• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Tidur Larut Malam dengan terjadinya Akne Vulgaris di kalangan Mahasiswa FK USU Angkatan 2011-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Tidur Larut Malam dengan terjadinya Akne Vulgaris di kalangan Mahasiswa FK USU Angkatan 2011-2013"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi

Akne Vulgaris adalah penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista. Tempat predileksi terjadi akne vulgaris adalah pada daerah yang padat kelenjar minyak seperti wajah, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung. Akne vulgaris menjadi masalah pada hampir semua remaja. Acne minor adalah suatu bentuk akne yang ringan, dan dialami oleh 85% para remaja. Gangguan ini masih dapat dianggap sebagai proses fisiologik. Lima belas persen remaja menderita Acne major, yang cukup hebat sehingga mendorong mereka untuk berobat ke dokter (Widjaja, 2013).

2.1.2 Epidemiologi

Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorang pun (artinya 100%), yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini. Penyakit ini memang jarang terdapat pada waktu lahir, namun ada kasus yang terjadi pada masa bayi. Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pria dan pada masa itu lesi yang dominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi beradang (Wasitaatmadja, 2010).

Pada seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi pada masa premenarche. Setelah masa remaja kelainan ini berangsur berkurang. Namun kadang-kadang, terutama pada wanita, akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih. 12% pada wanita dan 5% pada pria diusia 25 tahun memiliki akne. Bahkan pada usia 45 tahun, 5% pria dan wanita memiliki akne (Fulton, 2009).

(2)

terjadi pada pria. Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering terjadi nodul-kistik pada kulit putih daripada negro. Akne vulgaris mungkin familial, namun karena tingginya prevalensi penyakit hal ini sukar dibuktikan. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih berat (Wasitaatmadja, 2010).

2.1.3 Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh. 1. Sebum

Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Akne yang keras selalu disertai pengeluaran sebore yang banyak (Widjaja, 2013).

2. Bakteria

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya jerawat adalah Corynebacterium acnes, Staphylococcus epidermis, dan Pityosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini, yang terpenting yakni C. acnes, yang bekerja secara tak langsung (Widjaja, 2013).

3. Herediter

Faktor herediter/genetik sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar palit (glandula sebacea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne (Widjaja, 2013).

4. Hormon, diantaranya a) Hormon androgen

Hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon androgen berasal dari testis dan kelenjar anak ginjal (adrenal). Hormon ini menyebabkan kelenjar palit bertambah besar dan produksi sebum meningkat (Widjaja, 2013).

b) Estrogen

(3)

produksi sebum (Widjaja, 2013). c) Progestron

Progestron, dalam jumlah fisiologik, tidak mempunyai efek pada efektifitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progestron dapat menyebabkan akne premenstrual (Widjaja, 2013).

5. Diet

Beberapa pengarang terlalu membesar-besarkan pengaruh makanan terhadap akne akan tetapi dari penyelidikan terakhir ternyata diet sedikit atau tidak, berpengaruh terhadap akne (Harahap,2000).

Walaupun beberapa penderita menyatakan akne bertambah parah setelah mengkonsumsi makanan tertentu. Jenis makanan yang sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan yang tinggi lemak (kacang, coklat, daging berlemak, susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat (sirup manis), makanan yang beryodida tinggi (makanan asal laut), makanan cepat saji dan pedas. Pola makanan yang tinggi lemak jenuh dan tinggi glukosa susu dapat meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor (IGF-I) yang dapat merangsang produksi hormon androgen yang meningkatkan produksi jerawat. 6. Iklim

Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah parah pada saat musim dingin dan akan membaik pada musim panas.

Sinar ultraviolet (u.v) mempunyai efek membunuh bakteri pada permukaan kulit. Selain itu, sinar ini juga dapat menembus epidermis bagian bawah dan bagian atas dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada di bagian dalam kelenjar palit. Sinar u.v juga dapat mengadakan pengelupasan kulit yang dapat membantu menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea (Widjaja, 2013).

(4)

7. Psikis

Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne. Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi aknenya secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi meradang yang baru (Widjaja, 2013).

Stres psikis akan merangsang hipotalamus untuk memproduksi Corticotropin Releasing Factor (CRF), CRF inilah yang akan menstimulasi hipofisis anterior, sehingga terjadi peningkatan kadar Adenocorticotropin Hormon (ACTH). Terjadinya peningkatan kadar ACTH dalam darah akan menyebabkan aktivitas korteks adrenal meningkat. Salah satu hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal adalah hormon androgen, sehingga aktivitas korteks yang meningkat akan mengakibatkan peningkatan kadar hormon androgen. Jadi, peningakatan hormon androgen ini berperan penting dalam timbulnya akne (Kurniawan, 2011).

8. Kosmetika

Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu seperti lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni (butil stearat, lauril alkohol, bahan pewarna merah D dan C, dan asam oleik), secara terus menerus dalam waktu lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dengan lesi papulopustular pada pipi dan dagu (Widjaja, 2013).

9. Bahan-bahan kimia

Beberapa macam bahan kimia dapat menyebabkan erupsi yang mirip dengan akne (acneiform-eruption), antara lain yodida, kortikosteroid, obat anti konvulsan (difenilhidantoin, fenobarbital dan trimetandion), tetrasiklin, dan vitamin B12 (Widjaja, 2013).

2.1.4 Patogenesis

Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne : 1. Kenaikan ekskresi sebum

(5)

minyak membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak. Pertumbuhan kelenjar sebasea dan produksi sebum dipengaruhi oleh hormon androgen. Pada penderita akne terdapat peningkatan hormon androgen dalam darah yang akan diubah ke dalam bentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa dihidrotestosteron). Hormon ini akan mengikat reseptor androgen di sitoplasma yang akan menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum (Widjaja, 2013).

Produksi sebum meningkat pada penderita akne disebabkan oleh respon organ akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal androgen dalam darah. Terbukti bahwa, pada kebanyakan penderita, lesi akne hanya ditemukan dibeberapa tempat yang kaya akan kelenjar sebasea (Widjaja, 2013).

Akne mungkin juga berhubungan dengan komposisi lemak. Sebum bersifat komedogenik tersusun dari campuran skualen, lilin (wax), ester dari sterol, kolesterol, lipid polar, dan trigliserida. Pada penderita akne terdapat kecenderungan mempunyai kadar skualen dan ester lilin (wax) yang tinggi, sedangkan kadar asam lemak, terutama asam linoleik, rendah. Mungkin hal ini ada hubungan dengan terjadinya hiperkeratinisasi pada saluran pilosebasea (Widjaja, 2013).

2. Keratinisasi folikel

Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan korneosit dalam saluran pilosebasea. Penumpukan ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi korneosit, pelepasan korneosit yang tidak adekuat, atau pun kombinasi dari kedua faktor tersebut.

(6)

yang menimbulkan peradangan. Walaupun asam linoleik merupakan unsur penting dalam seramaid-1, lemak lain mungkin juga berpengaruh pada patogenesis akne. Kadar sterol bebas juga menurun pada komedo sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kolesterol bebas dengan kolesterol sulfat, sehinggga adhesi korneosit pada akroinfundibulum bertambah dan terjadi hiperkeratosis folikel (Widjaja, 2013).

3. Bakteri

Tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis akne adalah Corynebacterium Acnes (Proprionibacterium Acnes), Staphylococcus epidermidis dan Pityrosporum ovale (Malassezia furfur). Tampaknya ketiga macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses patologis akne. Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup, sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan penting. Bakteri yang berdiam di dalam folikel (resident bacteria) mengadakan eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut. Menurut hipotesis Saint-Leger skualen yang dihasilkan oleh kelenjar palit dioksidasi di dalam folikel dan hasil oksidasi ini menjadi penyebab terjadinya komedo (Widjaja, 2013).

4. Peradangan

Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh Corynebacterium Acnes, seperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase, dan neuramidase, memegang peranan penting pada proses peradangan.

Faktor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel dapat menarik lekosit nukleus polimorfi (PMN) dan limfosit. Bila masuk ke dalam folikel, PMN dapat mencerna Corynebacterium Acnes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel pilosebasea. Limfosit merupakan pencetus terbentuknya sitokin.

(7)

disertai oleh makrofag dan sel-sel raksasa. Pada fase permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh Corynebacterium Acnes, juga terjadi aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement pathways). Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu antibodi terhadap Corynebacterium Acnes juga meningkat pada penderita akne hebat (Widjaja, 2013).

2.2 Hubungan Tidur Larut Malam dan Kejadian Akne Vulgaris

Tidur larut malam dapat menyebabkan terjadinya pengurangan waktu tidur normal. Jika tubuh tidak mendapatkan cukup istirahat, seseorang akan rentan terhadap stres. Terjadinya stres yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik secara langsung atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis (Wasitaatmadja, 2010). Peningkatan produksi sebum berhubungan dengan peningkatan asam lemak bebas yang bersifat komedogenik yang merupakan salah satu dasar patogenesis akne. Stres juga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga dapat memperlambat penyembuhan akne yang sudah ada (Sonkushre, 2011).

Selain itu, kurang tidur dapat menyebabkan peradangan sistemik. Laporan Journal of Clinical Endocrinology dan Metabolisme, menyatakan bahwa tidur yang tidak memadai memicu peningkatan inflamasi sitokin. Peningkatan tersebut di dalam tubuh meningkatkan kecenderungan terjadinya peradangan. Seperti diketahui, bahwa akne terjadi kerana adanya peradangan pada pori-pori yang tersumbat. Peradangan akne semakin mudah timbul akibat peningkatan jumlah sitokin dalam tubuh (Sonkushre, 2011).

(8)

semua jaringan, termasuk folikel yang kemudian dapat menimbulkan akne. Insulin dan IGF-1 menstimulasi sintesis androgen pada jaringan testis dan ovarium. Lebih lanjut, insulin dan IGF-1 menginhibisi sintesis sex hormone binding protein (SHBP) di hepar sehingga bioavailability androgen meningkat (Goklas, 2011).

Tidur larut malam juga menyebabkan perubahan kerangka mental dan emosional yang dapat menyebabkan depresi. Depresi menciptakan sikap negatif dalam pikiran seseorang yang menghambat keseluruhan kesejahteraan. Secara keseluruhan, kesehatan yang buruk mengurangi kemampuan penyembuhan tubuh. Dengan demikian, mempengaruhi akne dengan cara yang negatif (Wahyuningsih, 2011).

Meskipun tidur larut malam tidak memberikan kontribusi terhadap pembentukan akne secara langsung, namun faktor-faktor yang dihasilkan bertanggung jawab untuk pembentukan akne (Sonkushre, 2011).

2.3 Tidur

2.3.1 Fisiologi Tidur

Tidur adalah suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya (Guyton, 2007). Beberapa ahli berpendapat bahawa tidur diyakini dapat memulihkan tenaga kerana tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya (Potter, 2005).

(9)

2.3.2 Tahapan Tidur

Tidur dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu fase Rapid Eye Movement (REM) dan fase Non Rapid Eye Movement (NREM). Fase awal tidur didahului fase NREM kemudian diikuti fase REM.

1. Fase NREM

Menurut Andayani (2009), tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu: Stadium 1: saat transisi antara bangun penuh dan tidur, sekitar 30 detik sampai 7 menit dengan karakteristik gelombang otak low-voltage pada pemeriksaan electroencephalografi (EEG).

Stadium 2 : Juga ditandai dengan gelombang otak low-voltage pada EEG. Perbedaan dengan stadium 1 adalah adanya gelombang high voltage yang disebut “sleep spindles” dan K complexes.

Stadium 3 & 4 : sering disebut tidur yang dalam atau “delta sleep”. EEG menunjukkan gelombang yang lambat dengan amplitudo tinggi.

Fase tidur NREM biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit. Setelah itu akan masuk ke fase REM.

2. Fase REM

Ditandai oleh periode autonom yang bervariasi, seperti perubahan detak jantung, tekanan darah, laju pernapasan, dan berkeringat. Pada stadium inilah mimpi saat tidur terjadi (Andayani, 2009).

(10)

2.3.3 Kebutuhan Tidur Menurut Usia

Menurut National Sleep Foundation (2011), kebutuhan tidur menurut usia diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 2.1: Kebutuhan Tidur menurut Usia

Umur Kebutuhan Tidur (jam/hari) Bayi baru lahir (0-2 bulan) 10.5-18

Bayi (3-11 bulan) 14-15

Balita (1-3 tahun) 12-14

Anak usia prasekolah (3-5 tahun) 11-13 Anak usia sekolah (5-12 tahun) 10-11 Remaja (12-18 tahun) 8,5-9,5

Dewasa >18 tahun 7-9

2.3.4 Efek Kekurangan Tidur Pada Kesehatan

Kekurangan tidur merupakan hasil dari periode terbangun yang semakin panjang atau menurunnya waktu tidur setiap harinya. Beberapa referensi menyatakan penurunan jumlah tidur yang dimaksud adalah kurang dari 7 jam (Watson et al, 2010).

Menurut American Academy of Sleep Medicine (2008), dampak dari kekurangan tidur dapat terlihat pada berbagai aspek psikologis seperti terhadap mood. Gangguan dalam mood ditunjukkan dalam bentuk lekas marah(Irritability), kurang motivasi, cemas dan simtom depresi. Dampak dari kurang tidur bisa juga mengakibatkan menurunnya fungsi kognitif dan gangguan pada respon refleks. Gangguan pada fungsi kognitif dapat muncul dalam bentuk: kurang konsentrasi, waktu reaksi yang lama, kurang energi, lelah, gelisah dan pengambilan keputusan yang tidak baik. Kekurangan tidur juga meningkatkan kondisi medis seperti tekanan darah tinggi, serangan jantung, dan obesitas.

(11)

Selain itu, durasi tidur mungkin memiliki efek pada fungsi endokrin. Khususnya, durasi tidur yang pendek dikaitkan dengan kadar leptinnya menurun (menekan asupan makanan) dan peningkatan bersamaan dalam kadar ghrelin (merangsang nafsu makan). Temuan ini menunjukkan ada hubungan antara kurang tidur dan obesitas (Rosenthal, 2009).

2.4 Gejala Klinik Akne Vulgaris

Lesi akne vulgaris terdiri dari lesi inflamasi dan non inflamasi. Lesi inflamasi berupa papul, pustul, nodul atau kista. Sedangkan lesi non inflamasi berupa komedo tertutup (white comedo) dan komedo terbuka (black comedo). Menurut Wasitaatmadja (2010), komedo berwarna hitam (black comedo) karena mengandung unsur melanin dan berwarna putih (white comedo) karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung melanin. Lokasi lesi terutama timbul di daerah yang banyak mempunyai kelenjar minyak seperti muka, punggung, dan dada (Widjaja, 2013).

2.5 Gradasi Akne Vulgaris

Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vugaris, diantaranya adalah: a) Pada tahun 1982,di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris sebagai

berikut: (Wasitaatmadja, 2010).

i. Ringan, bila : a) beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi

b) sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi

c) sedikit lesi beradang pada 1 predileksi ii. Sedang, bila : a) banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi

b) beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi c) beberapa lesi beradang pada satu predileksi

d) sedikit beradang pada lebih dari 1 predileksi

(12)

Catatan: sedikit <5, beberapa 5-10, banyak > 10 lesi Tak beradang: komedo putih, komedo hitam, papul Beradang: pustule, nodus, kista

b) Menurat American Academy of Dermatology klasifikasi akne adalah sebagai berikut:

Table 2.2 : Concensus Conference on Ane Clasification

Klasifikasi Komedo Papul/Pustul Nodul

Ringan <25 <10 (-)

Sedang >25 10-30 <10

Berat (-) >30 >10

2.6 Diagnosis Akne Vulgaris

Diagnosis akne vulgaris dibuat atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam (Wasitaatmadja, 2010).

Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa serbukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum bercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang lepas (Wasitaatmadja, 2010).

Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan (Wasitaatmadja, 2010).

(13)

2.7 Diagnosis Banding Akne Vulgaris a. Erupsi akneiformis

Disebabkan oleh induksi obat (kortikosteroid, INH, barbiturat, yodida, bromida, difenil hidantoin, dll). Klinis berupa erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian tubuh. Dapat disertai demam dan dapat terjadi di semua usia (Wasitaatmadja, 2010).

b. Rosasea

Penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustul, telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi dengan akne (Wasitaatmadja, 2010). c. Dermatitis perioral

Terutama pada wanita dengan gejala klinis polimorfi eritema, papul, pustula, dan di sekitar mulut yang terasa gatal (Wasitaatmadja, 2010).

d. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis.Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul,dengan tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan fisisnya (Wasitaatmadja, 2010).

2.8 Penatalaksanaan Akne Vulgaris

Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif). 2.8.1 Pengobatan Topikal

a) Retinoid topikal merupakan obat dengan efek komedolitik dan antiinflamasi.

Obat ini menormalkan hiperkeratinisasi dan hiperproliferasi folikel yang terjadi. Retinoid topikal ini mengurangi jumlah mikrokomedo, komedo, dan lesi meradang. Obat ini dapat digunakan sendiri saja ataupun kombinasi dengan obat-obat akne lainnya. Sediaan yang sering termasuk adapalene, tazanotene, dan tretinoin (Fulton, 2009).

(14)

Resistensi dapat dikurangi jika dikombinasi dengan benzoil peroksida. Sediaan obat yang sering dipakai adalah eritromisin dan klindamisin (Fulton, 2009).

c) Produk-produk benzoil peroksida juga efektif digunakan untuk melawan P.acnes, dan belum terbukti adanya resistensi pada obat ini (Fulton, 2009).

2.8.2 Pengobatan Sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad renik, dapat juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan ini terdiri atas:

a) Antibakteri sistemik : tetrasiklin (250mg-1 g/hari), eritromisin (4x250 mg/ hari), doksisiklin(50mg/hari), trimetoprim (3x100 mg/hari) efektif untuk melawan P acnes (Wasitaatmadja, 2010).

b) Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea misalnya estrogen (50mg/hari selama 21 hari dalam sebulan) atau antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari). Pengobatan ini ditujukan untuk penderita wanita dewasa yang gagal dengan pengobatan lain. Kortikosteroid sistemik seperti prednisone dan deksametason diberikan untuk menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjar adrenal (Wasitaatmadja, 2010).

c) Vitamin A dan retinoid oral.

d) Obat lainnya, misalnya antiinflamasi non steroid ibuprofen (600mg/hari), dapson (2 x100mg/hari),seng sulfat (2x200 mg/hari) diberikan untuk menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjar adrenal (Wasitaatmadja, 2010).

2.8.3 Bedah Kulit

(15)

adalah bedah scalpel, bedah listrik, bedah kimia, bedah beku, dan dermabrasi. Tindakan bedah ini dilakukan setelah akne vulgarisnya sembuh.

2.9 Pencegahan

1) Menghindari peningkatan jumlah sebum dan perubahan isi sebum a) Diet rendah lemak dan karbohidrat.

b) Minum air putih minimal 8 gelas sehari, dengan air putih yang cukup kulit akan lebih elastis dan metabolisme tubuh menjadi lancar dan normal dan detokfikasi tubuh dalam keluar.

c) Melakukan perawatan kulit.

d) Mandi sesegera mungkin setelah aktifitas berkeringat.

e) Cuci muka dengan sabun dan air hangat 2 kali sehari. Jangan mencuci muka berlebihan dengan sabun (6-8 kali sehari) karena dapat menyebabkan akne detergen.

f) Dapat juga menggunakan cairan cleanser, tetapi hindari menggunakan scrub yang malah dapat mengiritasi kulit dan dapat memperparah akne. g) Hindari pemakaian anti septik atau medicated soap yang sering

mengakibatkan kulit menjadi iritasi. 2)Menghindari faktor pemicu terjadinya akne

a) Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres.

b) Penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya maupun lamanya. c) Hindari bahan kosmetika yang berminyak, tabir surya, produk pembentuk

rambut atau penutup jerawat.

d) Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalkan minuman keras, rokok, polusi debu, lingkungan yang tidak sehat dan sebagainya.

Gambar

Tabel 2.1: Kebutuhan Tidur menurut Usia
Table 2.2 : Concensus Conference on Ane Clasification

Referensi

Dokumen terkait

(5) Apabila pembayaran oleh Wajib Pajak atau kuasanya dilakukan ke Bendahara Penerima Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dalam jangka waktu 1 x 24

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah telah dilakukan pemeriksaan atau berdasarkan keterangan lain mengenai

Setelah formulir Pendaftaran ini diisi dan ditanda tangani, harap diserahkan kembali kepada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantul langsung atau

Setelah formulir Pendaftaran ini diisi dan ditanda tangani, harap diserahkan kembali kepada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantul langsung atau

Keuntungan orang yang hidup sederhana antara lain adalah. -

[r]

[r]

[r]