• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi mengenai Konservasi Hutan pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi mengenai Konservasi Hutan pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MENGENAI KONSERVASI HUTAN

PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

DI KABUPATEN PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR

AYU WANDARISE MARHARINA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa

Timur. Dibimbing oleh RESTI MEILANI dan HARI KUSHARDANTO

Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki potensi yang besar untuk melakukan upaya konservasi hutan di Kabupaten Pacitan dengan didasari persepsi yang baik. Persepsi mengenai konservasi hutan dapat dikembangkan melalui mata pelajaran yang berkaitan dengan konservasi hutan, yaitu Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Namun, belum ada SMP di Kabupaten Pacitan yang melaksanakan PLH. Dengan demikian, diperlukan penelitian terkait persepsi konservasi hutan pada siswa SMP sebagai bahan pertimbangan sekolah dan dinas terkait untuk mengembangkan dan melaksanakan PLH.

Penelitian dilaksanakan di lima sekolah di Kabupaten Pacitan pada bulan Juli - September 2012. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik siswa, persepsi siswa SMP terkait konservasi hutan (pengetahuan, sikap, motivasi, dan harapan), proses pembelajaran, kondisi umum sekolah, dan kebijakan dinas terkait. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain kuesioner, wawancara, observasi lapang, dan studi pustaka.

Responden siswa dari kelima sekolah contoh mendapatkan skor

pengetahuan mengenai konservasi hutan berkisar antara 1,3 – 1,8 yang termasuk

dalam kategori cukup. Pengetahuan yang memiliki nilai baik adalah manfaat adanya hutan. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan siswa terkait konservasi hutan adalah intensitas ke hutan dan kondisi sekitar rumah. Responden siswa memiliki sikap yang baik terhadap konservasi hutan, yaitu memiliki tanggapan, partisipasi, dan kemauan melakukan konservasi hutan. Namun sikap mereka terhadap kemampuan diri untuk melakukan konservasi hutan masih tergolong cukup. Faktor yang mempengaruhi sikap siswa terhadap konservasi hutan adalah intensitas pergi ke hutan. Siswa SMP memiliki motivasi yang baik dalam melakukan konservasi hutan, yaitu untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman baru, walaupun beberapa motivasi lain masih berupa motivasi eksternal. Faktor yang mempengaruhi motivasi siswa melakukan konservasi hutan adalah sumber informasi tentang hutan dan mata pelajaran terkait konservasi hutan. Harapan siswa terkait kegiatan konservasi hutan merupakan harapan yang berusaha menjaga kelestarian ekosistem hutan.

Pengadaan materi terkait definisi hutan dan konservasi hutan, manfaat konservasi hutan, jenis kegiatan konservasi hutan, dan peranan siswa dalam konservasi hutan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan mata pelajaran lain untuk menambah pengetahuan siswa. Sekolah perlu melakukan penambahan jenis praktik terkait konservasi hutan untuk meningkatkan keterampilan, seperti kegiatan pembenihan pada pelajaran Biologi, perawatan tanaman di sekitar sekolah, daur ulang sampah pada pelajaran Kesenian dan Keterampilan, atau pembiasaan diri mengelola sampah di sekolah.

(3)

SUMMARY

AYU WANDARISE MARHARINA. Perception of Forest Conservation on

Junior High School’s Students at Pacitan Regency Province of East Java. Under

supervision of RESTI MEILANI and HARI KUSHARDANTO

Junior high school students have high potential to participate in forest conservation efforts at Pacitan Regency. However, their participation should be based on positive perception on forest conservation. Students’ perception of forest conservation could be developed through education about forest conservation at the school, which widely known as environmental education. However, there was not any junior high school in Pacitan Regency that implements environmental education yet. Therefore, research about perception of

forest conservation on junior high school’s student was necessary to provide

consideration for the schools and Department of Education of Pacitan Regency in the development and implementation of environmental education.

This research was conducted at five sample schools at Pacitan Regency on

July to September 2012. The collected data included students’ characteristic,

students’ perception of forest conservation (knowledge, attitude, motivation, and hopes), learning process, school location, and policy of government. Data were collected through questionnaire, observation, literature, and interview.

Students from sample schools had obtained knowledge score ranging from

1,30 – 1,80, which was categorized as sufficient. Factors that influenced students’

knowledge were their intensity in visiting forest, and the condition around their

home. The students’ attitude of forest conservation was categorized as good

attitude. However, the students’ still had low self-confidence toward their

capability in conducting forest conservation efforts. Students’ attitude was influenced by their intensity in visiting forest. The students also had high motivation to participate in forest conservation efforts, mostly due to external motivation. Source of information and experience in learning about forest

conservation were the factors that influenced students’ motivation. The students

hoped that forest ecosystem would be preserved in order to ensure the sustainability of natural resources.

The result also suggested that forest conservation subjects should be

integrated into science lesson in order to improve students’ knowledge about

forest conservation. Lesson should be taught not only in theory, but also in practice, to improve students’ capability in relation to forest conservation activities.

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi mengenai

Konservasi Hutan pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan

Provinsi Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor

Bogor, Februari 2013

Ayu Wandarise Marharina

(5)

PERSEPSI MENGENAI KONSERVASI HUTAN PADA

SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

DI KABUPATEN PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR

AYU WANDARISE MARHARINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(6)

NIM : E34080059

Menyetujui:

Pembimbing I,

Resti Meilani, S.Hut., M.Si. NIP. 19770514 200501 2 001

Pembimbing II,

Ir. Hari Kushardanto, M.Sc.

Mengetahui:

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji senantiasa dipanjatkan hanya kepada Allah

SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan

tugas akhir dan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut

Pertanian Bogor.

Skripsi ini berjudul Persepsi mengenai Konservasi Hutan pada Siswa

Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur.

Penulis mengetahui bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga

kritik dan saran yang membangun serta bermanfaat bagi penulis sangat

diharapkan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Resti Meilani, S.Hut, M.Si. dan

Ir. Hari Kushardanto, M.Sc. sebagai dosen pembimbing serta semua pihak yang

telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi. Semoga

penelitian ini dapat membantu dan berguna bagi kita semua.

Bogor, Februari 2013

(8)

Penulis dilahirkan di Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 16

Oktober 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara

pasangan Sumarjono dan Titik Marhaeni. Jenjang pendidikan

formal yang ditempuh penulis, yaitu SDN 1 Pacitan (2002),

SMPN 1 Pacitan (2005) dan pada tahun 2008 penulis lulus

dari SMA Negeri 1 Pacitan. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan

pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis juga mengikuti sejumlah organisasi

kemahasiswaan yakni sebagai anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE)

Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

(HIMAKOVA) tahun 2009-2010, pengurus Kesekretariatan International

Forestry Student Association (IFSA) Fakultas Kehutanan tahun 2009-2010,

panitia The 37th International Forestry Student Symposium (IFSS) tahun 2009,

panitia Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) tahun 2010, panitia Gebyar

HIMAKOVA tahun 2010, dan panitia South East Asia Forest Youth Meeting

(SEAFYM) tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis juga meraih Juara 1 Lomba Tari

Kreasi Tradisional pada ajang IPB Art Contest (IAC).

Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur

Pangandaran – Gunung Sawal pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis

melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung

Walat dan Ekspedisi SURILI di Taman Nasional Kerinci Seblat. Penulis juga

telah melaksanakan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional

Baluran Jawa Timur pada tahun 2012.

Skripsi yang bejudul “Persepsi mengenai Konservasi Hutan pada Siswa

Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur”

diselesaikan oleh penulis dibawah bimbingan Resti Meilani, S.Hut., M.Si. dan Ir.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat

dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Ayah Sumarjono, Ibu Titik Marhaeni, dan Adik Dwija Rahmadi Yogiswara,

yang selalu menjadi penyemangat, dan selalu berdoa untuk keberhasilan

penulis.

2. Ibu Resti Meilani, S.Hut., M.Si dan Bapak Ir. Hari Kushardanto, M.Sc. selaku

pembimbing skripsi, atas kesediaan membimbing, memberikan ilmu dan

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Jajang Suryana, M.Sc selaku dosen penguji sidang

komprehensif dan Bapak Dr. Ir. Harnios Arief, M.Sc selaku ketua sidang

komprehensif, atas masukan dan dukungannya.

4. Bapak Drs. Rudi Haryanto, Ibu Drs. Yayuk Susilaningtyas, MM, Bapak

Rahadi, Bapak Wardoyo, S.Hut., MM, Bapak Joko Hariyanto, atas data dan

informasi yang telah diberikan.

5. Bapak/Ibu guru dan kepala sekolah SMPN 1 Pacitan, SMPN 1 Punung,

SMPN 1 Tulakan, SMPN 1 Tegalombo, dan SMPN 1 Nawangan, atas data

dan informasi yang telah diberikan.

6. Seluruh dosen, staf, dan pegawai Fakultas Kehutanan, khususnya Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah mengajar,

mendidik, dan membantu penulis selama kuliah di IPB.

7. Sahabatku Mba Nurma, Mba Winda, Trimida, Ikha, Azizah, Mba Mega, Fita,

Diah, Gagan, Ismi, Mas Arik, atas semangat dan kasih sayang yang telah

diberikan.

8. Teman-teman seperjuangan, Rizka, Dina, Nurika, Davi, Fitriyana, Hapriza,

Septi, Muum, Dwi, Nia, Robinson, Hani, Teko, Ucok, Meyla, atas semangat

dan keceriaan yang telah diberikan, Yasri, Tantri, Rey, Dwinda, atas

semangat dan bantuannya meraih kemenangan.

9. Keluarga besar KSHE 45 “Edelweiss”, atas semua dukungannya.

10. Rekan-rekan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih

(10)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi ... 3

2.1.1 Pengertian persepsi ... 3

2.1.2 Faktor-faktor persepsi ... 3

2.1.3 Proses pembentukan persepsi ... 5

2.1.4 Pengukuran persepsi ... 6

2.2 Karakteristik Siswa Sekolah Menengah Pertama ... 6

2.3 Konservasi Hutan ... 8

2.3.1 Konservasi ... 8

2.3.2 Hutan ... 9

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 13

3.2.1 Kuesioner ... 13

3.2.2 Wawancara terstruktur dengan panduan wawancara ... 16

3.2.3 Observasi lapang ... 17

3.2.4 Studi pustaka ... 17

3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 17

3.3.1 Persepsi siswa ... 18

3.5.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi ... 19

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah, Letak, dan Luas ... 20

4.2 Kondisi Fisik dan Biologi ... 21

(11)

5.1.1 Jenis kelamin ... 23

5.1.2 Usia ... 23

5.1.3 Pekerjaan ayah ... 24

5.1.4 Pekerjaan ibu ... 24

5.1.5 Kondisi sekitar rumah ... 25

5.1.6 Intensitas pergi ke hutan ... 26

5.2 Persepsi Siswa SMP mengenai Konservasi Hutan ... 26

5.2.1 Pengetahuan ... 26

5.2.2 Sikap ... 29

5.2.3 Motivasi ... 32

5.2.4 Harapan... 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(12)

No. Halaman

1 Rincian data penelitian ... 13

2 Metode pengolahan dan analisis data ... 18

3 Kategori rataan skor pengetahuan setiap unsur... 18

4 Skor pertanyaan pada sikap dan motivasi ... 19

5 Kriteria interpretasi skor sikap dan motivasi ... 19

6 Jumlah responden setiap sekolah contoh ... 23

7 Rataan skor pengetahuan siswa SMP tentang konservasi hutan ... 27

8 Rataan skor sikap siswa SMP terhadap konservasi hutan... 30

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Faktor yang mempengaruhi persepsi ... 4

2 Proses persepsi ... 5

3 Usia responden ... 24

4 Pekerjaan ayah ... 24

5 Pekerjaan ibu ... 25

6 Intensitas pergi ke hutan ... 26

7 Rataan skor pengetahuan responden berdasarkan kondisi sekitar rumah .... 29

8 Respon siswa terhadap kemampuan melakukan konservasi hutan ... 31

9 Motivasi melalui menambah pengetahuan dan pengalaman baru ... 33

10 Motivasi melalui pengakuan dan prestasi ... 34

(14)

No. Halaman

1 Validitas dan reliabilitas kuesioner ... 42

2 Penentuan jumlah responden total ... 44

3 Penghitungan interval rataan skor ... 45

4 Pembagian administratif kabupaten pacitan ... 46

5 Histogram sikap siswa SMP terhadap konservasi hutan ... 47

6 Histogram motivasi siswa SMP terhadap konservasi hutan ... 51

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten di Propinsi Jawa Timur

yang terletak di bagian Selatan barat daya dengan luas 138.987,16 ha (Pemkab

Pacitan 2008). Luasan kawasan hutan di Kabupaten Pacitan adalah 81.397 ha atau

58,56% dari luas total kabupaten, sedangkan 97% dari luasan hutan tersebut

adalah hutan rakyat dan 3% merupakan hutan milik Perhutani (Rizki 2011).

Kabupaten Pacitan memiliki kawasan hutan yang cukup luas, namun Pacitan

belum memiliki hutan konservasi, yang didefinisikan oleh Undang-Undang No.

41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagai kawasan hutan dengan ciri khas

tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan

dan satwa serta ekosistemnya.

Kabupaten Pacitan sering mengalami bencana alam, seperti tanah longsor,

banjir, kekeringan, karena berkurangnya jumlah vegetasi di kawasan hulu.

Pemerintah Kabupaten Pacitan (Pemkab) menanggapi kondisi tersebut dengan

melakukan upaya konservasi hutan melalui himbauan (kampanye) dan

penghijauan dengan pola tumpangsari sejak tahun 2009 (Rizki 2011). Sampai

dengan tahun 2010, jumlah pohon yang telah ditanam mencapai 7 juta batang

pohon dari berbagai jenis. Perlindungan terhadap hutan dilakukan agar rakyat

tidak merasa dirugikan karena sebagian besar luasan hutan Pacitan adalah hutan

rakyat. Upaya tersebut perlu didasari persepsi lingkungan yang baik mengenai

konservasi hutan, karena menurut Kusumaatmadja (1993) persepsi lingkungan

merupakan hal dasar yang harus dibangun di kalangan masyarakat untuk dapat

menangani masalah lingkungan.

Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai anggota masyarakat

memiliki potensi besar untuk ikut melakukan upaya konservasi hutan, yang

menurut Fatimah (2006) memiliki karakteristik unik sebagai anak usia remaja

yang sedang mengalami proses kematangan. Piaget (1970) diacu dalam Aesijah

(2009) menerangkan bahwa siswa SMP sudah memiliki pola pikir yang

(16)

pemecahan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak, beserta kemungkinan

akibat atau hasilnya. Persepsi individu mengenai lingkungannya akan diawali

dengan sikap dan kepribadian yang mereka miliki, kemudian mempengaruhi

perilaku mereka terhadap lingkungan melalui berbagai faktor (motivasi,

pembelajaran, dan kemampuan) yang saling berhubungan dan terjadi secara

terus-menerus (Robbins 2005). Seperti halnya dengan siswa SMP, persepsi mereka

akan mempengaruhi perilaku mereka terhadap konservasi hutan.

Sebagai remaja yang bersekolah, siswa SMP memiliki peluang yang lebih

besar untuk mengembangkan persepsi mereka mengenai konservasi hutan melalui

pendidikan di sekolah, khususnya pendidikan terkait konservasi hutan. Namun, di

Kabupaten Pacitan belum ada SMP yang melaksanakan Pendidikan Konservasi

(PK) atau Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Dengan demikian, kajian

terhadap persepsi siswa SMP tentang konservasi hutan perlu dilakukan, karena

kajian ini menjadi data awal bagi sekolah dan dinas terkait untuk mengembangkan

pelaksanaan mata pelajaran PLH yang menunjang pengetahuan siswa SMP dalam

bidang konservasi hutan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi persepsi siswa SMP mengenai

konservasi hutan melalui pengetahuan, sikap, motivasi, dan harapan siswa terkait

konservasi hutan, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

persepsi siswa SMP terhadap konservasi hutan.

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai persepsi

siswa SMP dalam menanggapi isu-isu atau informasi mengenai konservasi hutan,

dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, sehingga dapat mendorong

berbagai pihak untuk ikut serta dalam upaya konservasi hutan melalui jalur

pendidikan terutama pendidikan konservasi. Selain itu, kajian ini juga dapat

menjadi bahan pertimbangan SMP di Kabupaten Pacitan dalam penyusunan

kurikulum mata pelajaran PLH, sehingga dapat menunjang pengetahuan siswa

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Pengertian persepsi

Persepsi atau perception menurut Partanto dan Barry (2001) didefinisikan

sebagai pengamatan, penyusunan dorongan-dorongan dalam kesatuan, hal

mengetahui, melalui indera, tanggapan, dan daya memahami. Persepsi merupakan

stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan

sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera (Walgito

2002). Hal tersebut sesuai dengan Sarwono (1976) yang mengungkapkan bahwa

kemampuan manusia untuk membedakan, mengelompokkan, dan memfokuskan

yang ada di lingkungan sekitar mereka disebut sebagai kemampuan untuk

mengorganisasikan pengamatan atau persepsi.

Wibowo (1987) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu

gambaran pengertian serta interpretasi seseorang mengenai suatu objek, terutama

bagaimana orang tersebut menghubungkan informasi itu dengan dirinya dan

lingkungan ia berada. Dengan persepsi, individu dapat menyadari serta dapat

mengerti tentang keadaan lingkungan yang terdapat di sekitarnya, dan juga

tentang keadaan diri individu yang bersangkutan (Davidoff 1981 diacu dalam

Walgito 2002).

Persepsi terhadap pelestarian lingkungan hidup mencakup aspek yang lebih

luas, tidak sekedar persepsi sensoris individual seperti yang dilihat dan didengar,

melainkan mencakup pula kesadaran dan pemahaman manusia terhadap

lingkungan (Surata 1993). Dengan demikian, persepsi merupakan suatu proses

menanggapi stimulus dari lingkungan yang diterima oleh individu melalui alat

indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan

mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut.

2.1.2 Faktor-faktor persepsi

Faktor yang dapat mempengaruhi persepsi menurut Surata (1993) dapat

(18)

faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, antara lain kecerdasan, minat, emosi,

pendidikan, kapasitas alat indera, dan jenis kelamin. Faktor eksternal adalah

karakteristik dari lingkungan dan objek-objek yang terlibat di dalamnya, antara

lain pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan perbedaan latar belakang

sosial budaya.

Menurut Robbins (2005), terdapat tiga jenis faktor yang mempengaruhi

persepsi, yaitu terdapat pada karakteristik subjek, karakteristik objek persepsi, dan

situasi ketika persepsi dibuat. Karakteristik subjek atau individu yang

mempersepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa

lalu, dan harapan. Karakteristik objek meliputi latar belakang, ukuran, warna,

intensitas, dan kekuatan. Kondisi ketika persepsi dibuat meliputi waktu, cahaya,

lokasi, dan panas. Prinsip-prinsip menurut teori Gestalt diacu dalam Rakhmat

(2008) yaitu suatu hal harus dipersepsi sebagai satu keutuhan, bukan melihat

bagian-bagiannya. Seseorang dapat dipahami dengan melihat ke dalam

konteksnya, lingkungannya, serta dalam masalah yang dihadapinya.

Objek/Sasaran Kebaharuan

Pergerakan Suara Ukuran Latar belakang

Kedekatan Kemiripan

Individu Sikap Motif Minat/keinginan

Pengalaman Harapan

PERSEPSI

Situasi Waktu Lokasi Kondisi sosial

(19)

5

Robbins (2003) menguraikan bahwa motif/motivasi, sikap, dan harapan

merupakan bagian dari faktor individu yang mempengaruhi terbentuknya persepsi.

Dengan demikian, persepsi siswa SMP terhadap konservasi hutan dapat

diidentifikasi berdasarkan motif/motivasi, sikap, dan harapan siswa itu sendiri.

Persepsi dipengaruhi oleh pendidikan (Surata 1993), begitu pula dengan persepsi

siswa terhadap konservasi hutan. Salah satu komponen pendidikan adalah

kurikulum pembelajaran yang diterapkan di sekolah. Dengan demikian,

faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi siswa dapat diidentifikasi berdasarkan metode

pembelajaran dan kurikulum yang digunakan di sekolah, sehingga nantinya

digunakan sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan pelaksanaan PLH di

SMP yang bersangkutan.

2.1.3 Proses pembentukan persepsi

Surata (1993) menjelaskan tentang proses terbentuknya persepsi yang terdiri

dari seleksi, organisasi, dan interpretasi. Stimulus yang masuk mula-mula

diseleksi dan hanya stimulus yang relevan atau menarik perhatian diubah menjadi

kesadaran. Stimulus yang diterima disusun dalam bentuk sederhana dan terpadu

pada tahapan organisasi. Penilaian dan pengambilan keputusan dilakukan dalam

tahap interpretasi.

Proses persepsi juga dijelaskan oleh Ivancevich et al (2007) sebagai proses

merasionalkan stimulus lingkungan melalui pengamatan, pemilihan, dan

penerjemahan. Masing-masing dari ketiga jenis aktivitas ini dipengaruhi oleh

berbagai jenis faktor hingga terbentuk respon (Gambar 2).

Gambar 2 Proses persepsi (Ivancevich et al. 2007).

Proses Persepsi: Pengamatan, Pemilihan, Penerjemahan

(20)

Persepsi sebagai suatu proses menginterpretasikan kesan sensori dapat

mempengaruhi perilaku seseorang terhadap suatu hal dengan didasari sikap yang

dimilikinya. Seorang individu memasuki komunitas dengan sekumpulan sikap

yang sudah dimilikinya. Dengan sikap tersebut, mereka akan mampu

menginterpretasikan lingkungannya (persepsi) melalui pembelajaran dan

pengalaman, dan akhirnya akan menjadi perilaku mereka (Robbins 2005).

2.1.4 Pengukuran persepsi

Penelitian ini menggali persepsi siswa mengenai konservasi hutan yang

dibatasi pada pengetahuan, sikap, motivasi, dan harapan terhadap konservasi

hutan. Pengukuran persepsi dapat dilakukan dengan menggunakan skala

pengukuran untuk mengukur perilaku sosial dan kepribadian (Sugiyono 2010).

Menurut Sugiyono (2010), pada dasarnya skala pengukuran dapat digunakan

dalam berbagai bidang. Perbedaan terletak pada isi dan penekanannya, utamanya

lebih menekankan pada pengembangan intrumen untuk mengukur sikap dan

perilaku manusia. Skala yang dapat digunakan dalam pengukuran persepsi antara

lain Skala Likert, Skala Guttman, Skala Semantict Differential, Rating Scale, dan

Skala Thurstone.

Skala yang sering digunakan dalam pengukuran persepsi adalah Skala

Likert, karena jawaban setiap item instrumennya memiliki gradasi dari sangat

positif sampai sangat negatif. Selain itu, skala ini juga memiliki bentuk yang

ringkas, sehingga memudahkan responden dalam menjawab setiap item instrumen

(Sugiyono 2010).

2.2 Karakteristik siswa sekolah menengah pertama

Peserta didik atau siswa merupakan komponen penting dalam pendidikan.

Nizar (2002) menjelaskan bahwa siswa adalah orang yang belum dewasa yang

mempunyai sejumlah potensi dasar yang masih bisa berkembang, siswa adalah

manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi pertumbuhan dan perkembangan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan siswa SMP adalah anggota

masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses

(21)

7

Masa SMP termasuk masa yang sangat menentukan, karena pada masa ini siswa

sedang dalam usia remaja yang mengalami berbagai macam perubahan pada

psikis dan fisiknya (Gunarsa 1996).

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang

batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja juga

dikenal dengan masa storm dan stress dimana terjadi pergolakan emosi yang

diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi.

Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas atau jati diri. Individu ingin

mendapat pengakuan tentang apa yang dapat dia hasilkan untuk orang lain.

Apabila individu berhasil dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang

disebut Identity Reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami

kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas) (Yusuf 2004).

Awal mula masa remaja menurut Hurlock (1980) berlangsung kira-kira dari

usia 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia

16 atau 17 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Fase masa remaja (pubertas)

menurut Monks et al (2002) yaitu antara umur 12 - 21 tahun, dengan pembagian

12 - 15 tahun termasuk masa remaja awal, 15 - 18 tahun termasuk masa remaja

pertengahan, dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir. Oleh karena itu,

siswa SMP dapat dikategorikan sebagai anak usia remaja awal yang mengalami

perubahan-perubahan perkembangan yang tidak terjadi dalam tahap-tahap lain

dalam rentang kehidupan.

Siswa SMP memiliki karakteristik perkembangan dan pertumbuhan yang

merupakan tahap awal memasuki usia dewasa. Menurut Hurlock (1980), pada

siswa SMP terjadi berbagai macam perubahan antara lain pertumbuhan fisik,

perkembangan seksual, cara berfikir kausalitas, emosi yang meluap-luap,

perkembangan sosial, perkembangan moral, dan perkembangan kepribadian.

Perkembangan kognitif siswa SMP merupakan periode terakhir dan tertinggi

dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations), yaitu

perkembangan kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu

secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau

(22)

Definisi berfikir menurut Santrock (2004) adalah memanipulasi atau

mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori yang sering dilakukan

untuk membentuk konsep, bernalar, dan berpikir secara kritis, membuat

keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah. Kemampuan berpikir siswa

SMP berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat

membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat

atau hasilnya (Piaget 1970 diacu dalam Aesijah 2009). Pemecahan masalah

menurut Santrock (2004) adalah mencari cara yang tepat untuk mencapai suatu

tujuan.

Piaget (1970) diacu dalam Aesijah (2009) juga mengungkapkan bahwa

kapasitas berpikir secara logis dan abstrak siswa SMP berkembang, sehingga

mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Siswa SMP tidak lagi

menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu

serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu

mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan

menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan

operasional formal ini, siswa SMP mampu mengadaptasikan diri dengan

lingkungan sekitar mereka.

2.3 Konservasi Hutan 2.3.1 Konservasi

Konservasi berasal dari kata conservation yang terdiri atas kata con

(together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya

memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara

bijaksana (wise use) (Indrawan et al. 2007). Konservasi dalam pengertian

sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource

(pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana).

Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam

beberapa batasan sebagai berikut (Indrawan et al. 2007):

1. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme

hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia

(23)

9

penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan

(IUCN, 1968).

2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang

optimal secara sosial (Randall, 1982).

3. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi

keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama

(American Dictionary).

4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga

dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat

diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, konservasi adalah pengelolaan sumberdaya

alam yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin

kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan

kualitas nilai dan keanekaragamannya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa,

konservasi meliputi kegiatan perlindungan sumber daya alam, pengawetan plasma

nutfah sumber daya alam, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.

Konservasi atau pelestarian lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk

melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan atau

dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu

mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lain (Manalu 2010), termasuk

salah satunya hutan sebagai bagian dari lingkungan hidup.

2.3.2 Hutan

Hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam

hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang

satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Keberadaan hutan, dalam hal ini daya

dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan

sangat ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting

(24)

hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan

faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus

yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo & Brodjonegoro 2000).

Keberadaan hutan semakin mutlak diperlukan dengan adanya pendapat yang

diungkapkan oleh Zain (1996), bahwa eksistensi hutan sebagai subekosistem

global menempati posisi penting sebagai paru-paru dunia.

Hutan dalam konsep biofisik didefinisikan oleh Sharma (1992) sebagai

sebuah komunitas tumbuhan yang didominasi oleh pohon dan tumbuhan berkayu

lainnya, yang sebagian besar atau kecil tumbuh secara bersamaan. Pengertian

hutan dalam konsep ekologi menurut Departemen Kehutanan (1989) adalah suatu

ekosistem yang bercirikan liputan pohon dengan cakupan yang luas, baik lebat

maupun kurang lebat. Hutan untuk kegiatan tertentu didefinisikan oleh FAO

(1958) sebagai seluruh lahan yang berhubungan dengan masyarakat tumbuhan

yang didominasi oleh pohon dari berbagai ukuran, dieksploitasi atau tidak, dapat

menghasilkan kayu atau hasil hutan lainnya, dapat memberikan pengaruh terhadap

iklim atau siklus air, atau menyediakan perlindungan untuk ternak atau satwa liar.

Hutan sebagai bagian dari sumberdaya alam nasional memiliki arti dan

peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan

lingkungan hidup. Hutan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan dunia,

harus dikonservasi dari berbagai tindakan yang berakibat rusaknya ekosistem

dunia. Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yang akan diperoleh

apabila hutan terjamin eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal.

Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan

nyata apabila pengelolaan sumberdaya alam berupa hutan seiring dengan upaya

pelestarian guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan (Reksohadiprojo &

Brodjonegoro 2000).

Pemerintah membentuk kawasan hutan sebagai bentuk pengelolaan terhadap

hutan yang dijabarkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

70/Kpts-II/2001 sebagai wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh

pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Pembagian

kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya ditetapkan dalam Undang-Undang

(25)

11

a. Hutan Konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (cagar alam dan

Suaka Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman

Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam), dan Taman Buru.

b. Hutan Lindung

c. Hutan Produksi

Kegiatan konservasi yang dapat dilakukan di dalam kawasan hutan antara

lain konservasi air dan lahan sekitar DAS yang juga merupakan tujuan sektor

kehutanan (Rachman 2012). Selain itu, kawasan hutan juga memiliki berbagai

macam spesies flora dan fauna yang perlu perlindungan dengan membangun

kembali habitat mereka yang rusak (Rinaldi 2012). Peran siswa sebagai anggota

masyarakat dalam konservasi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Indrawan et al (2007) menyatakan bahwa kegiatan konservasi dapat

dilakukan dengan memperkenalkan kegiatan konservasi di lingkungan sekolah

dan mempraktekkannya dalam proses kegiatan belajar mengajar. Upaya

konservasi langsung misalnya siswa melakukan penanaman pohon di hutan

gundul atau lahan kritis, mengenali berbagai macam satwa dan serangga, dan

mengenali berbagai jenis flora. Upaya konservasi tidak langsung dapat dilakukan

melalui penggunaan kertas secara hemat, mengenali sejarah suatu tempat untuk

memahami lingkungannya, dan melakukan kegiatan pentas seni dan story telling

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 5 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di

Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada bulan Juli sampai dengan September 2012.

Pemilihan sekolah contoh yang menjadi objek adalah menggunakan Cluster

Random Sampling dengan pertimbangan jarak lokasi sekolah dengan hutan. Kriteria jauh dekatnya lokasi sekolah dengan hutan ditentukan dengan pemetaan

lokasi sekolah terhadap hutan. Lokasi sekolah dikatakan jauh apabila tidak

berbatasan langsung dengan hutan, sedangkan dikatakan dekat apabila berbatasan

langsung dengan hutan. Hal ini dilakukan mengingat tidak adanya kerangka

sampel (daftar nama seluruh siswa SMP di Kabupaten Pacitan) dan keberadaan

hutan di Kabupaten Pacitan cukup merata di seluruh kecamatan

Pengambilan sekolah contoh pada setiap lokasi dilakukan dengan metode

quota sampling (Prasetyo dan Jannah 2005). Quota sampling adalah teknik menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai

jumlah (kuota) yang diinginkan. Quota ditetapkan dengan menggunakan nilai

terkecil perbandingan antara jumlah sekolah yang berbatasan dengan jumlah

sekolah yang tidak berbatasan hutan, sehingga didapatkan jumlah sekolah sampel

yang lebih kecil namun dengan perbandingan sama. Hal ini dilakukan agar sampel

yang diambil dapat mewakili seluruh SMP yang ada di Kabupaten Pacitan.

Hasil perbandingan terkecil antara SMP yang tidak berbatasan dengan yang

berbatasan hutan adalah 1 : 4 sekolah, sehingga didapatkan jumlah sekolah contoh

sebanyak lima SMP. Penentuan sekolah yang akan dijadikan sekolah contoh

menggunakan metode random sampling. Hasil yang didapatkan adalah sebagai

berikut:

1. SMP Negeri 1 Pacitan

2. SMP Negeri 1 Punung

3. SMP Negeri 1 Tulakan

4. SMP Negeri 1 Tegalombo

(27)

13

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner, wawancara, observasi, dan daftar pustaka. Data yang dikumpulkan

meliputi karakteristik dan persepsi siswa terhadap konservasi hutan, proses

pembelajaran, kondisi umum sekolah, dan kebijakan-kebijakan Dinas Pendidikan

dan Dinas Kehutanan Kabupaten Pacitan terkait pelaksanaan PLH di sekolah

(Tabel 1).

Tabel 1 Rincian Data Penelitian

Parameter Variabel Metode Pengumpulan Data

Karakteristik siswa 1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Latar belakang orang tua 4. Pengalaman terkait hutan

Kuesioner

Persepsi siswa terhadap konservasi hutan

1. Pengetahuan terhadap konservasi hutan

2. Sikap terhadap konservasi hutan 3. Motivasi untuk melakukan konservasi

hutan

4. Harapan terkait konservasi hutan

Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner

Proses pembelajaran 1. Kurikulum (materi, metode, media) pembelajaran

2. Sumber informasi tentang hutan

Kuesioner

Kondisi umum sekolah

1. Lokasi sekolah

2. Kebijakan kegiatan belajar-mengajar di SMP

Observasi dan Studi Pustaka Wawancara dengan panduan

Kebijakan dinas terkait

Kebijakan terkait pelaksanaan Pendidikan Konservasi (PK)/PLH.

Wawancara dengan panduan

3.2.1 Kuesioner

Kuesioner yang digunakan adalah gabungan antara pertanyaan terbuka

dengan pilihan jawaban, pertanyaan terbuka, dan pernyataan tertutup. Pertanyaan

terbuka dengan pilihan jawaban, digunakan untuk mengukur pengetahuan siswa

tentang konservasi hutan dan faktor yang mempengaruhi persepsi. Pertanyaan

terbuka disajikan dalam bentuk pertanyaan sederhana, digunakan untuk

mengidentifikasi harapan siswa terkait konservasi hutan. Pernyataan tertutup

disajikan dalam bentuk pernyataan dengan menggunakan skala tipe Likert yang

dilengkapi dengan 6 respon jawaban, digunakan untuk mengukur sikap dan

motivasi. Data yang dikumpulkan antara lain sebagai berikut:

1. Karakteristik siswa, meliputi usia, jenis kelamin, dan latar belakang siswa

(28)

2. Persepsi siswa terhadap konservasi hutan, meliputi:

a. Pengetahuan siswa terhadap konservasi hutan:

- Pengertian konservasi hutan.

- Kegiatan konservasi hutan.

- Peran dalam konservasi hutan.

b. Sikap terhadap konservasi hutan:

-Tanggapan terhadap konservasi hutan.

-Partisipasi dalam konservasi hutan.

-Kemampuan melaksanakan konservasi hutan.

-Kemauan melaksanakan konservasi hutan.

c. Motivasi untuk melakukan konservasi hutan:

-Tujuan melakukan konservasi hutan.

-Alasan melakukan konservasi hutan.

d. Harapan terkait konservasi hutan.

3. Faktor yang mempengaruhi persepsi siswa SMP terhadap konservasi hutan

meliputi:

a. Pengalaman siswa terkait hutan dan konservasi hutan.

b. Cara guru mengajar di kelas.

c. Materi konservasi yang pernah diberikan.

d. Media pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar.

Kevalidan dan kesahihan data kuesioner yang diberikan kepada responden

diuji menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas (Lampiran 1).

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu

instrumen. Sebuah instrumen memiliki validitas yang tinggi, apabila butir-butir

yang membentuk instrumen tersebut tidak menyimpang dari fungsi instrumen

tersebut. Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi antara data pada

masing-masing pertanyaan dengan skor total (Idrus 2009).

Pengujian validitas dilakukan berdasarkan jawaban kuesioner 30 orang

responden. Kuesioner terdiri dari 6 pertanyaan mengenai pengetahuan konservasi

hutan, 10 pernyataan mengenai sikap terhadap konservasi hutan, 10 pernyataan

(29)

15

faktor yang mempengaruhi persepsi konservasi hutan. Hasil pengujian suatu butir

pertanyaan dikatakan valid jika nilai thitung > dari ttabel. Selang kepercayaan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Jika nilai thitung untuk setiap

pernyataan lebih dari ttabel, yaitu 1,701 maka pernyataan tersebut dinyatakan

valid. Terdapat empat pernyataan yang tidak valid dari 26 pernyataan persepsi

konservasi hutan, yaitu 7, 9, 15 dan 19. Pertanyaan terkait faktor yang

mempengaruhi persepsi dinyatakan valid seluruhnya.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran

dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Idrus 2009). Suatu alat pengukuran

dikatakan reliable, jika alat tersebut memiliki hasil pengukuran yang konsisten

setelah dua kali pengukuran pada gejala yang sama. Teknik yang digunakan

untuk mengukur reliabilitas adalah teknik Cronbach (Idrus 2009).

Uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 responden. Pada uji reliabilitas, diperoleh nilai α cronbach lebih besar dari 0,6 untuk semua butir pernyataan. Berdasarkan hasil pengolahan, variabel persepsi konservasi hutan diperoleh nilai

α cronbach sebesar 0,890, dan variabel faktor yang mempengaruhi persepsi

diperoleh nilai α cronbach sebesar 0,579. Kesimpulannya adalah bahwa

kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran dalam kuesioner cukup rendah

sehingga penggunaannya dapat diandalkan dan mampu memberikan hasil

pengukuran yang konsisten apabila menyebarkan kuesioner secara berulang kali

dalam waktu yang berlainan.

Jumlah responden dari lima SMP yang telah diambil secara acak, ditentukan

dengan menggunakan rumus Slovin (Prasetyo dan Jannah 2005) sebagai berikut:

Keterangan:

e : Persentase kelonggaran ketidaktelitian (presepsi) karena kesalahan

pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (0,1).

n : Jumlah sampel

(30)

Hasil perhitungan dengan rumus Slovin menunjukkan jumlah responden yang

diambil dari 3.103 siswa sebanyak 97 siswa (Lampiran 2).

Penentuan jumlah responden siswa untuk setiap sekolah contoh dilakukan

secara proporsional dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

ni : Jumlah sampel ke-i

Ni : Jumlah populasi ke-i

N : Jumlah populasi

n : Jumlah sampel

Hasil yang diperoleh dari penghitungan jumlah responden siswa untuk

setiap sekolah, yaitu: SMP Negeri 1 Pacitan sebanyak 27 siswa, SMP Negeri 1

Punung sebanyak 25 siswa, SMP Negeri 1 Tulakan sebanyak 18 siswa, SMP

Negeri 1 Tegalombo sebanyak 13 siswa, dan SMP Negeri 1 Nawangan sebanyak

17 siswa (Lampiran 2). Penentuan responden siswa pada setiap sekolah dilakukan

dengan secara acak karena anggota sampel dianggap homogen dan tersebar

merata.

3.2.2 Wawancara terstruktur dengan panduan wawancara

Wawancara dengan panduan ditujukan kepada guru, kepala sekolah, dan

kepala dinas. Panduan tersebut berisi sejumlah pertanyaan terbuka yang berkaitan

dengan karakteristik guru, teknik mengajar yang digunakan oleh guru, kebijakan

kepala sekolah terkait kegiatan belajar mengajar, dan kebijakan kepala dinas

terkait Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Data yang akan dikumpulkan antara

lain sebagai berikut:

1. Kebijakan kepala dinas terkait pelaksanaan PLH.

2. Kebijakan kepala sekolah terkait kegiatan belajar mengajar.

3. Karakteristik guru dan kepala sekolah, meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan

formal terakhir, pengalaman dalam konservasi hutan (pelatihan/penataran/

kursus tentang konservasi hutan).

(31)

17

a. Teknik mengajar yang digunakan oleh guru.

b. Materi konservasi hutan yang pernah diberikan oleh guru.

c. Media yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.

Wawancara dengan panduan ditujukan kepada guru, kepala sekolah, dan

kepala dinas. Responden guru yaitu guru yang mengajar mata pelajaran Biologi

atau mata pelajaran yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Responden pada

Dinas Pendidikan adalah kepala bagian SM/SMA, dan Dinas Kehutanan adalah

kepala bagian konservasi hutan.

3.2.3 Observasi lapang

Data yang dikumpulkan adalah keadaan umum sekolah yang meliputi luasan

sekolah, kondisi fisik dan biologi sekitar sekolah, sarana dan prasarana yang

dimiliki sekolah.

3.2.4 Studi pustaka

Data yang dikumpulkan antara lain sebagai berikut:

1. Daftar seluruh SMP Negeri di Kabupaten Pacitan.

2. Kurikulum pembelajaran, meliputi GBPP, SAP/RPP yang digunakan di

sekolah.

3. Kebijakan Dinas Pendidikan dan Dinas Kehutanan terkait pelaksanaan PLH di

SMP.

4. Laporan-laporan penelitian, laporan-laporan kegiatan, dokumen-dokumen

pembelajaran dan sebagainya yang berkaitan dengan kegiatan PK/PLH di

sekolah yang bersangkutan.

3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini,

antara lain program Microsoft Excel 2010, metode deskriptif kuantitatif, deskriptif

kualitatif, dan statistik non-parametrik (Tabel 2). Statistik non-parametrik yaitu

teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel yang hasilnya

(32)

untuk populasi berdasarkan data sampel tersebut kebenarannya bersifat peluang

(Sugiyono 2010).

Tabel 2 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data Metode Pengolahan Metode Analisis

Karakteristik siswa Statistik Deskriptif Deskriptif kuantitatif Persepsi siswa (Pengetahuan,

Sikap, Motivasi)

Statistik Deskriptif Deskriptif kuantitatif

Persepsi siswa (Harapan) Statistik Deskriptif Deskriptif kualitatif Faktor yang mempengaruhi

persepsi

Statistik Deskriptif Mann-Whitney Test Kruskal-Wallis Test Kondisi umum sekolah

Kebijakan

Deskriptif kualitatif Deskriptif kualitatif

3.3.1 Persepsi siswa 3.3.1.1 Pengetahuan

Pengolahan data dari kuesioner responden dimulai dengan skoring terhadap

jawaban yang dipilih responden. Setiap jawaban yang benar akan diberikan skor 1

sedangkan jawaban yang salah diberikan skor 0. Pada setiap soal, skor maksimal

yang akan diberikan bila semua jawaban benar adalah 3. Setelah dibuat skor dari

jawaban tersebut, kemudian dibuat 5 kategori dari sangat buruk sampai sangat

baik dengan nilai interval sebesar 0,6 (Lampiran 3). Dengan kategori tersebut

dapat diketahui tingkat pengetahuan dan letak penilaian respon terhadap

pernyataan (Tabel 3).

Tabel 3 Kategori Rataan Skor Pengetahuan Setiap Pernyataan

No. Kategori Skor

3.3.1.2 Sikap dan motivasi

Data mengenai sikap dan motivasi diolah dan dianalisis menggunakan skala

pengukuran variabel Likert (Idrus 2009). Skala Likert digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena

sosial. Masing-masing dibuat dengan menggunakan skala 1–6 kategori jawaban,

(33)

19

Tabel 4 Skor Pertanyaan pada Sikap dan Motivasi

No. Tanggapan Skor

Dengan kategori tersebut dapat diketahui kriteria kelompok responden terhadap

setiap item (Tabel 5).

Tabel 5 Kriteria Interpretasi Skor Sikap dan Motivasi

No. Nilai Interval Tanggapan Kategori

1.

dilakukan maupun yang belum dilaksanakan, dianalisis menggunakan metode

deskriptif kualitatif. Analisis ini dilakukan dengan meringkas, memilih,

membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data yang diperoleh sehingga

kesimpulan akhir dapat diambil. Data tersebut kemudian disajikan ke dalam

sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberi kemungkinan akan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3.3.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi

Data faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi siswa SMP terhadap

konservasi hutan diolah dan dianalisis menggunakan statistika nonparametris,

yaitu uji statistik yang kesahihannya tidak bergantung pada harus terpenuhinya

banyak asumsi dan sebaran data tidak harus normal (Sugiyono 2010). Uji

nonparametris yang digunakan adalah Mann-Whitney Test dan Kruskal-Wallis

Test, yang digunakan untuk menguji apakah data sebuah sampel yang diambil

menunjang hipotesis yang menyatakan bahwa populasi asal sampel tersebut

(34)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah, Letak, dan Luas

Sejarah Pacitan menurut Qomaruddin (2005), nama Pacitan berasal dari kata “Pacitan” yang berarti camilan, sedap-sedapan, tambul, yaitu makanan kecil yang tidak sampai mengenyangkan. Hal ini disebabkan daerah Pacitan merupakan

daerah terpencil, hingga untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya tidak dapat

mengenyangkan atau tidak cukup. Adapula yang berpendapat bahwa nama

Pacitan berasal dari “Pace” mengkudu (bentis: Jaka) yang memberi kekuatan.

Pendapat ini berasal dari legenda yang bersumber pada Perang Mengkubumen

atau Perang Palihan Nagari (1746 – 1755) yakni tatkala Pangeran Mangkubumi

dalam peperangannya itu sampai di daerah Pacitan. Dalam suatu pertempuran ia

kalah terpaksa melarikan diri ke dalam hutan dengan tubuh lemah lesu. Berkat

pertolongan abdinya bernama Setraketipa yang memberikan buah pace masak

kemudian menjadikan kekuatan Mangkubumi pulih kembali. Akan tetapi

nampaknya nama Pacitan yang menggambarkan kondisi daerah Pacitan yang

terpencil itulah yang lebih kuat. Hal itu disebabkan pada masa pemerintahan

Sultan Agung (1613 – 1645) nama tersebut telah muncul dalam babat Momana

(Pemkab Pacitan 2008).

Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten di Propinsi Jawa Timur

yang terletak di bagian Selatan barat daya. Secara astronomis, Kabupaten Pacitan

terletak di antara 110º 55' - 111º 25' Bujur Timur dan 7º 55' - 8º 17' Lintang

Selatan, dengan luas wilayah 1.389,8716 Km² atau 138.987,16 Ha. Secara

administratif, Kabupaten Pacitan dibagi menjadi 12 kecamatan, 166 desa, dan 5

kelurahan (Gambar 3). Pacitan terletak 276 km sebelah barat daya kota Surabaya

dengan perbatasan sebagai berikut (Pemkab Pacitan 2008):

Sebelah Utara : Kabupaten Ponorogo

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Timur : Kabupaten Trenggalek

(35)

21

4.2 Kondisi Fisik dan Biologi

Kabupaten Pacitan 85% berupa perbukitan, dengan kurang lebih 300 buah

gunung-gunung kecil dan jurang terjal, yang termasuk dalam deretan Pegunungan

Seribu yang membujur sepanjang selatan Pulau Jawa, sedangkan selebihnya

merupakan dataran rendah.

Apabila dilihat dari struktur dan jenis tanah, terdiri dari Asosiasi Litosol

Mediteran Merah, Aluvial kelabu endapan liat, Litosol campuran Tuf dengan

Vulkan serta komplek Litosol Kemerahan yang ternyata di dalamnya banyak

mengandung potensi bahan galian mineral. Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya,

Kabupaten Daerah Tingkat II Pacitan adalah bagian dari pegunungan kapur

selatan yang bermula dari Gunung Kidul, Yogyakarta dan membujur sampai

daerah Trenggalek yang tanahnya relatif tandus (Pemkab Pacitan 2008).

Pacitan merupakan daerah pegunungan yang terletak pada ujung timur

Pegunungan Seribu dan juga berada pada bagian selatan Pulau Jawa dengan

rentangan sekitar 80 km dan lebar 25 km. Tanah Pegunungan Seribu memiliki ciri

khas yang tanahnya didominasi oleh endapan gamping bercampur koral dari kala

Milosen (dimulai sekitar 21.000.000 – 10.000.000 tahun silam). Endapan itu

kemudian mengalami pengangkatan pada kala Holosen, yaitu lapisan geologi

yang paling muda dan paling singkat (sekitar 500.000 tahun silam – sekarang).

Dari aspek topografi menunjukkan bentang daratan Kabupaten Pacitan

terdiri dari daerah pegunungan dan berbukit-bukit, sedangkan selebihnya

merupakan dataran rendah. Sekitar 63% dari daerah Pacitan adalah daerah yang

berfungsi penting untuk hidrologis karena mempunyai tingkat kemiringan lebih

dari 40% (Pemkab Pacitan 2008).

Bentang daratan yang bervariasi di Kabupaten Pacitan, memiliki fungsi

masing-masing sesuai kemiringannya. Berikut fungsi daratan menurut Pemkab

Pacitan (2008):

1. 0 - 2% meliputi 4,3% dari luas wilayah merupakan daerah tepi pantai.

2. 2 - 15% meliputi 6,60% dari luas wilayah, baik untuk usaha pertanian dengan

memperhatikan usaha pengawetan tanah dan air.

3. 15 - 40% meliputi 25,87% dari luas wilayah, baik untuk usaha tanaman

(36)

4. 40% ke atas meliputi 63,17% dari luas wilayah merupakan daerah yang harus

difungsikan sebagai kawasan penyangga tanah dan air serta untuk menjaga

keseimbangan ekosistem di Kabupaten Daerah Tingkat II Pacitan.

Apabila diukur dari permukaan laut, ketinggian tempat itu dapat dirinci

sebagai berikut (Pemkab Pacitan 2008):

1. Ketinggian 0 – 25 m, seluas 37,76 km atau 2,62 % luas wilayah.

2. Ketinggian 25 – 100 m, seluas 38 km atau 2,67 % luas wilayah.

3. Ketinggian 100 – 500 m, seluas 747,75 km atau 52,68 % luas wilayah.

4. Ketinggian 500 – 1000 m, seluas 517,13 km atau 36,43 % luas wilayah.

5. Ketinggian 1000 m, seluas 79,40 km atau 5,59 % luas wilayah.

Ditinjau dari tutupan lahannya, wilayah Kabupaten Pacitan sebagian besar

terdiri atas (Pemkab Pacitan 2008):

1. Tanah ladang : 21,51% atau 29.890,58 ha.

2. Pemukiman Penduduk : 02,27% atau 3.153,33 ha.

3. Hutan : 58,56% atau 81.397 ha.

4. Sawah : 09,36% atau 13.014,26 ha.

(37)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Karakteristik yang diteliti dari responden siswa meliputi jenis kelamin,

umur, pekerjaan orang tua, kondisi sekitar rumah, dan intensitas pergi ke hutan.

Total responden sebanyak 97 orang yang terdiri dari berjumlah 26 siswa dari SMP

yang tidak berbatasan dengan hutan, dan 71 siswa dari SMP yang berbatasan

dengan hutan (Tabel 6).

Tabel 6 Jumlah Responden Setiap Sekolah Contoh

No. Sekolah Contoh Populasi Sampel

1. 2. 3. 4. 5.

SMPN 1 Pacitan* SMPN 1 Punung SMPN 1 Tulakan SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan

837 780 558 416 512

26 24 18 13 16

* SMP tidak berbatasan hutan

5.1.1 Jenis kelamin

Jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan responden siswa

laki-laki, yaitu 57 siswi dan 40 siswa, dari total lima sekolah contoh. Demikian

pula jumlah responden perempuan pada masing-masing sekolah contoh lebih

banyak daripada responden laki-laki. Hal tersebut sesuai dengan kondisi di kelima

sekolah contoh yang jumlah siswa perempuannya lebih banyak daripada siswa

laki-laki.

5.1.2 Usia

Kisaran usia responden dari kelima sekolah antara 12 – 16 tahun, dengan

responden terbanyak (51 responden, atau 52,6% dari total responden) berusia 14

tahun (Gambar 4). Monks et al. (2002) menyatakan bahwa rentang usia 12 – 15

tahun merupakan usia remaja awal yang memiliki kemampuan berpikir kritis

untuk memberikan alternatif pemecahan masalah. Dengan demikian, sebagian

besar responden termasuk remaja awal yang memiliki potensi untuk dapat

(38)

Gambar 3 Usia responden.

5.1.3 Pekerjaan ayah

Pekerjaan ayah responden siswa meliputi swasta (16,50% atau 16 responden

siswa), PNS (19,60% atau 19 responden siswa), petani (48,50% atau 47 responden

siswa), TNI (2,10% atau 2 responden siswa), buruh (3,10% atau 3 reponden

siswa), wiraswasta (7,20% atau 7 responden siswa), dan bidang lainnya (3,10%

atau 3 responden siswa), dengan pekerjaan terbanyak adalah petani (Gambar 4).

Hal ini dikarenakan Kabupaten Pacitan memiliki 21,51% atau 29.890,58 ha

ladang, 9,36% atau 13.014,26 ha sawah, dan hutan seluas 58,56% atau 81.397 ha

(Pemkab Pacitan 2008).

Gambar 4 Pekerjaan ayah.

5.1.4 Pekerjaan ibu

Pekerjaan ibu responden siswa meliputi swasta (9,30% atau 9 responden

siswa), PNS (13,40% atau 13 responden siswa), petani (39,20% atau 39 responden

siswa), buruh (1 responden siswa), wiraswasta ( 7,20% atau 7 responden siswa),

1 27

51

17 1

12 tahun

13 tahun

14 tahun

15 tahun

16 tahun

16

19

47 2 3

7 3

Swasta

PNS

Petani

TNI

Buruh

Wiraswasta

(39)

25

ibu rumah tangga (24,70% atau 24 responden siswa), dan bidang lainnya (5,20%

atau 5 responden siswa), dengan pekerjaan terbanyak sebagai petani (Gambar 5).

Gambar 5 Pekerjaan ibu.

Banyaknya pekerjaan ibu sebagai petani dikarenakan pekerjaan ayah siswa

sebagian besar juga sebagai petani. Hal tersebut dibuktikan dengan ibu yang

bekerja sebagai petani juga memiliki suami yang bekerja sebagai petani. Kondisi

tersebut sesuai dengan kebiasaan masyarakat petani di Pacitan bahwa suami yang

bekerja sebagai petani cenderung memiliki istri yang bekerja sebagai petani juga.

5.1.5 Kondisi sekitar rumah

Kondisi sekitar rumah responden digolongkan menjadi 8 tipe sesuai

jawaban responden, yaitu berdekatan dengan sawah, kebun, hutan, ladang, kota,

perumahan, sungai, atau campuran dari ketujuh kondisi alam tersebut. Persentase

paling besar adalah siswa yang memilih jawaban lebih dari 2 campuran kondisi

alam, yaitu sebesar 82,47 % atau 80 responden siswa.

Secara keseluruhan, sebagian besar responden siswa memiliki tempat

tinggal yang berdekatan dengan sawah dan perumahan, serta sebagian besar

responden siswa pula memiliki tempat tinggal yang berdekatan dengan kebun dan

perumahan. Hal ini dikarenakan sebagian besar pekerjaan orang tua siswa adalah

petani, sehingga mereka lebih memilih tempat tinggal yang berdekatan dengan

lokasi kerja (sawah atau kebun). Selain itu, masyarakat Pacitan memiliki tipe

pemukiman yang mengelompok, sehingga hampir setiap warga tinggal di daerah

perumahan, baik di kota maupun di desa.

9

13

39 24

1 7 5

Swasta

PNS

Petani

IRT

Buruh

Wiraswasta

(40)

5.1.6 Intensitas ke hutan

Intensitas pergi ke hutan 41,24% atau 40 responden siswa adalah jarang

(Gambar 6). Sebesar 30,93% atau 31 responden siswa mengaku kadang-kadang

pergi ke hutan. Siswa sebanyak 19,59% atau 19 responden siswa mengaku tidak

pernah pergi ke hutan. Intensitas pergi ke hutan 7,22% atau 7 responden siswa

adalah sering, dan 1 responden siswa menyatakan sering pergi ke hutan.

Gambar 6 Intensitas siswa pergi ke hutan.

Banyaknya responden siswa yang menyatakan jarang, kadang, dan tidak

pernah pergi ke hutan dikarenakan tidak adanya kegiatan sehari-hari yang

mendorong mereka untuk pergi ke hutan. Sebagian besar responden siswa

mengaku pergi ke hutan hanya untuk bermain, dan waktu bermain mereka lebih

sering dihabiskan di dalam rumah dengan permainan modern atau digunakan

untuk mengerjakan tugas sekolah.

5.2 Persepsi Siswa SMP mengenai Konservasi Hutan

Persepsi siswa mengenai konservasi hutan yang diukur melalui

pengetahuan, sikap, dan motivasi, terkait konservasi hutan, serta diidentifikasi

melalui harapan mereka terhadap pelaksanaan konservasi hutan.

5.2.1 Pengetahuan siswa SMP mengenai konservasi hutan

Unsur pengetahuan yang dinilai pada penelitian ini meliputi definisi hutan,

manfaat adanya hutan, definisi konservasi hutan, kegiatan konservasi hutan,

manfaat konservasi hutan, dan bentuk peranan dalam konservasi hutan. Pengertian

konservasi hutan merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

1 6

31

40

19 Selalu

Sering

Kadang

Jarang

(41)

27

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu perlindungan sumber

daya alam, pengawetan plasma nutfah sumber daya alam, dan pemanfaatan secara

lestari sumber daya alam. Responden siswa dari kelima sekolah contoh memiliki

rataan skor pengetahuan berkisar antara 1,50 – 1,84 (Tabel 7).

Tabel 7 Rataan Skor Pengetahuan Siswa SMP tentang Konservasi Hutan

Sekolah Nomor Pertanyaan

1 2 3 4 5 6 Rata-rata

SMPN 1 Pacitan 2,19 2,15 1,04 1,38 1,46 1,54 1,63

SMPN 1 Punung 2,00 2,21 1,37 1,29 1,79 1,58 1,71

SMPN 1 Tulakan 1,50 2,17 1,61 1,61 1,56 2,06 1,75

SMPN 1 Tegalombo 1,62 2,15 1,00 1,23 1,46 1,54 1,50

SMPN 1 Nawangan 1,50 1,88 1,88 2,00 1,88 1,88 1,84

Rata-rata skor 1,76 2,11 1,38 1,50 1,63 1,72 1,68

Responden yang mendapat total rataan skor tertinggi adalah responden dari

SMPN 1 Nawangan dengan rataan skor 1,84, yang termasuk dalam kategori

cukup. Responden dari sekolah tersebut hanya dapat menjawab kurang dari 3

pertanyaan, yaitu pertanyaan terkait manfaat hutan dan manfaat konservasi hutan.

Hasil penelitian menyatakan bahwa, dari 16 responden siswa, sebanyak 12

responden siswa memiliki pengetahuan yang baik, sedangkan 4 responden siswa

memiliki pengetahuan yang cukup mengenai konservasi hutan. Hal ini

dikarenakan, sebagian besar responden siswa menyatakan pernah menerima

materi tentang hutan melalui pelajaran Biologi. Metode pengajaran yang

dilakukan sebagian besar adalah praktik, sehingga siswa mampu menerima teori

lebih baik. Sebagian besar responden memiliki tempat tinggal yang berdekatan

dengan hutan, sehingga memungkinkan mereka berinteraksi dengan hutan lebih

sering. Sistem pengajaran yang berbeda dari SMP lainnya diduga juga menjadi

faktor lebih tingginya rataan skor pengetahuan responden siswa, yaitu sistem

siswa berpindah kelas sesuai dengan mata pelajaran yang sedang berlangsung,

sehingga menambah suasana baru pada setiap mata pelajaran. Hal tersebut

dikuatkan dengan teori Piaget, yang menyatakan bahwa struktur ruang kelas yang

berbeda akan meningkatkan minat dan partisipasi belajar siswa (Elkind 1976;

Heuwinkel 1996 diacu dalam Santrock 2007).

Sekolah dengan total rataan skor terendah adalah SMPN 1 Tegalombo

dengan skor 1,50. Skor tersebut menunjukkan bahwa siswa pada SMPN 1

Gambar

Gambar 1  Faktor yang mempengaruhi persepsi (Robbins 2003).
Tabel 1  Rincian Data Penelitian
Gambar 3  Usia responden.
Gambar 7  Rataan skor pengetahuan responden berdasarkan kondisi sekitar
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Manfaat yang dapat diambil dari pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai media alami dalam proses belajar mengajar adalah interaksi langsung dengan alam sekitar,

Berkaitan dengan kondisi dimaksud, hal yang sangat mendasar yang perlu dipahami oleh seluruh warga sekolah dan para pembina/pemangku kebijakan bahwa SKL yang terdiri dari

Peneliti bertanya pada subyek penelitian tentang (calon) subyek penelitian atau narasumber lain yang penting atau harus dihubungi untuk memperoleh informasi yang

Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Ambarawa Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Jawa Tengah merupakan salah satu sekolah yang berkeingian untuk menjadi sekolah

Subjek retribusi adalah orang pribadi atau Badan Hukum atau perusahaan yang mengangkut Hasil Hutan di wilayah Kabupaten Siak sendiri, keluar Wilayah Kabupaten

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 11 Bank Umum Konvensional dan 11 Bank Umum Syariah menunjukkan tingkat risiko likuiditas yang diproksikan dengan Long to

Mikrokontroler mendapatkan 3 input yaitu (i) berupa perubahan nilai tegangan dari potensiometer sebagai input referensi, (ii) input data 8 byte dari PC sebagai