• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Sikap Kerja dan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Sikap Kerja dan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Operator SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan Tahun 2016"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan kerja

Menurut Wowo Sunaryo (2014), kesehatan kerja adalah suatu keadaan seorang pekerja yang terbebas dari gangguan fisik dan mental sebagai akibat interaksi pekerjaan dan lingkungan. Menurut Anies (2014), kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian pekerja antara pekerja dan lingkungan kerja nya, baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun kesejahteraan sosialnya.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/ kondisi lingkungan kerjanya.

3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaan nya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.

2.2 Penyakit Akibat Kerja

(2)

Akibat kerja). Penyakit akibat kerja merupakan manifestasi dari kesehatan kerja atau kondisi kesehatan dari tenaga kerja atau pekerja. Secara umum terdapat tiga macam cedera tubuh, yaitu :

1. Cumulative trauma disorders (CTD)

Cumulative trauma disorders (trauma gangguan kumulatif), atau dikenal sebagai repetitive strain injury (RSI) atau cedera regangan berulang, didefinisikan sebagai gangguan pada otot, tendon, saraf, dan pembuluh darah yang disebabkan atau diperparah oleh pengerahan tenaga atau gerakan berulang.

2. Repetitive Strain Injuries (RSI)

Repetitive strain injury (RSI) adalah istilah umum yang digunakan untuk merujuk pada beberapa kondisi disktit yang dapat dikaitkan dengan tugas yang berulang, pengerahan kekuatan tenaga, getaran, kompresi mekanik yang berkelanjutan. Contoh: kondisi yang dapat dikaitkan dengan penyebab tersebut termasuk edema, tendinitis, carpal tunnel syndrome, cubital syndrome, de quervain syndrome, thoracic outlet syndrome, intersection syndrome, golfers

elbow (medial epicondylitis), tennis elbow (lateral epicondytis), trigger finger,

radial tunnel syndrome, and focal dystonia.

3. Musculoskeletal Disorders (MSDs)

(3)

2.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Menurut Anies (2014), di tempat kerja terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja sebagai berikut:

1. Bahaya Fisik

Bahaya fisik adalah yang paling umum dan akan hadir di sebagian besar tempat kerja pada suatu waktu tertentu. Golongan fisik, seperti :

a. Suara yang bisa menyebabkan pekak atau tuli

b. Radiasi. Radiasi dapat berupa radiasi pengion dan radiasi non pengion. Radiasi pengion misalnya berasal dari bahan-bahan radioaktif yang menyebabkan antara lain penyakit-penyakit sistem darah dan kulit.Sementara radiasi non pengion, misalnya radiasi elektromagnetik yang berasal dari peralatan yang mnggunakan listrik. Radiasi sinar inframerah bisa menyebabkan katarak pada lensa mata, sedangkan sinar untravioler menjadi penyebab conjungtivitis photo electrica.

c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke heat cramps atau hyperpyrexia, sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain menimbulkan frosbite.

d. Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.

(4)

2. Bahaya Bahan Kimia

Bahan kimia adalah zat yang memiliki karakteristik dan efek, dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia. Bahaya kimiawi, yaitu :

a. Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, diantaranya : silikosis, bisinosis, asbestosis, dan lain-lain.

b. Uap yang diantaranya menyebabkan metal fume fever dermatitis atau keracunan.

c. Gas misalnya keracunan oleh CO, H2S, dan lain-lain. d. Larutan yang dapat menyebabkan dermatitis.

e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga, racun jamur, dan lain-lain yang dapat menimbulkan keracunan.

3. Bahaya Biologi

Bahaya biologi adalah organisme atau zat yang dihasilkan oleh organisme yang mungkin menimbulkan ancaman bagi kesehatan dan keselamatan manusia. Golongan Infeksi, misalnya oleh bakteri, virus, parasit, maupun jamur. 4. Bahaya Ergonomi

(5)

kelelahan fisik, bahkan lambat laun berpengaruh pada perubahan fisik tubuh pekerja.

5. Bahaya mental-psikologis

Bahaya psikologis menyebabkan pekerja mengalami tekanan mental atau gangguan. Meskipun termasuk klasifikasi bahaya yang agak baru, sangat penting bahwa bahaya psikologis secara menyeluruh diidentifikasi dan dikendalikan. 2.3 Ergonomi

(6)

Menurut Wowo Sunaryo (2014) yang mengutip pendapat MrCormicks dan Sander, memberikan penekanan ergonomi ditinjau dari tiga aspek, yaitu :

1. Faktor Utama

Pertimbangan faktor manusia dalam perancangan barang buatan,prosedur kerja dan lingkungan kerja. Perhatian ergonomi terkait dengan interaksi manusia dengan barang buatan sebagai produk, peralatan kerja, fasilitas kerja, prosedur yang dilakukan dalam bekerja secara rutin.

2. Tujuan

Tujuan utama adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, serta memperbaiki keamanan dan keselamatan kerja, mengurangi kelelahan dan stres, meningkatkan kenyamanan kerja, memperbaiki kualitas hidup dan lingkungan kerja.

3. Pendekatan

Aplikasi sistematik dari informasi yang relevan mengenai keunggulan, keterbatasan, karakteristik, perilaku, dan motivasi manusia terhadap rancangan produk dan prosedur yang digunakan serta lingkungan kerja atau para pengguna barang buatan.

2.3.1 Risiko Ergonomi

Menurut Wowo Sunaryo (2014) risiko ergonomi merupakan suatu risiko yang menyebabkan cedera akibat kerja, hal itu termasuk hal-hal berikut ini : 1. Penggunaan tenaga/ kekuatan (mengangkat, mendorong, menarik, dan

(7)

2. Pengulangan, melakukan jenis kegiatan yang sama dari suatu pekerjaan dengan menggunakan otot atau anggota tubuh berulang kali.

3. Kelenturan tubuh (lenturan, puntir, jangkauan atas).

4. Pekerjaan statis, diam didalam satu posisi pada suatu periode waktu tertentu. 5. Getaran mesin-mesin.

6. Kontak tegangan, ketika memperoleh suatu permukaan benda tajam dari suatu alat atau benda kerja terhadap bagian atau tubuh.

2.4 Sikap Kerja

Menurut Anies (2014), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu :

1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau berdiri secara bergantian.

2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil. 3. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak membebani, tetapi

(8)

Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari : 1. Kerja Duduk

Beberapa jenis pekerjaan ada yang harus dilayani pekerja sambil duduk,seperti juru tik, pekerjaan di laboratorium, tukang jahit manual atau bertenaga motor listrik (garment), pengeditan film, sopir dan sebagainya. Meskipun pelayanan dilakukan sambil duduk, masing-masing memiliki bobot yang berbeda baik dilihat dari faktor tuntutan intelektual, persepsi dan tenaga.

Posisi pelayanan kerja dengan posisi duduk, tentunya dapat digeneralisasi sebab tukang tik yang menghadap monitor dengan penuh konsentrasi, akan berbeda dengan tukang jahit manual, atau dengan pengrajin pengasah batu akik. Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja dengan posisi duduk yang memerlukan waktu lama dapat menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang belakang melengkung, otot bagian mata terkonsentrasi sehingga cepat merasa lelah. Kejadian tersebut, jika tidak diimbangi dengan rancangan tempat duduk yang tidak memberikan keleluasaan gerak atau alih pandang yang memadai tidak menutup kemungkinan terjadi gangguan bagian punggung belakang, ginjal, dan mata.

(9)

permukaan meja kerja. Oleh karena itu,posisi tubuh relatif dapat mengurangi kelelahan daripada berdiri (Wowo Sunaryo, 2014).

2. Kerja berdiri setengah duduk

Berdasarkan hasil penelitian (Gempur, 2003) bahwa tenaga kerja bubut yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi berdiri setengah duduk tanpa sandaran dan setengah duduk pakai sandaran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok. Kelelahan biomekanik tersebut berbanding langsung peningkatan asam laktat dan penurunan glukosa.

3. Kerja Berdiri

(10)

belakang karena terjadi momen tubuh.Suatu perlawanan terhadap suatu beban momen tubuh mengakibatkan otot mengalami kontraksi yang semakin berlebihan. Kontraksi otot rangka tulang belakang yang kuat dan lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan (Gempur, 2013).

Menurut Wowo Sunaryo (2014), kecenderungan lainnya adalah memerlukan tenaga lebih besar dibandingkan dengan posisi duduk, mengingat kaki sebagai tumpuan tubuh Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai seperti pembersih (clerks), dokter gigi, penjaga tiket, tukang cukur (barbers) pasti memerlukan sepatu ketika bekerja, apabila sepatu tidak pas (tidak sesuai) maka sangat mungkin sobek (bengkak) pada jari kaki, mata kaki, dan bagian sekitar telapak kaki. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut sepatu kerja yang ergonomis. Sepatu yang baik adalah sepatu yang dapat menahan kaki (tubuh), bukan kaki direpotkan untuk menahan sepatu. Desain sepatu untuk kerja berdiri, ukuran sepatu harus lebih longgar dari ukuran telapak kaki, apabila bagian sepatu di kaki terjadi penahanan yang sangat kuat pada tali sendi (ligamnet) pergelangan kaki, dan hal itu terjadi pada jangka waktu yang lama, maka otot rangka (muscles) akan mudah mengalami kelelahan (Gempur, 2004).

2.4.1 Sikap Kerja Tidak Alamiah

(11)

terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umunya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Di Indonesia sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja.

2.4.2 Sikap kerja berulang (aktivitas berulang)

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Tarwaka, 2004). Ketika bergerak ,otot dan tendon bekerja dengan memendek dan memanjang. Peradangan pada tendon dan ligamen sangat mungkin terjadi jika gerakan yang dilakukan berulang secara terus-menerus tanpa istirahat yang cukup (Hardianto dan Yassierli, 2014).

2.5 Tulang Dalam Sistem Rangka Tubuh

(12)

saling mendukung terutama dalam proses pergerakan dan pembentukan postur tubuh (Tarwoto dkk, 2009).

Menurut Wowo Sunaryo (2014) struktur otot rangka atau musculoskeletal manusia dibentuk oleh komponen utama seperti tulang, ligamen, tendon, otot dan sendi. Fungsi utama sistem otot rangka kita adalah untuk menyokong dan melindungi anggota tubuh, mempertahankan posisi tubuh, dan menghasilkan gerakan.

1. Tulang, Ligamen dan Tendon

Sistem rangka kita terdiri atas 206 tulang yang berhubungan satu sama lain. Tulang sangat berperan sebagai penyokong struktur tubuh dan pembentuk formasi rangka tubuh. Fungsi lain tulang adalah untuk pergerakan bersama-sama dengan otot, terutama tulang-tulang panjang pada lengan dan kaki. Tulang terdiri atas sel-sel, matriks organik yang tersusun dari serat kolagen, dan garam-garam anorganik, seperti fosfor dan kalsium. Bagian luar tulang berwujud padat, tapi dalamnya terdapat perancah tulang spons yang menyerupai sarang lebah. Hal inilah yang membuat tulang kita kuat namun ringan, sehingga tulang mampu menopang tanpa membebani kita. Berbagai jenis tulang diantaranya :

1. Tulang panjang (seperti pada lengan dan kaki), yang bekerja seperti tuas sehingga digunakan untuk menggerakkan tubuh.

(13)

Secara umum, pada tubuh kita terdapat dua jenis serat yakni kolagen dan elastik. Proporsi perbandingan kolagen dan elastic memengaruhi karakteristik mekanis tiap jaringan yang ada pada tubuh. Karakteristik mekanis ini dapat dilihat dari berbagai aspek, meliputi : kekerasan, kekuatan, serta daya tahan terhadap pembebanan, gaya tekan, dan torsi dari luar, baik yang bersifat tiba-tiba maupun berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama.

Ligamen merupakan jaringan yang menghubungkan antara dua buah tulang dan berfungsi untuk mempertahankan stabilitas sendi. Otot-otot terhubung pada tulang melalui tendon. Tendon berfungsi untuk meneruskan gaya dari otot. Selain memiliki fungsi serupa, ligamen dan tendon berbeda dengan tulang karena ligamen dan tendon memiliki proporsi kandungan serat kolagen yang lebih sedikit dari tulang. Khususnya pada tendon, tendon dikelilingi oleh lapisan pembungkus yang berperan besar untuk meredam gesekan ketika bergerak. Jika produksi cairan ini terhambat, maka rasa ngilu dan sakit akan dirasakan ketika melakukan gerakan yang berulang-ulang. Ligamen dan tendon adalah dua jenis jaringan yang paling sering menderita kelainan akibat kerja dalam jangka panjang.

2. Otot Rangka

(14)

Otot (rangka) mampu berkontraksi (memendek) dan berelaksasi (memanjang). Otot (rangka) dan tulang bekerja sama untuk bergerak. Jika otot sinergi berkontraksi, maka otot antagonis berelaksasi. Setiap proses kontraksi membutuhkan energi yang diperoleh dari ATP (adenosine triphosphate) yang dipecah membentuk ADP (adenosine diphosphate). Menurut Hardianto dan Yassierli (2014) kebutuhan ATP dalam jumlah besar disuplai dengan mengurai karbohidrat, lemak dan protein yang tersimpan pada tubuh melalui proses anaerobik dan proses aerobik.

2.6Musculuskeletal Disorders

Menurut Soedirman dan Suma’mur (2014) dalam melakukan aktivitasnya,

penggunaan kerja otot yang tidak terkontrol dapat menimbulkan gangguan pada otot rangka, yang dikenal dengan gangguan otot rangka (musculoskeletal disorders), yaitu :

1. Kelelahan dan keletihan terus menerus yang disebabkan oleh kegiatan yang dilakukan dengan frekuensi atau periode waktu yang lama dari upaya otot, pengulangan aktivitas atau upaya yang terus-menerus dari bagian tubuh yang sama pada posisi tubuh yang statis.

2. Kerusakan tiba-tiba yang disebabkan oleh aktivitas yang sangat kuat /berat atau pergerakan yang tidak terduga.

(15)

Sunaryo, 2014). Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, tendon. Keluhan dan kerusakan inilah biasanya diistilahkan dengan keluhan MSDs (Tarwaka, 2004). MSDs biasanya diawali dengan keluhan rasa nyeri. Rasa nyeri ini jika tidak segera ditangani akan menimbulkan rasa sakit yang berlebihan dan berujung pada perubahan anatomi jaringan tubuh jika terus-menerus (Hardianto dan Yassierli, 2014).

Menurut Tarwaka (2015), secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

(16)

berbagai gangguan terhadap tubuh pekerja baik saat terjadi maupun dirasakan pada waktu jangka panjang (Wowo Sunaryo, 2014).

Perlu dicatat bahwa suatu gangguan pada sistem otot rangka dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi beberapa faktor risiko. Semakin banyak faktor risiko yang melekat pada suatu pekerjaan, risiko gangguan MSDs yang mungkin terjadi juga semakin besar (Hardianto dan Yassierli, 2014).

2.6.1 Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Musculoskeletal

Menurut Tarwaka (2004) terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu :

1. Peregangan Otot yang Berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktiitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat. 2. Aktivitas Berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap Kerja Tidak Alamiah

(17)

Semakin jauh posisi bagian tubuh dari gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal.

4. Faktor Penyebab Sekunder a. Tekanan

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.

c. Mikrolimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot.

5. Penyebab kombinasi a. Umur

(18)

b. Jenis Kelamin

Walaupun masih ada perdebatan pendapat dari beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat resiko keluhan otot.

c. Kebiasaan Merokok

Sama hal nya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan merokok terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli, namun demikian beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungan nya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok.

d. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat.

e. Kekuatan Fisik

Sama halnya dengan beberapa faktor lainnya, hubungan antara kekuatan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal juga masih diperdebatkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kekuatan fisik dengan keluhan otot skeletal.

f. Ukuran Tubuh

(19)

2.6.2 Jenis Keluhan MSDs

Menurut Hardianto dan Yassierli (2014) berdasarkan jenisnya, gangguan MSDs dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :

a. Gangguan MSDs pada Tendon

Gangguan pada tendon biasanya berupa peradangan yang diakibatkan oleh gerakan berulang dan secara terus-menerus membebani suatu tendon tertentu tanpa istirahat yang cukup. Tendinitis merupakan nama umum peradangan pada jaringan tendon. Selain disebabkan oleh 4 faktor risiko MSDs (kerja otot yang berat, aktivitas kerja yang berulang, durasi waktu yang lama, dan istirahat yang kurang), tendinitis juga dipengaruhi oleh faktor usia. Semakin bertambahnya usia maka elastisitas tendon semakin berkurang. Tendinitis biasanya paling sering di derita oleh bagian tubuh seperti bahu, siku, pergelangan tangan dan tumit. Beberapa jenis pekerjaan yang berpotensi menyebabkan tendinitis ialah pekerjaan kontruksi bangunan, pekerjaan entry data pada computer pekerjaan jahit dan sebagainya. Pekerjaan tersebut merupakan karakteristik berulang-ulang dengan waktu siklus yang singkat dan hanya melibatkan otot dan tendon tertentu secara terus-menerus dalam bekerja.

(20)

gangguan pada tendon yang sering terjadi di industri adalah tennis elbow dan de Quertain’s disease.

Tennis elbow merupakan bentuk peradangan pada otot-otot ekstensor lengan yang menyebabkan nyeri pada sisi lateral siku. Kelainan ini banyak dialami oleh pemain tenis atau mereka yang menggunakan lengan bawah pada posisi pronasi secara berulang-ulang, misalnya gerakan seperti menggunakan obeng. Penderita tennis elbow ini akan merasakan nyeri saat mengepalkan tangan, mengangkat barang yang berat, atau saat melakukan pukulan seperti back-hand.

De Quervain’s disease merupakan penamaan spesifik untuk peradangan pada bagian tendon ibu jari. Gejala penyakit ini berupa rasa nyeri, bengkak pada bagian ibu ajari dan kesulitan menggenggam. Dalam kondisi yang parah, peradangan ini akan mengganggu gerak tangan, khususnya ibu jari. Penggunaan secara berlebih dan berulang pada bagian ibu jari dalam menekan, mengambil material atau memutar suatu benda diduga sebagai penyebab munculnya penyakit ini. Oleh karena itu, seseorang yang bekerja dengan banyak menggunakan ibu jari dalam pergerakannya memiliki risiko menderita gangguan ini.

b. Gangguan MSDs pada Sendi

(21)

pembengkakan dan sakit. Walaupun lutut merupakan sendi yang paling sering terkena bursitis, bursitis juga dapat menyerang sendi yang lain.

c. Gangguan MSDs pada Jaringan Saraf

Nyeri punggung merupakan salah satu bentuk jaringan saraf yang paling sering dialami pekerja industri, terutama bagian bawah punggung yang dikenal dengan nyeri punggung bagian bawah. Salah satu penyebab nyeri punggung adalah bergesernya bantalan tulang belakang sehingga menekan saraf belakang. Penyebab lain nyeri punggung adalah spondilosis, yaitu kerusakan pada sendi tulang belakang akibat aus atau terkikisnya tulang rawan yang yang melindungi ruas tulang belakang.

(22)

tengah dan telunjuk. Jika tidak segera ditangani, rasa nyeri ini dapat berakibat pada sakit yang berkepanjangan dan berkurangnya kekuatan otot.

d. Gangguan MSDs pada Jaringan Neurovaskular.

Jaringan neurovaskular berkaitan dengan jaringan saraf dan pembuluh darah. Salah satu bentuk gangguan pada neurovaskular adalah white finger atau reynaud’s syndrome. Sesuai dengan namanya, jari seseorang yang menderita penyakit ini berwarna putih. Selain itu, kondisi ini juga disertai oleh rasa nyeri berlebih dan kehilangan sensivitas tangan untuk meraba. Hal ini diduga karena penurunan aliran darah ke daerah yang seharusnya dituju.

2.6.3 Relaksasi Otot

Relaksasi otot yang dapat dilakukan untuk pengendalian keluhan MSDs adalah sebagai berikut :

a. Duduk dan menyandarkan punggung pada kursi

b. Menggerak-gerakkan tangan atau dengan meluruskan tangan ke depan atau ke bawah

c. Memutar leher secara perlahan dari bawah, ke samping kemudian ke atas atau dengan menggerakkan leher ke atas dan ke bawah secara bergantian d. Menggerakkan pinggang ke kiri dan ke kanan secara bergantian atau

dengan meluruskan pinggang

(23)

2.7 Nordic Body Map

Menurut Hardianto dan Yassierli (2014), salahsatu kuesioner yang sering digunakan di industri adalah kuesioner NORDIC. Kuesioner ini secara lengkap menggambarkan bagian-bagian tubuh yang mungkin dikeluhkan oleh pekerja mulai dari leher hingga pergelangan kaki. Kuesioner ini juga mampu menggambarkan persepsi pekerja, apakah keluhan yang dirasakan berhubungan dengan pekerjaan atau tidak. Pengisiannya sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan umum seperti usia dan jenis kelamin. Penilaian Nordic Body Map berdasarkan jawaban yang diberikan oleh pekerja berdasarkan tingkat keluhan, diantaranya tidak sakit, agak sakit, sakit, dan sangat sakit (Santoso, 2004). Menurut Tarwaka (2015) di bawah ini adalah contoh desain penilaian dengan skala likert, dimana :

a. Skor 0 : tidak ada keluhan/ kenyerian pada otot-otot atau tidak ada rasa sakit sama sekali yang dirasakan oleh pekerja selama melakukan pekerjaan (tidak sakit ).

b. Skor 1 : dirasakan sedikit adanya keluhan atau kenyerian pada bagian otot, tetapi belum mengganggu pekerjaan (agak sakit).

c. Skor 2 : responden merasakan adanya keluhan/ kenyerian atau sakit pada bagian otot dan sudah mengganggu pekerjaan, tetapi rasa kenyerian segera hilang setelah dilakukan istirahat dari pekerjaan.

(24)

Tabel 2.1 Klasifikasi Subyektivitas Tingkat Risiko Sistem Musculoskeletal

Gambar 2.1 Nordic Body Map

Keterangan Gambar :

0. Leher bagian atas 14. Pergelangan Tangan Kiri 1. Leher Bagian Bawah 15. Pergelangan Tangan Kanan

2. Bahu Kiri 16. Tangan Kiri

3. Bahu Kanan 17. Tangan Kanan

4. Lengan Atas Kiri 18. Paha Kiri

(25)

6. Lengan Atas Kanan 20. Lutut Kiri

7. Pinggang 21. Lutut Kanan

8. Bokong 22. Betis Kiri

9. Pantat 23. Betis Kanan

10.Siku Kiri 24. Pergelangan Kaki Kiri

11.Siku Kanan 25. Pergelangan Kaki Kanan

12.Lengan Bawah Kiri 26. Kaki Kiri 13.Lengan Bawah Kanan 27. Kaki Kanan 2.8.REBA (Rapid Entire Body Assessment)

REBA adalah metode yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Lynn McAtamney yang secara efektif digunakan untuk menilai postur tubuh pekerja, tenaga yang digunakan dari pergerakan pekerja. Selain itu metode REBA memperhitungkan beban yang ditangani dalam suatu sistem kerja, couplingnya dan aktivitas yang dilakukan. Metode ini relatif mudah digunakan karena untuk mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar sudut yang spesifik, hanya berupa range sudut. Terdapat enam tahapan proses perhitungan yang dilalui yaitu :

1. Amati pekerjaan yang dilakukan

2. Tentukan bagian tubuh yang akan diberi penilaian 3. Berikan penilaian terhadap postur tubuh

4. Lakukan proses penilaian 5. Tentukan dan buat nilai REBA

(26)

REBA dalam jurnal Handbook of Human Factor and ergonomic Methods (2005) menyebutkan untuk masing-masing tugas, menilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing grup yang terdiri dari :

Grup A : Batang tubuh (trunk), leher (neck) dan kaki (leg)

Grup B : Lengan atas (upper arms), lengan bawah (lower arms) dan pergelangan tangan (wrist).

1. Grup A

Gambar 2.2 Pergerakan Punggung Tabel 2.2 Skor Pergerakan Punggung

Pergerakan Skor Skor perubahan

Posisi normal 1 +1jika berputar atau pinggang fleksi

00– 200 Fleksi 00–200Ekstensi

2 200– 600 Fleksi

200– 600 Ekstensi

3 >600 Fleksi 4

(27)

Tabel 2.3 Skor Pergerakan Leher

Pergerakan Skor Skor perubahan

00–200 Fleksi 1 +1 jika berputar atau leher fleksi >20 Fleksi atau

ekstensi

2

Gambar 2.4 Pergerakan Kaki

Tabel 2.4 Skor Pergerakan Kaki

Posisi Skor Skor perubahan

Posisi normal / seimbang (berjalan atau duduk)

1 +1 jika lutut antara 300 dan 600 fleksi

+2 jika lutut >600 fleksi (tidak untuk posisi duduk)

Postur tidak seimbang 2

Beban (Load)

Tabel 2.5 Skor Beban (Load)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

< 5 kg 1 + 1 jika kekuatan cepat

5-10 Kg 2

>10 kg 3

(28)

Tabel 2.6 Skor Pergerakan Lengan Atas

Posisi Skor Skor perubahan

200 Ekstensi hingga 200 Fleksi

1 +1 jika lengan dipaksakan dan berputar +1 jika bahu terangkat Tabel 2.7 Skor Pergerakan Lengan Bawah

Pergerakan Skor

(29)

Genggaman (Coupling)

Tabel 2.9 Skor Genggaman (Coupling)

Coupling Skor Keterangan

Baik 0 Kekuatan pegangan baik

Sedang 1 Pegangan bagus tetapi tidak ideal atau seperti memegang lebih dari satu menit

+1 Jika tindakan berulang-ulang seperti mengulangi >4 kali per menit (tidak termasuk berjalan) +1 Jika tindakan menyebabkan jarak yang bsar dan

postur berubah (tidak stabil)

(30)

Tabel 2.12 Tabel B : Skor Untuk Bagian Tubuh B (Lengan Atas, Lengan

Tabel 2.14 Nilai Level Tindakan Reba

Skor Reba Level Risiko Level Tindakan Tindakan

1 Dapat diabaikan 0 Tidak diperlukan

2-3 Kecil 1 Mungkin diperlukan

4-7 Sedang 2 Perlu

8-10 Tinggi 3 Segera

(31)

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Subyektivitas Tingkat Risiko Sistem Musculoskeletal Berdasarkan Total Skor Individu
Tabel 2.2 Skor Pergerakan Punggung
Tabel 2.5 Skor Beban (Load)
Tabel 2.6 Skor Pergerakan Lengan Atas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil jawaban 20 informan secara keseluruhan, baik pada indikator kenyamanan dalam melakukan pembelian dan jenis atau keberagaman produk yang dimiliki,

Berdasarkan hasil penelitian hubungan interferensi nyeri dengan kecemasan pada pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi diperoleh bahwa dari 42,3% responden

Kemudian yang sedang bersekolah pada sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) sebesar 17,96 persen pada usia tujuh sampai 15 tahun. Selanjutnya yang sedang

る所得拡大促進税制の適用を受けたか否かについては、実際にどの企業がどの年度

Hasil analisis ragam terhadap pengamatan intensitas serangan penyakit yang disebab oleh jamur patogen tular tanah pada kacang tanah menunjukkan, bahwa dosis kompos Trichoderma

bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor

Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui dan menelusuri dampak integrasi ekonomi ASEAN pada kapasitas pajak

Opportunities for Listening and for Instruction that Occur During the Learning