• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Fakto-faktor yang Mempengaruhi Penderita Tuberkulosis (TB) Paru di Kota Medan Tahun 2005-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Fakto-faktor yang Mempengaruhi Penderita Tuberkulosis (TB) Paru di Kota Medan Tahun 2005-2015"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberculosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberculosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnan. Oleh karena itu disebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman Tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes, 2008).

2.2. Gejala Klinis TB Paru

(2)

1. Demam

Subfebril menyerupai influenza, namun terkadang suhu mencapai 40-41°C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

2. Batuk

Batuk berlangsung selama 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi pada bronkus, sifat batu dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (sputum). Keadaan yang lebih lanjut adanya dahak bercampur darah bahkan sampai batuk darah (hemaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

3. Sesak Nafas

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit TB paru yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.

4. Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila filtrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

5. Malaise

(3)

2.3. Klasifikasi TB Paru

2.3.1. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi Dari Penyakit 1. Tuberkulosis Paru

Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.

2. Tuberkulosis ekstra paru

Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya : pleura, kelenjar, limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klnis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan M. tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat (Pedoman Nasional Pengendalian TB, 2014).

2.3.2. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) 1. Tuberkulosis Paru BTA (+)

(4)

b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.

2. Tuberkulosis Paru BTA (-)

a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative, gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotic spectrum luas

b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.tuberkulosis positif.

2.3.3. Klasifikasi Berdasarkan Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus baru

Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)

b. Kasus kambuh (relaps)

(5)

c. Kasus pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah

d. Kasus lalai berobat

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif

e. Kasus gagal

1. Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)

2. Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik f. Kasus kronik

Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

g. Kasus bekas TB

(6)

2. Pada kasus dengan gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologic (Pedoman Tata Laksana Konsesus TB, 2010).

2.4. Diagnosis TB Paru

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis ( history taking) dan pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil pemeriksaan bakteriologik. Diagnosis pasti ditegakkan jika ada pemeriksaan bakteriologik ditemukan M. tuberculosis didalam dahak atau jaringan. Karena usaha untuk menemukan basil TB tidak selalu mudah, maka diupayakan cara untuk dapat membuktikan bahwa terdapat basil TB didalam tubuh. Cara pembuktiannya adalah melalui pemeriksaan seriologi (Djojodibroto, 2009).

(7)

Tuberkulosis, 2010).

2.4.1. Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar tuberkulosis paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis tuberkulosis paru BTA positif.

b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma) (Depkes RI, 2006).

2.5. Cara Penularan TB Paru

(8)

Nasional Penanggulan TB, 2014).

Umumnya penularan tetrjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2006).

2.6. Inkubasi TB Paru

Menurut Hiswani (2009), adapun masa tunas (masa inkubasi) penyakit tuberkulosis paru adalah muai dari terinfeksi sampai pada lesi primer muncul, sedangkan waktunya berkisar antara 4-12 minggu untuk tuberkulosis paru. Pada pulmonair progresif dan estrapulmonair, tuberkulosis biasanya memakan waktu yang lebih lama, sampai beberapa tahun.

2.7. Program Penanggulangan TB Paru

Sejak Tahun 1995, telah dilaksanakan dengan strategi DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri

atas lima komponen yaitu :

a. Komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TB Paru

(9)

c. Pengobatan TB Paru dengan paduan OAT jangka pendek dengan pencatatan dan pelaporan dalam mengawasi penderita menelan obat secara teratur dan benar pengawasan langsung oleh PMO

d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita

e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru (Depkes RI, 2009).

DOTS adalah strategi yang komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan kesehatan primer di seluruh dunia, untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB Paru.Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB Paru dapat berlangsung dengan cepat. DOTS bertujuan untuk memutuskan rantai penularan di masyarakat dengan mengobati penderita BTA positif sampai sembuh (Depkes RI, 2007 ).

(10)

2.8. Teori John Gordon

John Gordon mengemukakan pendapat bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu penyebab penyakit (agent), manusia dan karakteristiknya (host) dan lingkungan (environment).

Gambar 2.1. Model Terjadinya Penyakit Menurut Teori John Gordon

2.8.1. Agent

Agent adalah penyebab essensial yang harus ada. Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosis. Apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak sufficient atau memenuhi syarat untuk menimbulkan penyakit, agent memerlukan

Environment

(11)

dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent ini dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah patogenitas, infektifitas dan virulensi. Patogentitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk kedalam tubuh host dan berkembangbiak didalamnya. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host.

2.8.2. Host

Hal ini perlu diketahui bahwa tentang host ataupun pejamu meliputi karakteristik, gizi atau daya tahan tubuh, pertahanan tubuh, hygiene pribadi, gejala dan tanda penyakit pengobatan (Ruswanto, 2010).

Host ataupun pejamu adalah manusia atau hewan hidup. Host untuk penyakit tuberkulosis adalah manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah manusia. Faktor yang paling berpengaruh terhadap penularan penyakit tuberkulosis adalah kekebalan tubuh yakni kekebalan tubuh yang didapat secara alami.

2.8.3. Lingkungan

(12)

ini adalah rumah sehat, jumlah kendaraan bermotor, kepadatan penduduk, dan inflasi.

2.9. Determinan Sosial Kesehatan (Social Determinants of Health)

Determinan sosial kesehatan atau social determinant of health adalah kondisi-kondisi yang mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang, mulai dari lahir, tumbuh, bekerja dan menjadi tua, yang termasuk didalamnya kondisi sistem kesehatan, seperti : kemiskinan, kebijakan publik, ketahanan pangan, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, perumahan, transportasi, lingkungan dan jaringan sekitar (Kemenkes RI, 2014). Menurut WHO tahun 2015, determinan sosial kesehatan merupakan keadaan dimana manusia itu dilahirkan, tumbuh, hidup, bekerja, dan menua serta mencakup keseluruhan sistem yang menciptakan kondisi kehidupan sehari-hari. Keseluruhan sistem ini, mencakup kebijakan dan sistem ekonomi, agenda pembangunan, norma sosial, kebijakan sosial dan sistem politik.

(13)

2.10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi TB Paru

Menurut Fletcher (1992), penyakit tuberkulosis banyak terjadi pada populasi yang memiliki stress yang tinggi, nutrisi jelek, rumah penuh hunian, ventilasi yang tidak baik, perawatan yang tidak cukup dan perpindahan tempat. Genetik berperan kecil, dan dalam hal ini yang berperan terhadap besarnya insiden kejadian tuberkulosis adalh faktor-faktor lingkungan.

Menurut Karyadi (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit TB tidak hanya berupa faktor medis saja melainkan dipengaruhi juga oleh faktor non medis seperti urbanisasi, kepadatan penduduk dan ekonomi. Menurut Helmia (2004) dalam Tabrani (2007), penyakit TB di Indonesia sebagian besar menyerang kelompok usia kerja produktif dan kebanyakan penderitanya berasal dari kelompok sosioekonomi rendah.

2.10.1.Rumah Sehat

Pengertian rumah sehat menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 adalah kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah, lingkungan rumah dann perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

(14)

psikologis, dapat terhindar dari penyakit menular dan terhindar dari kecelakaan-kecelakaan. Kondisi rumah yang baik penting untuk mewujudkan masyarakat yang sehat. Menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, rumah dikatakan sehat apabila memenuhi persyaratan empat hal pokok berikut:

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis seperti pencahayaan, penghawaan, ruang gerak yang cukup dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis seperti “privacy” yang cukup dan

komunikasi yang baik antar penghuni rumah.

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penyakit menular yang meliputi penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas dari vector penyakit, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, sinar matahari yang cukup, makanan dan minuman yang terlindung dari pencemaran serta pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.

Menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, ketentuan rumah yang memenuhi persyaratan kesehatan sebagai berikut:

1. Bahan bangunan

(15)

asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, dan timah hitam (Pb) kurang dari 300 mg/kg

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme pathogen.

2. Komponen dan penataan ruangan rumah a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah dibersihkan

c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir

e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap 3. Pencahayaan

Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.

4. Kualitas udara

a. Suhu udara nyaman antara 18 –30OC b. Kelembaban udara 40 –70 %

(16)

5. Ventilasi

Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai 6. Vektor penyakit

Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah 7. Penyediaan air

a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/ orang/hari

b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum

8. Sarana penyimpanan makanan

Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman 9. Pembuangan Limbah

a. Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah

b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah

Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan disebut-sebut sebagai faktor resiko yang mampu membantu dalam penyebaran penyakit TB paru. Hal ini dikarenakan, sumber penularan penyakit TB paru erat kaitannya dengan kondisi-kondisi sanitasi.

(17)

fisik perumahan, faktor kependudukan dan faktor karakteristik bakteri. Lingkungan rumah yang tidak sehat, seperti pada pencahayaan rumah yang kurang atau tidak memenuhi syarat (terutama cahaya matahari), kurangnya ventilasi rumah, kondisi ruangan yang lembab, hunian yang terlalu padat mengakibatkan kadar CO2 didalam ruangan meningkat. Peningkatan CO2 sangat mendukung perkembangan bakteri. Hal ini dikarenakan kuman TB adalah aerob obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana (Widoyono, 2005).

Menurut Kusnindar (1993), kualitas fisik rumah dapat memepengaruhi kesehatan penghuni seperti ventilasi dan pencahayaan yang buruk berhubungan dengan kejadian penyakit TB paru didaerah Tangerang, dan seseorang penderita TB paru yang telah berobat ke Puskesmas diperkirakan dapat menularkan kepada anggota keluarganya sebesar 33,3 %.

Hasil penelitian Dahlan (2000) menyatakan bahwa pencahayaan, ventilasi yang buruk dan kepadatan hunian yang tinggi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit TB paru di Kota Jambi.

2.10.2.Jumlah Kendaraan Bermotor

Menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan tahun 2016, Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang ada pada kendaraan tersebut. Biasanya digunakan untuk angkutan orang atau barang diatas jalan raya selain kendaraan yang berjalan di atas rel.

(18)

1. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor yang memiliki roda dua dengan atau tanpa rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.

2. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan besi. 3. Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8

tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi.

4. Mobil barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus.

5. Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor selain daripada kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor unutk barang yang penggunaannya unutk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.

(19)

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi lewat transmisi udara meningkat berhubungan dengan rendahnya kualitas udara. Kepekaan untuk terinfeksi penyakit ini adalah semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tua muda, bayi dan balita. Kepekaan tertinggi pada anak kurang dari tiga tahun terendah pada anak akhir usia 12-13 tahun, dan dapat meningkat lagi pada umur remaja dan awal tua (Hiswani, 2010). Tingkat atau derajat penularan tergantung kepada banyaknya basil tuberkulosis dalam sputum, virulensi atas basil dan peluang adanya pencemaran udara dari batuk, bersin, dll.

Pada kondisi normal, saluran nafas manusia yang dalam keadaan sehat dan dengan sistem kekebalan tubuh yang baik akan mampu mengatasi bakteri TB paru dan polutan yang masuk bersama udara pernafasan tanpa menyebabkan gangguan yang berarti ataupun dampak jangka panjang. Namun pada individu yang sensitif dan dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk, pada saat terjadi polusi yang tinggi, bakteri dan polutan akan berkontribusi lebih besar untuk masuk dan menularkan penyakit TB paru.

(20)

2.10.3.Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk suatu daerah adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas daerah dalam kilometer persegi yang merpakan indicator dari tekanan penduduk suatu daerah.

Hubungan antara peningkatan jumlah penduduk dengan penderita tuberkulosis adalah postif. Menurut Leida, Widyaningrum, Khuzaimah, dkk (2008), peningkatan penyakit tuberkulosis disebabkan beberapa faktor seperti sosio-ekonomi, penambahan penduduk yang amat pesat, kemiskinan, urbanisasi, lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, usia produktif yang terinfeksi tuberkulosis paru, infeksi HIV, kelemahan program penanggulangan tuberkulosis paru dan masalah kesehatan lainnya.

(21)

TB Paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang penyebarannya dapat melalui udara sehingga kondisi wilayah yang padat penduduknya merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat penularan TB paru.

Menurut WHO dalam Ginting (2006), wilayah yang penduduknya tinggi cenderung memiliki tempat tinggal yang kumuh, hygiene,dan nutrisi yang buruk, sehingga bila ada warganya terkena penyakit TB akan mempercepat proses penyebarannya.

2.10.4.Inflasi

Menurut Mankiw (2007) inflasi adalah kecenderungan meningkatnya tingkat harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagaian besar harga-harga barang yang lainnya. Mankiw mendefinisikan bahwa inflasi merupakan suatu fenomena peningkatan tingkat harga-harga menyeluruh dalam perekonomian.

Inflasi yang merupakan kenaikan harga secara terus menerus dapat disebabkan karena naiknya nilai tukar mata uang luar negeri secara signifikan terhadap mata uang dalam negeri.

Berdasarkan pada jenis inflasi yang ada, putong (2008) mengelompokkan inflais sebagai berikut :

1. Berdasarkan pada asal inflasi

(22)

b. Imported Inflation, inflasi yan berasal dari kenaikan harga luar negeri. 2. Berdasarkan pada intensits inflasi

a. Creeping Inflation, inflasi yang terjadi dengan laju pertumbumbuhan lambat.

b. Galloping Inflation, inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan yang sedikit cepat.

c. Hyper Inflation, inflasi yan terjadi dengan laju pertumbuhan yang tinggi

3. Berdasarkan pada bobot inflasi

a. Inflasi ringan, inflasi dengan laju pertumbuhan yang perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10 % per tahun.

b. Inflasi sedang, inflasi dengan laju pertumbuhan yang berada diantara lebih dari 10-20 % pe rtahun

c. Inflasi berat, inflasi dengan laju pertumbuhan yang berada diantara lebih dari 20-100% per tahun.

(23)

2.11. Deret Berkala (Time Series )

Menurut Hanke dan Winchern (2005), time series adalah runtun waktu yang mempunyai himpunan observasi data terurut dalam waktu. Menurut pendapat Prasmanasari dalam Kasmir (2003), time Series atau deret waktu analisis merupakan hubungan antara variabel yang dicari (dependen) dengan variabel yang mempengaruhinya (independen variable), yang dikaitkan dengan waktu seperti mingguan, bulan, triwulan, catur wulan, semester atau tahun. Metode proyeksi trend dengan regresi, merupakan metode yang digunakan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Metode ini merupakan garis trend untuk persamaan matematis.

2.11.1.Peramalan (Forcasting)

Kegiatan peramalan merupakan bagian dari pengambilan keputusan manajemen. Peramalan mengurangi ketergantungan pada hal-hal yang belum pasti (intuitif). Peramalan memiliki sifat saling ketergantungan antar divisi atau bagian. Menurut Sugiarto dan Harihono (2000), peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan kecenderungan dan polasistematis. Dengan peramalan, para perencana dan pengambil keputusan akan dapat mempertimbangkan alternatif-alternatif strategi yang lebih luas.

(24)

jangka panjang perusahaan. Menurut Hasibuan (2011), metode peramalan adalah suatu cara memperkirakan atau mengestimasi secara kuantitatif maupun kualitatif apa yang terjadi pada masa depan berdasarkan data yang relevan pada masa lalu.

Menurut Sugiarto dan Harihono (2000), menyatakan bahwa hampir semua metoda peramalan formal dilakukan dengan cara mengekstrapolasi kondiri masa lalu untuk kondisi masa mendatang. Ada 5 metode dalam Peramalan Kuantitatif yang dikemukakan oleh Heizer dan Render (2009), kelima metode ini dibagi kedalam dua kategori :

1. Model deret waktu

a. Pendekatan naif (naive approach) b. Rata-rata bergerak (moving averages) c. Penghalusan eksponensial

2. Model Assosiatif

a. Proyeksi tren (trend projection) b. Regresi Linier (Linier Regression)

2.11.1.1 Motode Rata-rata Bergerak (Moving Averages)

(25)

2.12. Kerangka Konsep Penelitian

Faktor-faktor yang berpengaruh positif dan signifikan dan positif terhadap penderita TB paru di Kota Medan dalam penelitian ini dapat ditujukan dalam gambar berikut ini :

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian. Kepadatan penduduk

Penderita TB Paru

Variabel independen Variabel dependen

Inflasi Rumah sehat

Gambar

Gambar 2.1.  Model Terjadinya Penyakit Menurut Teori John Gordon
gambar berikut ini :

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Barat melaksanakan Pelelangan Paket Pengadaan Pekerjaan Pengawasan Renovasi Rumah

Pada hari ini Jumat tanggal WIB melalui website LPSE Kementerian penjelasan Dokumen Lelang Pekerj Diklat Keuangan Balikpapan 002/ULPD.KALTIM/BDK/2016 tangga berikut:. A.

Lunar eclipse occurs when part or all parts of the moon surface are covered by the shadow of the earth.. There are two types of shadow, penumbra

Dalam konteks ini adalah gerakan sosial yang dilakukan oleh Tuan Guru Haji (TGH) Muham- mad Zainuddin Abdul Madjid di dalam organi- sasi Nahdlatul Wathan (1898-1997), khusus-

Skiripsi dengan judul : Pengaruh Citra Merek dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Produk IndiHome PT Telekomunikasi Indonesia Studi Kasus Pada Konsumen Perumahan Taman Tridaya

Pejabat Pengadaan Kegiatan Penyelenggaraan Penyehatan Lingkungan, Program Upaya Kesehatan Masyarakat pada Dinas Kesehatan Kota Magelang Tahun Anggaran 2012

Pada musim tanam I dan II jenis formula tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jagung, artinya dilihat dari pertumbuhan tanaman, perubahan proporsi pupuk kandang dengan