• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dalam Menjalani Terapi Antiretroviral (ARV) di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dalam Menjalani Terapi Antiretroviral (ARV) di Puskesmas Teladan Kota Medan Tahun 2016"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIV/AIDS

2.1.1 Pengertian HIV/AIDS

HIV adalah virus yang menurunkan kekebalan tubuh manusia yang menyebabkan AIDS dan termasuk golongan retrovirus yang terutama ditemukan dalam cairan tubuh, seperti darah, cairan mani, cairan vagina dan air susu ibu. Terjadinya proses penularan HIV dari ibu ke anak juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus HIV. Dengan perencanaan yang lebih baik dan cermat dalam merencanakan keturunan bagi pasangan usia subur dan suami istri dengan HIV positif masih memungkinkan untuk mendapatkan keturunan yang terhindar dari infeksi HIV (Depkes RI, 2006).

AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV. HIV terus menerus merusak kekebalan tubuh. Sistem kekebalan yang sehat mengendalikan kuman (infeksi ikutan), kurang lebih 7-10 tahun setelah penularan oleh HIV. AIDS belum bisa disembuhkan, namun infeksi ini dapat dikendalikan dengan obat antiretroviral (ARV) (Aji, 2010). Acquired Immunodeficiency

Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang

(2)

penularan dari ibu ke bayi selama periode kehamilan, kelahiran dan menyusui, tranfusi darah yang tidak aman dan praktek tatoo merupakan cara penularan HIV pada umumnya (Kemenkes, 2012).

2.1.2 Penularan HIV/AIDS

Menurut Komite AIDS HKBP (2011), penularan HIV/AIDS dapat melalui:

1. Darah, dapat melalui transfusi darah yang sudah tercemar HIV dan melalui pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV.

2. Cairan sperma dan cairan vagina, melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom.

3. Transfusi darah yang tercemar, alat cukur dan peralatan lainnya. Bila seorang pengidap HIV/AIDS bercukur dan luka, lalu darahnya menempel pada pisau cukur, maka bila orang yang berpangkas berikutnya terluka maka dia akan memiliki resiko besar tertular HIV.

4. Air Susu Ibu (ASI), penularan ini dari seorang ibu hamil yang positif HIV dan melahirkan secara normal, kemudian menyusui bayinya dengan ASI. Selain itu, HIV juga dapat menular melalui pisau cukur yang dipakai oleh tukang pangkas.

2.1.3 Penanggulangan HIV/AIDS

(3)

komponen penting dalam KIE disamping upaya lainnya seperti penanggulangan NAPZA, konseling, pendamping dan perawatan ODHA (Permenkes, 2013).

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang mampu membunuh HIV maupun vaksin untuk mencegah penularan. Obat-obatan yang ada dan digunakan saat ini lebih kepada upaya melemahkan daya progresivitas virus, memperlambat perkembangbiakan virus, memperkuat daya tahan tubuh dengan meningkatkan antibodi yang akan meningkatkan kualitas hidup ODHA. Terapi yang dikenal sebagai terapi antiretroviral (ARV) seperti Nevirapine, Efavirens, Tenovir dan lain-lain dapat diperoleh di rumah sakit tertentu dan terbukti sangat menolong ODHA (Permenkes, 2013).

2.1.4 Pendiagnosaan HIV/AIDS

WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak. Untuk dewasa maupun anak, stadium klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Stadium Klinik HIV/AIDS

Gejala terkait HIV Stadium Klinis

Asimptomatik 1

Gejala ringan 2

Gejala lanjut 3

Gejala berat / sangat lanjut 4

Sumber : Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk ODHA, 2006

Gejala klinis khas HIV adalah sebagai berikut :

1. HIV Stadium I : Asimtomatis atau terjadi PGL (persistent generalized

(4)

2. HIV Stadium II : Berat badan menurun lebih dari 10%, ulkus atau jamur di mulut, menderita herpes zoster 5 tahun terakhir, sinusitis, rekuren.

3. HIV Stadium III : Berat badan menurun lebih dari 10%, diare kronis, dengan sebab tak jelas lebih dari 1 bulan.

4. HIV Stadium IV : Berat badan menurun lebih dari 10%, gejala-gejala infeksi pneumosistosis, TBC, kriptokokosis, herpes zoster dan infeksi lainnya sebagai komplikasi turunnya sistem imun, virus penyebabnya dapat diisolasi dari limfosit darah tepi atau dari sumsum tulang penderita. Menurut kriteria WHO gejala klinis AIDS untuk penderita dewasa meliputi minimum 2 gejala major dan 1 gejala minor.

Gejala major : 1. Berat badan menurun lebih dari 10% 2. Diare kronis lebih dari 1 bulan 3. Demam lebih dari 1 bulan. Gejala minor : 1. Batuk lebih dari 1 bulan

2. Pruritus dermatitis menyeluruh

3. Infeksi umum rekuren misalnya herpes zoster atau herpes simpleks

4. Limfadenopati generalisata 5. Kandidiasis mulut dan orofaring

2.2 Kepatuhan

2.2.1 Pengertian Kepatuhan

(5)

rencana dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes RI, 2011). Menurut Siregar (2006), kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasihat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan petunjuk pada resep serta mencakup penggunaannya pada waktu yang benar.

Kepatuhan sebagai suatu proses yang dinamis, dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak berdiri sendiri, memerlukan suatu kombinasi strategi promosi, memerlukan sebuah tim yang terdiri dari multidisiplin profesi yang terintegrasi dan dapat bekerjasama dengan baik dalam memberikan perawatan komprehensif berkesinambungan. Perawatan komprehensif berkesinambungan adalah perawatan yang melibatkan suatu tim/ jejaring sumberdaya dan pelayanan dukungan secara holistik untuk ODHA dan keluarganya, baik di dalam rumah sakit maupun diluar rumah sakit sepanjang perjalanan penyakitnya dan seumur hidup (Kepmenkes RI, 2011).

(6)

sering mengakibatkan kegagalan terapi ARV. Untuk mencapai supresi virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan terapi ARV yang sangat tinggi.

2.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepatuhan

Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku patuh dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang meliputi faktor predisposisi (predisposing

factor), faktor pendukung (enabling factor), dan faktor pendorong (reinforcing

factor).

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Hal ini dapat dicontohkan pada seseorang yang tidak mau melakukan sesuatu karena orang tersebut tidak mengetahui manfaatnya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya sarana dan fasilitas kesehatan, seperti: RS, Puskesmas, obat-obatan, jamban dan sebagainya. Contohnya pada daerah yang tidak ada fasilitas kesehatan, atau fasilitas yang ada jaraknya sangat jauh dan sulit ditempuh oleh masyarakat.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok panutan dari perilaku masyarakat. Misalnya petugas kesehatan atau masyarakat sekitarnya tidak pernah memanfaatkan fasilitas kesehatan.

(7)

perilaku tersebut. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku dipengaruhi 3 faktor utama seperti sudah diuraikan diatas, yaitu:

a. Faktor predisposisi : yaitu faktor yang mencakup sikap individu terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan individu/masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan, system nilai yang dianut oleh individu/ masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

b. Faktor pemungkin : yaitu faktor yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana yang tersedia untuk kepentingan masyarakat yang mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan yang positif pada masyarakat. c. Faktor penguat : yaitu faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh

agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan.

Dengan demikian disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari seseorang atau masyarakat yang bersangkutan. Ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan dapat mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Menurut Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral dalam Kemenkes (2011), terdapat faktor yang memengaruhi pasien ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral, yaitu :

(8)

pasien tidak dapat mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Termasuk diantaranya fasilitas dan ruangan yang nyaman, jaminan kerahasiaan dan penjadwalan yang baik, petugas yang ramah dan membantu pasien.

2. Karakteristik Pasien, meliputi faktor sosio-demografi (umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan, pendidikan dan penghasilan) dan faktor psikososial (kesehatan jiwa, penggunaan NAPZA, lingkungan dan dukungan sosial, pengetahuan dan perilaku terhadap HIV dan terapinya).

3. Panduan terapi ARV, meliputi jenis obat yang digunakan dalam panduan, jumlah pil yang harus diminum, karakteristik obat dan efek samping dan kemudahan untuk mendapatkan ARV.

4. Hubungan pasien-tenaga kesehatan. Karakteristik hubungan pasien-tenaga kesehatan yang dapat memengaruhi kepatuhan meliputi : kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan dan kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan, pandangan pasien terhadap kompetensi tenaga kesehatan, komunikasi, nada afeksi dari hubungan tersebut (hangat, terbuka, kooperatif) dan kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat layanan dengan kebutuhan pasien.

(9)

Faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan digambarkan seperti bagan pada gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan (Green, 1980)

2.3 Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Kepmenkes RI, 2014). Puskesmas sebagai layanan kesehatan primer dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia digolongkan dalam strata. Sebagai provider pemberi layanan kesehatan primer dalam perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS, puskesmas memiliki tugas, fungsi, sumber daya manusia serta kompetensi yang disesuaikan dengan golongan strata satu. Secara umum puskesmas memberikan pelayanan ODHA untuk stadium 1 dan 2 yang tidak memerlukan rawat inap atau kondisi ODHA telah stabil (Kepmenkes RI, 2012).

Faktor Pendukung - Lingkungan fisik

- Tersedia atau tidak tersedianya sarana dan fasilitas kesehatan.

Faktor Pendorong

- Sikap dan perilaku petugas kesehatan.

Perilaku Kesehatan Faktor Predisposisi

(10)

Pengembangan layanan satelit ARV secara komprehensif dan berkesinambungan pada layanan primer (puskesmas), komponen standar yang perlu dipersiapkan adalah seperti di bawah ini (Depkes RI, 2007) :

1. Mempunyai tim tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, konselor, laboratorium dan tenaga farmasi) yang telah terlatih tentang HIV/AIDS. 2. Telah berlangsungnya kegiatan konseling dan test HIV sukarela (klinik VCT)

dan konseling test HIV atas inisiasi petugas (KTS dan KTIP) serta kegiatan program pencegahan penularan HIV dari Ibu ke anak (PPIA).

3. Memiliki jejaring dengan rumah sakit pengampunya.

4. Fasilitas klinik Infeksi Menular Seksual (IMS), diagnosis dan tatalaksana IMS dan Infeksi Oportunistik (IO) ringan.

5. Tersedia sarana laboratorium atau memiliki jejaring dengan laboratorium lainnya terlatih HIV dan sumber daya lain, seperti alat pemeriksaan fisik yang sederhana, obat simptomatis dan analgesik yang esensial untuk puskesmas serta obat profilaksis Infeksi Oportunistik (IO).

6. Diusulkan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan disetujui oleh Dinas Kesehatan provinsi.

(11)

8. Tersedia layanan penemuan intensif kasus TB secara sistematis dan pemantauan minum obat TB dan ARV.

9. Memahami terapi ARV dan dukungan kepatuhan berobat, menangani efek samping ringan, dan layanan rujukan ke jejaring layanan strata II dan III (inisiasi ARV) apabila diperlukan.

10. Pencatatan dan pelaporan (komputer dan rekam medik), bahan komunikasi, informasi dan edukasi tentang penyakit HIV/AIDS dan penyakit infeksi menular seksual lainnya.

2.3.1 Voluntary Counselling and Test (VCT)

Menurut Depkes RI (2007), VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, mencegah penularan HIV, pengobaran ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS.

2.3.2 Prinsip Pelayanan VCT

Menurut Depkes RI (2007), prinsip pelayanan VCT sebagai berikut : a. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV

(12)

seks, Injecting Drug User (IDU), rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia dan asuransi kesehatan.

b. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas

Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan diluar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seizin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.

c. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif

Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi perilaku beresiko. Dalam VCT diketahui juga respon dan perasaaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif.

d. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT

(13)

2.4 Terapi ARV

2.4.1 Pengertian Terapi Antiretroviral (ARV)

Terapi antiretroviral adalah obat yang dirancang untuk menghambat atau menekan replikasi maupun perkembangan virus penyakit HIV/AIDS didalam tubuh penderita. Terapi ARV atau yang dikenal dengan ART (Anti Retroviral

Therapy) merupakan terapi yang mempunyai syarat tertentu. Syarat ini harus

dipenuhi untuk mencegah putusnya obat dan menjamin efektivitas pengobatan (Nursalam dan Kurniawati, 2009).

2.4.2 Tujuan Terapi Antiretroviral

Adapun tujuan dari terapi antiretroviral, sebagai berikut : 1. Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat

2. Memulihkan atau memelihara fungsi imunologis (peningkatan sel CD4) 3. Menurunkan komplikasi akibat HIV

4. Memperbaiki kualitas hidup ODHA

5. Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus menerus

6. Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV

2.4.3 Pedoman Memulai Terapi ARV

(14)

a) Tidak tersedia pemeriksaan CD4

Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis.

b) Tersedia pemeriksaan CD4 Rekomendasi :

1. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 < 350 sel / mm3 tanpa memandang stadium klinisnya.

2. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4.

Tabel 2.2 Saat memulai terapi pada ODHA dewasa Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4

Stadium IV : tanpa memandang jumlah limfosit total Stadium III : tanpa memandang jumlah limfosit total Stadium II : dengan jumlah limfosit total <1200/mm3

Bila tersedia pemeriksaan CD4

Target Populasi Stadium Klinis Jumlah sel CD4 Rekomendasi

ODHA dewasa Stadium Klinis 1

dan 2

> 350 sel/mm3 Belum mulai terapi. Monitor gejala klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6-12 bulan

< 350 sel/mm3 Mulai terapi Stadium Klinis 3

Ibu Hamil Apapun stadium klinis

Berapapun jumlah sel CD4

Sumber : Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi

(15)

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Teori yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral merupakan teori yang diadopsi oleh Lawrence Green, 1980.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Kepatuhan dalam menjalani terapi ARV Faktor Pendukung

1. Ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan.

2. Lingkungan.

Faktor Pendorong

1. Interaksi dengan petugas kesehatan.

2. Dukungan sosial. Faktor Predisposisi

Gambar

Tabel 2.1  Stadium Klinik HIV/AIDS Gejala terkait HIV
Gambar 2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan (Green, 1980)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

medium, sehingga laju disolusi meningkat. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan. Faktor yang berkaitan dengan sediaan meliputi :.. 1) Efek formulasi. Laju disolusi

Dalam hal kondisi khusus atau terjadi hambatan/gangguan teknis dalam pelaksanaan, sekolah/madrasah pelaksana UNBK dapat mengambil tindakan berdasarkan petunjuk teknis

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Pelelangan Sederhana Paket Pekerjaan Pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Tahun

Selanjutnya bagi peserta yang lulus daftar pendek dapat menyampaikan / memasukan. dokumen penawaran sesuai dengan jadwal pada aplikasi

Asia Afrika No.114 Bandung, mengundang penyedia untuk mengikuti pelelangan umum dengan pasca kualifikasi melalui LPSE Kementerian Keuangan sebagai berikut :.

Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai rata-rata (mean), maksimum, minimum, standar deviasi, dan varian indikator kinerja keuangan perusahaan dari

Untuk mengidentifikasi jamur pada kuku jari kaki mahasiswa Fakultas. Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 1.3.2

Ushul Fiqh (Termasuk Qawaidhul Fiqhiyah &amp; Ushuliyah)4. Ilmu Hukum (Pilih