• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PROFIL PETERNAK YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG SECARA INTENSIF DAN TRADISIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PROFIL PETERNAK YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG SECARA INTENSIF DAN TRADISIONAL"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PROFIL PETERNAK YANG MEMPENGARUHI

PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG SECARA INTENSIF DAN TRADISIONAL

(Studi Kasus Di Kecamatan Stabat , Kabupaten langkat)

SKRIPSI

OLEH

BAMBANG HERIADI 090306023

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(2)

ANALISIS PROFIL PETERNAK YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PETERNAK SAPI POTONG SECARA

INTENSIF DAN TRADISIONAL

(Studi Kasus Di Kecamatan Stabat , Kabupaten langkat)

SKRIPSI

OLEH

BAMBANG HERIADI 090306023

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(3)

Judul Skripsi : Analisis Profil Peternak Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Potong Secara Intensif dan Tradisional di Kecamatan

Stabat, Kabupaten langkat Nama : Bambang heriadi

NIM : 090306023 Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh, Dosen Pembimbing

Ir. Iskandar Sembiring, MM Prof.Dr.Ir. Hasnudi, MSi Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi

Tanggal ACC :

(4)

ABSTRAK

BAMBANG HERIADI, 2017 “Analisis Profil Peternak Yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Potong Secara Intensif Dan Tradisional (Studi Kasus Di Kecamatan Stabat , Kabupaten langkat”. Di bimbing oleh ISKANDAR SEMBIRING DAN HASNUDI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan pendapatan peternak sapi potong secara intensif dan cara tradisional di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat dan menganalisis pengaruh bentuk pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman, tingkat kepemilikan terhadap pendapatan peternak sapi potong di KecamatanStabat, Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilaksanakan di kecamaan Stabat Kabupaten Langkat. Dari bulan Juni sampai Agustus 2016. Metode penelitian yang digunakan adalah metode surfei dengan menggunakan data primer dan skunder.

Kesimpulan, bahwa tingkat kepemilikan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten langkat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pendapatan peternak sementara bentuk pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

Kata kunci : Peternak, Sapi Potong, Pendapatan, system Pemeliharaan

(5)

ABSTRACT

BAMBANG HERIADI, 2017 “Breeder Profile Analysis Affecting Income Cattle Breeder In Intensive And Traditional (Case Study In District Stabat, District Langkat)”. Under supervised by iskandar sembiring and hasnudi.

This study aimed to analyze the differences in beef cattle farmer incomes intensive and traditional way in the District Stabat, Langkat and analyze the effect of maintenance forms, breeder age, level of education and experience levels, the level of ownership of the beef cattle farmer incomes in KecamatanStabat, Langkat. This research was conducted in kecamaan Stabat Langkat. From June to August 2016. The method used is the method surfei using primary and secondary data.

The conclusion, that the ownership rate of beef cattle farmers in the district Stabat Langkat Regency provides a significant influence on the income of farmers while the form of maintenance, age of farmers, levels of education and experience that no real effect on the income of beef cattle farmers in Sub Stabat Langkat.

Keyword:Farmers, Cattle, Revenue, system maintenance

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 11 Januari 1991 dari ayah Nurdi dan ibu Senna. Penulis merupakan putera ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2009, penulis lulus dari STM Muhammadyah 09 dan pada tahun yang sama masuk ke Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Ujian Masuk Bersama (UMB).

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMIP) dan anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET) Fakultas Pertanian.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT PIMS Desa Jaranguda Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dari bulan 8 Juli sampai 14 Agustus 2013.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat serta karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sapi Potong Secara Intensif dan Tradisional di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan material dan moril yang telah diberikan selama ini.

Secara khusus kepada Ir Iskandar Sembiring, selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MSi, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan mulai dari penulis mengajukan proposal, penelitian, sampai pada penulisan skripsi ini serta semua pihak yang ikut membantu saya ucapkan banyak terima kasih.

Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan bermanfaaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan untuk kita semua.

(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABCTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Lokasi Penyebaran Sapi Potong Di Kabupaten Langkat ... 5

Bentuk Pemeliharaan ... 6

Umur Peternak ... 8

Tingkat Pendidikan ... 8

Pengalaman Beternak ... 9

Jumlah Kepemilikan Sapi Potong ... 10

Usaha Peternakan Rakyat ... 10

Panca Usaha Ternak ... 10

METODE PENELITIAN Metode Pemilihan Lokasi ... 14

Metode Penentuan Sampel ... 15

Metode Pengumpulan Data ... 15

Metode Analisis Data ... 15

Uji Kesesuaian ... 17

Definisi Dan Batasan Operasional ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuk Pemeliharaan ... 20

Umur Peternak ... 21

Tingkap Pendidikan Peternak ... 23

Pengelaman Beternak ... 24

Jumlah Kepemilikan Sapi Potong ... 26

Penerimaan Usaha Sapi Potong ... 27

Biaya Tetap Usaha Sapi Potong ... 28

Biaya Tidak Tetap ... 29

Biaya Total ... 30

(9)

Pengaruh Variabel Bebas/Independet Terhadap Pendapatan Peternak... 32 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 35 Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan adalah komponen penting dalam suatu sistem usaha tani di berbagai tempat di Indonesia. Walaupun kebutuhan hidup pokok bagi keluarga peternak dipenuhi oleh tanaman pangan, namun produksi ternak sering kali merupakan suatu yang penting bagi peternak untuk bisa memperoleh uang tunai, tabungan, modal, penyediaan pupuk kandang, tenaga hewan, dan merupakan bahan makanan berkualitas tinggi bagi anggota rumah tangga itu sendiri (Hardjosworo dan Levine, 1987).

Perkembangan ke arah komersial sudah ditata sejak puluhan tahun yang lalu, bahkan pada saat ini peternakan di Indonesia sudah banyak yang berskala industri. Apabila perkembangan ini tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik, produksi ternak yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan harapan, bahkan peternak bisa mengalami kerugian, dan peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat.

Adapun tujuan pembangunan pertanian, pada dasarnya adalah untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup rakyat, dan untuk mencapai tujuan tersebut, sub-sektor peternakan meletakkan salah satu prioritas utamanya pada pengembangan usaha ternak sapi potong.

Di Propinsi Sumatera Utara secara umum konsumsi untuk semua jenis daging meningkat. Peningkatan permintaan ini ternyata juga dapat diikuti oleh peningkatan jumlah produksi daging dari setiap jenis daging sehingga secara

(11)

umum Sumatera Utara tidak pernah kekurangan daging. Keadaan ini menyebabkan angka impor daging sangat kecil, kecuali daging sapi potong.

Menurut Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara harus mengimport daging sapi potong dari Australia sekitar 7.890 ekor setiap tahunnya.

Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,23% pada tahun 2012. Populasi sapi potong pada tahun 2012 tercatat 11.366 juta ekor (Direktorat Jenderal Peternakan, 2012). Kondisi tersebut menyebabkan sumbangan sapi potong terhadap produksi daging nasional rendah (Mersyah, 2005) sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar antara permintaan dan penawaran (Setiyono, 2007).

Konsumsi daging sapi di Sumatera utara terus mengalami peningkatan, namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Pada tahun 2006, tingkat konsumsi daging sapi diperkirakan 399.660 ton (seluruh Indonesia), atau setara dengan 1,70−2 juta ekor sapi potong (Tempo, 2008), sementara produksi hanya 288.430 ton. Untuk mengantisipasinya pemerintah melakukan impor daging sapi dan sapi bakalan untuk digemukkan (Priyanti et al., 1998). Sapi bakalan adalah bibit sapi untuk calon induk.

Pemerintah memproyeksikan tingkat konsumsi daging pada tahun 2010 sebesar 2,72kg/ kapita/ tahun sehingga kebutuhan daging dalam negeri mencapai 654.400

ton dan rata-rata tingkat pertumbuhan konsumsi 1,49%/ tahun (Badan Pusat Statistik, 2005).

Pola pemeliharaan peternakan sapi potong biasanya dilakukan secara tradisional dan intensif. Usaha secara tradisional dijalankan dengan keterampilan sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu yang relatif

(12)

terbatas. Sapi digembalakan di padang umum, di pinggir jalan dan sawah, di pinggir sungai atau di tegalan sendiri. Usaha secara intensif dijalankan oleh golongan ekonomi yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang agak modern.Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak terutama dibeli dari luar dalam jumlah yang besar.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh adanya perbedaan pendapatan peternak sapi potong secara intensif dan secara tradisional di Kecamatan Stabat dan Kabupaten Langkat dan adanya pengaruh bentuk pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman, tingkat kepemilikan terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat dan, Kabupaten Langkat

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan pendapatan peternak sapi potong secara intensif dan cara tradisional di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat dan menganalisis pengaruh bentuk pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman, tingkat kepemilikan terhadap pendapatan peternak sapi potong di KecamatanStabat, Kabupaten Langkat.

Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi masukan bagi masyarakat petani dan pihak swasta yang terlibat langsung dalam peternakan sapi potong untuk dapat lebih baik dalam mengelola usaha ternak sapi potong..

(13)

Hipotesis Penelitian

Adapun dugaan sementara dalam penelitiani ini adalah bahwa peternak sapi potong secara intensif memiliki pendapatan yang lebih besar dan berbeda secara signifikan dibanding peternak secara tradisional di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat dan bentuk pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman, tingkat kepemilikan berpengaruh nyata terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Lokasi Penyebaran Sapi Potong di Kabupaten Langkat

Kecamatan yang ada di kabupaten Langkat memiliki jumlah populasi ternak sapi yang sangat banyak dan meningkat setiap tahun, tetapi masih belum sanggup untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di Indonesia . dapat kita lihat di tabel 1 jumlah populasi ternak sapi di kabupaten Langkat. (Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat, 2016).

Jumlah populasi ternak sapi potong di Kecamatan Stabat selama tahun 2005 – 2007 mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya dimana pada tahun 2005 populasi ternak sapi potong sebanyak 9.662 ekor, pada tahun 2006 meningkat menjadi 11.662 ekor dan pada tahun 2007 populasi ternak sapi potong meningkat sebanyak 16.995 ekor.

Ternak sapi menghasilkan sekitar 50 % kebutuhan daging di dunia, 95 % kebutuhan susu, dan kulitnya menghasilkan sekitar 85 % kebutuhan kulit untuk sepatu, dan Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis – jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan manusia lainnya. Sapi potong adalah salah satu genus dari famili Bovidae.Ternak atau hewan – hewan lainnya yang termasuk famili ini adalah bison, banteng (bibos), kerbau (babalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa (Zainal, 2002).

Memelihara sapi sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging atau susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai potensi tenaga kerja. Sapi potong sebagai penghasil daging, persentase karkas (bagian

(15)

yang dapat dimakan) cukup tinggi, yaitu berkisar antara 45% - 55% yang dapat dijual pada umur 4-5 tahun (Rianto dan Purbowati, 2006).

Usaha peternakan sapi merupakan usaha subsistem pada usaha pertanian dengan tingkat kepemilikan ternak rata-rata dua hingga tiga ekor tiap keluarga dan tipologi usahanya adalah sebagai usaha sambilan. Pendapatan dari usaha peternakan sapi belum merupakan sumber pendapatan utama petani tetapi hanya merupakan penambah pendapatan keluarga.Proporsi pendapatan ternak sapi potong adalah 21% terhadap pendapatan total (Gunawan,1998).

Bentuk Pemeliharaan

Dilihat dari sistem pemeliharaannya, peternakan dapat dibagi menjadi tiga kelompok (Blakely dan Blade, 1991) , yaitu:

a. Sistem Ekstensif (tardisional)

Sistem pemeliharaan secara ekstensif adalah sistem pemeliharaan di padang gembalaan dengan pemberian peneduh untuk istirahat sapi (Blakely dan Blade, 1991). Pemeliharaan secara tradisional sepenuhnya tergantung pada keadaan lingkungan dan pola pertanian belum intensif.Pemeliharaan secara tradisional ini pada dasarnya hanya untuk memenuhi fungsi sebagai tabungan keluarga untuk mendapatkan daging dan mungkin juga uang tunai.Pertumbuhan dan perkembangan ternak sapi ini tergantung pada keadaan lingkungan sekitarnya sehingga resiko kematian dan hilangnya cukup tinggi (Blakely dan Blade, 1991).

(16)

b. Sistem Semi Intensif

Sistem pemeliharaan secara semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem tradisional (ekstensif) dengan intensif (Susilorini, 2008).

c. Sistem Intensif

Sistem intensif adalah sistem dimana sapi dipelihara dalam kandang dengan pemberian pakan konsentrat berprotein tinggi dan juga dapat ditambah dengan memberikan hijauan (Blakely dan Blade, 1991). Tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan sebanyak–banyaknya.Biaya produksi ditekan serendah mungkin agar dapat menguasai pasar (Parwati, 2003).

Karakteristik sosial ekonomi peternak yang diduga berpengaruh terhadap pendapatan ternak salah satunya adalah keberhasilan dalam pendapatan usaha beternak sangat dipengaruhi oleh skala usaha atau jumlah kepemilikan ternak oleh peternak itu sendiri. Skala usaha memberikan keuntungan pada peternak, semakin banyak ternak yang dimiliki peternak, makin besar keuntungan dan menaikkan pendapatan peternak tersebut (Tohir, 1991).

Kecilnya skala usaha pemeliharaan sapi di daerah pertanian intensif disebabkan peternakan tersebut merupakan usaha yang dikelola oleh rumah tangga petani, dengan modal, tenaga kerja, dan manajemen yang terbatas.

Kecilnya pemilikan ternak juga karena umumnya usaha penggemukan sapi merupakan usaha sampingan dari usaha pokok yaitu pertanian sehingga

pendapatan peternak dari usaha peternakan juga cukup minim (Hadi dan Ilham, 2011).

(17)

Umur Peternak

Semakin muda usia peternak (usia produktif 19 – 45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi (Chamdi, 2003). Para petani yang berusia lanjut biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya (Soekartawi, 2002).

Kemampuan kerja seseorang peternak sangat dipengaruhi oleh tingkat umur. Semakin produktif umur peternak maka semakin mempunyai semangat ingin tahu hal-hal baru yang belum diketahui.Selain itu usia juga mempengaruhi kondisi fisik dan motivasi peternak (Sumiati, 2011).

Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka akan semakin tinggi kualitas sumber daya manusia, yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya. Oleh karena itu semakin tingginya pendidikan peternak maka diharapkan kinerja usaha peternakan akan semakin berkembang (syafaat et al, 1995).

Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka akan semakin tinggi kualitas sumber daya manusia, yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya. Oleh karena itu semakin tingginya pendidikan peternak maka diharapkan kinerja usaha peternakan akan semakin berkembang (syafaat et al, 1995).

Dengan adanya pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya,

(18)

keterbatasan keterampilan/ pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk kedunia kerja (ahmadi 2003). Tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpiir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inivasi dan teknologi baru (Soekartawi, 1986).

Pengalaman Beternak

Pengalaman seseorang dalam berusaha tani berpengaruh terhadap penerimaan inovasi dari luar. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri mengusahakan usaha taninya tersebut sampai diadakan penelitian, faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan dan penguat.

Disamping itu, faktor pengalaman yang dimiliki peternak masyarakat sangat

menentukan pula berkembangnya peternakan di daerah itu (Fauzia dan Tampubolon, 1991).

Pengalaman bertani/ beternak merupakan modal penting untuk berhasilnya suatu kegiatan usaha tani. Berbedanya tingkat pengalaman masing-masing petani maka akan berbeda pula pola pikir mereka dalam menerapkan inovasi pada kegiatan usaha taninya. Penerapan teknologi dan manajemen yang baik akan mempengaruhi perilaku berusaha petani dalam melakukan usaha taninya yang dimiliki. Semakin lama pengalaman beternak seseorang maka keterampilan yang dimiliki akan lebih tinggi dan berkualitas (Hendrayani, 2009).

Faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktor-faktor tofografi, iklim, keadaan social, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor pengalam

(19)

yang dimiliki peternak masyarakat sagat menentukan pula perkembangan peternakan didaerah itu (Abidin dan Simanjuntak, 1997).

Jumlah Kepemilikan Sapi Potong

Indikator yang menentukan status sosial ekonomi di masyarakat adalah jumlah ternak yang dimiliki karena hal ini merupakam aset modal dan faktor pendukung bagi keberlangsungan hidup peternak. Jumlah kepemilikan ternak berpengaruh terhadap jumlah pendapatan. Peternak dengan tingkat pendapata yang tinggi biasanya akan semakin mengadopsi inovasi (Hanafi, 2000). Skalal kepemilikan peternakan rakyat ternak sapi potong anata 3-5 ekor per rumah tangga peternak (Priyono, 2008).

Usaha Peternakan Rakyat

Usaha tani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak.

Pada umumnya ciri-ciri usaha tani yang ada di Indonesia berlahan sempit, modal terbatas, tingkat pengetahuan petani yang terbatas dan kurang dinamis, serta pendapatan petani yang rendah (Soekartawi,1986).

Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain: Skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan-perubahan (Cyrilla dan Ismail, 1988).

Panca Usaha Ternak 1) Bibit

Menurut Sugeng (2000) dalam hal penelitian bibit dengan cara seleksi dan penyingkiran ternak yang kurang baik dari kelompok yang dipelihara tidak perlu

(20)

dilakukan. Laju pertumbuhan ternak yang bagaimana tidak perlu dihiraukan, yang terpenting bagi peternak adalah ternak yang dipelihara itu tetap bisa berkembang biak.

2) Pakan

Keberhasilan suatu ternak hanya mungkin tercapai apabila faktor-faktor penunjang memperoleh perhatian yang penuh. Salah satu faktor utamanya adalah makanan disamping genetik dan manajemen. Oleh karena itu, bibit ternak yang baik dan dari jenis yang unggul harus diimbangi dengan pemberian makanan yang baik pula. Jenis Pakan babi adalah : Dedak Jagung, sayur-sayuran,pakan yang telah busuk, dll (Ensminger, 1991).

3) Kandang

Konstruksi kandang menurut Sugeng (2000) harus dibangun dengan perencanaan yang benar akan menjamin kenyamanan hidup ternak sebab bangunan kandang erat hubungannya dengan kehidupan ternak. Perencanaan bangunan kandang yang perlu diperhatikan adalah iklim, konstruksi, dan bahan- bahan pembuat bangunan tersebut. Tiga faktor ini perlu diperhatikan karena faktor-faktor tersebut akan membawa kenyamanan bagi ternak apabila semua hal tersebut dipadu dengan baik (Wahyu, 2002).

4) Pencegahan dan Pengobatan Penyakit

Pencegahan terhadap timbulnya penyakit lebih penting daripada mengobati, oleh karena itu para peternak selalu menjaga kesehatan pada ternak.

Ternak-ternak akan mudah tertular penyakit apabila manajemennya sangat kurang (Abidin dan Simanjuntak, 1997).

(21)

5) Pemasaran

Penambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan pengetahuan masyarakat tentang gizi berpengaruh terhadap pola konsumsi masyarakat kearah gizi berimbang sehingga memberikan peluang pemasaran hasil-hasil peternakan.

Disamping itu, terbukanya perdagangan internasional mengakibatkan kemungkinan ekspor ternak dan akan semakin meningkat bila diikuti peningkatan kualitas (Gunawan, 1993).

(22)
(23)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kecamatan Stabat terdapat diantara Kotamadya Medan, Kotamadya Binjai, dan Selat Malaka. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Secanggang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Binjai, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Wampu dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang (Kecamatan Hamparan Perak) Luas wilayah lebih kurang 9064 Ha (90,64 Km2) hektar dari luas Kabupaten Langkat (Badan Pusat Statistik, 2007). Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2016 sampai dengan bulan Agustus 2016.

Metode Penentuan Sampel

Pemilihan sampel dengan metode yang tepat dapat menggambarkan kondisi populasi sesungguhnya yang akurat, dan dapat menghemat biaya penelitian secara efektif. Idealnya, sampel haruslah benar-benar menggambarkan atau mewakili karakteristik populasi yang sebenarnya. Karena data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir populasi, maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-benar bisa mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut sampel representatif.

Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri karakteristik yang sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan cara pengambilannya. Sampel

(24)

yang terlalu kecil dapat menyebabkan penelitian tidak dapat menggambarkan kondisi populasi yang sesungguhnya.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder maupun primer,

1. Data Sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik Medan, Kantor Kecamatan Percut Sei Tuan, Kantor Kecamatan Hamparan Perak, Dinas Peternakan Kabupaten Deli Serdang, dan lain-lain.

2. Data Primer diperoleh langsung dari peternak sapi potong dengan menggunakan metode wawancara melalui pengisian daftar pertanyaan (kuisioner)

Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis pertama mengetahui pendapatan/ keuntungan peternak sapi potong secara intensif dan tradisional menggunakan rumus sebagai berikut:

Pd = TR – TC Keterangan :

Pd = Total keuntungan yang diperoleh peternak sapi potong (Rupiah/tahun) TR = Total revenue atau penerimaan (Rupiah/tahun)

TC = Total cost atau pengeluaran yang dikeluarkan oleh peternak sapi potong (Rupiah/tahun)

Jika t hitung ≤ t tabel, maka gagal tolak H0

(25)

Jika t hitung > t tabel, maka tolak H0

Bila H0 diterima (gagal ditolak) artinya bahwa nilai pengamatan dari peternak sapi potong secara intensif tidak berbeda dengan nilai pengamatan peternak sapi potong secara tradisional. Dengan kata lain bahwa dengan pemeliharaan secara intensif itu tidak berpengaruh nyata, sebaliknya bila H0 ditolak, maka hal ini berarti dengan adanya pemeliharaan secara intensif memberikan pengaruh yang nyata.

Untuk menjawab hipotesis penelitian kedua dilakukan dengan uji regresi berganda, yaitu :

Ϋ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6+ µ Keterangan :

Ϋ = pendapatan peternak sapi potong (rupiah) a = koefisien intercept (konstanta)

b1,2,3,4,5,6 = koefisien regresi

X1 =skala usaha (jumlah ternak sapi potong) X2 = umur peternak (tahun)

X3 = tingkat pendidikan (tahun) X4 = pengalaman beternak (tahun) X5 = jumlah tanggungan keluarga (jiwa) X6 = jumlah tenaga kerja (jiwa)

µ = variabel lain yang tidak diteliti (error)

(26)

Uji Kesesuaian

Suatu masalah yang erat hubungannya dengan penaksiran koefisien regresi adalah kesesesuaian (goodness of fit) regresi sampel secara keseluruhan. Kebaikan sesuai diukur dengan koefisien determinasi R2, yang mengatakan proporsi variasi variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh variabel yang menjelaskan R2, ini mempunyai jangkauan antara 0 dan 1, semakin dekat ke 1 makan semakin baik kesesuaiannya.

Pengujian statistik dilakukan dengan menggunakan uji-t (t-test) dan uji-F (F-test) serta perhitungan nilai koefisien determinasi R2. Uji-t dimaksud untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial.Sedangkan uji-F dimaksudkan untuk mengetahui signikasi statistik koefisien regresi secara secara bersama.Koefisien determinasi R2 bertujuan untuk melihat kekuatan variabel bebas menjelaskan variabel tidak bebas.

1. Jika F-hitung < F-tabel, maka H0 gagal ditolak artinya variabel independen yang diuji secara simultan tidak mempengaruhi variabel dependen , dengan kata lain variabel independen tidak signifikan pada tingkat kepercayaan α tertentu.

2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 gagal diterima artinya variabel independen yang diuji secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen, dengan kata lain variabel independen signifikan pada tingkat kepercayaan α tertentu.

3. Jika t-hitung < t-tabel, maka H0 gagal ditolak artinya variabel independen yang diuji secara parsial tidak mempengaruhi variabel dependen , dengan

(27)

kata lain variabel independen tidak signifikan pada tingkat kepercayaan α tertentu.

4. Jika t-hitung > t-tabel, maka H0 gagal diterima artinya variabel independen yang diuji secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen, dengan kata lain variabel independen signifikan pada tingkat kepercayaan α tertentu.

Perhitungan diatas dilakukan sepenuhnya dengan bantuan software computer SPSS versi 16.

Definisi dan Batasan Operasional

Definisi variabel yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Peternak intensif adalah : a. Ternaknya dikandangkan,

b. Pemberian pakan intensif diberikan langsung dalam kandang, c. Pemberian minum tidak terbatas,

d. Biaya yang dikeluarkan untuk beternak sangat besar.

2. Peternak tradisional adalah : a. Ternaknya digembalakan,

b. Pemberian pakan dari jalan, sawah atau tepi sungai,

c. Pemberian minum seadanya dari padang gembalaan dan sungai, d. Biaya yang dikeluarkan untuk beternak relatif kecil.

3. Produksi sapi potong adalah produksi sapi potong yang diperoleh peternak sapi potong dalam kurun waktu satu tahun (kg)

(28)

4. Penerimaan adalah jumlah produksi dalam setahun dikaitkan harga jual yang sedang berlaku sebelum dikurangi biaya operasional usaha (Rupiah/

tahun).

5. Biaya total adalah jumlah biaya peternak sapi potong yang dikeluarkan dalam usaha ternak sapi potong seperti biaya bibit, biaya pakan, dan biaya tenaga kerja (Rp/ tahun).

6. Keuntungan peternak sapi potong adalah pendapatan bersih atau besarnya rata-rata pendapatan yang diterima oleh peternak sapi potong setelah dikurangi dengan total biaya operasional usaha (Rp/ tahun).

7. Biaya pakan adalah biaya pakan yang dikeluarkan dalam usaha ternak sapi potong oleh peternak (Rp/ tahun).

8. Skala usaha adalah jumlah ternak sapi potong yang dipelihara (ekor).

9. Umur peternak adalah umur yang masih produktif yaitu umur16-60 tahun.

10. Tingkat pendidikan adalah lama pendidikan yang ditempuh peternak (SD, SMP, SMA).

11. Pengalaman beternak adalah lamanya peternak dalam memelihara ternak sapi potong (tahun).

12. Variabel pakan adalah jenis pakan yang digunakan peternak untuk dimakan ternaknya (hijauan, konsentrat, hijauan dan konsentrat).

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk Pemeliharaan

Usaha memelihara ternak sapi potong bagi petani merupakan salah satu bagian untuk mendukung dalam memenuhi kebutuhan keluarga peternak.

Peternak memanfaatkan tenaga kerja keluarga untuk merumput atau mengumpulkan sisa-sisa hasil pertanian yang tidak dimanfaatkan untuk peternak dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan selanjutnya ternak mendatangkan pendapatan yang berupa anak sapi, nilai ternak dan kotoran ternak sebagai pupuk.

Keterampilan sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu yang relatif terbatas. Ternak pemakan rumput digembalakan di padang umum, di pinggir jalan dan sawah, di pinggir sungai atau di tegalan sendiri. Kalau siang hari diberi minum dan dimandikan seperlunya sebelumnya dimasukkan ke dalam kandang. Pemeliharaan dengan cara ini dilakukan setiap hari dan dikerjakan oleh anggota keluarga peternak dan biaya yang dikeluarkan hanya untuk membeli bibit, pembuatan kandang dan peralatan sedarhana lain. Tujuan utama ialah sebagai hewan kerja dalam membajak sawah/tegalan, hewan penarik gerobak atau pengangkut beban sedang kotorannya dipakai sebagai pupuk.

Pada umumnya pemeliharaan ternak potong di kecamatan Stabat, Kabupaten langkat adalah secara intensif yaitu tidak keluar kandang. Adapun persentasi hasil bentuk pemeliharaan sapi potong adalah sebagi berikut

(30)

Tabel 1. Persentasi bentuk pemelihaan sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

No Bentuk Pemeliharaan Responden Peternak Persentasi

1 Tradisional 21 35

2 Intensif 39 65

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer diolah (2016)

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa peternakan sapi potong dikecamatan Stabat 65% dipelihara secara intensif sementara 35% dipelihara secara tradisional. Menurut Hadi dan Ilham (2011), kecilnya skala usaha pemeliharaan sapi di daerah pertanian intensif disebabkan peternakan tersebut merupakan usaha yang dikelola oleh rumah tangga petani, dengan modal, tenaga kerja, dan manajemen yang terbatas. Kecilnya pemilikan ternak juga karena umumnya usaha penggemukan sapi merupakan usaha sampingan dari usaha pokok yaitu pertanian sehingga pendapatan peternak dari usaha peternakan juga cukup minim.

Pada sistem pemeliharaan Tradisional, kebanyakan aktivitas ternak sapi potong digembalakan di padang rumput dimana ternak sapi potong dibiarkan begitu s aja oleh peternak untuk digembalakan diluar setiap harinya. Sehingga pada metode ini perlakuan peternak terhadap ternaknya sangat sedikit sekali dan tidak ada tempat untuk berteduh bagi ternaknya serta peternak hanya mengandalkan areal padang rumput saja yang terdapat disekitar areal penggembalaan.

Umur Peternak

Umur merupakan suatu tingkat kedewasaan seseorang dalam pengambilan suatu keputusan, dan berpengaruh juga terhadap pengalaman yang dimiliki, semakin bertambah umur seseorang maka akan semakin banyak pengalaman yang

(31)

dimiliki begitu juga sebaliknya, akan semakin sedikit pengalaman yang dimiliki apabila umur seseorang dikatakan lebih muda.

Semakin tinggi usia seseorang semakin kecil ketergantungannya kepada orang lain atau semakin mandiri. Chamdi (2003), mengemukakan bahwa, semakin muda usia peternak usia produktif (20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi. Soekartawi (2002), menyatakan bahwa para petani yang berusia lanjut biasanya fanatic terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya.

Tabel 2. Persentasi umur peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

No Umur peternak Responden peternak Persentasi (%)

1 1-17 tahun 0 0

2 18-45 tahun 46 76,66667

3 >46 tahun 14 23,33333

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer diolah (2016)

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa persentasi jumlah peternak dengan rentang usia 18-45 tahun lebih tinggi bila dibandingka dengan rentang usia >46 tahun yaitu 76,66% dan 23,33%. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan sapi potong secara intensif di kecamatan stabat dipengaruhi oleh usia peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumiati (2011) yang menyatakan bahwa kemampuan kerja seseorang peternak sangat dipengaruhi oleh tingkat umur. Semakin produktif umur peternak maka semakin mempunyai semangat ingin tahu hal-hal baru yang belum diketahui.Selain itu usia juga mempengaruhi kondisi fisik dan motivasi peternak.

(32)

Tingkat Pendidikan Peternak

Proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakat. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga seseorang dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap usahaternak baik secara teknis, pengelolaan maupun terhadap manajemen usahaternak dalam penyerapan teknologi baru, dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan para peternak mampu menjalankan kegiatan usahaternaknya dengan lebih baik, karena didukung oleh pengetahuan dan wawasan yang semakin luas. Tingkat pendidikan cukup berpengaruh dalam pelaksanaan usaha ternak, termasuk dalam penyerapan teknologi baru. Peternak yang memiliki tingkat pendidikan yang terbatas, pada umumnya menggunakan teknologi secara sederhana dan turun temurun dalam kegiatan usahaternaknya.

Tingkat pendidikan petani pada umumnya akan mempengaruhi cara dan pola pikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang relatif muda menyebabkan petani tersebut relatif dinamis. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin berkembang wawasan berfikirnya dan keputusan yang diambil semakin baik dalam menentukan cara-cara berusaha tani yang lebih produktif.

Pendidikan juga dikenal sebagai sarana belajar dalam meningkatkan pengetahuan yang selanjutnya diperkirakan akan menanamkan suatu sikap yang menguntungkan menuju praktek pertanian yang lebih modern. Berikut ini adalah data tingkat pendidikan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat.

(33)

Tabel 3. Tingkat pendidikan peternak sapi potong dikecamatan stabat kabupaten langkat

No Tingkat pendidikan Responden peternak Persentasi

1 Tidak Tamat SD/sederajat 9 15,00

2 Tamat SD/sederajat 8 13,33

3 Tamat SMP/sederajat 17 28,33

4 Tamat SMA/sederajat 24 40,00

5 S1/diploma 2 3,33

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer diolah (2016)

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa peternak sapi potong di kecamatan stabat kabupaten langkat didominasi oleh peternak dengan latar belakang pendidikan Tamat SMA/sederajat (40,00%) dan peternak yang paling sedikit dengan latar belakang pendidikan S1/diploma (3,33%). Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka akan semakin tinggi kualitas sumber daya manusia, yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya. Oleh karena itu semakin tingginya pendidikan peternak maka

diharapkan kinerja usaha peternakan akan semakin berkembang (syafaat et al, 1995).

Dengan adanya pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya, keterbatasan keterampilan/ pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk kedunia kerja (ahmadi 2003). Menurut Soekartawi (1986), menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpiir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inivasi dan teknologi baru.

Pengalaman Beternak

Pengalaman dalam usaha ternak dapat mempengaruhi kemampuan dalam mengelola usahaternak, dengan pengalaman yang cukup lama peternak memiliki

(34)

pemahaman yang lebih baik terhadap usahaternak yang dijalankannya. Sebagian besar peternak memiliki pengalaman dalam usahaternak sapi potong cukup lama, karena mata pencaharian beternak adalah usaha turun temurun. Dengan demikian, secara teknis para peternak ini sudah sangat mengetahui apa yang harus dilakukan apabila terdapat masalah mengenai penyakit yang ditimbulkan dalam usahaternak sapi potong.

Tabel 4. Tingkat pengalaman beternak sapi potong dikecamatan stabat kabupaten langkat

No Pengalaman Beternak Responden Peternak Persentasi

1 <5 tahun 7 11,67

2 5-10 41 68,33

3 > 10 tahun 12 20,00

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer diolah (2016)

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa peternak sapi potong dikecamatan stabat kabupaten langkat 68,33% diantaranya telah memiliki pengalaman beternak diantara 5-10 tahun, 20% diantaranya memiliki pengalaman >10 tahun. Hal ini membuktikan bahwa pengalaman sangat mempengaruhi perilaku berusaha ternak.

Hal ini sesuai dengan pendapat Hendrayani (2009), yang menyatakan bahwa pengalaman bertani/beternak merupakan modal penting untuk berhasilnya suatu kegiatan usaha tani. Berbedanya tingkat pengalaman masing-masing petani maka akan berbeda pula pola pikir mereka dalam menerapkan inovasi pada kegiatan usaha taninya. Penerapan teknologi dan manajemen yang baik akan mempengaruhi perilaku berusaha petani dalam melakukan usaha taninya yang dimiliki. Semakin lama pengalaman beternak seseorang maka keterampilan yang dimiliki akan lebih tinggi dan berkualitas.

(35)

Menurut Abidin dan Simanjuntak (1997), faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktor- faktor tofografi, iklim, keadaan social, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor pengalam yang dimiliki peternak masyarakat sagat menentukan pula perkembangan peternakan didaerah itu.

Jumlah Kepemilikan Sapi Potong

Menurut Hanafi (2000), bahwa indikator yang menentukan status social ekonomi di masyarakat adalah jumlah ternak yang dimiliki karena hal ini merupakam asset modal dan faktor pendukung bagi keberlangsungan hidup peternak. Jumlah kepemilikan ternak berpengaruh terhadap jumlah pendapatan.

Peternak dengan tingkat pendapata yang tinggi biasanya akan semakin mengadopsi inovasi. Berikut ini adalah data persentasi jumlah kepemilikan ternak.

Tabel 5. Tingkat pendidikan peternak sapi potong dikecamatan stabat kabupaten langkat

No Jumlah kepemilikan Responden peternak Persentasi (%)

1 <5 ekor 42 70,00

2 5-10 ekor 16 26,67

3 > 10 ekor 2 3,33

Jumlah 60 100

Sumber : Data Primer diolah (2016)

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa 70% peternak sapi potong di kecamatan stabat kabupaten langkat memiliki ternak < dari 5 ekor dan 26,67%

memiliki 5-10 ekor ternak sapi potong. Jumlah ternak sapi potong yang dimiliki oleh peternak bervariasi. Dari hail penelitian dihasilkan bahwa peternak yang memiliki ternak kurang dari 10 termasuk peternakan rakyat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyono (2008), yang menyatakan bahwa skalal kepemilikan peternakan rakyat ternak sapi potong anata 3-5 ekor per rumah tangga peternak.

(36)

Penerimaan Usaha Sapi Potong

Analisa pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menemukan komponen utama pendapatan dan apa kah komponen itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi.

Analisis usaha tersebut merupakan keteranganyang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Berikut ini adalah data penerimaan usaha sapi potong di kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

Tabel 6. Data penerimaan usaha sapi potong di kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

Sistem Pemeliharaan

Penjualan Pupuk

Kandang (Goni) Penjualan Ternak Total Penerimaan Usaha Ternak (Rp) Tradisional Rp. 4.104.000 Rp. 112.000.000 Rp. 116.104.000 Intensif Rp. 134.400.000 Rp. 1.022.000.000 Rp. 1.156.400.000 Sumber : Data Primer diolah (2016)

Dari data tersebut di atas terdapat perbedaan besarnya penerimaan di setiap skala kepemilikan disebabkan oleh perbedaan besarnya populasi yang dipelihara masing-masing peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Harnanto (1992), yang menyatakan bahwa penerimaan setiap responden bervariasi tergantung pada jumlah populasi ternak sapi potong yang dimiliki oleh setiap peternak dengan menggunakan hubungan antara penerimaan dan biaya maka dapat diketahui cabang-cabang usaha tani yang menguntungkan untuk di usahakan.

(37)

Biaya Tetap Usaha Sapi Potong

Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak berubah-ubah (constant) untuk setiap kali tingkatan/jumlah hasil yang diproduksi.Biaya tetap yang dibebankan pada masing-masing unit disebut biaya tetap rata-rata. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani-peternak yang sifatnya tetap tidak tergantung dari besar kecilnya produksiatau dengan kata lain jumlah biaya ini tidak dipengaruhi oleh peningkatan atau penurunan jumlah ternak yang di produksi.

Tabel 7. Data biaya tetap usaha sapi potong di kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

Sistem Pemeliharaan

Biaya penyusutan Kandang

Biaya penyusutan Perlengkapan

Biaya penyusutan Peralatan Tradisional Rp. 0 Rp. 1.125 .000 Rp. 450.000 Intensif Rp. 17.934.008 Rp. 1.218.000 Rp. 9.713.833 Sumber : Data Primer diolah (2016)

Biaya penyusutan alat tergantung dari jumlah alat, harga beli masing- masing alat dan umur pengunaan alat. Semakin mahal harga alat dan semakin banyak jumlah alat yang digunakan dalam proses produksi maka biaya penyusutan yang dikeluarkan peternak akan semakin besar.

Biaya investasi Usaha Sapi Potong

Biaya investasi adalah biaya yang digunakan untuk memulai usaha peternakan. Termasuk di dalamnya adalah pembuatan kandang, perlengkapan kandang dan peralatan lain yang diperlukan. Berikut ini adalah data biaya investasi usaha sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

(38)

Tabel 8. Data biaya investasi usaha sapi potong di kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

Sistem Pemeliharaan

Biaya Pembuatan Kandang

Biaya Perlengkapan

Biaya Peralatan Tradisional Rp. 0 Rp. 8.731.250 Rp. 3.479.500 Intensif Rp. 133.600.000 Rp. 1.218.000 Rp. 25.919.000 Sumber : Data Primer diolah (2016)

Biaya Tidak Tetap

Biaya variabel (tidak tetap) adalah biaya yang berubah-ubah yang disebabkan oleh adanya perubahan jumlah hasil. Apabila jumlah barang yang dihasilkan bertambah, maka biaya biaya variabelnya juga meningkat. Berikut ini adalah data biaya tetap usaha sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

Tabel 9. Data biaya tidak tetap usaha sapi potong di kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

Sistem Pemeliharaan

Biaya Bensin

Biaya Obat-Obatan

Biaya Pakan Tradisional Rp. 22.995.000 Rp. 2.850.000 Rp. 0

Intensif Rp. 0 Rp.11.200.000 Rp. 130.099.200 Sumber : Data Primer diolah (2016)

Pada peternakan tradisional tidak diperlukan biaya pakan karena ternak digembalakan di lapangan hijau sementara pada peternakan intensif diperlukan biaya pakan karena ternak dipelihara dalam kandang. Biaya ini berubah ubah tergantung kepada harga pakan dan system pemeliharaannya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Rasyaf 1995) yang menyatakan bahwa bahwa biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan produksi yang dijalankan.

(39)

Biaya Total

Biaya total adalah keseluruhan biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan atau dengan kata lain biaya total ini merupakan jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya total yang dibebankan pada setiap unit disebut biaya total rata-rata. Berikut ini adalah data biaya total keseluruhan produksi

Biaya produksi pada usaha ternak sapipotongmerupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha petani-peternak selama satu tahun.Biaya produksi sangat menentukan dari kegiatan usaha petani-peternak yang dilakukan karena hal ini mempengaruhi hasil pendapatan yang di peroleh oleh petani peternak.Bila biaya yang dikeluarkan terlalu besar dan pendapatan yang kecil maka usahanya tidak menguntungkan. .

Tabel 9. Data biaya total usaha sapi potong secara tradisional di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

No Komponen Total Persentasi (%)

A Penerimaan Rp. 116.104.000

B Biaya Tetap 32,08

1 Tali Rp. 8.731.250 22,94

2 Sepeda Motor Rp. 3.479.500 9,14

C Biaya Tidak Tetap 67,91

1 Bensin Rp. 22.995.000 60,42

2 Biaya Obat-Obatan Rp. 2.850.000 7,48

Total Rp. 38.055.750 100

Pendapatan Rp. 78.048.250 Sumber : Data Primer diolah (2016)

(40)

Tabel 10. Data biaya total usaha sapi potong secara intensif di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

No Komponen Total (Rp) Persentasi (%)

A Penerimaan Rp. 1.156.400.000

B Biaya Tetap 8,72

1 Penyusutan Kandang Rp. 17.934.008 5,42 2 Penyusutan Perlengkapan Rp. 1.218.000 0,37 3 Penyusutan Peralatan Rp. 9.713.833 2,94

C Biaya Investasi 48,58

1 Peralatan Rp. 25.919.000 7,83

2 Perlengkapan Rp. 1.218.000 0,37

3 Pembuatan Kandang Rp. 133.600.000 40,37

D Biaya Tidak Tetap 42,70

1 Biaya Pakan Rp. 130.099.200 39,32

2 Biaya Obat-Obatan Rp. 11.200.000 3,38

Total Rp. 330.902.041 100

Pendapatan Rp. 825.497.959

Tabel 9 dan 10 diatas adalah biaya total pemeliharaan denga system tradisional dan intensif. Swastha dan Sukotjo (1993), menyatakan bahwa biaya total merupakan seluruh biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan atau dengan kata lain biaya total ini merupakan jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel. Rasyaf (1995), menyatakan bahwa pendapatan petani atau peternak adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan usahanya.

(41)

Pengaruh Variabel Bebas/ Independent Terhadap Pendapatan Peternak Dilakukan analisis regresi berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang memiliki pengaruh terhadap pendapatan peternak sapi potong di kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Dimana yang menjad variable bebas adalah bentuk pemeliharaan (X1), umur peternak (X2), tingkat pendidikan (X3), tingkat pengalaman (X4), dan tingkat kepemilikan (x5), sementara variable tidak terikat (Dependent) adalah pendapatan (Y).

Adapun hasil pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat terdapat pada tebel 11 berikut ini

Tabel 11. Analisis varian pendapatan dan hasil penduga parameter

Sumber Derajat bebas F Tabel F Hitung Tingkat signifikansi

Regresi 5 52,81 37.688 .000a

Residual 54

Total 59

Sumber : Analisis data primer (2016)

Keterangan : a. Predictor/ dependent tingkat kepemilikan, tingkat pengalaman, bentuk pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikan

b. Dependent Variable: pendapatan

(42)

tabel 12.analisis regresi linear berganda pengaruh tingkat kepemilikan, tingkat pengalaman, bentuk pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikan terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

variabel Koefisien regresi

Standar

error T hitung signifikansi

konstanta 0 .740 0.505 1.465 0.149

X1 -0.033 0.088 -0.378 0.707

X2 -0.089 0.106 -0.834 0.408

X3 -0.035 0.059 -0.595 0.554

X4 0.041 0.098 0.417 0.678

X5 0.195 0.018 10.592 0.000

R Square 0.777

regresion 12.384

residual 3.549

F Ratio 37.688

F Tabel (α=0.05) 2,81 T Tabel (α=0.05) 2,110 Sumber : Analisis data primer (2016)

Dari tabel diatas dutemukan persamaan sebagai berikut

Y = 0.740-0.033(Xı) - 0.089(X2) - 0.035(X3) + 0.041(X4) + 0.195(X5) + µ Keterangan :

Ý : Pendapatan peternak sapi lokal Xı : Bentuk Pemeliharaan

X2 : umur peternak X3 : tingkat pendidikan X4 : tingkat pengalaman X5 : tingkat kepemilikan µ : Variabel yang tidak diteliti

Berdasarkan hasil regresi di atas dapat diketehui bahwa tingkat kepemilikan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten langkat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pendapatan peternak sementara bentuk

(43)

pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Dari semua faktor yang diteliti terdapat 23% jumlah faktor yang tidak diteliti.

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpukan bahwa tingkat kepemilikan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten langkat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pendapatan peternak sementara bentuk pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

Saran

Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk menambahkan variabel bebas lainnya untuk menemukan faktor lain yang mempengaruhi jumlah pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kecamatan Langkat.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, A. dan D. Simanjuntak. 1997. Ternak Sapi Potong. Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta.

Ahmadi, A. H., 2003. Sosiologi Pendidikan. Penerbit PT. Rineka Citra, Jakarta Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Medan.

_________________. 2015. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Medan.

_________________. 2015. Pendataan Sapi Potong, Perah, dan Kerbau. Badan Pusat Statistik, Medan.

Blakely dan Blade, 1991.Sistem pemeliharaan sapi potong.Jurnal Penelitian dan Pengembangan. Jakarta

Chamdi, A. N. 2003. Kajian Profil Sosial Ekonomi Usaha Kambing di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobongan.Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003. Bogor : Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian.

Cyrilla, L. dan A. Ismail. 1998. Usaha Peternakan. Diktat Kuliah. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta .

Esminger, P. 1991. Marketing Management Analysis, Planning, Implements and Control. Alih Bahasa Ancell, A.H. Salemba Empat Prentice Hall. Jakarta.

Fauzia, L. dan H. Tampubolon, 1991. Pengaruh Keadaan Sosial Ekonomi Petani Terhadap Keputusan Petani Dalam Penggunaan Sarana Produksi.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Gunawan,D. Pamungkas dan L.Affandhy.1998.Sapi Bali Potensi. Produktivitas dan Nilai Ekonomi.Kanisius.Yogyakarta.

Hadi, P.U. 2011. Analisis Incremental Capital Output Ratio untuk Perencanaan Investasi Pertanian. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Bogor.

Hardjosworo dan Levine. 1987. Problem dan prospek pengembangan usaha pembibitan sapi potong di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan.

Jakarta

(46)

Harnanto. 1992. Akuntansi Biaya Untuk Perhitungan Harga Pokok Produk, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Hendrayani. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berternak Sapi di Desa Koro Benai Kec. Benai Kap. Kuantan Singingi.

Jurnal Peternakan. 6 (2): 53-62

Hermanto, F. 1996. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Koran Tempo. 2008. Indonesia belum siap impor sapi Brazil. Edisi Senin, 13 Oktober 2008, Jakarta.

Parwati, I.A.P. 2003.Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usaha Ternak Kambing dengan Laserpunktur.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Rasyaf, M, 1995. Pengelolah Usaha Peternakan Ayam Pedaging. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rianto dan Purbowati, 2006.Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Samuelson, P.A. dan William D. Nordhaus. 1995. Mikro Ekonomi, Erlangga, Jakarta

Sevilla, C. G. 1993. Pengantar Metode Penelitian, UI Press, Jakarta.

Soekartawi, A. 1995.Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta.

Soekartawi, 2003. Agribisnis Teori & Aplikasinya.PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soekartawi, A., soeharjo, Dillon,j.l.,hardaker,J.B., 1986. Ilmu usaha tani dan penelitian untuk perkembangan petani kecil. UI-Press, Jakarta

Sudarman, A. 1998.Teori Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, BPFE, Yogyakarta.

Sumiati. 2011. Analisis Kelayakan Finansial Dan Faktor-Faktor Yang Memotivasi Petani Dalam Kegiatan Agroforesti, Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Susilorini, 2008.Pengantar Ekonomi Mikro, UMM Press, Malang.

Swastha, B dan Sukotjo, I. 1993.Pengantar Bisnis Moders (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern). Liberty Offset Yogyakarta, Yogyakarta.

Tohir, 1991.Penelitian Terapan, 1994. UGM Press, Yogyakarta.

(47)

Trihatmami, R. 2010. Analisis Efisiensi Usaha Penggemukana Sapi (Studi Kasus di Kecamatan Kedawung, Sambirejo dan Sragen, Kabupaten Sragen),Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Wahyu, 2002.Desain sistem budi daya sapi potong berkelanjutan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Bengkulu Selatan.

Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Wiryono, 1997.Estimasi sistem permintaan dan penawaran daging sapi di Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3(2): 71−77.

Zainal, 2002.Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV Yasaguna. Jakarta.

(48)

LAMPIRAN 1

Hasi analisis regresi berganda dengan menggunakan SPSS Variables Entered/Removedb Model

Variables Entered Variables Removed Method tingkat kepemilikan,

tingkat pengalaman, bentuk pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikana

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: pendapatan

Model Summary Model

R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .882a .777 .757 .256

a. Predictors: (Constant), tingkat kepemilikan, tingkat pengalaman, bentuk pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikan

(49)

ANOVAb

Model Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 12.384 5 2.477 37.688 .000a

Residual 3.549 54 .066

Total 15.933 59

a. Predictors: (Constant), tingkat kepemilikan, tingkat pengalaman, bentuk pemeliharaan, umur peternak, tingkat pendidikan

b. Dependent Variable: pendapatan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) .740 .505 1.465 .149

bentuk pemeliharaan

-.033 .088 -.031 -.378 .707

umur peternak -.089 .106 -.083 -.834 .408

tingkat pendidikan -.035 .059 -.077 -.595 .554 tingkat pengalaman .041 .098 .044 .417 .678 tingkat kepemilikan .195 .018 .890 10.592 .000 a. Dependent Variable: pendapatan

(50)

LAMPIRAN 2

Gambar

Tabel 9. Data biaya total usaha sapi potong secara tradisional di Kecamatan Stabat  Kabupaten  Langkat
Tabel 10. Data biaya total usaha sapi potong secara intensif di Kecamatan Stabat  Kabupaten  Langkat

Referensi

Dokumen terkait

‘They’re looking for us, then,’ Father Kreiner said, peering at the immobile Type 102, poking her as if to see what a walking TARDIS felt like, ‘the Doctor’s friends.’..

Aplikasi ini diharapkan sebagai solusi alternatif yang membantu pelanggan,dalam memonitor kemampuannya terutama bagi mereka yang akan menghadapi persiapan serivice, di samping

[r]

Website JCI yang dibuat menggunakan CMS-Joomla sehingga dalam proses pengupdateanya sangat mudah dan cepat terdiri dari beberapa menu yaitu menu Jablay Club Inc, Sejarah JCI,

DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat ( DKI Jakarta) Sulawesi

Kepala Kantor Pertanahan menyerahkan sertifikat tanah wakaf kepada Nadzir, selanjutnya ditunjukkan kepada PPAIW untuk dicatat pada daftar Akta Ikrar Wakaf

Di mana internet dapat memperkenalkan segala sesuatunya dengan jelas dan internet adalah tempat yang memungkinkan semua orang saling bertukar informasi dengan mudah dan ringan. Hal

Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah atau tidak ada perbedaan yang signifikan antara pencapaian kemampuan berbicara kelas delapan SMP N 1 Kayen Pati siswa sebelum