PENGUJIAN DOSIS KOMPOS Trichoderma UNTUK PENGENDALIAN
JAMUR PATOGEN TULAR TANAH PADA TANAMAN KACANG TANAH
(Arachis hypogea L.)
[EXAMINATION OF COMPOST Trichoderma DOSE TO CONTROL OF
SOILBORNE FUNGAL PATHOGENS ON PEANUT (Arachis Hypogea L.)]
Husda Marwan
1Abstract
The aim of this research was to know influence Trichoderma compost dose to disease development caused by soilborne fungal pathogens, to know optimal Trichoderma compost dose to control of soilborne fungal pathogens and increase product peanut crop. The experiment was conducted on experimental station in Mendalo Darat (Muaro Jambi) from April 2004 until October 2004 using Completely Randomized Design (RAL) with some Trichoderma compost dose as treatment levels. Those were: D0 = Without Trichoderma compost ( control), D1 = 10 ton/ha, D2 = 20 ton/ha, D3 = 30 ton/ha, D4 = 40 ton/ha. The result indicated that 30-40 ton/ha Trichoderma compost could depress intensity and disease development caused by soilborne fungal pathogens and increase product peanut crop.
Kata kunci: kompos Trichoderma, jamur patogen tular tanah
1 Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Jambi
PENDAHULUAN
Kacang tanah (Arachis hypogea L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak digemari oleh masyarakat, baik dikonsumsi langsung maupun diolah menjadi bentuk makanan lainnya. Tanaman ini banyak mengandung senyawa-senyawa yang dibutuhkan tubuh manusia seperti protein (25-30%), minyak (40-50%), karbohidrat (12%), mineral (2,7%), kalsium, fosfor, dan zat besi (Kanisius, 1994).
Menurut Sumarno (1994), produksi kacang tanah di Indonesia masih rendah yaitu 0,7 – 1,5 ton/ha polong kering. Produksi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi optimal kacang tanah yaitu 1,8 ton/ha polong kering.
Salah satu hambatan dalam meningkatkan produksi kacang tanah di Indonesia adalah gangguan penyakit tanaman. Penyakit penting pada kacang tanah diantaranya adalah penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah seperti
Sclerotium rolfsii, Rhizoctonia solani, Fusarium
sp, dan lain-lain (Agrios, 1988).
Pengendalian terhadap jamur patogen tular tanah ini sulit dilakukan karena jamur ini hidup
sebagai saprofit didalam tanah dan dapat hidup dengan baik pada berbagai bahan organik serta dapat bertahan hidup dalam periode yang panjang dalam tanah (Punja, 1989).
Sampai saat ini, kebanyakan petani lebih cenderung menggunakan pestisida dalam menanggulangi berbagai penyakit tanaman. Penggunaan pestisida ini menimbulkan permasalahan baru yang merugikan, baik terhadap manusia, hewan ternak, lingkungan maupun terhadap tanaman itu sendiri. Penggunaan pestisida juga menyebabkan peningkat biaya produksi karena harganya yang sangat mahal (Sinaga, 1989).
Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida, maka pengendalian penyakit tanaman dilakukan dengan pendekatan Pengendalian Secara Terpadu (PHT) dengan memprioritaskan pengendalian hayati, penggunaan varietas tahan, kultur teknis, dan pemupukan berimbang yang didasarkan pada prinsip ekologis dan ekonomis (Djafaruddin, 1994).
Pengendalian hayati menggunakan musuh alami yang bersifat antagonis merupakan alternatif
pengendalian yang cukup aman dan ekonomis. Metode pengendalian ini sangat efektif karena dapat membatasi perkembangan patogen dalam waktu yang relatif lama (Baker dan Cook, 1974).
Kendala dalam mengintroduksi jamur antagonis kedalam tanah adalah ketidakmampuan jamur tersebut beradaptasi pada ekosistem yang baru. Hal ini menyebabkan berkurangnya kemampuan jamur antagonis tersebut berkompetisi dengan patogen yang ada didalam tanah. Menurut Nurbailis (1992), kompos dapat digunakan sebagai media aktivasi pertumbuhan jamur antagonis sebelum diintroduksi ke dalam tanah. Kompos dalam kaitannya dengan kesuburan tanah mampu menyediakan unsur hara makro seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan unsur hara mikro serta mampu memperbaiki kondisi fisik tanah.
Trichoderma sp. merupakan salah satu agen
pengendali hayati yang efektif untuk mengendalikan berbagai patogen tular tanah (Wells, 1986). Jamur ini juga mampu berfungsi sebagai mikroorganisme pelapuk yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembuatan kompos. Hal inilah yang mendorong banyaknya pengembangan teknik-teknik penggunaan jamur
Trichoderma sp. dalam upaya pengendalian
penyakit tanaman.
Bertitik tolak dari permasalahan diatas, penulis telah melakukan penelitian untuk menguji beberapa dosis kompos Trichoderma untuk mengendalikan patogen tular tanah pada tanaman kacang tanah (Arachis hypogea L.).
Penelitian ini bertujuan untuk: (a). Mengamati pengaruh penggunaan kompos Trichoderma terhadap patogen tular tanah pada tanaman kacang tanah, (b). Mengetahui dosis kompos Trichoderma yang optimal untuk mengendalikan jamur patogen tular tanah dan meningkatkan produksi tanaman kacang tanah.
BAHAN DAN METODA
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi pada bulan April - Oktober 2004.
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: Media Potato Dektrose Agar, alkohol, alumunium foil, kapas, akuades steril, kompos, tanah terinfeksi, pupuk NPK, polybag, plastik hitam, plastik tahan panas, benih kacang tanah. Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: outoklaf, entkash, inkubator, cawan petri, jarum ose, lampu bunsen, hand sprayer, cangkul, alat tulis, dan lain-lain.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri atas satuan-satuan percobaan dengan masing-masing 3 polibag. Penempatan masing-masing polibag dilakukan secara acak, perlakuan terdiri dari beberapa dosis kompos Trichoderma, yaitu:
D0 = anpa kompos Trichoderma (kontrol) D1 = 10 ton kompos Trichoderma/Ha (21 g/5 kg
tanah)
D2 = 20 ton kompos Trichoderma/Ha (42 g/5 kg tanah)
D3 = 30 ton kompos Trichoderma/Ha (63 g/5 kg tanah)
D4 = 40 ton kompos Trichoderma/Ha (84 g/5 kg tanah)
Pelaksanaan percobaan
Tanah yang digunakan sebagai media tanam berasal dari tanah bekas penanaman kacang tanah yang terserang jamur patogen tular tanah. Tanah dimasukkan kedalam polibag berdiameter 30 cm masing-masing 5 kg perpolibag. Tanah diinkubasi selama 7 hari sebelum dilakukan aplikasi kompos
Trichoderma.
Kompos Trichoderma dibuat dengan men-campurkan 0,5 kg biakan Trichoderma yang dilarutkan dalam 5 liter air kedalam 50 kg kompos yang telah matang. Campuran ini diinkubasi selama 2 minggu untuk kolonisasi jamur Trichoderma di dalam kompos dan diletakkan pada tempat yang sejuk dan tidak terkena cahaya matahari secara langsung.
Pengamatan dilakukan setiap hari setelah penanaman. Gejala serangan pertama ditandai dengan munculnya bercak berwarna coklat pada pangkal batang dekat dengan permukaan tanah.
Intensitas serangan penyakit diamati setiap minggu semenjak munculnya gejala pertama penyakit sampai tanaman mati. Intensitas serangan dihitung berdasarkan rumus Mc. Kinney (Nurbailis, 1992):
I = Σ (ni x vi) x 100% N x V
dimana:
I = Intensitas serangan
ni = Jumlah tanaman yang terserang pada setiap kategori serangan
vi = Nilai numerik dari masing-masing kategori serangan
N = Jumlah seluruh tanaman yang diamati V = Kategori serangan dengan nilai numeric
Penetapan nilai numerik atau skala penyerangan berdasarkan penelitian Nurbailis (1992).
Tabel 1. Skala numerik serangan patogen tular tanah pada tanaman kacang tanah
Skala
numerik Deskripsi gejala penyakit 0
1 2 3
Tidak ada serangan penyakit
Serangan ringan, bercak pangkal ba-tang, tidak layu
Serangan berat, bercak dan layu, seba-gian tanaman masih tumbuh
Serangan sangat berat, layu keselu-ruhan, tanaman rebah.
Variabel hasil dan komponen hasil yang diamati adalah jumlah polong berisi, persentase polong berisi.
Data pengamatan dianalisis secara sidik ragam dengan uji lanjut Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis ragam terhadap pengamatan masa inkubasi penyakit yang disebab oleh jamur patogen tular tanah pada kacang tanah menunjukkan, bahwa dosis kompos Trichoderma berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi penyakit. Hasil uji jarak berganda Duncan (DNMRT) pada taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Masa inkubasi penyakit yang disebabkan oleh jamur patogen tular tanah pada tanaman kacang tanah
Ket: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5%.
* = Gejala penyakit tidak muncul sampai akhir pengamatan.
MIP = Masa Inkubasi Penyakit
Dari Tabel 2 tersebut terlihat bahwa pemberian kompos Trichoderma dapat menghambat proses infeksi penyakit oleh jamur patogen tular tanah pada tanaman kacang tanah. Masa inkubasi penyakit atau masa timbulnya gejala penyakit pada perlakuan tanpa kompos
Trichoderma (D0/kontrol) yaitu 6,4 hari setelah tanam (hst), kemudian berturut-turut diikuti oleh perlakuan dosis 10 ton kompos Trichoderma/Ha (D1) selama 13,8 hst, dosis 20 ton kompos Trichoderma/Ha (D2) selama 25,4 hst, sedangkan dosis 30 ton kompos Trichoderma/Ha (D3) dan 40 ton kompos Trichoderma/Ha (D4) tidak menunjukkan adanya gejala penyakit sampai akhir pengamatan (panen).
Hasil analisis ragam terhadap pengamatan intensitas serangan penyakit yang disebab oleh jamur patogen tular tanah pada kacang tanah menunjukkan, bahwa dosis kompos Trichoderma berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan penyakit. Hasil uji jarak berganda Duncan (DNMRT) pada taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Intensitas serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur patogen tular tanah pada tanaman kacang tanah Perlakuan Dosis
Intensitas Serangan Penyakit (%) Tanpa kompos Trichoderma (D0)
10 ton kompos Trichoderma/Ha (D1)
20 ton kompos Trichoderma/Ha (D2)
30 ton kompos Trichoderma/Ha (D3)
40 ton kompos Trichoderma/Ha (D4)
100,0 a 66,7 b 60,0 c 0,0 d 0,0 d Ket.: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti
oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5%.
Dari Tabel 3 tersebut terlihat bahwa pemberian kompos Trichoderma dapat menekan intensitas serangan penyakit oleh jamur patogen tular tanah pada tanaman kacang tanah. Intensitas serangan penyakit tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan tanpa kompos Trichoderma (D0/kontrol) yaitu 100%, kemudian berturut-turut diikuti oleh perlakuan dosis 10 ton kompos Trichoderma/Ha (D1) yaitu 66,7%, dosis 20 ton kompos Trichoderma/Ha (D2) yaitu 60,0%, sedangkan dosis 30 ton kompos Trichoderma/Ha (D3) dan 40 ton kompos Trichoderma/Ha (D4) tidak menunjukkan adanya intensitas serangan penyakit karena tidak ada tanaman yang terserang penyakit sampai akhir pengamatan (panen).
Perlakuan (HST) MIP
Tanpa kompos Trichoderma (D0)
10 ton kompos Trichoderma/Ha (D1)
20 ton kompos Trichoderma/Ha (D2)
30 ton kompos Trichoderma/Ha (D3)
40 ton kompos Trichoderma/Ha (D4)
6,4 a 13,8 b 25,4 c 100 d* 100 d*
Hasil analisis ragam terhadap jumlah polong kacang tanah per rumpun menunjukkan, bahwa dosis kompos Trichoderma berpengaruh nyata terhadap jumlah polong kacang tanah per rumpun. Hasil uji jarak berganda Duncan (DNMRT) pada taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah polong tanaman kacang tanah per rumpun
Perlakuan Dosis Jumlah polong
per rumpun Tanpa kompos Trichoderma (D0)
10 ton kompos Trichoderma/Ha (D1)
20 ton kompos Trichoderma/Ha (D2)
40 ton kompos Trichoderma/Ha (D3)
30 ton kompos Trichoderma/Ha (D4)
0,0 a 18,2 b 23,1 c 32,7 d 33,3 d Ket.: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti
oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5%.
Dari Tabel 4 tersebut terlihat bahwa pemberian kompos Trichoderma dapat meningkatkan jumlah polong tanaman kacang tanah per rumpun. Jumlah polong per rumpun tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan dosis 30 ton kompos Trichoderma/Ha (D3) yaitu 33,3 polong per rumpun, 40 ton kompos Trichoderma/Ha (D4) yaitu 32,7 polong per rumpun, 20 ton kompos
Trichoderma/Ha (D2) yaitu 23,1 polong per rumpun, 10 ton kompos Trichoderma/Ha (D1) yaitu 18,2 polong per rumpun, sedangkan perlakuan tanpa kompos Trichoderma (D0/kontrol) menunjukkan bahwa tanaman tidak memproduksi polong karena semua tanaman yang ada terserang berat dan tanaman mati.
Hasil analisis ragam terhadap persentase polong berisi menunjukkan, bahwa dosis kompos
Trichoderma berpengaruh nyata terhadap jumlah
polong berisi kacang tanah per rumpun. Hasil uji jarak berganda Duncan (DNMRT) pada taraf nyata 5% dapat dilihat pada Tabel 5.
Dari Tabel 5 terlihat bahwa pemberian kompos Trichoderma dapat meningkatkan persentase polong berisi tanaman kacang tanah per rumpun. Persentase polong berisi per rumpun tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan dosis 40 ton kompos Trichoderma/Ha (D4) yaitu 76,4% polong berisi per rumpun, 30 ton kompos Trichoderma/Ha (D3) yaitu 75,1 polong berisi per rumpun, 20 ton kompos Trichoderma/Ha (D2) yaitu 55,6 polong berisi per rumpun, 10 ton kompos Trichoderma/Ha (D1) yaitu 34,2 polong berisi per rumpun, sedangkan perlakuan tanpa kompos Trichoderma
(D0/kontrol) menunjukkan tidak adanya polong berisi karena tanaman tidak menghasilkan polong (berproduksi).
Tabel 5. Persentase polong berisi tanaman kacang tanah per rumpun
Ket.: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5%.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menun-jukkan bahwa perlakuan dosis kompos
Trichoder-ma pada tanaTrichoder-man kacang tanah dapat menekan
masa inkubasi penyakit atau masa munculnya ge-jala pertama penyakit dan intensitas serangan, serta meningkat jumlah polong kacang tanah per rumpun, dan persentase polong berisi per rumpun.
Pada pengamatan terhadap masa inkubasi penyakit menunjukkan bahwa pada tanah yang diperlakukan dengan dosis kompos Trichoderma sebanyak 10 dan 20 ton per Ha masih terlihat adanya serangan penyakit dengan masa inkubasi 13,8 dan 25,4 hari setelah tanam (hst), sedangkan perlakuan dengan dosis kompos Trichoderma sebanyak 30 dan 40 ton per Ha menunjukkan tidak adanya serangan penyakit. Hal ini diduga karena pada dosis kompos Trichoderma sebanyak 10 dan 20 ton per Ha, populasi jamur Trichoderma yang terdapat dalam kompos belum mampu secara sempurna mengantagonis jamur patogen tular tanah sehingga beberapa populasi patogen tular tanah masih mampu melakukan proses infeksi dan menyerang tanaman kacang tanah. Menurut Hoitink dan Fahy (1986), jumlah populasi awal dari suatu jamur antagonis merupakan faktor penting yang berperan dalam menentukan kemampuan antogonis terhadap jamur patogen.
Perlakuan dosis kompos Trichoderma berpengaruh terhadap intensitas serangan penyakit. Pada tanaman yang diperlakukan dengan kompos
Trichoderma yang telah menunjukkan gejala awal
serangan penyakit (dosis 10 dan 20 ton per Ha), gejala penyakit tidak menunjukkan adanya per-kembangan dimana intensitas serangan umumnya berada pada skala 1 dimana tanaman masih dapat
Perlakuan Dosis
Persentase polong berisi
(%) Tanpa kompos Trichoderma (D0)
10 ton kompos Trichoderma/Ha (D1)
20 ton kompos Trichoderma/Ha (D2)
40 ton kompos Trichoderma/Ha (D3)
30 ton kompos Trichoderma/Ha (D4)
0,0 a 34,2 b 55,6 c 75,1 d 76,4 d
tumbuh dengan baik kembali. Hal ini dapat dise-babkan karena semakin meningkatnya populasi ja-mur Trichoderma yang ada dalam tanah seiring de-ngan pertumbuhan tanaman kacang tanah sehingga dapat membunuh jamur patogen melalui proses antibiosis dan parasitisme. Menurut Well (1986)
Trichoderma menghasilkan antibiotik yaitu Tri-chodermin, demadin dan viridin. Aktifitas alamiah
antibiotik ini terbagi atas 2 tipe yaitu fungistatik yang menghalangi atau menghambat perkembang-an populasi jamur, serta fungisional yperkembang-ang dapat membunuh jamur. Jamur Trichoderma dapat mem-bunuh patogen dengan melisis sel hifa cendawan patogen menggunakan enzin 1,3 β glacanase di mana enzim tersebut dapat melarutkan dinding sel patogen. Trichoderma juga dapat memarasit mise-lium jamur patogen dengan cara menembus din-ding sel patogen untuk mengambil makanan se-hingga jamur patogen mati (Barnett, 1999).
Selain berpengaruh terhadap pengendalian pe-nyakit tanaman kacang tanah yang disebabkan ja-mur patogen tular tanah, perlakuan kompos
Tri-choderma juga memperlihatkan pengaruh terhadap
produksi tanaman kacang tanah. Hasil pengamatan terhadap jumlah polong per rumpun dan persentase polong berisi menunjukkan bahwa peningkatan do-sis kompos Trichoderma 30 sampai 40 ton per Ha dapat meningkatkan jumlah polong menjadi 32,7 dan 33,3 polong per rumpun, sedangkan persentase polong berisi meningkat menjadi 75,1% dan 76,4% polong per rumpun. Hal ini disebabkan ka-rena kompos mempunyai sumber bahan organik yang sangat berguna untuk memperbaiki kesubur-an tkesubur-anah. Pemberikesubur-an kompos pada tkesubur-anah dapat me-rangsang pertumbuhan mikrorganisme yang telah berada dalam tanah. Mikroorganisme ini dapat memproduksi senyawa-senyawa yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah (Mala, 1994).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dosis kompos Trichoderma sebanyak 30-40 ton per Ha dapat mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur patogen tular tanah dan meningkatkan produksi tanaman kacang tanah.
Saran
Disarankan untuk menguji dosis ini terhadap patogen lain yang menyerang tanaman kacang tanah seperti bakteri dan nematoda. Disamping itu, dosis ini juga bias diuji dengan tanaman yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G. N. 1988. Plant pathology. Third edition. Academic Press. New York. 803 p.
Baker, K. F. dan R. J. Cook. 1974. Biological control of plant pathogens. W. H. Freeman and company. San Fransisco. 433 p.
Barnett. 1999. Imperfect fungi. Departement of Plant Pathology, Bacteriology and Entomology. West Virginia University.
Djafaruddin. 1994. Prospek pengendalian patogen penyebab penyakit tanaman secara hayati suatu harapan atau kenyataan. Makalah pada seminar regional PFI Wilayah Sumatera tanggal 17 Desember 1994.
Hoitink, H.A.J. dan P.C. Fahy. 1986. Basis for the control of soil borne plant pathogens with compost. Ann. Rev. Phytopathology 24: 93-144.
Kanisius. 1994. Kacang tanah. Aksi Agraris Kanisius. Jogjakarta. 77 hal.
Mala, Y. 1994. Seleksi dan penggunaan galur Trichoderma untuk meningkatkan pengomposan jerami padi. Thesis Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 84 hal.
Nurbailis. 1992. Pengendalian hayati Sclerotium
rolfsii penyebab penyakit busuh pangkal
batang kacang tanah (Arachis hypogea L.) dengan kompos dan cendawan antagonis. . Thesis Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 58 hal.
Punja, Z. K. 1989. Influence of nitrogenand calcium compound on development of disease with micro an macro element. The American Phytopathologycal Society. Minnesota. Pp. 75 – 89.
Sinaga, M. S. 1989. Potensi Gliocladium sp. sebagai pengendali hayati beberapa cendawan patogenik tumbuhan yang bersifat tular tanah. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan IPB. Bogor. 75 hal.
Sumarno. 1991. Teknik budidaya kacang tanah. Sinar Baru. Bandung. 79 hal.
Wells, H. D. 1986. Trichoderma a biocontrol agent. In: K. F. Mukeraji dan K. L. Grag (Eds) Biocontrol of plant disease. Vol. CRC Press Inc Boca. Raton Florida. Pp. 72 – 83.