak sapi di Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang. Metode responden yang digunakan adalah metode
survei dengan unit analisis keluarga yang memelihara ternak sapi potong. Metode
penarikan responden yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Pada tahap pertama pemilihan 6 buah desa dari beberapa desa yang ada
di Kecamatan Pancur Batu dengan metode penarikan responden secara
Proportional Stratified Random Sampling. Wirartha (2006), yaitu
desa yang kepadatan ternak sapinya tinggi, sedang dan jarang, dimana
penentuan kepadatan ternak sapi potong yang tinggi (desa Baru dan
Tuntungan II), sedang (desa Sei Glugur dan Sukaraya) dan jarang
(desa Tanjung Anom dan Tuntungan I) tersebut ditentukan dengan
melihat data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang dalam
2. Pada tahap kedua pemilihan responden secara acak sederhana, diambil
masing-masing 30% dari seluruh peternak dari setiap desa sampel.
Wirartha (2006), menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan
menggunakan data statistik ukuran sampel paling kecil 30 % sudah
dapat mewakili populasi.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder.
1. Data primer diperoleh dari monitoring terhadap kegiatan usaha ternak sapi
potong melalui wawancara dan pengisian daftar kuisioner.
2. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait seperti Badan
Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang dan Kantor Kecamatan Pancur
Batu.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dilapangan diolah dan ditabulasi
kemudian dibuat rataannya. Kemudian data rataan dimasukkan kedalam neraca
keuangan masing-masing peternak dan diambil rataan pendapatan peternak.
Kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis
• Analisis Pendapatan
Pd = TR – TC
Dimana:
Pd : adalah total pendapatan atau keuntungan yang diperoleh peternak sapi potong (rupiah/tahun)
TR : adalah total revenue atau penerimaan yang diperoleh peternak sapi potong (rupiah/tahun)
TC : adalah biaya yang dikeluarkan peternak sapi potong (rupiah/tahun)
Jumlah pendapatan ditabulasi secara sederhana, yaitu dengan menghitung
pendapatan peternak pada usaha beternak sapi potong terhadap pendapatan
keluarga di daerah penelitian.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka untuk melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan dapat dilihat dengan menggunakan Model
Pendekatan Teknik Ekonometri dengan menggunakan analisis regresi linear
berganda [alat bantu Software Statistical Package for Sosial Sciences (SPSS 17)].
Menurut Djalal dan Usman (2002), model pendugaan yang digunakan:
Keterangan:
Ŷ :adalah pendapatan peternak (Ŷ : topi) yang dipengaruhi berbagai faktor : dalam memelihara ternak sapi potong (rupiah)
a :adalah koefisien intercept (konstanta) b1 b2 b3 :adalah koefisien regresi
X1 :adalah skala usaha (ekor) X2 :adalah umur peternak (tahun) X3 :adalah tingkat pendidikan (tahun)
X4 :adalah pengalaman beternak (tahun) X5 :adalah jumlah tanggungan keluarga (jiwa) X6 :adalah tingkat generasi peternak
X7 :adalah sistem pemeliharaan ternak (variabel Dummy) µ :adalah variabel lain yang tidak diteliti
Variabel-variabel pada hipotesis diuji secara serempak dan parsial untuk
mengetahui apakah variabel tersebut mempunyai pengaruh dominan atau tidak.
Jika variabel tersebut berpengaruh secara serempak maka digunakan uji F yakni :
(
1
)
/
(
1
)
r2 = Koefisien determinasi n = Jumlah responden
- k = Derajat bebas pembilang
n-k-1 = Derajat bebas penyebut
Kriteria uji:
F-hit ≤ F-tabel... H0 diterima (H1 ditolak) F-hit > F-tabel... H0 ditolak (H1 diterima)
Menurut Sudjana (2002), jika variabel berpengaruh secara parsial dapat diuji
Keterangan:
b = Parameter (i = 1,2,3) n-k-1 = Derajat bebas
S2bi = Standart error parameter b S2y123 = Standart error estimates xi = Variabel bebas (i = 1,2,3)
Kriteria uji:
t-hit < t-tabel... H0 diterima (H1 ditolak) t-hit > t-tabel... H0 ditolak (H1 diterima)
Kriteria pengambilan keputusan :
t-tabel = (α ; db)
(α = 5% ; db = n – k – I )
Keterangan ;
n = jumlah sampel
k = jumlah variabel bebas (X)
a. t- hitung > t tabel (taraf signifikan α ≤ 0,05) : H0 ditolak, berarti koefisien regresi dari faktor tertentu berpengaruh nyata terhadap
variabel terikat.
b. t- hitung ≤ t tabel (taraf signifikan α > 0,05): H0 diterima, berarti koefisien regresi dari faktor tertentu berpengaruh tidak nyata
Parameter Pengamatan
a. Profil peternak
1. Skala usaha adalah jumlah ternak sapi potong yang dipelihara peternak
(ekor).
2. Umur peternak adalah umur peternak yang memelihara ternak sapi
yang di ukur berdasarkan usia kerja produktif yaitu 25-45 tahun.
3. Tingkat pendidikan adalah lamanya pendidikan formal yang ditempuh
peternak (tahun).
4. Pengalaman beternak adalah lamanya peternak memelihara ternak sapi
dan pernah mengikuti pelatihan/kursus (tahun).
5. Jumlah tanggungan keluarga yaitu jumlah tanggungan yang
ditanggung peternak dalam satu keluarga ( jiwa).
6. Tingkat generasi peternak adalah generasi keberapa peternak tersebut
saat memelihara ternak.
7. Sistem pemeliharaan ternak adalah cara pemeliharaan ternak sapi
potong dengan cara sistem intensif, semi-intensif dan ekstensif.
b. Pendapatan peternak
1. Penerimaan adalah jumlah yang diterima peternak yang berasal dari
penjualan ternak maupun kotoran ternak (Rp).
2. Pengeluaran adalah semua biaya yang dikeluarkan peternak meliputi
bibit, biaya pakan, obat-obatan dan lain sebagainya.
3. Pendapatan adalah selisih penerimaan dengan pengeluaran selama
pemeliharaan ternak sapi potong (dalam kurun waktu tertentu misalnya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Potong
Jenis sapi potong yang di pelihara peternak responden 60 % PO
(Peranakan Ongole) dan 40 % jenis sapi lainnya. Pemeliharaan sapi potong di
Kecamatan Pancur Batu pada umumnya dilakukan dengan cara semi intensif
yakni ternak hampir setiap hari dikandangkan sesekali dikeluarkan dengan
diberikan pakan hijauan saja. Hijauan diperoleh peternak di areal pertanian dan
perkebunan dengan cara dipotong menggunakan alat pemotong rumput. Peternak
juga menanam berbagai hijauan lain seperti rumput raja sebagai sumber hijauan
lainnya.
Lokasi kandang ternak umumnya berada di belakang rumah peternak itu
sendiri. Ternak hampir setiap hari berada di dalam kandang sesekali keluar
kandang. Ketersediaan air minum di kandang tidak secara ad libitum di lakukan
pada sore hari. Pembersihaan kotoran kandang dilakukan setiap hari dengan
menggunakan cangkul, sekop dan kereta sorong, kemudian kotoran dikumpulkan
di belakang kandang sampai menjadi kompos sehingga bisa dimanfaatkan
peternak untuk tanaman pertanian dan perkebunan, sehingga peternak tidak lagi
membeli kompos untuk tanamannya. Pada umumnya peternak tidak melakukan
penyemprotan desinfektan pada kandangnya yang bertujuan untuk membunuh
Pemberian obat cacing diberikan 6 bulan sekali sesuai dosis 1 tablet dalam
sekali pemberian. Harga 1 tablet obat cacing tersebut berkisar antara Rp. 10.000
-Rp. 15.000;. Obat cacing yang digunakan adalah Brenkazol. Pemberian obat
cacing dilalukan dengan bantuan Inseminator melalui penyuntikan ataupun oral.
Karakteristik Responden
Karakterisitik responden dalam penelitian ini meliputi karakteristik sosial
dan ekonomi. Karakteristik sosoial peternak yang dianalisis meliputi skala usaha,
umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan
keluarga, tingkat generasi peternak dan sistem pemeliharaan ternak. Sedangkan
karakteristik ekonomi responden yang dianalisis meliputi: total penerimaan dari
usaha ternak, total pengeluaran usaha ternak dan pendapatan bersih usaha.
Karakteristik responden di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
Table 4. Karakteristik responden di daerah penelitian tahun 2012
Profil peternak sampel Satuan Rentang Rataan
Skala usaha Ekor 2-25 5
Umur peternak Tahun 28-62 43
Tingkat pendidikan Tahun 6-12 10
Pengalaman beternak Tahun 3-20 8
Jumlah tanggungan keluarga Orang 0-5 3
Tingkat generasi peternak Tahun 0-5 3
Sistem pemeliharaan ternak D 1-3 2
Total penerimaan dari usaha Rp 7.700.000-120.500.000 22.965. 816 Total pengeluaran dari usaha Rp 5.630000-71.600.000 12.168.129
Pendapatan bersih usaha Rp 2.070.000-48.900.000 11.197.074
Sumber: Hasil pengolahan data primer 2012
Skala usaha yang dikelola peternak responden menyebar antara 2 sampai
25 ekor dengan rataan 5 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah ternak yang
dikelola oleh peternak responden relatif banyak sehingga dapat memberikan
Umur peternak menyebar antara 28 sampai 62 tahun dengan rataan 43
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa responden masih berada dalam kategori umur
produktif (25 sampai 45 tahun), sehingga kemampuan untuk bekerja dan
mengelolaa usaha ternaknya masih besar.
Tingkat pendidikan peternak sapi menyebar antara 6 sampai 12 tahun
dengan rataan 10 tahun. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan responden
rata-rata sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), sehingga tingkat pendidikan
responden digolongkan menengah. Pendidikan non formal di daerah penelitian
yang khusus mengenai usaha ternak sapi potong tidak begitu berjalan dengan
baik.
Pengalaman beternak sapi menyebar antara 3 sampai 20 tahun dengan
rataan 8 tahun. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat
pengalaman beternak responden cukup baik, tetapi kurang menguasai tentang
teknik pengelolaan usaha ternaknya.
Tingkat generasi kepemilikan ternak sapi potong didaerah penelitian sudah
dapat dikatakan tingkat generasi yang relatif baik, yang sudah mencapai generasi
0 sampai 5 dengan rataan 3.
Pada usaha ternak sapi potong di daerah penelitian diperoleh total
penerimaan dari usaha ternak sapi potong selama 1 (satu) tahun adalah
berkisar antara Rp. 7.700.000 sampai dengan Rp.120.500.000/tahun/peternak
dengan rataan sebesar Rp. 22.965 816/tahun/peternak.
Pada usaha ternak sapi potong di daerah penelitian diperoleh total
berkisar antara Rp. 5.630.000 sampai dengan Rp. 71.600.000/tahun/peternak
dengan rataan sebesar Rp. 12.168.129/tahun/peternak.
Untuk pendapatan bersih setiap responden dari usaha ternak sapi potong
selama 1(satu) tahun berkisar antara Rp. 2.070.000 sampai dengan Rp. 48.900.000
dengan rataan sebesar Rp. 11.197.074/tahun. Dari nilai rata-rata pendapatan
keluarga dari usaha ternak sapi potong ini dapat digambarkan bahwa responden
sudah termotivasi untuk mengembangkan usaha ternak sapinya. Tetapi mereka
belum dapat menganalisis dengan baik bahwa usaha ternak sapi potong yang
peternak responden dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar lagi apabila
dilakukan dengan tata laksana intensif.
Pengaruh Variabel Terhadap Pendapatan Peternak
Untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak
sapi potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang digunakan
analisi regresi linear berganda, dimana yang menjadi variabel bebas
(independent) adalah skala usaha (X1), umur peternak (X2), tingkat pendidikan (X3), pengalaman beternak (X4), jumlah tanggungan keluarga (X5), tingkat generasi peternak (X6) dan sistem pemeliharaan ternak (X7). Sedangkan yang menjadi variabel terikat/ tidak bebas (dependent) adalah pendapatan (Y).
Adapun hasil pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
peternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang dapat
Tabel 4. Analisis varian pendapatan dan hasil penduga parameter
Keterangan : a. Predictor: (constant), skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak, sistem pemeliharaan ternak
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka untuk melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi pendapatan dengan menggunakan Model Pendekatan
Ekonometri dengan menggunakan analisis regresi linear berganda alat bantu
Software Statistical Package for Sosial Sciences (SPSS 17) dapat dilihat pada
table 5 berikut :
Tabel 5. Analisis regresi linear berganda pengaruh skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman peternak, jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan sistem pemeliharaan ternak terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang
Sumber: Lampiran 2
Berdasarkan Tabel di atas di peroleh persamaan sebagai berikut:
Ŷ = 6.972.538,11+2.457.027,99X1+61.259,44X2-294.162,97X3+ 192.456,43X4
X3 (Tingkat pendidikan) -294.162,97 163.508,83 -1.799 0.074
X4 (Pengalaman beternak) 192.456,43 126.029,17 1.527 0.129
Keterangan:
Ŷ : Pendapatan peternak sapi potong X1 : Skala usaha (ekor)
X2 : Umur peternak (tahun) X3 : Tingkat pendidikan (tahun) X4 : Pengalaman beternak ( tahun) X5 : Jumlah tanggungan keluarga (orang) X6 : Tingkat generasi peternak
X7 : Sistem pemeliharaan ternak (Dummy) µ : Variabel yang tidak diteliti
Berdasarkan Hasil Regresi di atas dapat diketahui:
1. Nilai konstanta/ intersept adalah sebesar 6.972.538,11. Artinya apabila
variabel bebas yaitu skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan,
pengalaman peternak, jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi
peternak dan sistem pemeliharaan ternak tidak ada maka peternak sapi
potong tetap akan menerima pendapatan sebesar nilai konstanta yaitu
Rp. 6.972.538,11/tahun.
2. R Square bernilai 0.734 artinya bahwa semua variabel bebas skala usaha,
umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman peternak, jumlah
tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan sistem pemeliharaan
ternak mempengaruhi variabel terikat sebesar 73,4 % dan selebihnya yaitu
sebesar 26,6% dijelaskan oleh variabel lain (µ) yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
3. Secara serempak nilai F-hitung (20,81) lebih besar dari pada F-tabel
(2,09). Hal ini menunjukkan bahwa secara serempak semua variabel
tersebut yaitu skala usaha, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman
sistem pemeliharaan ternak berpengaruh secara nyata (berpengaruh positif)
terhadap pendapatan peternak sapi potong dengan tarif signifikan 0.000
dan pada taraf kepercayaan 95%.
Secara parsial nilai t-hitung variabel yang mempengaruhi adalah variabel skala usaha (12.309), umur peternak (1.064), tingkat pendidikan (-1.799),
pengalaman peternak (1.527), jumlah tanggungan keluarga (-2,295), tingkat
generasi peternak (0,516) dan sistem pemeliharaan ternak (1.285).
a. Variabel skala usaha berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi
potong, jika diukur pada tingkat kepercayaan 95% yang ditunjukkan oleh
nilai t-hitung (X1) sebesar 12,309 lebih besar dari t-tabel (α = 0.05) yakni sebesar 1,89. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak ternak yang
dipelihara akan memberikan penambahan pendapatan peternak sapi potong.
Menurut Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa pendapatan usaha ternak
sapi potong sangat dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang dijual oleh
peternak itu sendiri sehingga semakin banyak jumlah ternak sapi potong
maka semakin tinggi pendapatan bersih yang diperoleh.
b. Variabel umur peternak tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan ternak
sapi potong, jika diukur pada tingkat kepercayaan 95% yang di tunjukkan
oleh nilai t-hitung (X2) sebesar 1.064 lebih kecil dari t-tabel (α= 0,05) yakni sebesar 1,89. Hal ini menunjukkan bahwa umur peternak berpengaruh tidak
nyata terhadap pendapatan. Umur bukan faktor yang begitu dominan dalam
perolehan pendapatan di daerah penelitian. Umur cenderung menunjukkan
produktifitas peternak untuk kemampuan bekerja serta kemampuan untuk
peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap
sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi
teknologi semakin tinggi.
c. Variabel tingkat pendidikan berpengaruh tidak nyata terhadap pendapatan
peternak sapi potong, jika di ukur pada tingkat kepercayaan 95% yang di
tunjukkan t-hitung ( X3) sebesar -1.799 lebih kecil dari nilai t-tabel (α=0.05) yakni sebesar 1,89. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan peternak di
daerah penelitian pada umunya seragam dan tidak memiliki jenjang jabatan.
Tingkat pendidikan cenderung menggambarkan cara berpikir dan tingkat
penerimaan terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi. Soekartawi
(1986) menyatakan bahwa pendidikan peternak cenderung mempengaruhi
cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi
baru.
d. Variabel pengalaman peternak berpengaruh tidak nyata terhadap pendapatan
peternak sapi potong, jika di ukur dari pada tingkat kepercayaan 95% yang di
tunjukkan t-hitung (X4) sebesar 1.527 lebih kecil dari nilai t-tabel (α=0.05) yakni sebesar 1,89. Berdasarkan tingkat pengalaman beternak, hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata peternak memiliki pengalaman di atas 8 tahun.
Umumnya pengalaman beternak diperoleh dari orang tuanya secara
turun-temurun. Pengalaman beternak di daerah penelitian relatif tinggi, hal ini
seharusnya dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap pendapatan,
namun pada kenyataannya tidak memberikan pengaruh yang nyata karena
masyarakat di daerah tersebut cenderung menggunakan metode lama secara
e. Variabel jumlah tanggungan keluarga berpengaruh tidak nyata terhadap
pendapatan peternak sapi potong, jika diukur pada tingkat kepercayaan 95%
yang ditunjukkan oleh t-hitung (X5) sebesar -2.295 lebih kecil dari t-tabel
(α= 0.05) yakni sebesar 1,89. Hal ini menunjukkan bahwa tanggungan
keluarga mempengaruhi pengeluaran rumah tangga peternak. Hal demikian
jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pula keputusan peternak dalam
memilih usaha rumah tangga yang dikelola.
f. Variabel tingkat generasi peternak berpengaruh tidak nyata terhadap
pendapatan peternak sapi potong, jika diukur tingkat kepercayaan 95% yang
ditunjukkan oleh t-hitung (X6) sebesar 0.516 lebih kecil dari t-tabel (α= 0.05)
yakni sebesar 1,89. Hal ini menunjukkan tingkat generasi peternak tidak
dapat memberikan dorongan positif kepada peternak itu sendiri untuk lebih
mengembangkan usaha peternakan dengan pengolahan intensif sehingga
dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan peternak.
g. Variabel sistem pemeliharaan ternak pada peternak sapi potong, jika diukur
tingkat kepercayaan 95% yang ditunjukkan oleh t-hitung (X7) sebesar 1.285
lebih kecil dari t-tabel (α= 0.05) yakni sebesar 1,89. Hal ini menunjukkan
bahwa sistem pemeliharaan ternak (Dummy) berpengaruh tidak nyata
terhadap pendapatan peternak. Sistem pemeliharaan ternak yang baik akan
Arti dari nilai persamaan berikut adalah:
Ŷ = 6.972.538,11+2.457.027,99X1+61.259,44X2-294.162,97X3+ 192.456,43X4
-924.980,26X5+ 203.756.71X6+3.334.328.66X7 + µ
Berdasarkan model persamaan di atas dapat diinterpresikan bahwa:
a. Apabila variabel bebas skala usaha (X1) mengalami kenaikan sebesar 1 ST, maka akan terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar Rp. 2.457.027,99,-
b. Apabila variabel bebas umur peternak (X2) mengalami kenaikan sebesar 1 tahun, maka akan terjadi kenaikan pendapatan (Y) sebesar Rp. 61.259,44,- c. Apabil variabel bebas tingkat pendidikan (X3) mengalami kenaikan sebesar
1 tahun, maka akan terjadi penurunan pendapatan peternak (Y) sebesar Rp. 294.162,97,-
d. Apabila variabel bebas pengalaman peternak (X4) mengalami kenaikan
sebesar 1 tahun, maka akan terjadi kenaikan peningkatan peternak (Y) sebesar Rp. 192.456,43,-
e. Apabila variabel bebas jumlah tanggungan keluarga (X5) mengalami kenaikan sebesar 1 tahun, maka akan terjadi penurunan pendapatan peternak (Y) sebesar Rp. 924.980,26,-
f. Apabila variabel bebas tingkat generasi peternak (X6) mengalami kenaikan sebesar 1 tahun, maka akan terjadi kenaikan pendapatan peternak (Y) sebesar Rp. 203.756.71,-
g. Apabila variabel bebas sistem pemeliharaan ternak (X7) mengalami kenaikan sebesar 1 tahun, maka akan terjadi kenaikan pendapatan peternak (Y) sebesar Rp. 3.334.328.66,-
Rekapitulasi Data
Tabel 7. Rekapitulasi data
Karakteristik sosial peternak Signifikan Keterangan
Skala usaha 0.000 Berpengaruh nyata
Umur peternak 0.289 Berpengaruh tidak nyata Tingkat pendidikan 0.074 Berpengaruh tidak nyata Pengalaman beternak 0.129 Berpengaruh tidak nyata Jumlah tanggungan keluarga 0.023 Berpengaruh tidak nyata Tingkat generasi peternak 0.607 Berpengaruh tidak nyata Sistem pemeliharaan ternak 0.201 Berpengaruh tidak nyata
Variabel skala usaha berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi
potong. Sedangkan umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak,
jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan sistem pemeliharaan
ternak berpengaruh tidak nyata terhadap pendapatan peternak sapi potong di
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Variabel skala usaha berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak.
Sedangkan variabel umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak,
jumlah tanggungan keluarga, tingkat generasi peternak dan sistem pemeliharaan
ternak memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pendapatan peternak.
Saran
Disarankan kepada peternak agar menambah skala usaha sapi potong yang
dipelihara sehingga akan meningkatkan pendapatan. Dari sisi pemodalan dapat
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1991. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Penerbit Kanisius. Jakarta. Abidin, A., dan Simanjuntak, D., 1977. Ternak Sapi Potong. Direktorat Jendral
Peternakan. Jakarta.
Ahmadi, A. H., 2003. Sosiologi Pendidikan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Arifin, B., 1993. Kiat-Kiat Mengembangkan Bisnis Peternakan. Makalah Seminar Peternakan dalam Menggalang Potensi Sumber Daya Guna Meraih Nilai Tambah Peternakan Melalui Teknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Aritonang, D., 1993. Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Deli Serdang. BPS Sumatera Utara. Medan.
Berg, R. T., dan Butterfield. R. M., 1976. New Conceps of Cattle Growth. Sydney University Press. Sydney.
Boediono, 1998. Ekonomi Mikro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1 BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
Chamdi, A.N., 2003. Kajian Profil Sosial Ekonomi Usaha Kambing Di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003. Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian.
Darmono, 1993. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Fauzia, L., dan H. Tampubolon., 1991. Pengaruh Keadaan Sosial Ekonomi Petani Terhadap Keputusan Petani Dalam Penggunaan Sarana Produksi. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.
Gunawan, Pamungkas, D., Fandhy. L. S., 1993. Sapi Bali Potensi, Produktivitas dan Nilai Ekonomi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Hernanto, F., 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta
Idris, I., Winarto, Sarwiyono dan Nugroho, H., 1991. Ilmu Tilik Ternak. Jurusan Produksi Ternak. LUW-Universitas Brawijay. Malang.
Kay, R. D., dan Edward, W. M., 1994. Farm Management. Third Edition. Mc.Graw-Hill. Inc. Singapore.
Lasley, 1978. Genetics of Livestock Improvement, Third Edition Printice-Hall of India Private Limited. New Delhi.
Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. UI-Press. Jakarta.
Mubyarto, 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Parakkasi, A., 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press. Jakarta.
Sodiq, A., dan Z. Abidin., 2002. Penggemukan Sapi potong.. (Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis). Agromedia Pustaka. Jakarta
Soeharjo dan Patong, 1973. Sendi-Sendi Pokok Usaha Tani. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soekartawi, A., Soeharjo, Dillon, J. L., Hardaker, J. B., 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.
Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta.
Suharno, B., dan Nazaruddin, 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugeng, Y. B., 2001. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta