PERSEPSI MENGENAI KONSERVASI HUTAN
PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
DI KABUPATEN PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR
AYU WANDARISE MARHARINA
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa
Timur. Dibimbing oleh RESTI MEILANI dan HARI KUSHARDANTO
Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki potensi yang besar untuk melakukan upaya konservasi hutan di Kabupaten Pacitan dengan didasari persepsi yang baik. Persepsi mengenai konservasi hutan dapat dikembangkan melalui mata pelajaran yang berkaitan dengan konservasi hutan, yaitu Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Namun, belum ada SMP di Kabupaten Pacitan yang melaksanakan PLH. Dengan demikian, diperlukan penelitian terkait persepsi konservasi hutan pada siswa SMP sebagai bahan pertimbangan sekolah dan dinas terkait untuk mengembangkan dan melaksanakan PLH.
Penelitian dilaksanakan di lima sekolah di Kabupaten Pacitan pada bulan Juli - September 2012. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik siswa, persepsi siswa SMP terkait konservasi hutan (pengetahuan, sikap, motivasi, dan harapan), proses pembelajaran, kondisi umum sekolah, dan kebijakan dinas terkait. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain kuesioner, wawancara, observasi lapang, dan studi pustaka.
Responden siswa dari kelima sekolah contoh mendapatkan skor
pengetahuan mengenai konservasi hutan berkisar antara 1,3 – 1,8 yang termasuk
dalam kategori cukup. Pengetahuan yang memiliki nilai baik adalah manfaat adanya hutan. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan siswa terkait konservasi hutan adalah intensitas ke hutan dan kondisi sekitar rumah. Responden siswa memiliki sikap yang baik terhadap konservasi hutan, yaitu memiliki tanggapan, partisipasi, dan kemauan melakukan konservasi hutan. Namun sikap mereka terhadap kemampuan diri untuk melakukan konservasi hutan masih tergolong cukup. Faktor yang mempengaruhi sikap siswa terhadap konservasi hutan adalah intensitas pergi ke hutan. Siswa SMP memiliki motivasi yang baik dalam melakukan konservasi hutan, yaitu untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman baru, walaupun beberapa motivasi lain masih berupa motivasi eksternal. Faktor yang mempengaruhi motivasi siswa melakukan konservasi hutan adalah sumber informasi tentang hutan dan mata pelajaran terkait konservasi hutan. Harapan siswa terkait kegiatan konservasi hutan merupakan harapan yang berusaha menjaga kelestarian ekosistem hutan.
Pengadaan materi terkait definisi hutan dan konservasi hutan, manfaat konservasi hutan, jenis kegiatan konservasi hutan, dan peranan siswa dalam konservasi hutan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan mata pelajaran lain untuk menambah pengetahuan siswa. Sekolah perlu melakukan penambahan jenis praktik terkait konservasi hutan untuk meningkatkan keterampilan, seperti kegiatan pembenihan pada pelajaran Biologi, perawatan tanaman di sekitar sekolah, daur ulang sampah pada pelajaran Kesenian dan Keterampilan, atau pembiasaan diri mengelola sampah di sekolah.
SUMMARY
AYU WANDARISE MARHARINA. Perception of Forest Conservation on
Junior High School’s Students at Pacitan Regency Province of East Java. Under
supervision of RESTI MEILANI and HARI KUSHARDANTO
Junior high school students have high potential to participate in forest conservation efforts at Pacitan Regency. However, their participation should be based on positive perception on forest conservation. Students’ perception of forest conservation could be developed through education about forest conservation at the school, which widely known as environmental education. However, there was not any junior high school in Pacitan Regency that implements environmental education yet. Therefore, research about perception of
forest conservation on junior high school’s student was necessary to provide
consideration for the schools and Department of Education of Pacitan Regency in the development and implementation of environmental education.
This research was conducted at five sample schools at Pacitan Regency on
July to September 2012. The collected data included students’ characteristic,
students’ perception of forest conservation (knowledge, attitude, motivation, and hopes), learning process, school location, and policy of government. Data were collected through questionnaire, observation, literature, and interview.
Students from sample schools had obtained knowledge score ranging from
1,30 – 1,80, which was categorized as sufficient. Factors that influenced students’
knowledge were their intensity in visiting forest, and the condition around their
home. The students’ attitude of forest conservation was categorized as good
attitude. However, the students’ still had low self-confidence toward their
capability in conducting forest conservation efforts. Students’ attitude was influenced by their intensity in visiting forest. The students also had high motivation to participate in forest conservation efforts, mostly due to external motivation. Source of information and experience in learning about forest
conservation were the factors that influenced students’ motivation. The students
hoped that forest ecosystem would be preserved in order to ensure the sustainability of natural resources.
The result also suggested that forest conservation subjects should be
integrated into science lesson in order to improve students’ knowledge about
forest conservation. Lesson should be taught not only in theory, but also in practice, to improve students’ capability in relation to forest conservation activities.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi mengenai
Konservasi Hutan pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan
Provinsi Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor
Bogor, Februari 2013
Ayu Wandarise Marharina
PERSEPSI MENGENAI KONSERVASI HUTAN PADA
SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
DI KABUPATEN PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR
AYU WANDARISE MARHARINA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
NIM : E34080059
Menyetujui:
Pembimbing I,
Resti Meilani, S.Hut., M.Si. NIP. 19770514 200501 2 001
Pembimbing II,
Ir. Hari Kushardanto, M.Sc.
Mengetahui:
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji senantiasa dipanjatkan hanya kepada Allah
SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan
tugas akhir dan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Skripsi ini berjudul Persepsi mengenai Konservasi Hutan pada Siswa
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur.
Penulis mengetahui bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran yang membangun serta bermanfaat bagi penulis sangat
diharapkan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Resti Meilani, S.Hut, M.Si. dan
Ir. Hari Kushardanto, M.Sc. sebagai dosen pembimbing serta semua pihak yang
telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi. Semoga
penelitian ini dapat membantu dan berguna bagi kita semua.
Bogor, Februari 2013
Penulis dilahirkan di Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 16
Oktober 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara
pasangan Sumarjono dan Titik Marhaeni. Jenjang pendidikan
formal yang ditempuh penulis, yaitu SDN 1 Pacitan (2002),
SMPN 1 Pacitan (2005) dan pada tahun 2008 penulis lulus
dari SMA Negeri 1 Pacitan. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis juga mengikuti sejumlah organisasi
kemahasiswaan yakni sebagai anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE)
Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(HIMAKOVA) tahun 2009-2010, pengurus Kesekretariatan International
Forestry Student Association (IFSA) Fakultas Kehutanan tahun 2009-2010,
panitia The 37th International Forestry Student Symposium (IFSS) tahun 2009,
panitia Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) tahun 2010, panitia Gebyar
HIMAKOVA tahun 2010, dan panitia South East Asia Forest Youth Meeting
(SEAFYM) tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis juga meraih Juara 1 Lomba Tari
Kreasi Tradisional pada ajang IPB Art Contest (IAC).
Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur
Pangandaran – Gunung Sawal pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis
melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung
Walat dan Ekspedisi SURILI di Taman Nasional Kerinci Seblat. Penulis juga
telah melaksanakan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional
Baluran Jawa Timur pada tahun 2012.
Skripsi yang bejudul “Persepsi mengenai Konservasi Hutan pada Siswa
Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur”
diselesaikan oleh penulis dibawah bimbingan Resti Meilani, S.Hut., M.Si. dan Ir.
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat
dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Ayah Sumarjono, Ibu Titik Marhaeni, dan Adik Dwija Rahmadi Yogiswara,
yang selalu menjadi penyemangat, dan selalu berdoa untuk keberhasilan
penulis.
2. Ibu Resti Meilani, S.Hut., M.Si dan Bapak Ir. Hari Kushardanto, M.Sc. selaku
pembimbing skripsi, atas kesediaan membimbing, memberikan ilmu dan
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Jajang Suryana, M.Sc selaku dosen penguji sidang
komprehensif dan Bapak Dr. Ir. Harnios Arief, M.Sc selaku ketua sidang
komprehensif, atas masukan dan dukungannya.
4. Bapak Drs. Rudi Haryanto, Ibu Drs. Yayuk Susilaningtyas, MM, Bapak
Rahadi, Bapak Wardoyo, S.Hut., MM, Bapak Joko Hariyanto, atas data dan
informasi yang telah diberikan.
5. Bapak/Ibu guru dan kepala sekolah SMPN 1 Pacitan, SMPN 1 Punung,
SMPN 1 Tulakan, SMPN 1 Tegalombo, dan SMPN 1 Nawangan, atas data
dan informasi yang telah diberikan.
6. Seluruh dosen, staf, dan pegawai Fakultas Kehutanan, khususnya Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah mengajar,
mendidik, dan membantu penulis selama kuliah di IPB.
7. Sahabatku Mba Nurma, Mba Winda, Trimida, Ikha, Azizah, Mba Mega, Fita,
Diah, Gagan, Ismi, Mas Arik, atas semangat dan kasih sayang yang telah
diberikan.
8. Teman-teman seperjuangan, Rizka, Dina, Nurika, Davi, Fitriyana, Hapriza,
Septi, Muum, Dwi, Nia, Robinson, Hani, Teko, Ucok, Meyla, atas semangat
dan keceriaan yang telah diberikan, Yasri, Tantri, Rey, Dwinda, atas
semangat dan bantuannya meraih kemenangan.
9. Keluarga besar KSHE 45 “Edelweiss”, atas semua dukungannya.
10. Rekan-rekan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi ... 3
2.1.1 Pengertian persepsi ... 3
2.1.2 Faktor-faktor persepsi ... 3
2.1.3 Proses pembentukan persepsi ... 5
2.1.4 Pengukuran persepsi ... 6
2.2 Karakteristik Siswa Sekolah Menengah Pertama ... 6
2.3 Konservasi Hutan ... 8
2.3.1 Konservasi ... 8
2.3.2 Hutan ... 9
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12
3.2 Metode Pengumpulan Data ... 13
3.2.1 Kuesioner ... 13
3.2.2 Wawancara terstruktur dengan panduan wawancara ... 16
3.2.3 Observasi lapang ... 17
3.2.4 Studi pustaka ... 17
3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 17
3.3.1 Persepsi siswa ... 18
3.5.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi ... 19
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah, Letak, dan Luas ... 20
4.2 Kondisi Fisik dan Biologi ... 21
5.1.1 Jenis kelamin ... 23
5.1.2 Usia ... 23
5.1.3 Pekerjaan ayah ... 24
5.1.4 Pekerjaan ibu ... 24
5.1.5 Kondisi sekitar rumah ... 25
5.1.6 Intensitas pergi ke hutan ... 26
5.2 Persepsi Siswa SMP mengenai Konservasi Hutan ... 26
5.2.1 Pengetahuan ... 26
5.2.2 Sikap ... 29
5.2.3 Motivasi ... 32
5.2.4 Harapan... 35
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 37
6.2 Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
No. Halaman
1 Rincian data penelitian ... 13
2 Metode pengolahan dan analisis data ... 18
3 Kategori rataan skor pengetahuan setiap unsur... 18
4 Skor pertanyaan pada sikap dan motivasi ... 19
5 Kriteria interpretasi skor sikap dan motivasi ... 19
6 Jumlah responden setiap sekolah contoh ... 23
7 Rataan skor pengetahuan siswa SMP tentang konservasi hutan ... 27
8 Rataan skor sikap siswa SMP terhadap konservasi hutan... 30
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 Faktor yang mempengaruhi persepsi ... 4
2 Proses persepsi ... 5
3 Usia responden ... 24
4 Pekerjaan ayah ... 24
5 Pekerjaan ibu ... 25
6 Intensitas pergi ke hutan ... 26
7 Rataan skor pengetahuan responden berdasarkan kondisi sekitar rumah .... 29
8 Respon siswa terhadap kemampuan melakukan konservasi hutan ... 31
9 Motivasi melalui menambah pengetahuan dan pengalaman baru ... 33
10 Motivasi melalui pengakuan dan prestasi ... 34
No. Halaman
1 Validitas dan reliabilitas kuesioner ... 42
2 Penentuan jumlah responden total ... 44
3 Penghitungan interval rataan skor ... 45
4 Pembagian administratif kabupaten pacitan ... 46
5 Histogram sikap siswa SMP terhadap konservasi hutan ... 47
6 Histogram motivasi siswa SMP terhadap konservasi hutan ... 51
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten di Propinsi Jawa Timur
yang terletak di bagian Selatan barat daya dengan luas 138.987,16 ha (Pemkab
Pacitan 2008). Luasan kawasan hutan di Kabupaten Pacitan adalah 81.397 ha atau
58,56% dari luas total kabupaten, sedangkan 97% dari luasan hutan tersebut
adalah hutan rakyat dan 3% merupakan hutan milik Perhutani (Rizki 2011).
Kabupaten Pacitan memiliki kawasan hutan yang cukup luas, namun Pacitan
belum memiliki hutan konservasi, yang didefinisikan oleh Undang-Undang No.
41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagai kawasan hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan
dan satwa serta ekosistemnya.
Kabupaten Pacitan sering mengalami bencana alam, seperti tanah longsor,
banjir, kekeringan, karena berkurangnya jumlah vegetasi di kawasan hulu.
Pemerintah Kabupaten Pacitan (Pemkab) menanggapi kondisi tersebut dengan
melakukan upaya konservasi hutan melalui himbauan (kampanye) dan
penghijauan dengan pola tumpangsari sejak tahun 2009 (Rizki 2011). Sampai
dengan tahun 2010, jumlah pohon yang telah ditanam mencapai 7 juta batang
pohon dari berbagai jenis. Perlindungan terhadap hutan dilakukan agar rakyat
tidak merasa dirugikan karena sebagian besar luasan hutan Pacitan adalah hutan
rakyat. Upaya tersebut perlu didasari persepsi lingkungan yang baik mengenai
konservasi hutan, karena menurut Kusumaatmadja (1993) persepsi lingkungan
merupakan hal dasar yang harus dibangun di kalangan masyarakat untuk dapat
menangani masalah lingkungan.
Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai anggota masyarakat
memiliki potensi besar untuk ikut melakukan upaya konservasi hutan, yang
menurut Fatimah (2006) memiliki karakteristik unik sebagai anak usia remaja
yang sedang mengalami proses kematangan. Piaget (1970) diacu dalam Aesijah
(2009) menerangkan bahwa siswa SMP sudah memiliki pola pikir yang
pemecahan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak, beserta kemungkinan
akibat atau hasilnya. Persepsi individu mengenai lingkungannya akan diawali
dengan sikap dan kepribadian yang mereka miliki, kemudian mempengaruhi
perilaku mereka terhadap lingkungan melalui berbagai faktor (motivasi,
pembelajaran, dan kemampuan) yang saling berhubungan dan terjadi secara
terus-menerus (Robbins 2005). Seperti halnya dengan siswa SMP, persepsi mereka
akan mempengaruhi perilaku mereka terhadap konservasi hutan.
Sebagai remaja yang bersekolah, siswa SMP memiliki peluang yang lebih
besar untuk mengembangkan persepsi mereka mengenai konservasi hutan melalui
pendidikan di sekolah, khususnya pendidikan terkait konservasi hutan. Namun, di
Kabupaten Pacitan belum ada SMP yang melaksanakan Pendidikan Konservasi
(PK) atau Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Dengan demikian, kajian
terhadap persepsi siswa SMP tentang konservasi hutan perlu dilakukan, karena
kajian ini menjadi data awal bagi sekolah dan dinas terkait untuk mengembangkan
pelaksanaan mata pelajaran PLH yang menunjang pengetahuan siswa SMP dalam
bidang konservasi hutan.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi persepsi siswa SMP mengenai
konservasi hutan melalui pengetahuan, sikap, motivasi, dan harapan siswa terkait
konservasi hutan, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi siswa SMP terhadap konservasi hutan.
1.3 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai persepsi
siswa SMP dalam menanggapi isu-isu atau informasi mengenai konservasi hutan,
dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, sehingga dapat mendorong
berbagai pihak untuk ikut serta dalam upaya konservasi hutan melalui jalur
pendidikan terutama pendidikan konservasi. Selain itu, kajian ini juga dapat
menjadi bahan pertimbangan SMP di Kabupaten Pacitan dalam penyusunan
kurikulum mata pelajaran PLH, sehingga dapat menunjang pengetahuan siswa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persepsi
2.1.1 Pengertian persepsi
Persepsi atau perception menurut Partanto dan Barry (2001) didefinisikan
sebagai pengamatan, penyusunan dorongan-dorongan dalam kesatuan, hal
mengetahui, melalui indera, tanggapan, dan daya memahami. Persepsi merupakan
stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan
sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera (Walgito
2002). Hal tersebut sesuai dengan Sarwono (1976) yang mengungkapkan bahwa
kemampuan manusia untuk membedakan, mengelompokkan, dan memfokuskan
yang ada di lingkungan sekitar mereka disebut sebagai kemampuan untuk
mengorganisasikan pengamatan atau persepsi.
Wibowo (1987) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu
gambaran pengertian serta interpretasi seseorang mengenai suatu objek, terutama
bagaimana orang tersebut menghubungkan informasi itu dengan dirinya dan
lingkungan ia berada. Dengan persepsi, individu dapat menyadari serta dapat
mengerti tentang keadaan lingkungan yang terdapat di sekitarnya, dan juga
tentang keadaan diri individu yang bersangkutan (Davidoff 1981 diacu dalam
Walgito 2002).
Persepsi terhadap pelestarian lingkungan hidup mencakup aspek yang lebih
luas, tidak sekedar persepsi sensoris individual seperti yang dilihat dan didengar,
melainkan mencakup pula kesadaran dan pemahaman manusia terhadap
lingkungan (Surata 1993). Dengan demikian, persepsi merupakan suatu proses
menanggapi stimulus dari lingkungan yang diterima oleh individu melalui alat
indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan
mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut.
2.1.2 Faktor-faktor persepsi
Faktor yang dapat mempengaruhi persepsi menurut Surata (1993) dapat
faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, antara lain kecerdasan, minat, emosi,
pendidikan, kapasitas alat indera, dan jenis kelamin. Faktor eksternal adalah
karakteristik dari lingkungan dan objek-objek yang terlibat di dalamnya, antara
lain pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan perbedaan latar belakang
sosial budaya.
Menurut Robbins (2005), terdapat tiga jenis faktor yang mempengaruhi
persepsi, yaitu terdapat pada karakteristik subjek, karakteristik objek persepsi, dan
situasi ketika persepsi dibuat. Karakteristik subjek atau individu yang
mempersepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa
lalu, dan harapan. Karakteristik objek meliputi latar belakang, ukuran, warna,
intensitas, dan kekuatan. Kondisi ketika persepsi dibuat meliputi waktu, cahaya,
lokasi, dan panas. Prinsip-prinsip menurut teori Gestalt diacu dalam Rakhmat
(2008) yaitu suatu hal harus dipersepsi sebagai satu keutuhan, bukan melihat
bagian-bagiannya. Seseorang dapat dipahami dengan melihat ke dalam
konteksnya, lingkungannya, serta dalam masalah yang dihadapinya.
Objek/Sasaran Kebaharuan
Pergerakan Suara Ukuran Latar belakang
Kedekatan Kemiripan
Individu Sikap Motif Minat/keinginan
Pengalaman Harapan
PERSEPSI
Situasi Waktu Lokasi Kondisi sosial
5
Robbins (2003) menguraikan bahwa motif/motivasi, sikap, dan harapan
merupakan bagian dari faktor individu yang mempengaruhi terbentuknya persepsi.
Dengan demikian, persepsi siswa SMP terhadap konservasi hutan dapat
diidentifikasi berdasarkan motif/motivasi, sikap, dan harapan siswa itu sendiri.
Persepsi dipengaruhi oleh pendidikan (Surata 1993), begitu pula dengan persepsi
siswa terhadap konservasi hutan. Salah satu komponen pendidikan adalah
kurikulum pembelajaran yang diterapkan di sekolah. Dengan demikian,
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi siswa dapat diidentifikasi berdasarkan metode
pembelajaran dan kurikulum yang digunakan di sekolah, sehingga nantinya
digunakan sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan pelaksanaan PLH di
SMP yang bersangkutan.
2.1.3 Proses pembentukan persepsi
Surata (1993) menjelaskan tentang proses terbentuknya persepsi yang terdiri
dari seleksi, organisasi, dan interpretasi. Stimulus yang masuk mula-mula
diseleksi dan hanya stimulus yang relevan atau menarik perhatian diubah menjadi
kesadaran. Stimulus yang diterima disusun dalam bentuk sederhana dan terpadu
pada tahapan organisasi. Penilaian dan pengambilan keputusan dilakukan dalam
tahap interpretasi.
Proses persepsi juga dijelaskan oleh Ivancevich et al (2007) sebagai proses
merasionalkan stimulus lingkungan melalui pengamatan, pemilihan, dan
penerjemahan. Masing-masing dari ketiga jenis aktivitas ini dipengaruhi oleh
berbagai jenis faktor hingga terbentuk respon (Gambar 2).
Gambar 2 Proses persepsi (Ivancevich et al. 2007).
Proses Persepsi: Pengamatan, Pemilihan, Penerjemahan
Persepsi sebagai suatu proses menginterpretasikan kesan sensori dapat
mempengaruhi perilaku seseorang terhadap suatu hal dengan didasari sikap yang
dimilikinya. Seorang individu memasuki komunitas dengan sekumpulan sikap
yang sudah dimilikinya. Dengan sikap tersebut, mereka akan mampu
menginterpretasikan lingkungannya (persepsi) melalui pembelajaran dan
pengalaman, dan akhirnya akan menjadi perilaku mereka (Robbins 2005).
2.1.4 Pengukuran persepsi
Penelitian ini menggali persepsi siswa mengenai konservasi hutan yang
dibatasi pada pengetahuan, sikap, motivasi, dan harapan terhadap konservasi
hutan. Pengukuran persepsi dapat dilakukan dengan menggunakan skala
pengukuran untuk mengukur perilaku sosial dan kepribadian (Sugiyono 2010).
Menurut Sugiyono (2010), pada dasarnya skala pengukuran dapat digunakan
dalam berbagai bidang. Perbedaan terletak pada isi dan penekanannya, utamanya
lebih menekankan pada pengembangan intrumen untuk mengukur sikap dan
perilaku manusia. Skala yang dapat digunakan dalam pengukuran persepsi antara
lain Skala Likert, Skala Guttman, Skala Semantict Differential, Rating Scale, dan
Skala Thurstone.
Skala yang sering digunakan dalam pengukuran persepsi adalah Skala
Likert, karena jawaban setiap item instrumennya memiliki gradasi dari sangat
positif sampai sangat negatif. Selain itu, skala ini juga memiliki bentuk yang
ringkas, sehingga memudahkan responden dalam menjawab setiap item instrumen
(Sugiyono 2010).
2.2 Karakteristik siswa sekolah menengah pertama
Peserta didik atau siswa merupakan komponen penting dalam pendidikan.
Nizar (2002) menjelaskan bahwa siswa adalah orang yang belum dewasa yang
mempunyai sejumlah potensi dasar yang masih bisa berkembang, siswa adalah
manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi pertumbuhan dan perkembangan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan siswa SMP adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
7
Masa SMP termasuk masa yang sangat menentukan, karena pada masa ini siswa
sedang dalam usia remaja yang mengalami berbagai macam perubahan pada
psikis dan fisiknya (Gunarsa 1996).
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang
batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja juga
dikenal dengan masa storm dan stress dimana terjadi pergolakan emosi yang
diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi.
Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas atau jati diri. Individu ingin
mendapat pengakuan tentang apa yang dapat dia hasilkan untuk orang lain.
Apabila individu berhasil dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang
disebut Identity Reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami
kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas) (Yusuf 2004).
Awal mula masa remaja menurut Hurlock (1980) berlangsung kira-kira dari
usia 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia
16 atau 17 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Fase masa remaja (pubertas)
menurut Monks et al (2002) yaitu antara umur 12 - 21 tahun, dengan pembagian
12 - 15 tahun termasuk masa remaja awal, 15 - 18 tahun termasuk masa remaja
pertengahan, dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir. Oleh karena itu,
siswa SMP dapat dikategorikan sebagai anak usia remaja awal yang mengalami
perubahan-perubahan perkembangan yang tidak terjadi dalam tahap-tahap lain
dalam rentang kehidupan.
Siswa SMP memiliki karakteristik perkembangan dan pertumbuhan yang
merupakan tahap awal memasuki usia dewasa. Menurut Hurlock (1980), pada
siswa SMP terjadi berbagai macam perubahan antara lain pertumbuhan fisik,
perkembangan seksual, cara berfikir kausalitas, emosi yang meluap-luap,
perkembangan sosial, perkembangan moral, dan perkembangan kepribadian.
Perkembangan kognitif siswa SMP merupakan periode terakhir dan tertinggi
dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations), yaitu
perkembangan kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu
secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau
Definisi berfikir menurut Santrock (2004) adalah memanipulasi atau
mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori yang sering dilakukan
untuk membentuk konsep, bernalar, dan berpikir secara kritis, membuat
keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah. Kemampuan berpikir siswa
SMP berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat
atau hasilnya (Piaget 1970 diacu dalam Aesijah 2009). Pemecahan masalah
menurut Santrock (2004) adalah mencari cara yang tepat untuk mencapai suatu
tujuan.
Piaget (1970) diacu dalam Aesijah (2009) juga mengungkapkan bahwa
kapasitas berpikir secara logis dan abstrak siswa SMP berkembang, sehingga
mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Siswa SMP tidak lagi
menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu
serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu
mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan
menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan
operasional formal ini, siswa SMP mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.
2.3 Konservasi Hutan 2.3.1 Konservasi
Konservasi berasal dari kata conservation yang terdiri atas kata con
(together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya
memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara
bijaksana (wise use) (Indrawan et al. 2007). Konservasi dalam pengertian
sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource
(pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana).
Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam
beberapa batasan sebagai berikut (Indrawan et al. 2007):
1. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme
hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia
9
penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan
(IUCN, 1968).
2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang
optimal secara sosial (Randall, 1982).
3. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi
keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama
(American Dictionary).
4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga
dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat
diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, konservasi adalah pengelolaan sumberdaya
alam yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai dan keanekaragamannya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa,
konservasi meliputi kegiatan perlindungan sumber daya alam, pengawetan plasma
nutfah sumber daya alam, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
Konservasi atau pelestarian lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk
melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan atau
dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu
mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lain (Manalu 2010), termasuk
salah satunya hutan sebagai bagian dari lingkungan hidup.
2.3.2 Hutan
Hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Keberadaan hutan, dalam hal ini daya
dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan
sangat ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting
hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan
faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus
yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo & Brodjonegoro 2000).
Keberadaan hutan semakin mutlak diperlukan dengan adanya pendapat yang
diungkapkan oleh Zain (1996), bahwa eksistensi hutan sebagai subekosistem
global menempati posisi penting sebagai paru-paru dunia.
Hutan dalam konsep biofisik didefinisikan oleh Sharma (1992) sebagai
sebuah komunitas tumbuhan yang didominasi oleh pohon dan tumbuhan berkayu
lainnya, yang sebagian besar atau kecil tumbuh secara bersamaan. Pengertian
hutan dalam konsep ekologi menurut Departemen Kehutanan (1989) adalah suatu
ekosistem yang bercirikan liputan pohon dengan cakupan yang luas, baik lebat
maupun kurang lebat. Hutan untuk kegiatan tertentu didefinisikan oleh FAO
(1958) sebagai seluruh lahan yang berhubungan dengan masyarakat tumbuhan
yang didominasi oleh pohon dari berbagai ukuran, dieksploitasi atau tidak, dapat
menghasilkan kayu atau hasil hutan lainnya, dapat memberikan pengaruh terhadap
iklim atau siklus air, atau menyediakan perlindungan untuk ternak atau satwa liar.
Hutan sebagai bagian dari sumberdaya alam nasional memiliki arti dan
peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan
lingkungan hidup. Hutan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan dunia,
harus dikonservasi dari berbagai tindakan yang berakibat rusaknya ekosistem
dunia. Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yang akan diperoleh
apabila hutan terjamin eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal.
Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan
nyata apabila pengelolaan sumberdaya alam berupa hutan seiring dengan upaya
pelestarian guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan (Reksohadiprojo &
Brodjonegoro 2000).
Pemerintah membentuk kawasan hutan sebagai bentuk pengelolaan terhadap
hutan yang dijabarkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
70/Kpts-II/2001 sebagai wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Pembagian
kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya ditetapkan dalam Undang-Undang
11
a. Hutan Konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (cagar alam dan
Suaka Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman
Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam), dan Taman Buru.
b. Hutan Lindung
c. Hutan Produksi
Kegiatan konservasi yang dapat dilakukan di dalam kawasan hutan antara
lain konservasi air dan lahan sekitar DAS yang juga merupakan tujuan sektor
kehutanan (Rachman 2012). Selain itu, kawasan hutan juga memiliki berbagai
macam spesies flora dan fauna yang perlu perlindungan dengan membangun
kembali habitat mereka yang rusak (Rinaldi 2012). Peran siswa sebagai anggota
masyarakat dalam konservasi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Indrawan et al (2007) menyatakan bahwa kegiatan konservasi dapat
dilakukan dengan memperkenalkan kegiatan konservasi di lingkungan sekolah
dan mempraktekkannya dalam proses kegiatan belajar mengajar. Upaya
konservasi langsung misalnya siswa melakukan penanaman pohon di hutan
gundul atau lahan kritis, mengenali berbagai macam satwa dan serangga, dan
mengenali berbagai jenis flora. Upaya konservasi tidak langsung dapat dilakukan
melalui penggunaan kertas secara hemat, mengenali sejarah suatu tempat untuk
memahami lingkungannya, dan melakukan kegiatan pentas seni dan story telling
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 5 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada bulan Juli sampai dengan September 2012.
Pemilihan sekolah contoh yang menjadi objek adalah menggunakan Cluster
Random Sampling dengan pertimbangan jarak lokasi sekolah dengan hutan. Kriteria jauh dekatnya lokasi sekolah dengan hutan ditentukan dengan pemetaan
lokasi sekolah terhadap hutan. Lokasi sekolah dikatakan jauh apabila tidak
berbatasan langsung dengan hutan, sedangkan dikatakan dekat apabila berbatasan
langsung dengan hutan. Hal ini dilakukan mengingat tidak adanya kerangka
sampel (daftar nama seluruh siswa SMP di Kabupaten Pacitan) dan keberadaan
hutan di Kabupaten Pacitan cukup merata di seluruh kecamatan
Pengambilan sekolah contoh pada setiap lokasi dilakukan dengan metode
quota sampling (Prasetyo dan Jannah 2005). Quota sampling adalah teknik menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai
jumlah (kuota) yang diinginkan. Quota ditetapkan dengan menggunakan nilai
terkecil perbandingan antara jumlah sekolah yang berbatasan dengan jumlah
sekolah yang tidak berbatasan hutan, sehingga didapatkan jumlah sekolah sampel
yang lebih kecil namun dengan perbandingan sama. Hal ini dilakukan agar sampel
yang diambil dapat mewakili seluruh SMP yang ada di Kabupaten Pacitan.
Hasil perbandingan terkecil antara SMP yang tidak berbatasan dengan yang
berbatasan hutan adalah 1 : 4 sekolah, sehingga didapatkan jumlah sekolah contoh
sebanyak lima SMP. Penentuan sekolah yang akan dijadikan sekolah contoh
menggunakan metode random sampling. Hasil yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
1. SMP Negeri 1 Pacitan
2. SMP Negeri 1 Punung
3. SMP Negeri 1 Tulakan
4. SMP Negeri 1 Tegalombo
13
3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner, wawancara, observasi, dan daftar pustaka. Data yang dikumpulkan
meliputi karakteristik dan persepsi siswa terhadap konservasi hutan, proses
pembelajaran, kondisi umum sekolah, dan kebijakan-kebijakan Dinas Pendidikan
dan Dinas Kehutanan Kabupaten Pacitan terkait pelaksanaan PLH di sekolah
(Tabel 1).
Tabel 1 Rincian Data Penelitian
Parameter Variabel Metode Pengumpulan Data
Karakteristik siswa 1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Latar belakang orang tua 4. Pengalaman terkait hutan
Kuesioner
Persepsi siswa terhadap konservasi hutan
1. Pengetahuan terhadap konservasi hutan
2. Sikap terhadap konservasi hutan 3. Motivasi untuk melakukan konservasi
hutan
4. Harapan terkait konservasi hutan
Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner
Proses pembelajaran 1. Kurikulum (materi, metode, media) pembelajaran
2. Sumber informasi tentang hutan
Kuesioner
Kondisi umum sekolah
1. Lokasi sekolah
2. Kebijakan kegiatan belajar-mengajar di SMP
Observasi dan Studi Pustaka Wawancara dengan panduan
Kebijakan dinas terkait
Kebijakan terkait pelaksanaan Pendidikan Konservasi (PK)/PLH.
Wawancara dengan panduan
3.2.1 Kuesioner
Kuesioner yang digunakan adalah gabungan antara pertanyaan terbuka
dengan pilihan jawaban, pertanyaan terbuka, dan pernyataan tertutup. Pertanyaan
terbuka dengan pilihan jawaban, digunakan untuk mengukur pengetahuan siswa
tentang konservasi hutan dan faktor yang mempengaruhi persepsi. Pertanyaan
terbuka disajikan dalam bentuk pertanyaan sederhana, digunakan untuk
mengidentifikasi harapan siswa terkait konservasi hutan. Pernyataan tertutup
disajikan dalam bentuk pernyataan dengan menggunakan skala tipe Likert yang
dilengkapi dengan 6 respon jawaban, digunakan untuk mengukur sikap dan
motivasi. Data yang dikumpulkan antara lain sebagai berikut:
1. Karakteristik siswa, meliputi usia, jenis kelamin, dan latar belakang siswa
2. Persepsi siswa terhadap konservasi hutan, meliputi:
a. Pengetahuan siswa terhadap konservasi hutan:
- Pengertian konservasi hutan.
- Kegiatan konservasi hutan.
- Peran dalam konservasi hutan.
b. Sikap terhadap konservasi hutan:
-Tanggapan terhadap konservasi hutan.
-Partisipasi dalam konservasi hutan.
-Kemampuan melaksanakan konservasi hutan.
-Kemauan melaksanakan konservasi hutan.
c. Motivasi untuk melakukan konservasi hutan:
-Tujuan melakukan konservasi hutan.
-Alasan melakukan konservasi hutan.
d. Harapan terkait konservasi hutan.
3. Faktor yang mempengaruhi persepsi siswa SMP terhadap konservasi hutan
meliputi:
a. Pengalaman siswa terkait hutan dan konservasi hutan.
b. Cara guru mengajar di kelas.
c. Materi konservasi yang pernah diberikan.
d. Media pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar.
Kevalidan dan kesahihan data kuesioner yang diberikan kepada responden
diuji menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas (Lampiran 1).
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu
instrumen. Sebuah instrumen memiliki validitas yang tinggi, apabila butir-butir
yang membentuk instrumen tersebut tidak menyimpang dari fungsi instrumen
tersebut. Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi antara data pada
masing-masing pertanyaan dengan skor total (Idrus 2009).
Pengujian validitas dilakukan berdasarkan jawaban kuesioner 30 orang
responden. Kuesioner terdiri dari 6 pertanyaan mengenai pengetahuan konservasi
hutan, 10 pernyataan mengenai sikap terhadap konservasi hutan, 10 pernyataan
15
faktor yang mempengaruhi persepsi konservasi hutan. Hasil pengujian suatu butir
pertanyaan dikatakan valid jika nilai thitung > dari ttabel. Selang kepercayaan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Jika nilai thitung untuk setiap
pernyataan lebih dari ttabel, yaitu 1,701 maka pernyataan tersebut dinyatakan
valid. Terdapat empat pernyataan yang tidak valid dari 26 pernyataan persepsi
konservasi hutan, yaitu 7, 9, 15 dan 19. Pertanyaan terkait faktor yang
mempengaruhi persepsi dinyatakan valid seluruhnya.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran
dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Idrus 2009). Suatu alat pengukuran
dikatakan reliable, jika alat tersebut memiliki hasil pengukuran yang konsisten
setelah dua kali pengukuran pada gejala yang sama. Teknik yang digunakan
untuk mengukur reliabilitas adalah teknik Cronbach (Idrus 2009).
Uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 responden. Pada uji reliabilitas, diperoleh nilai α cronbach lebih besar dari 0,6 untuk semua butir pernyataan. Berdasarkan hasil pengolahan, variabel persepsi konservasi hutan diperoleh nilai
α cronbach sebesar 0,890, dan variabel faktor yang mempengaruhi persepsi
diperoleh nilai α cronbach sebesar 0,579. Kesimpulannya adalah bahwa
kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran dalam kuesioner cukup rendah
sehingga penggunaannya dapat diandalkan dan mampu memberikan hasil
pengukuran yang konsisten apabila menyebarkan kuesioner secara berulang kali
dalam waktu yang berlainan.
Jumlah responden dari lima SMP yang telah diambil secara acak, ditentukan
dengan menggunakan rumus Slovin (Prasetyo dan Jannah 2005) sebagai berikut:
Keterangan:
e : Persentase kelonggaran ketidaktelitian (presepsi) karena kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (0,1).
n : Jumlah sampel
Hasil perhitungan dengan rumus Slovin menunjukkan jumlah responden yang
diambil dari 3.103 siswa sebanyak 97 siswa (Lampiran 2).
Penentuan jumlah responden siswa untuk setiap sekolah contoh dilakukan
secara proporsional dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
ni : Jumlah sampel ke-i
Ni : Jumlah populasi ke-i
N : Jumlah populasi
n : Jumlah sampel
Hasil yang diperoleh dari penghitungan jumlah responden siswa untuk
setiap sekolah, yaitu: SMP Negeri 1 Pacitan sebanyak 27 siswa, SMP Negeri 1
Punung sebanyak 25 siswa, SMP Negeri 1 Tulakan sebanyak 18 siswa, SMP
Negeri 1 Tegalombo sebanyak 13 siswa, dan SMP Negeri 1 Nawangan sebanyak
17 siswa (Lampiran 2). Penentuan responden siswa pada setiap sekolah dilakukan
dengan secara acak karena anggota sampel dianggap homogen dan tersebar
merata.
3.2.2 Wawancara terstruktur dengan panduan wawancara
Wawancara dengan panduan ditujukan kepada guru, kepala sekolah, dan
kepala dinas. Panduan tersebut berisi sejumlah pertanyaan terbuka yang berkaitan
dengan karakteristik guru, teknik mengajar yang digunakan oleh guru, kebijakan
kepala sekolah terkait kegiatan belajar mengajar, dan kebijakan kepala dinas
terkait Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Data yang akan dikumpulkan antara
lain sebagai berikut:
1. Kebijakan kepala dinas terkait pelaksanaan PLH.
2. Kebijakan kepala sekolah terkait kegiatan belajar mengajar.
3. Karakteristik guru dan kepala sekolah, meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan
formal terakhir, pengalaman dalam konservasi hutan (pelatihan/penataran/
kursus tentang konservasi hutan).
17
a. Teknik mengajar yang digunakan oleh guru.
b. Materi konservasi hutan yang pernah diberikan oleh guru.
c. Media yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
Wawancara dengan panduan ditujukan kepada guru, kepala sekolah, dan
kepala dinas. Responden guru yaitu guru yang mengajar mata pelajaran Biologi
atau mata pelajaran yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Responden pada
Dinas Pendidikan adalah kepala bagian SM/SMA, dan Dinas Kehutanan adalah
kepala bagian konservasi hutan.
3.2.3 Observasi lapang
Data yang dikumpulkan adalah keadaan umum sekolah yang meliputi luasan
sekolah, kondisi fisik dan biologi sekitar sekolah, sarana dan prasarana yang
dimiliki sekolah.
3.2.4 Studi pustaka
Data yang dikumpulkan antara lain sebagai berikut:
1. Daftar seluruh SMP Negeri di Kabupaten Pacitan.
2. Kurikulum pembelajaran, meliputi GBPP, SAP/RPP yang digunakan di
sekolah.
3. Kebijakan Dinas Pendidikan dan Dinas Kehutanan terkait pelaksanaan PLH di
SMP.
4. Laporan-laporan penelitian, laporan-laporan kegiatan, dokumen-dokumen
pembelajaran dan sebagainya yang berkaitan dengan kegiatan PK/PLH di
sekolah yang bersangkutan.
3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini,
antara lain program Microsoft Excel 2010, metode deskriptif kuantitatif, deskriptif
kualitatif, dan statistik non-parametrik (Tabel 2). Statistik non-parametrik yaitu
teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel yang hasilnya
untuk populasi berdasarkan data sampel tersebut kebenarannya bersifat peluang
(Sugiyono 2010).
Tabel 2 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data Metode Pengolahan Metode Analisis
Karakteristik siswa Statistik Deskriptif Deskriptif kuantitatif Persepsi siswa (Pengetahuan,
Sikap, Motivasi)
Statistik Deskriptif Deskriptif kuantitatif
Persepsi siswa (Harapan) Statistik Deskriptif Deskriptif kualitatif Faktor yang mempengaruhi
persepsi
Statistik Deskriptif Mann-Whitney Test Kruskal-Wallis Test Kondisi umum sekolah
Kebijakan
Deskriptif kualitatif Deskriptif kualitatif
3.3.1 Persepsi siswa 3.3.1.1 Pengetahuan
Pengolahan data dari kuesioner responden dimulai dengan skoring terhadap
jawaban yang dipilih responden. Setiap jawaban yang benar akan diberikan skor 1
sedangkan jawaban yang salah diberikan skor 0. Pada setiap soal, skor maksimal
yang akan diberikan bila semua jawaban benar adalah 3. Setelah dibuat skor dari
jawaban tersebut, kemudian dibuat 5 kategori dari sangat buruk sampai sangat
baik dengan nilai interval sebesar 0,6 (Lampiran 3). Dengan kategori tersebut
dapat diketahui tingkat pengetahuan dan letak penilaian respon terhadap
pernyataan (Tabel 3).
Tabel 3 Kategori Rataan Skor Pengetahuan Setiap Pernyataan
No. Kategori Skor
3.3.1.2 Sikap dan motivasi
Data mengenai sikap dan motivasi diolah dan dianalisis menggunakan skala
pengukuran variabel Likert (Idrus 2009). Skala Likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
sosial. Masing-masing dibuat dengan menggunakan skala 1–6 kategori jawaban,
19
Tabel 4 Skor Pertanyaan pada Sikap dan Motivasi
No. Tanggapan Skor
Dengan kategori tersebut dapat diketahui kriteria kelompok responden terhadap
setiap item (Tabel 5).
Tabel 5 Kriteria Interpretasi Skor Sikap dan Motivasi
No. Nilai Interval Tanggapan Kategori
1.
dilakukan maupun yang belum dilaksanakan, dianalisis menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Analisis ini dilakukan dengan meringkas, memilih,
membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data yang diperoleh sehingga
kesimpulan akhir dapat diambil. Data tersebut kemudian disajikan ke dalam
sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberi kemungkinan akan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3.3.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi
Data faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi siswa SMP terhadap
konservasi hutan diolah dan dianalisis menggunakan statistika nonparametris,
yaitu uji statistik yang kesahihannya tidak bergantung pada harus terpenuhinya
banyak asumsi dan sebaran data tidak harus normal (Sugiyono 2010). Uji
nonparametris yang digunakan adalah Mann-Whitney Test dan Kruskal-Wallis
Test, yang digunakan untuk menguji apakah data sebuah sampel yang diambil
menunjang hipotesis yang menyatakan bahwa populasi asal sampel tersebut
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah, Letak, dan Luas
Sejarah Pacitan menurut Qomaruddin (2005), nama Pacitan berasal dari kata “Pacitan” yang berarti camilan, sedap-sedapan, tambul, yaitu makanan kecil yang tidak sampai mengenyangkan. Hal ini disebabkan daerah Pacitan merupakan
daerah terpencil, hingga untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya tidak dapat
mengenyangkan atau tidak cukup. Adapula yang berpendapat bahwa nama
Pacitan berasal dari “Pace” mengkudu (bentis: Jaka) yang memberi kekuatan.
Pendapat ini berasal dari legenda yang bersumber pada Perang Mengkubumen
atau Perang Palihan Nagari (1746 – 1755) yakni tatkala Pangeran Mangkubumi
dalam peperangannya itu sampai di daerah Pacitan. Dalam suatu pertempuran ia
kalah terpaksa melarikan diri ke dalam hutan dengan tubuh lemah lesu. Berkat
pertolongan abdinya bernama Setraketipa yang memberikan buah pace masak
kemudian menjadikan kekuatan Mangkubumi pulih kembali. Akan tetapi
nampaknya nama Pacitan yang menggambarkan kondisi daerah Pacitan yang
terpencil itulah yang lebih kuat. Hal itu disebabkan pada masa pemerintahan
Sultan Agung (1613 – 1645) nama tersebut telah muncul dalam babat Momana
(Pemkab Pacitan 2008).
Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten di Propinsi Jawa Timur
yang terletak di bagian Selatan barat daya. Secara astronomis, Kabupaten Pacitan
terletak di antara 110º 55' - 111º 25' Bujur Timur dan 7º 55' - 8º 17' Lintang
Selatan, dengan luas wilayah 1.389,8716 Km² atau 138.987,16 Ha. Secara
administratif, Kabupaten Pacitan dibagi menjadi 12 kecamatan, 166 desa, dan 5
kelurahan (Gambar 3). Pacitan terletak 276 km sebelah barat daya kota Surabaya
dengan perbatasan sebagai berikut (Pemkab Pacitan 2008):
Sebelah Utara : Kabupaten Ponorogo
Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
Sebelah Timur : Kabupaten Trenggalek
21
4.2 Kondisi Fisik dan Biologi
Kabupaten Pacitan 85% berupa perbukitan, dengan kurang lebih 300 buah
gunung-gunung kecil dan jurang terjal, yang termasuk dalam deretan Pegunungan
Seribu yang membujur sepanjang selatan Pulau Jawa, sedangkan selebihnya
merupakan dataran rendah.
Apabila dilihat dari struktur dan jenis tanah, terdiri dari Asosiasi Litosol
Mediteran Merah, Aluvial kelabu endapan liat, Litosol campuran Tuf dengan
Vulkan serta komplek Litosol Kemerahan yang ternyata di dalamnya banyak
mengandung potensi bahan galian mineral. Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya,
Kabupaten Daerah Tingkat II Pacitan adalah bagian dari pegunungan kapur
selatan yang bermula dari Gunung Kidul, Yogyakarta dan membujur sampai
daerah Trenggalek yang tanahnya relatif tandus (Pemkab Pacitan 2008).
Pacitan merupakan daerah pegunungan yang terletak pada ujung timur
Pegunungan Seribu dan juga berada pada bagian selatan Pulau Jawa dengan
rentangan sekitar 80 km dan lebar 25 km. Tanah Pegunungan Seribu memiliki ciri
khas yang tanahnya didominasi oleh endapan gamping bercampur koral dari kala
Milosen (dimulai sekitar 21.000.000 – 10.000.000 tahun silam). Endapan itu
kemudian mengalami pengangkatan pada kala Holosen, yaitu lapisan geologi
yang paling muda dan paling singkat (sekitar 500.000 tahun silam – sekarang).
Dari aspek topografi menunjukkan bentang daratan Kabupaten Pacitan
terdiri dari daerah pegunungan dan berbukit-bukit, sedangkan selebihnya
merupakan dataran rendah. Sekitar 63% dari daerah Pacitan adalah daerah yang
berfungsi penting untuk hidrologis karena mempunyai tingkat kemiringan lebih
dari 40% (Pemkab Pacitan 2008).
Bentang daratan yang bervariasi di Kabupaten Pacitan, memiliki fungsi
masing-masing sesuai kemiringannya. Berikut fungsi daratan menurut Pemkab
Pacitan (2008):
1. 0 - 2% meliputi 4,3% dari luas wilayah merupakan daerah tepi pantai.
2. 2 - 15% meliputi 6,60% dari luas wilayah, baik untuk usaha pertanian dengan
memperhatikan usaha pengawetan tanah dan air.
3. 15 - 40% meliputi 25,87% dari luas wilayah, baik untuk usaha tanaman
4. 40% ke atas meliputi 63,17% dari luas wilayah merupakan daerah yang harus
difungsikan sebagai kawasan penyangga tanah dan air serta untuk menjaga
keseimbangan ekosistem di Kabupaten Daerah Tingkat II Pacitan.
Apabila diukur dari permukaan laut, ketinggian tempat itu dapat dirinci
sebagai berikut (Pemkab Pacitan 2008):
1. Ketinggian 0 – 25 m, seluas 37,76 km atau 2,62 % luas wilayah.
2. Ketinggian 25 – 100 m, seluas 38 km atau 2,67 % luas wilayah.
3. Ketinggian 100 – 500 m, seluas 747,75 km atau 52,68 % luas wilayah.
4. Ketinggian 500 – 1000 m, seluas 517,13 km atau 36,43 % luas wilayah.
5. Ketinggian 1000 m, seluas 79,40 km atau 5,59 % luas wilayah.
Ditinjau dari tutupan lahannya, wilayah Kabupaten Pacitan sebagian besar
terdiri atas (Pemkab Pacitan 2008):
1. Tanah ladang : 21,51% atau 29.890,58 ha.
2. Pemukiman Penduduk : 02,27% atau 3.153,33 ha.
3. Hutan : 58,56% atau 81.397 ha.
4. Sawah : 09,36% atau 13.014,26 ha.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
Karakteristik yang diteliti dari responden siswa meliputi jenis kelamin,
umur, pekerjaan orang tua, kondisi sekitar rumah, dan intensitas pergi ke hutan.
Total responden sebanyak 97 orang yang terdiri dari berjumlah 26 siswa dari SMP
yang tidak berbatasan dengan hutan, dan 71 siswa dari SMP yang berbatasan
dengan hutan (Tabel 6).
Tabel 6 Jumlah Responden Setiap Sekolah Contoh
No. Sekolah Contoh Populasi Sampel
1. 2. 3. 4. 5.
SMPN 1 Pacitan* SMPN 1 Punung SMPN 1 Tulakan SMPN 1 Tegalombo
SMPN 1 Nawangan
837 780 558 416 512
26 24 18 13 16
* SMP tidak berbatasan hutan
5.1.1 Jenis kelamin
Jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan responden siswa
laki-laki, yaitu 57 siswi dan 40 siswa, dari total lima sekolah contoh. Demikian
pula jumlah responden perempuan pada masing-masing sekolah contoh lebih
banyak daripada responden laki-laki. Hal tersebut sesuai dengan kondisi di kelima
sekolah contoh yang jumlah siswa perempuannya lebih banyak daripada siswa
laki-laki.
5.1.2 Usia
Kisaran usia responden dari kelima sekolah antara 12 – 16 tahun, dengan
responden terbanyak (51 responden, atau 52,6% dari total responden) berusia 14
tahun (Gambar 4). Monks et al. (2002) menyatakan bahwa rentang usia 12 – 15
tahun merupakan usia remaja awal yang memiliki kemampuan berpikir kritis
untuk memberikan alternatif pemecahan masalah. Dengan demikian, sebagian
besar responden termasuk remaja awal yang memiliki potensi untuk dapat
Gambar 3 Usia responden.
5.1.3 Pekerjaan ayah
Pekerjaan ayah responden siswa meliputi swasta (16,50% atau 16 responden
siswa), PNS (19,60% atau 19 responden siswa), petani (48,50% atau 47 responden
siswa), TNI (2,10% atau 2 responden siswa), buruh (3,10% atau 3 reponden
siswa), wiraswasta (7,20% atau 7 responden siswa), dan bidang lainnya (3,10%
atau 3 responden siswa), dengan pekerjaan terbanyak adalah petani (Gambar 4).
Hal ini dikarenakan Kabupaten Pacitan memiliki 21,51% atau 29.890,58 ha
ladang, 9,36% atau 13.014,26 ha sawah, dan hutan seluas 58,56% atau 81.397 ha
(Pemkab Pacitan 2008).
Gambar 4 Pekerjaan ayah.
5.1.4 Pekerjaan ibu
Pekerjaan ibu responden siswa meliputi swasta (9,30% atau 9 responden
siswa), PNS (13,40% atau 13 responden siswa), petani (39,20% atau 39 responden
siswa), buruh (1 responden siswa), wiraswasta ( 7,20% atau 7 responden siswa),
1 27
51
17 1
12 tahun
13 tahun
14 tahun
15 tahun
16 tahun
16
19
47 2 3
7 3
Swasta
PNS
Petani
TNI
Buruh
Wiraswasta
25
ibu rumah tangga (24,70% atau 24 responden siswa), dan bidang lainnya (5,20%
atau 5 responden siswa), dengan pekerjaan terbanyak sebagai petani (Gambar 5).
Gambar 5 Pekerjaan ibu.
Banyaknya pekerjaan ibu sebagai petani dikarenakan pekerjaan ayah siswa
sebagian besar juga sebagai petani. Hal tersebut dibuktikan dengan ibu yang
bekerja sebagai petani juga memiliki suami yang bekerja sebagai petani. Kondisi
tersebut sesuai dengan kebiasaan masyarakat petani di Pacitan bahwa suami yang
bekerja sebagai petani cenderung memiliki istri yang bekerja sebagai petani juga.
5.1.5 Kondisi sekitar rumah
Kondisi sekitar rumah responden digolongkan menjadi 8 tipe sesuai
jawaban responden, yaitu berdekatan dengan sawah, kebun, hutan, ladang, kota,
perumahan, sungai, atau campuran dari ketujuh kondisi alam tersebut. Persentase
paling besar adalah siswa yang memilih jawaban lebih dari 2 campuran kondisi
alam, yaitu sebesar 82,47 % atau 80 responden siswa.
Secara keseluruhan, sebagian besar responden siswa memiliki tempat
tinggal yang berdekatan dengan sawah dan perumahan, serta sebagian besar
responden siswa pula memiliki tempat tinggal yang berdekatan dengan kebun dan
perumahan. Hal ini dikarenakan sebagian besar pekerjaan orang tua siswa adalah
petani, sehingga mereka lebih memilih tempat tinggal yang berdekatan dengan
lokasi kerja (sawah atau kebun). Selain itu, masyarakat Pacitan memiliki tipe
pemukiman yang mengelompok, sehingga hampir setiap warga tinggal di daerah
perumahan, baik di kota maupun di desa.
9
13
39 24
1 7 5
Swasta
PNS
Petani
IRT
Buruh
Wiraswasta
5.1.6 Intensitas ke hutan
Intensitas pergi ke hutan 41,24% atau 40 responden siswa adalah jarang
(Gambar 6). Sebesar 30,93% atau 31 responden siswa mengaku kadang-kadang
pergi ke hutan. Siswa sebanyak 19,59% atau 19 responden siswa mengaku tidak
pernah pergi ke hutan. Intensitas pergi ke hutan 7,22% atau 7 responden siswa
adalah sering, dan 1 responden siswa menyatakan sering pergi ke hutan.
Gambar 6 Intensitas siswa pergi ke hutan.
Banyaknya responden siswa yang menyatakan jarang, kadang, dan tidak
pernah pergi ke hutan dikarenakan tidak adanya kegiatan sehari-hari yang
mendorong mereka untuk pergi ke hutan. Sebagian besar responden siswa
mengaku pergi ke hutan hanya untuk bermain, dan waktu bermain mereka lebih
sering dihabiskan di dalam rumah dengan permainan modern atau digunakan
untuk mengerjakan tugas sekolah.
5.2 Persepsi Siswa SMP mengenai Konservasi Hutan
Persepsi siswa mengenai konservasi hutan yang diukur melalui
pengetahuan, sikap, dan motivasi, terkait konservasi hutan, serta diidentifikasi
melalui harapan mereka terhadap pelaksanaan konservasi hutan.
5.2.1 Pengetahuan siswa SMP mengenai konservasi hutan
Unsur pengetahuan yang dinilai pada penelitian ini meliputi definisi hutan,
manfaat adanya hutan, definisi konservasi hutan, kegiatan konservasi hutan,
manfaat konservasi hutan, dan bentuk peranan dalam konservasi hutan. Pengertian
konservasi hutan merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
1 6
31
40
19 Selalu
Sering
Kadang
Jarang
27
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu perlindungan sumber
daya alam, pengawetan plasma nutfah sumber daya alam, dan pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam. Responden siswa dari kelima sekolah contoh memiliki
rataan skor pengetahuan berkisar antara 1,50 – 1,84 (Tabel 7).
Tabel 7 Rataan Skor Pengetahuan Siswa SMP tentang Konservasi Hutan
Sekolah Nomor Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 Rata-rata
SMPN 1 Pacitan 2,19 2,15 1,04 1,38 1,46 1,54 1,63
SMPN 1 Punung 2,00 2,21 1,37 1,29 1,79 1,58 1,71
SMPN 1 Tulakan 1,50 2,17 1,61 1,61 1,56 2,06 1,75
SMPN 1 Tegalombo 1,62 2,15 1,00 1,23 1,46 1,54 1,50
SMPN 1 Nawangan 1,50 1,88 1,88 2,00 1,88 1,88 1,84
Rata-rata skor 1,76 2,11 1,38 1,50 1,63 1,72 1,68
Responden yang mendapat total rataan skor tertinggi adalah responden dari
SMPN 1 Nawangan dengan rataan skor 1,84, yang termasuk dalam kategori
cukup. Responden dari sekolah tersebut hanya dapat menjawab kurang dari 3
pertanyaan, yaitu pertanyaan terkait manfaat hutan dan manfaat konservasi hutan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa, dari 16 responden siswa, sebanyak 12
responden siswa memiliki pengetahuan yang baik, sedangkan 4 responden siswa
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai konservasi hutan. Hal ini
dikarenakan, sebagian besar responden siswa menyatakan pernah menerima
materi tentang hutan melalui pelajaran Biologi. Metode pengajaran yang
dilakukan sebagian besar adalah praktik, sehingga siswa mampu menerima teori
lebih baik. Sebagian besar responden memiliki tempat tinggal yang berdekatan
dengan hutan, sehingga memungkinkan mereka berinteraksi dengan hutan lebih
sering. Sistem pengajaran yang berbeda dari SMP lainnya diduga juga menjadi
faktor lebih tingginya rataan skor pengetahuan responden siswa, yaitu sistem
siswa berpindah kelas sesuai dengan mata pelajaran yang sedang berlangsung,
sehingga menambah suasana baru pada setiap mata pelajaran. Hal tersebut
dikuatkan dengan teori Piaget, yang menyatakan bahwa struktur ruang kelas yang
berbeda akan meningkatkan minat dan partisipasi belajar siswa (Elkind 1976;
Heuwinkel 1996 diacu dalam Santrock 2007).
Sekolah dengan total rataan skor terendah adalah SMPN 1 Tegalombo
dengan skor 1,50. Skor tersebut menunjukkan bahwa siswa pada SMPN 1