• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi dan Baduta (6– 24 Bulan) di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada Bayi dan Baduta (6– 24 Bulan) di Puskesmas Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2016"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kesehatan

2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau

Stimulus-Organisme–Respon. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

(2)

2.1.2 Dimensi Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner, perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu : (Notoatmodjo, 2010)

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu : a) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

(3)

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri. Menurut Suchman dalam Muzaham (2005), memberikan batasan perilaku sakit sebagai tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak (discomfort) atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu. Suchman menganalisa pola proses pencarian pengobatan dari segi individu maupun pola proses pencarian pengobatannya, terhadap lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan. Shoping adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan yang menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa atau pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.

a) Fregmentation, adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh : Berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan dukun.

b) Procastination, adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.

c) Self medication, ialah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat – obatan yang dinilainya tepat baginya.

d) Discontinuity, adalah penghentian proses pengobatan.

(4)

pelayanan kesehatan, tahap ketergantungan si sakit, tahap penyembuhan atau rehabilitasi.

3. Perilaku kesehatan lingkungan (Enviromental health behaviour)

Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang kesehatan untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu: faktor predisposisi (Predisposing factors), terdiri atas faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua, faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti ketersediaan sarana/fasilitas, informasi. Ketiga, faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok acuan, seperti petugas kesehatan, kepala kelompok atau peer group.

(5)

(lingkungan), baik fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku (Notoatmodjo,2010).

2.1.3 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).

(6)

diterima oleh perasaan dan layak dapat dikerjakan dalam praktik perilaku (Suhartono, 2008).

Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Menurut Notoatmodjo (2010) , pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu :

a. Tahu (Know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

(7)

c. Aplikasi (Aplication). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2010).

(8)

a. Faktor internal 1. Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pola hidup terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah untuk penerimaan informasi.

2. Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikuti oleh Nursalam (2003) oekerjaan merupakan suatu cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Pekerjaan dilakukan untuk menunjang kehidupan pribadi maupun keluarga. Bekerja dianggap kegiatan yang menyita waktu.

3. Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai berulang tahun (Nursalam, 2003). Menurut Hurlock (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.

b. Faktor eksternal 1. Faktor lingkungan

Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok. Jika lingkungan mendukung ke arah positif, maka individu maupun kelompok akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan sekitar tidak kondusif, maka individu maupun kelompok tersebut akan berperilaku kurang baik.

2. Sosial budaya

(9)

Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a.) Cara Tradisional atau Non ilmiah : Coba-salah (Trial and Error), secara

kebetulan, cara kekuasaan atau otoritas, berdasarkan pengalaman pribadi, dan melalui jalan fikiran manusia.

b.) Cara modern yaitu cara memperoleh pengetahuan yang lebih sistematis, logis dan lebih ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih popular disebut dengan metode penelitian (research methodology) (Notoatmodjo, 2010).

2.1.4 Perilaku Dalam Bentuk Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).

(10)

dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu : 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. 2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

(11)

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Notoatmodjo, 2010).

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

(12)

tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

(13)

2.1.5 Perilaku Dalam Bentuk Tindakan

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2010). Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2 Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

2.2.1 Pengertian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

(14)

bagian yang dapat dipisahkan dari upaya perbaikan gizi secara menyeluruh. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak, dan adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, Khususnya pada umur dibawah 2 tahun (baduta). Bertambah umur bayi bertambah pula kebutuhan gizinya. Ketika bayi memasuki usia 6 bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi seperti karbohidrat, protein dan beberapa vitamin dan mineral yang terkandung dalam ASI atau susu formula tidak lagi mencukupi. Oleh karena itu sejak bayi usia 6 bulan, selain ASI mulai diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI). Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada anak usia 6-24 bulan. Peranan makanan tambahan sama sekali bukan untuk menggantikan ASI melainkan untuk melengkapi ASI, Jadi, makanan pendaming ASI harus tetap diberikan kepada anak, paling tidak sampai usia 24 bulan (Yesrina, 2010).

2.2.2 Waktu yang Tepat untuk Memberikan Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI)

(15)

2.2.3 Tujuan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Sesuai dengan namanya, makanan pendamping ASI diberikan sebagai tambahan untuk memenuhi kebutuhan kalori anak. MP-ASI diberikan pada waktu transisi dari pemberian ASI ekslusif ke bentuk makanan keluarga. Berikan MP-ASI pada saat yang tepat, yaitu sekitar 6 bulan, saat pemberian MP-ASI saja sudah mulai tidak mencukupi kebutuhan bayi sehingga bayi harus mendapatkan sumber energi lain di samping ASI untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Rini dan Bernie, 2011).

Bayi yang siap menerima makanan padat akan memberikan sinyal kepada orang tuanya, memberitahukan bahwa dia sudah siap menambah variasi dari sekedar susu. Secara umum, bayi menunjukkan kesiapan menerima makanan pendamping jika menunjukkan tanda-tanda berikut (Dwi, 2010) :

1) Bayi mulai memasukkan tangan ke mulut dan mengunyahnya; 2) Berat badan sudah mencapai dua kali lipat berat lahir;

3) Bayi merespon dan membuka mulutnya saat disuapi makanan’ 4) Hilangnya refleks menjulurkan lidah;

5) Bayi lebih tertarik pada makanan dibandingkan botol susu atau ketika disodori puting susu;

6) Bayi rewel atau gelisah, padahal sudah diberi ASI atau susu formula sebanyak 4-5 kali sehari;

(16)

8) Keingintahuannya terhadap makanan yang dimakan oleh orang lain semakin besar. Bayi memperhatikan dengan seksama saat orang lain makan (Biasanya mulut mereka ikut mengecap).

Setelah umur 6 bulan, bayi mulai membutuhkan makanan padat dengan beberapa nutrisi, seperti zat besi, vitamin C, protein, karbohidrat, seng, air, dan kalori. Oleh karena itu penting juga untuk tidak menunda pmeberian MP-ASI hingga bayi berumur lebih dari 6 bulan karena manunda dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. (Prabantini, 2010).

Sesudah bayi berumur 6 bulan, secara berangsur angsur perlu makanan pendamping berupa sari buah, atau buah- buahan, nasi tim, makanan lunak, dan akhirnya makanan lembek. Adapun tujuan pemberian makanan pendamping adalah sebagai berikut :

1) Melengkapi zat gizi ASI yang kurang;

2) Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima macam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk;

3) Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan (Kemenkes RI, 2004),

(17)

2.2.4 Cara Pengolahan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Cara mempersiapkan masakan dalam pengolahan makanan sebaiknya perhatikan keamanan dan kebersihan selama proses persiapan, penyimpanan, dan pemberian makanan pada si kecil : 1). Mempersiapkan peralatan : pastikan bahwa peralatan yang anda gunakan, seperti; panci, talenan, dan blender / food processor telah dibersihkan dengan baik. 2). Persiapan untuk memasak : buah dan sayur, daging. Cara memasaknya: mengukus, merebus dan tim, memanggang, memasak dengan microwave, menggoreng, dibakar (Prabantini, 2010).

Cara mengolah MP-ASI ialah sama menu anak dengan menu orang dewasa hanya saja tidak pedas dan konsistensi agak lunak, dengan memperhatikan menu seimbang, yaitu: nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah dan bila ada, ditambah susu dan ASI sebaiknya tetap diberikan (Ellya, 2010).

Adapun sayarat pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yaitu : Makanan tambahan untuk bayi harus mempunyai sifat fisik yang baik, yaitu rupa dan aroma yang layak. Selain itu, dilihat dari segi kepraktisan, makanan bayi sebaiknya mudah disiapkan dengan waktu pengolahan yang singkat. Makanan Pendamping ASI harus memenuhi persyaratan khusus tentang jumlah zat-zat gizi yang diperlukan bayi seperti protein, energi, lemak, vitamin, mineral dan zat-zat tambahan lainnya (Nadesul, 2011).

Menurut Muchtadi (2004) hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan tambahan pada bayi adalah sebagai berikut :

(18)

2) Makanan tambahan harus kepada bayi yang telah berumur 6 bulan sebanyak 4-6 kali/hari.

3) Sebelum berumur 2 tahun bayi belum dapat mengkonsumsi makanan orang dewasa.

4) Makanan campuran ganda (multi mix) yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, dan sumber vitamin lebih cocok bagi bayi, baik ditinjau dari nilai gizinya maupun sifat fisik makanan tersebut.

5) Makanan harus diolah dari bahan makanan yang bersih dan aman. Harus dijaga keamanan terhadap kontaminasi dari organ biologi berbahaya seperti kuman, virus, parasit dan zat kimia, racun yang berbahaya, mulai dari persiapan bahan makanan, pengolahan, penyimpanan, distribusi sampai dengan penyajian. 6) Bahan lainnya dapat ditambahkan untuk mempertahankan konsistensi dan rasa

makanan asal tidak mengandung zat berbahaya, misalnya gula, garam, cokelat dan lainnya.

(19)

2.2.5 Kriteria Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Meskipun buah dan bubur susu dipercaya sebagai jenis makanan yang harus diberikan pertama kali pada bayi, tetapi menurut WHO (2004) sebaiknya bayi mengonsumsi aneka sumber makanan setiap hari sebagai makanan pendamping ASI dan tidak hanya bergantung pada sumber makanan nabati, walaupun untuk mengenalnya perlu dilakukan secara bertahap. Pemberian bahan makanan tunggal pada awal pengenalan membantu bayi mengenal rasa sehingga diharapkan ia dapat menyukai aneka bahan makanan di kemudian hari (Handy, 2010).

Jenis makanan pendamping ASI yang dapat diberikan diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Buah-buahan yang dihaluskan atau dalam bentuk sari buah, misalnya : pisang ambon, papaya, jeruk manis, tomat dan lainya.

2) Makanan lunak dan lembek, seperti bubur susu, nasi tim dan sebagainya. (Marimbi, 2010).

Untuk memenuhi kebutuhan zat besi bayi 6 – 12 bulan (6,8 mg) dibutuhkan 108 gr hati ayam (4 pasang) atau 550 gr telur atau 500 gr ikan atau 450 gr daging sapi atau 350 gr kacang-kacangan sehingga sulit untuk dapat diberikan dari dapur ibu Sunawang, 2010).

(20)

siang dan makan sore di samping pemberian ASI yang terus dilanjutkan sampai minimal anak berusia 2 tahun seperti berikut ini: makan pagi dengan semangkuk kecil bubur susu, makan siang dengan sepiring sedang (3 sendok makan) nasi, 1 sendok kacang merah, dan setengah butir jeruk, dan makan malam dengan sepiring sedang (3 sendok makan) nasi, 1 sendok makan hati dan 1 sendok makan sayuran hijau. Dengan demikian kebutuhan energi hampir terpenuhi, demikian pula dengan kebutuhan protein, vitamin A maupun zat besi (Marimbi, 2010).

Berdasarkan uraian diatas, makanan tambahan bayi sebaiknya memiliki beberapa kriteria sebagai berikut :

1) Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.

2) Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral yang cocok.

3) Dapat diterima oleh alat pencernaan yang baik. 4) Harganya relatif murah.

5) Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. 6) Bersifat padat gizi.

7) Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah sedikit kandungan serat kasar yang terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan bayi (Murianingsih dan Sulastri, 2010).

2.2.6 Jenis Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan Waktu

Pemberiannya

(21)

1. Makanan bayi berumur 0-6 bulan a.)Hanya ASI saja (ASI Eksklusif).

b.)Hisapan bayi akan merangsang produksi ASI terutama pada 30 menit pertama setelah melahirkan.

c.)Dengan menyusui akan terbina hubungan kasih saying antara ibu dan anak d.)Berikan kolostrum, karena mengandung zat-zat gizi dan zat kekebalan

yang dibutuhkan bayi.

e.)Berikan ASI sesering mungkin sesuai keinginan bayi. 2. Makanan bayi berumur 6-9 bulan

a.) Pemberian ASI tetap diteruskan.

b.) Bentuk makanan lumat karena alat cerna bayi sudah lebih berfungsi, contoh : nasi tim, bubur susu.

c.) Berikan 2 kali sehari setelah diberikan ASI. d.) Porsi tiap pemberian sebagai berikut :

 Pada umur 6 bulan : 6 sendok makan  Pada umur 7 bulan : 7 sendok makan  Pada umur 8 bulan : 8 sendok makan  Pada umur 9 bulan : 9 sendok makan

 Untuk menambah nilai gizi, nasi tim dapat ditambah sumber zat lemak sedikit demi sedikit, seperti santan, margarine, minyak kelapa.

 Bila bayi masih lapar, ibu dapat menambahnya. 3. Makanan bayi umur 9-12 bulan

(22)

b.)Pada umur ini bayi diperkenalkan dengan makanan keluarga secara bertahap dengan takaran yang cukup.

c.)Bentuk makanan lunak.

d.)Berikan makanan selingan satu kali sehari.

e.)Makanan selingan usahakan bernilai tinggi seperti bubur kacang hijau, bubur sumsum.

f.)Biasakan mencampurkan berbagai lauk pauk dan sayuran kedalam makanan lunak secara berganti-ganti.

g.)Pengenalan berbagai bahan makanan sejak dini berpengaruh baik dalam kebiasaan makan.

4. Makanan bayi umur 12-24 bulan

a.)Frekuensi pemberian ASI dikurangi sedikit demi sedikit.

b.)Susunan makanan terdiri dari makanan pokok lauk-pauk sayuran dan buah.

c.)Besar porsi adalah separuh dari makanan orang dewasa. d.)Gunakan angka ragam bahan makanan setiap harinya. e.)Diberikan sekurang-kurangnya tiga kali sehari. f.)Berikan makanan selingan dua kali sehari.

g.)Anak dilatih untuk makan dan cuci tangan sendiri.

h.)Biasakan anak mencuci tangannya sebelum dan sesudah makan. i.) Biasakan anak makan bersama-sama keluarga (Nadesul, 2011).

2.2.7 Kerugian-Kerugian Yang Potensial Dari Pengenalan Makanan

(23)

Menurut Suhardjo (2005) ada beberapa akibat kurang baik dari pengenalan makanan pendamping ASI terlalu dini kepada bayi antara lain yaitu : gangguan menyusui, beban ginjal yang terlalu berat sehingga mengakibatkan hyperosmolaritas plasma, alergi terhadap makanan, dan mungkin gangguan

terhadap pengaturan selera makan. Makanan alamiah, bahan makanan tambahan dan pencemaran makanan tertentu juga dapat dirugikan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai akibat-akibat yang disebabkannya :

1. Beban ginjal yang berlebihan dan hyperosmolaritas

Makanan padat, baik yang dibuat sendiri maupun di pabrik, cenderung untuk mengandung kadar natrium klorida (NaCl) tinggi, yang akan menambah beban ginjal. Beban tersebut masih ditambah oleh makanan tambahan yang mengandung daging. Bayi-bayi yang mendapat makanan padat pada umur yang dini, mempunyai osmolalitas plasma yang lebih tinggi dari pada bayi-bayi yang 100% mendapat air susu ibu dank arena itu mudah mendapat hyperosmolaritas dehidrasi. Hyperosmolaritas penyebab haus yang berlebihan.

2. Alergi terhadap makanan

(24)

3. Gangguan pengaturan selera makan

4. Bahan-bahan makanan tambahan yang merugikan

Makanan tambahan mungkin mengandung komponen-komponen alamiah yang jika diberikan pada waktu dini dapat merugikan. Gula ini adalah penyebab kerusakan pada gigi, dan telah dikemukakan bahwa penggunaan gula ini pada umur yang dini dapat membuat anak terbiasa akan makanan yang rasanya manis. Banyak dari serealia yang mengandung glutein dapat menambah risiko penyakit perut pada umur yang muda, mungkin juga timbul kesulitan-kesulitan diagnostik, karena sifat tidak mau menerima protein dari susu sapi dapat menyajikan suatu gambaran klinis yang sama dengan gejala-gejala penyakit perut.. Sekurang-kurangnya pada bayi yang sudah diberikan susu formula (Suhardjo, 2005).

2.3 Kerangka Teori Penelitian

\

Skema 2.1 Kerangka Teori Penelitian Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

 Umur Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

 Biaya  Jarak

 Pelayanan Kesehatan  Media informasi

Faktor Penguat (Reinforcing Factors)  Dukungan keluarga

(25)

Berdasarkan skema 2.1 diatas diketahui bahwa kerangka teoritis dalam penelitian ini ialah merupakan memakai teori domain perilaku atau faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku dari Lawrence Green (1980) yang menyatakan bahwa domain atau faktor pembentukan perilaku dibagi menjadi 3 macam yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yakni umur, pengetahuan, sikap, kepercyaan, nilai-nilai, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan, faktor pemungkin (enabling factors) seperti biaya, jarak, pelayanan kesehatan, dan media informasi serta faktor penguat/pendorong (reinforcing factors) seperti dukungan keluarga, teman, dan petugas kesehatan yang dapat mempengaruhi perilaku individu termasuk perilaku ibu dalam pemberian makanan pendamping (MP-ASI) pada bayi 0 – 24 bulan.

2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Riwayat persalinan yang lalu: anak pertama lahir tahun 2002, di puskesmas, cukup bulan, persalinan normal, oleh bidan, jenis kelamin laki-laki, BB: 3300 gram, PB :50 cm, nifas baik,

Suyoto, bupati yang gemar pakai motor trail, juga menyambangi sekolah lain untuk memberikan inspirasi pada murid-murid. Usai ceramah inspirasional, murid-murid SDN Sekari I

Kecerdasan majemuk ( multiple intelligences ) merupakan gabungan dari delapan kecerdasan di dalam diri individu. Teori ini ditemukan oleh Howard Gardner. Kedelapan

Penelitian terdahulu menggunakan 7 variabel bebas dan 1 variabel terikat, variabel yang digunakan adalah kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, kepercayaan,

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk menjual saham

This is crucial as it has been confirmed by the results of this study that the levels of perceived value will have a positive significant effect on tourists’ future behavioral

Dalam rangka penyusunan kegiatan Desa yang akan diusulkan baik bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa, Bidang

[r]