• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI RELASI DAN PERBANDINGAN ANTARA MAKNA IDIOMATIK DAN MAKNA LEKSIKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI RELASI DAN PERBANDINGAN ANTARA MAKNA IDIOMATIK DAN MAKNA LEKSIKAL"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Vol.1, No.3, 2012, pp. 305~318 ISSN: 2089-3884

STUDI RELASI DAN PERBANDINGAN ANTARA

MAKNA IDIOMATIK DAN MAKNA LEKSIKAL

Kholifah Nurmawati e-mail: ifa.nurma@gmail.com

ABSTRACT

Language is communication equipment which contains meaningful message. In language, meaning is the important element to achieve the same goal between the speaker and the hearer. To getting the same goal, there is study of semantics in linguistics. Semantic is one of the most important elements in Linguistic, because semantic is study of meaning. There are some ways is studying of meaning. As usual in translation process, the translator has to notice a meaning in varied types of the meaning, looked at meaning aspect of lexical, grammatical, textual, and contextual. To clarify a word or statement, it is not only finding the word from dictionary, because language also has many styles in delivering it; for example is language style in idiom. The words that available in idiom have the special meaning. Idiom cannot be translated according to lexical explaining. In this case, as usual in connotation or in proverb, so it needs the understanding to speaker’s condition when utter the message. So, contextual theory is used in analyzing of idiomatic meaning.

ABSTRAK

Bahasa merupakan alat komunikasi yamng mengandung pesan penuh makna. Dalam bahasa, makna menupakan unsur terpenting untuk mencapai maksud yang sama antara penutur dan pendengar. Untuk memperoleh persamaan maksud tesebut, maka terdapat kajian ilmu semantik dalam tata bahasa. Semantic adalah salah satu unsur terpenting dalam tata bahasa, karena semantik merupakan kajian mengenai makna. Terdapat beberapa cara dalam pengkajian makna. Seperti halnya pada proses penerjemahan, penerjemah harus memperhatikan sebuah makna dalam berbagai macam makna tersebut, dilihat dari segi pemaknaan leksikal, gramatikal, tekstual, dan kontekstual. Untuk memaknai suatu kata atau ujaran, maka tidak cukup hanya melihat kata itu dalam kamus, karena bahasa juga memiliki banyak gaya dalam penyampaiannya; sebagai contoh gaya bahasa pada Idiom. Kata-kata yang terdapat pada idiom memiliki makna yang khusus. Idiom tidak bisa diartikan secara pemaknaan leksikal. Dalam hal ini, seperti halnya konotasi atau dalam peribahasa, maka membutuhkan pemahaman dalam pengkondisian sang penutur ketika menyampaikan pesannya. Maka, teori kontekstual digunakan untuk mengkaji makna idiom tersebut.

(2)

A. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan, bahasa penting sebagai alat komunikasi, terutama bagi manusia sebagai makhluk sosial. Disamping untuk komunikasi, bahasa juga merupakan identitas bagi penuturnya. Di lain sisi, bahasa juga memiliki keunukan tersendiri. Setiap orang memiliki cara-cara tersendiri dalam mengekpresikan bahasa mereka. Dipihak lain, karena adanya keberagaman gaya bahasa juga menimbulkan ketidaksepahaman antara penutur dan pendengar, atau sering disebut dengan misunderstanding. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian makna, karena bahasa erat kaitannya dengan makna. Studi tentang makna dalam ranah linguistik dikenal sebagai ilmu semantik, atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai

Semantics, means ”study of the meaning of words” (Oxford, 2008:

399).

Salah satu gaya bahasa yang menggunakan istilah-istilah atau kata-kata tertentu dalam mengungkapkannya ialah ”idiom”. Dalam Bahasa Inggris idiom bisa berbentuk frasa ataupun kalimat. Secara leksikal, idiom memiliki arti yang sangat berbeda antara makna yang berdasarkan kata per kata (seperti dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia) dengan makna yang dimiliki oleh idiom itu sendiri. Itu sebabnya banyak kasus simpang siur dalam hal memaknai suatu bahasa ketika idiom tersebut digunakan dalam percakapan ataupun penyampaian informasi antara pembicara dan pendengar.

Analisa dalam penelitian ini adalah pengkajian tentang bagaimana memahami makna pada ujaran yang menggunakan idiom. Pemahaman makna penting untuk dianalisa karena jika tanpa mengetahui makna yang sesungguhnya, maka pendengar tidak akan tahu maksud yang disampaikan oleh penutur, sehingga komunikasi menjadi tidak kondusif dan efisien. Seperti halnya dalam berbagai kasus banyak terjadi kesalahan pendengar dalam memahami perkataan penutur yang menggunakan ungkapan idiom. Itu sebabnya penelitian ini diharapkan dapat memudahkan pemahaman makna idiom dalam sebuah komunikasi.

(3)

untuk menghafal demikian banyak ungkapan-ungkapan idiom tersebut. Oleh sebab itu, penulis akan menyajikan bagaimana menganalisa pemaknaan idiom dengan menggunakan teori yang dikemukakan Firth, yakni teori makna kontekstual. Dengan demikian, maka pemaknaan idiom akan lebih prakstis dan efisien untuk diterapkan dalam dalam komunikasi baik dalam situasi belajar-mengajar secara formal maupun percakapan sehari-hari.

Analisa pemaknaan idiom ini bermanfaat baik secara teori maupun praktik. Secara teori, bermanfaat sebagai pengetahuan dan menjadikan teknik praktis dalam memaknai idiom tanpa harus menghafal semua arti dalam istilah-istilah idiom, juga tidak harus membawa kamus idiom kemanapun dan dimanapun berada. Dengan mengetahui cara praktis pemaknaan idiom, maka dengan mudah mengaplikasikannya kedalam praktik seperti dalam percakapan sehari-hari maupun dalam pembuatan karya tulis seperti novel, cerpen, puisi, drama, humor, dan sebagainya. Suatu ilmu, teori maupun pengetahuan akan sempurna jika diiringi dengan praktik yang sungguh-sungguh. Drs. Slamet Riyanto, M.Pd. (2011:iii), dalam bukunya Practical Idioms in English mengatakan bahwa dengan Idioms, maka Bahasa Inggris akan kedengaran Alami (natural) seperti seorang Native Speaker.

Dalam mengkaji idiom, maka teori yang digunakan ialah “Teori makna”. Dalam teori makna, terdapat tokoh-tokoh yang memiliki gagasan mengenai makna; diantaranya ialah Leonard Bloomfield, yaitu tokoh teori makna dari Amerika; dan Firth tokoh teori makna dari Inggris. Leonard Bloomfield berpendapat bahwa studi makna bukanlah bagian utama dari linguistik. Makna dari bentuk-bentuk bahasa adalah wawasan ilmu lain. Berbeda dengan Firth, ia menyetujui bahwa makna adalah “the total network of relations or

functions into witch any linguistic item enters” (jaringan keseluruhan

dari relasi-relasi dan fungsi-fungsi kedalam mana setiap butir linguistic masuk) (Al-Wasilah, Chaedar. 1993:68).

Dari kedua tokoh teori tersebut, maka teori yang paling mendekati dalam pengkajian relasi makna leksikal dan makna idiom, yakni teori makna oleh Firth.

Selain dari para tokoh teori makna, maka teori makna itu sendiri terbagi menjadi, diantaranya seperti Teori Referensial, Teori

(4)

Dalam keterkaitannya dengan Idiom meaning, maka teori yang akan digunakan untuk pengkajian ini yaitu “Teori Kontekstual”.

Dalam mengkaji makna, maka tidak terlepas dari adanya

konteks atau keadaan atau situasi. Teori Kontekstual

mengisyaratkan bahwa sebuah kata atau simbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks (Parera, 2004:47).

Jenis dari penelitian ini adalah qualitative research atau

penelitian kualitatif. Qualitative Research is “a field of inquiry in its

own right” (Norman KD and Yvonne SL, 1994). Penelitian kualitatif dengan kata lain yaitu penelitian yang mencakup dari segi kebaikan dan lebih mengedepankan kualitas daripada apa yang lebih banyak atau lebih sering diterapkan pada umumnya. Selanjutnya, metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah library research

atau penelitian kepustakaan. Library research includes of touring or reading about the research in library (MLA, 2009: 9).

Data primer dari penelitian ini adalah buku-buku dan handout tentang Idiom dan kasus pemaknaannya. Sedangkan, buku-buku pendukung lainnya seperti Linguistik, Semantik, Pengantar Teori, kamus, dan sebagainya merupakan data sekunder.

Di dalam analisis ini, penulis akan menyampaikan pembahasan dari beberapa contoh penggunaan idiom beserta cara mengartikannya sesuai dengan kontekstual. Dari analisa ini, maka akan ditemukan perbedaan sekaligus juga keterkaitan antara pemaknaan idiom secara leksikal dan kontekstual.

B. LANDASAN TEORI

Dalam mengkaji suatu makna, terdapat beberapa macam teoru untuk mengupasnya. Makna dapat ditelaah melalui teori-teori makna seperti Teori Referensial, Teori Mentalisme, Teori Kontekstual, dan

Teori Pemakaian. Dalam teori makna, terdapat tokoh-tokoh linguist

yang memiliki teori dan gagasan mengenai makna; diantaranya ialah Leonard Bloomfield, Firth, Wittgenstein,dan tokoh linguist dari Indonesia Josh Daniel Parera.

(5)

Firth tokoh teori makna dari Inggris. Berbeda dengan teorinya Leonard Bloomfield, Firth justru menyetujui bahwa makna adalah

the total network of relations or functions into witch any linguistic

item enters” (jaringan keseluruhan dari relasi-relasi dan fungsi-fungsi

kedalam mana setiap butir dalam linguistic). Firth dalam Hill, ed (1962: 252) berbicara tentang makna sebagai berikut: “Saya mengusulkan pemisahan makna atau fungsi kedalam satu urutan fungsi-fungsi unsur. Setiap fungsi akan dibatasi pemakaian bentuk bahasa atau unsur bahasa dalam hubungannya dengan konteks. Dengan perkataan lain makna haruslah dianggap satu keseluruhan hubungan-hubungan kontekstual, dan fonetik, grammar, leksikografi, dan semantic masing-masing mengatur unsur-unsurnya sendiri dari keseluruhan itu dalam konteksnya yang cocok. (Al-Wasilah, 1993:68).

Josh Daniel Parera, dalam bukunya Teori Semantik

berpendapat bahwa dalam mengkaji makna, maka tidak terlepas dari adanya konteks atau keadaan atau situasi. Teori Kontekstual mengisyaratkan bahwa sebuah kata atau simbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks. (Parera, 2004:47). Dari pernyataan tersebut, maka Parera sependapat dengan teori makna yang dikemukakan Firth, yang intinya bahwa makna erat hubungannya dengan konteks.

Teori Referensial menyatakan istilah referen, yaitu hubungan yang ada antara bentuk, makna, dan referen. Hal ini digambarkan dalam diagram “segitiga penandaan” atau dikenal sebagai “Triangle of Signification

Makna (Konsep)

Kata

(6)

Pada gambar di atas, garis putus-putus antara bentuk dan referen dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa hubungan antara keduanya tidak langsung: bentuk dihubungkan dengan referennya melalui makna (konseptual) perantara yang berkaitan dengan keduanya, secara bebas (Lyons, 1995: 397-398).

Dari teori-teori makna yang dijelaskan diatas, terkait dengan analisis pemaknaan idiom yang direlasikan dan dibanbandingkan maknanya dalam pemaknaan leksikal, maka teori makna yang digunakan penulis ialah teori makna kontekstual oleh Firth.

C. ANALISIS

a. Analisis Kontekstual pada Studi Kasus Penggunaan Idiom dalam Percakapan dan Cara Memaknainya.

1. Let the cat out of the bag.

Idiom bahasa inggris diatas bisa digunakan dalam konteks sepeti contoh berikut ini:

i. Contoh kasus

Bill has had a nice planning to make a surprise in Luna’s birthday party, but John has let the cat out of the bag before Bill presents the surprise. What John has done makes Bill disappointed and then he says he to John, “Ooh John,,, you shouldn’t let the cat out of the bag”.

ii. Analisis

Makna dari “let the cat out of the bag” disini diartikan sebagai “membongkar rahasia”. Kronologinya, Bill mempunyai rencana yang bagus untuk memberikan kejutan kepada Luna dihari pesta ulang tahunnya, namun ternyata John sudah membuka rahasia itu sebelum waktunya. Secara konteks, dalam pesta ulang tahun tentunya Bill memberikan kejutan mungkin sebuah kado yang indah, jadi tidak mungkin tiba-tiba teman lainnya melepaskan kucing begitu saja dari tasnya.

(7)

John,,, you shouldn’t let the cat out of the bag”, itu tidak diartikan seperti “Ooh John,,, kamu tidak seharusnya membiarkan kucing itu keluar dari

tasnya”, namun maksud perkataan yang

disampaikan penutur disini ialah “Ooh John,,, kamu tidak seharusnya membuka rahasia itu”. Jelas disini

konteksnya John baru saja menceritakan

rencananya Bill untuk Luna yang seharusnya menjadi rahasia untuk sebuah kejutan. Jadi, bukan berarti Bill mengeluarkan seekor kucing dari tasnya pada saat itu.

2. See eye to eye i. Contoh kasus

Jack and Anne often argue about their personal favorites. They never see eye to eye each other. ii. Analisis

Jack adalah anak laki-laki, sedangkan Anne adalah

anak perempuan, tentunya mereka memiliki

kesukaan masing-masing. Mungkin Jack senang bermain bola, dan anne senang bermain boneka. Itu sebabnya “never see eye to eye” diartikan tidak pernah setuju, karena adanya keterkaitan konteks (contextual meaning). Oleh karena itu, dalam memahami suatu makna, maka sebuah kalimat tidak bisa terlepas dari konteksnya. Istilah “never see eye to eye” pada konteks ini tidak diartikan sebagai “tidak pernah melihat mata ke mata” atau “tidak pernah bertatap mata”, namun diartikan “tidak pernah setuju”.

3. Get out of my hair i. Contoh kasus

(8)

perempuan Andrea mendatangi kakaknya yang sedang melamun itu;

Siska : “Hi Brother, what are you doing here? Why is your face look very terrible? Do you need friend to talk?”.

Andrea : “Please, get out of my hair!”,

Siska : “Woooow,,, seemingly you has many louses in your head. It causes you ask them to get out of your hair.”

ii. Analisis

Pada percakapan diatas, terdapat kesalah pahaman antara Siska dan Andrea karena ternyata Andrea menggunakan ungkapan idiom dalam menanggapi pertanyaan Siska. “Get out of my hair!” pada pernyataan Andrea dimaksudkan agar Siska pergi karena Andrea ingin menyendiri, namun rupanya Siska mengartikannya sesuai leksikal yakni “Keluar dari rambutku!”. Itu sebabnya Siska justru mengira bahwa Andrea punya banyak kutu di kepalanya, sehingga membuatnya teriak agar kutu-kutunya keluar dari rambutnya. Itu sebabnya dalam mengartikan idiom, maka diperlukan pemahaman kontekstual.

4. Have a bee in bonnet i. Contoh Kasus

Suatu siang Alan pergi ke ladang menggembala kambing kesayangannya. Karena keasyikan baca komik sembari nunggu kambingnya makan rumput, tanpa dia sadari kambingnya lepas dan makan tanaman hias di halaman rumah milik Pak Yahya dan Bu Yahya. Seketika Pak Yahya dan Bu Yahya berteriak-teriak

“Oh no! Whose is this goat?”

(9)

“Hi Alan! What are you doing here?”

“Ssst,,, I’m afraid of Mr. and Mrs. Yahya. They are looking for me because my goat has eaten their plant. I think they have bees in their bonnet.”

“Woow,,, it looks terrible. Why don’t you help them to exile the bees? The bees might sting their head.” ii. Analisis

Pada percakapan diatas, Helena tidak memahami apa yang dimaksudkan perkataan Alan ketika Alan menggunakan idiom. Helena memaknainya dengan leksikal, padahal have bees in their bonnet yang dimaksudkan Alan bukan berarti terdapat lebah dalam topinya Pak Yahya dan Bu Yahya, melainkan bahwa Pak Yahya dan Bu Yahya sedang marah. Jika dicermati konteksnya, seharusnya Helena tanggap dengan apa yang dimaksud Alan dengan mengatakan “have bees in their bonnet” itu berarti mereka marah. Seperti yang diceritakan Alan

sebelumnya bahwa dia sembunyi karena

kambingnya memakan tanaman milik Pak Yahya dan Bu Yahya, tentu saja dalam konteks ini yang bermasalah ialah Alan karena kambingnya telah memakan tamnaman milik orang. Logikanya orang akan marah apabila ada yang merusak tanamannya.

5. Break the Ice i. Contoh Kasus

Sebuah percakapan antara penerima tamu dengan tamu hotel:

Receptionist : Good afternoon sir! How can I do for you?”

(10)

Guess : Whatever,, the most important is that I can break the ice.

Receptionist : Don’t worry Sir, this Hotel also provides a refrigerator in each room. So, you can enjoy of drinking ice. ii. Analisis

(11)

b. Relasi Makna Secara Leksikal dan Makna Sebenarnya yang Dimiliki Idiom:

Pada analisis pertama, “let the cat out of the bag” memiliki arti membongkar rahasia. Secara leksikal memang “let the cat out of the bag” berarti “membiarkan kucing keluar dari tas”, namun dalam idiom memiliki arti yang berbeda. Namun setelah dicermati dari setiap katanya, kedua makna tersebut dapat dikaitkan satu sama lain. Seperti halnya membiarkan kucing keluar dari tas berarti membiarkan sesuatu keluar dari tempat persembunyian yang dalam idiom ini diibaratkan sebagai tas, dan sesuatu itu diibaratkan sebagai kucing. Dengan demikian, maka terlihat persamaan maksud antara

membiarkan sesuatu keluar dari persembunyian dengan

membiarkan sebuah rahasia terungkap dari ketertutupan.

Pada analisis kedua menyatakan bahwa “see eye to eye” memiliki arti dalam idiom bahwa itu menandakan “setuju”, sedangkan “see eye to eye” secara leksikal berarti melihat mata ke mata atau berpandangan. Sebelum mencari keterkaitan makna antara berpandangan dengan setuju, maka langkah pertama dengan

cara memahami istilah berpandangan terlebih dahulu.

Berpandangan ialah saling memandang, atau secara rinci bertemunya sepasang mata dengan sepasang mata yang lain. Itu menunjukkan bahwa dua pasang mata tersebut berada dalam satu titik pengelihatan. Kemudian langkah berikutnya barulah mengkaitkan arti berpandangan dengan istilah setuju yang berarti bertemunya dua pemikiran antara satu fikiran dengan fikiran yang lain yang keduanya bertemu dalam satu ide atau tujuan. Sehingga kesamaan istilah perpandangan dengan setuju memiliki keterkaitan makna sama-sama menyatukan dua hal kedalam satu arah.

(12)

sama. Itu sebabnya kedua pernyataan tersebut memiliki relasi makna.

Selanjutnya, analisis keempat membahas antara istilah “have bees in bonnet” yang makna leksikalnya berarti “terdapat lebah dalam sebuah topi” itu digunakan untuk istilah marah (got angry). Analisis tersebut mengibaratkan lebah dalam sebuah topi dengan sebuah kemarahan. Lantas apa hubungannya antara keberadaan lebah dalam topi dengan suatu kondisi emosional dalam artian marah? Secara umum lebah dikenal sebagai serangga yang memiliki sengat yang bisa menyebabkan kesakitan pada korban yang mendapatkan sengatan lebah tersebut. Sedangkan topi merupakan alat penutup kepala. Jadi, keberadaan lebah dalam topi/tutup kepala yang dikenakan oleh pemiliknya (pemilik topi) akan menyebabkan pemakai topi tersebut mendapat sengatan lebah yang menjadikan kepala sakit dan terasa panas. Hal ini sama persis dengan kondisi ketika seorang sedang marah, yakni kepalanya terasa panas karena terbakar emosi. Jadi, keterkaitan antara keberadaan lebah dalam topi dengan marah adalah sama-sama membuat panas kepala.

Analisis yang kelima, tentang makna idiom dari “break the ice” diartikan sebagai suatu perasaan nyaman. Berbeda dengan makna leksikalnya, “break the ice” berarti menghancurkan es atau melarutkan es. Untuk mengaitkan kedua istilah tersebut (antara merasa nyaman dan menghancurkan es), maka terlebih dahulu diperlukan definisi dari es. Ketika kata es disebutkan, maka secara otomatis otak manusia menangkap sinyal dingin dari sifat asli es tersebut. Sesuai dengan sifatnya yang dingin, es menyebabkan penikmatnya merasa sejuk. Dari kata dingin – sejuk – segar – hingga akhirnya diperoleh makna nyaman. Sehingga, idiom menggunakan istilah “break the ice” untuk mengungkapkan rasa nyaman, karena istilah es mempunyai relasi dengan kenyamanan.

D. KESIMPULAN

(13)

disampaikan oleh penutur. Dengan demikian, perbedaan makna antara makna leksikal dan makna khusus yang dimiliki idiom dapat dipahami, karena sebenarnya dibalik perbedaan kedua makna tersebut juga terdapat relevansi. Dari analisis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Secara langsung, idiom memiliki makna yang berbeda dalam pemaknaan secara leksikal.

b. Meskipun memiliki arti yang berbeda antara makna asli kata (leksikal) dengan makna yang dimiliki oleh idiom itu sendiri, namun dengan adanya analisis berdasarkan teori kontekstual dapat mengupas hubungan dari makna-makna idiom, sehingga pemaknaan idiom dapat dipahami dengan jelas dan masuk akal.

c. Dalam memahami makna idiom, selain melihat arti dari asal kata pada idiom juga melihat konteks ketika istilah idiom diucapkan.

d. Disamping itu, dibalik perbedaan makna leksikal pada ujaran idiom juga terdapat relevansi atau keterkaitan makna dari istilah-istilah yang digunakan pada idiom dengan mencermati kata atau istilah yang digunakan dalam idiom.

e. Dapat dibuktikan bahwa sebuah makna itu erat kaitannya dengan konteks (Teori Firth).

E. DAFTAR PUSTAKA

The Oxford Dictionary, fourth edition. New York: Oxford University

Press. 2008. Print.

Alwasilah, A. Chaedar. Beberapa Madzhab dan Dikotomi

TeoriLinguistik. Bandung: Angkasa.1993. Print.

Parera, Jos Daniel. Teori Semantik (Edisi Kedua),Jakarta: Erlangga. 2004. Print.

Riyanto, Slamet. Practical Idioms in English. Yogyakarta: Pustaka pelajar. 2011. Print.

KD, Norman and Yvonne SL. Handbook of Qualitative Research.

California: Sage Publication. 1994. Print.

The MLA Handbook for Writers of Research Papers, Seventh

Edition. New York. 2009. Print.

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan mengusahakan terpenuhinya kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan

People choose cookies with banana flour concentration 70% by sensory evaluation paired preference test. The quality evaluation consists of texture analysis and color measurement,

Kemampuan dasar seperti yang dijelaskan diatas seharusnya dimiliki oleh anak-anak agar nanti ketika dewasa memiliki bekal kebugaran jasmani guna menunjang

e-3pT ialah sistem Elektronik-Penilaian Penghasilan Prestasi Tahunan yang mana ianya dapat memudahkan pengurusan pengisian skala penilaian Kriteria Penghasilan Kerja (BAHAGIAN

Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma.Hifa pada jamur yang bersifat parasit biasanya

1 Aceh Barat 2 Aceh Barat Daya 3 Aceh Besar 4 Aceh Jaya 5 Aceh Selatan 6 Aceh Singkil 7 Aceh Tamiang 8 Aceh Tengah 9 Aceh Tenggara 9 Aceh Tenggara 10 Aceh Timur 11 Aceh Utara 12

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara menanyakan hal yang sama melalui sumber yang berbeda, dalam hal ini sumber datanya adalah yaitu manajer cabang,

20.000.000,00 BANTUAN SOSIAL UNTUK BEASISWA S1 KEPADA ZAHRATUS SYIFA M DENGAN