• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS MENINGITIS DI RUANG RAWAT ANAK IRNA KEBIDANAN DAN ANAKRSUP Dr. M. DJAMIL PADANG KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS MENINGITIS DI RUANG RAWAT ANAK IRNA KEBIDANAN DAN ANAKRSUP Dr. M. DJAMIL PADANG KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS

MENINGITIS DI RUANG RAWAT ANAK IRNA

KEBIDANAN DAN ANAKRSUP

Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

ALFINIA YULITA

143110204

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

2017

(2)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS

MENINGITIS DI RUANG RAWAT ANAK IRNA

KEBIDANAN DAN ANAKRSUP

Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan

ALFINIA YULITA

143110204

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

2017

(3)

Nama : Alfinia Yulita

NIM : 143110204

Tempat/Tanggal Lahir: Tampunik/ 29 juli 1996

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Orang Tua

Ayah : Asnawi Aripin Ibu : Lendri Maini

Alamat : Tampunik, Kecamatan lengayang Kabupaten Pesisir Selatan

Riwayat Pendidikan :

Pendidikan Tahun

TK Dinda Koto Rawang 2001- 2002

SD N 23 Tampunik Kecamatan Lengayang 2002-2008

MTsN Kayu kalek 2008-20011

SMA N 3 Lengayang 2011-2014

(4)
(5)

saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan dengan judul

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kasus Meningitis di Ruang Rawat

Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang”. Shalawat

beriringan salam buat Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan hingga alam yang berpengetahuan.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Karya Tulis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1) Ibu Hj. Tisnawati, S.St, M. Kes selaku pembimbing I yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam membuat Karya Tulis Ilmiah ini.

2) Ibu Delima, S.Pd, M.Kesselaku pembimbing II yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam membuat Karya Tulis Ilmiah ini.

3) Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang.

4) Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang. 5) Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi D III

Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrerian Kesehatan RI Padang.

6) Bapak Direktur RSUP Dr. M. DJamil Padang beserta staf yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian.

7) Bapak dan Ibu dosen serta staf Jurusan Keperawatan yang telah memberikan pengetahuan dan pengalaman selama perkuliahan.

(6)

9) Rekan- rekan seperjuangan Bp 2014D-III keperawatan, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis meneyelesaikan karya tulis ini.

Akhir kata saya, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Imiah ini membawa manfaat.

Padang, 16 Juni 2017

(7)
(8)
(9)

HALAMAN JUDUL ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR ORISINALITAS ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN ... vii

DAFTAR ISI ... ... viii

DAFTAR SKEMA ... x

DAFTAR TABEL ... ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar kasus Meningitis 1. Pengertian ... 7

2. Klasifikasi ... 7

3. Penyebab ... 8

4. Patofisiologi ... 9

5. Tanda dan Gejala ... 10

6. WOC... ... 13

7. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis ... 15

8. Penatalaksanaan ... 15

9. Pencegahan ... 19

B. Konsep Asuhan keperawatan Pada Kasus 1. Pengkajian ... 19

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan ... 26

3. Intervensi Keperawatan ... 26

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 39

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

C. Populasi dan Sampel ... 39

D. Instrumen Pengumpulan Data... 40

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 41

(10)

B. Asuhan Keperawatan ... 46 C. Pembahsan Kasus ... 57 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78 B. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA

(11)
(12)

Tabel 2.1 Karakteristik Cairan Serebrospinal (LCS) pada Bayi dan Anak... 24 Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan ... 26 Tabel 2.3 Asuhan Keperawatn ... 46

(13)

Lampiran 1: Ghan Chart Kegiatan

Lampiran 2: Lembaran Bimbingan Pembimbing 1 Lampiran 3: Lembaran Bimbingan Pembimbing 2 Lampiran 4: Surat izin memulai penelitian

Lampiran 5: Surat Persetujuan responden Lampiran 6: Daftar hadir penelitian Lampiran 7: Surat selesai penelitian

Lampiran 8: Asuhan Keperawatan pada An.Z Lampiran 9: Asuhan Keperawatan pada By.F

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan medula spinalis(Muttaqin, 2008). Meningitis dapat menyerang semua kelompok umur, meskipun pada kenyataannya kelompok umur yang paling rawan terkena penyakit ini adalah anak- anak usia balita dan orang tua (Andareto, 2015). Insidens 90 % dari semua kasus meningitis bakterial terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun, insiden puncak terdapat pada rentang usia 6 sampai 12 bulan. Rentang usia dengan angka morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4 tahun(Betz & Sowden, 2009).

Meningitis dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali dan di obati secara dini untuk mencegah kerusakan neurologis. Disorientasi dan gangguan memori juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami letargi, tidak responif dan koma. Selain itu kejang juga dapat terjadi yang merupakan akibat dari area iritabilitas di otak. ICP (Intracranial Pressure) meningkat akibat perluasan pembengkakan di otak atau hidrosefalus. Tanda awal peningkatan ICP mencakup penurunan tingkat kesadaran dan defisit motorik lokal.

Pengetahuan dari orang tua sangat penting untuk mengenali gejala awal meningitis sehingga anak mendapatkan pengobatan sesegera mungkin dan terhindar dari komplikasi yang lebih parah. Anak dengan meningitis bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,5-6,9% tipe sensorineural permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada anak yang telah sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014).

Infeksi fulminan akut terjadi pada sekitar 10 % pasien meningitis meningokokus yang memunculkan tanda-tanda septikemia yang berlebihan. Awitan demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (di wajah dan ekstremitas), syok dan tanda koagulasi intravaskular diseminata (DIC)

(15)

terjadi secara mendadak, kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah awitan infeksi (Brunner & Suddart 2013).

DataWorld Health Organization (WHO) (2015), melaporkan bahwa Pada tahun 2014 di Afrika ditemukan 14.317 dugaan kasus meningitis dengan jumlah kematian sebanyak 1.304 jiwa. Setiap tahun, kasus meningitis bakteri mempengaruhi lebih dari 400 juta orang yang tinggal di 26 negara (dari Senegal ke Ethiopia). Lebih dari 900.000 kasus dilaporkan dalam 20 tahun terakhir (1995-2014). kasus meningitis tersebut mengakibatkan kematian sebanyak 10%. Sedangkan 10-20% meninggalkan gejala sisa neurologis.

Insiden meningitis di negara berkembang cukup tinggi. Meningitis di Indonesia merupakan penyebab kematian pada semua umur dengan urutan ke 17 (0,8%) setelah malaria.Meningitis penyebab kematian bayi umur 29 hari- 11 bulan dengan urutan ketiga yaitu (9,3%) setelah diare (31,4%), dan pneumoni (23,8%). Proporsi meningitis penyebab kematian pada umur 1-4 tahun yaitu (8,8%) dan merupakan urutan ke-4 setelah Necroticans

EnteroColitis (NEC) yaitu (10,7%) (Balitbangkes 2008).

Berdasarkan penelitian yang di lakukan Shinta (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan, anak yang mengalami kematian karena meningitis (42,16%), dari 102 kasus yang ditemukan terdapat penderita meningitis Purulenta (43,1%) sedangkan penderita meningitis Serosa (56,9%) dan penderita paling banyak yaitu usia nol sampai kurang dari lima tahun (58,8%).

Penelitian Arydina, dkk (2014) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta melaporkan bahwa Bacterial Meningeal Score merupakan indikator yang baik untuk menilai meningitis bakteri pada bayi dan anak karena memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai praduga negatif, nilai praduga positif,

likelihood ratio positif dan likelihood ratio negatif yang tinggi. Parameter BMS berdasarkan kriteria WHO. Skor BMS berkisar antara 0–6. Pasien

(16)

berdasarkan BMS dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu BMS <2 yang artinya pasien mempunyai risiko rendah untuk menderita meningitis bakteri dan BMS ≥2 yang artinya pasien mempunyai risiko tinggi untuk menderita meningitis bakteri. Hasil pemeriksaan BMS tersebut di dapatkan meningitis bakteri lebih banyak terjadi pada anak usia 1-5 tahun dengan perbandingan laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Terdapat 15 dari 31 subjek datang dengan penurunan kesadaran dan rangsangan meningeal positif. Tanda meningeal pada kelompok curiga meningitis 17/31 dan pada kelompok meningitis bakteri adalah 8/12.

Sedangkan Relontina, dkk (2014) menemukan di RS. Elizabet Medan, Proporsi penderita Meningitis anak berdasarkan pekerjaan orang tua yang tertinggi adalah wiraswasta yaitu 25 orang (28,1%), pekerjaan orang tua lain-lain yaitu (6,7%) diantaranya adalah dokter, sopir, serta bidan dan proporsi terendah adalah yang bekerja sebagai bidan yaitu 1 orang (1,1%). Selain itu juga di laporkan bahwa penderita meningitis purulenta terbanyak pada anak laki-laki (71,9%) dan penderita meningitis Serosa lebih tinggi pada perempuan (52,6%). Kejadian meningitis paling tinggi terjadi pada pasien dengan riwayat Tb Paru (30,3%), gejala yang paling sering terjadi adalah demam (52,8%), kejang (29,2%) dan terendah adalah diare (4,5%).

Monita, ddk (2012) menemukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang 2 orang anak (1,1%) mengalami meningitis yang merupakan komplikasi dari pneumonia. Sedangkan data di RSUP Dr. M. Djamil padang yang di dapat melalui data Rekam Medis,pada tahun 2014 terdapat 96 orang pasien anak dengan meningitis dan pada tahun 2015 terdapat 73 orang anak dengan kasus meningitis.

Prognosis sangat bergantung pada asuhan suporatif yang di berikan. Pada pasien meningitis perlu dilakukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes. Selain itu dalam pemberian cairan harus di lakukan secara cermat untuk mencegah

(17)

komplikasi kelebihan cairan seperti edema serebri. Turunkan suhu anak dengan kompres hangat dan nilai status hidrasi pada anak (Ngastiyah, 2012).

Survey awal yang dilakukan pada tanggal 11 januari 2017 di RSUP Dr. M. Djamil Padang di temukan lima orang anak yang dirawat di diruangan HCU anak dan 1 dari 5 orang anak mengalami meningitis dengan diagnosa medis meningitis TB. Saat observasi anak tampak terpasang triway, terpasang oksigen dengan kosentrasi 3 liter, terpasang monitor dan terpasang NGT, anak tampak mengalami penurunan kesadaran. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan hipertermi. Tindakan keperawatan yang telah di lakukan diruangan berupa melakukan pemasangan O2, memantau aliran O2,

memonitor suhu pasien, melakukan pemberian makan melalui NGT dan memonitor intake output serta menganjurkan keluarga untuk melakukan pengompresan. Evaluasi dilakukan dengan baik, namun pendokumentasian yang dilakukan lebih berfokus pada shift sebelumnya, sehingga perkembangan dari kesehatan pasien kurang bisa dinilai secara tepat.

Perawat berperan penting dalam memberikan asuhan kepada pasien. Mortalitas bergantung pada daya tahan tubuh pasien, cepatnya mendapat pengobatan, cara pengobatan dan perawatan yang diberikan. Hasil survey ditemukan perawat lebih sering melakukan perawatan kepada pasien jika pasien mengalami keluhan, sehingga asuhan yang sering di berikan hanya bersifat biologis. Akibatnya anak lebih sering mengalami stress hospitalisasi.

Berdasarkan latar belakang diatas dengan tingginya kejadian meningitis serta masih perlunya asuhan keperawatan yang komprehensif untuk kesembuhan pasien. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan meningitis di ruangan HCU dan Akut IRNA kebidanan dan anak RSUP Dr.M.Djamil Padang.

(18)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peniliti uraikan di atas, maka

rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus meningitis di ruangan HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun

2017”?

C. Tujuan Penulisan 1.Tujuan Umum

Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.

2.Tujuan Khusus

a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.

b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.

c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.

d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017

e. Mampu mendeskripsikan evaluasi pada anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.

(19)

D. Manfaat Penulisan 1. Peneliti

Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan peneliti dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus meningitis.

2. Rumah sakit

Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi tenaga kesehatan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan dengan kasus meningitis.

3. Institusi Pendidikan

Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan dengan kasus meningitis.

(20)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Kasus Meningitis 1. Pengertian

Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan medula spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Yuliani, 2010).

Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah akibat infeksi lain (selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera traumatik pada tulang wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga muncul sebagai infeksi oportunis pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi dari penyakit limfe (Brunner & Suddart, 2013).

2. Klasifikasi

Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosa.

a. Asepsis

Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus.Meningitis ini biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus seperti gondongan, herpes simpleks dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.

(21)

b. Sepsis/ Meningitis Purulenta

Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan oleh organisme bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria

meningitidis (meningitis meningokokus), streptococus pneumoniae

(pada dewasa), dan haemophilus influenzae(pada anak-anak dan dewasa muda).

c. Tuberkulosa

Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel.Menurut Rich & McCoredck, Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. (Ngastiyah, 2012).

3. Penyebab

Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat pula sebagai perluasan kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012).

Penyebab meningitis adalah sebagai berikut : a. Bakteri

Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh flora dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan

(22)

Escherichia collimerupakan patogen yang sangat penting bagi

kelompok usia ini. Pada anak berusia 6 bulan atau lebih

haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae merupakan

penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan

mycobacterium tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC.

b. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus imunodefisiensi manusia (HIV).

c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.

d. Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi imunoglobin dan anak yang mendapat obat-obatan imunosupresi. e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury

yang berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani, 2010).

4. Patofisiologi

Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya organisme dapat melalui trauma, penetrasi prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara Cerebral spinal

fluid (CSF) dan dunia luar.Masuknya mikroorganisme kesusunan saraf

pusat melalui ruang sub arachnoid dan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel, dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan Hidrosefalus.

(23)

Meningitis bakteri; netrofil,monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel respon radang. Eksudet terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang di bentuk di ruang sub arachnoid. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak yang berakibat menjadi infarctCSF (Suriadi & Yuliani, 2010).

5. Tanda dan Gejala

Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain: a. Meningitis bakteri

1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik

a) Sangat sulit menegakkan diagnosis

b) Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik

c) Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai terlihat dan menunjukkan perilaku yang buruk

d) Menolak pemberian susu/makan e) Kemampuan menghisap buruk f) Diare

g) Tonus otot buruk h) Penurunan gerakan

i) Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit

j) Leher biasanya lemas (supel) 2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik

a) Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi) b) Ikterus

c) Iritabilitas d) Mengantuk e) Kejang

f) Pernapasan ireguler atau apnea g) Sianosis

(24)

h) Penurunan berat badan 3) Bayi dan anak yang masih kecil

a) Demam

b) Pemberian makan buruk c) Vomitus

d) Iritabilitas yang nyata

e) Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada tinggi)

f) Fontanela menonjol

g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi

h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan diagnosis

4) Anak-anak dan remaja a) Demam b) Menggigil c) Sakit kepala d) Vomitus e) Perubahan sensorik f) Kejang g) Iritabilitas h) Agitasi

i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif, mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk

j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus k) Tanda kernig dan brudzinski positif

l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya jika disertai dengan keadaan mirip syok

m) Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis pneumokokus).

b. Meningitis non bakteri (Aseptik)

Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap. Manifestasi awal adalah sakit kepala, demam, malaise, gejala

(25)

gastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi meningen yang timbul satu atau dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri abdomen, mual dan muntah merupakan gejala yang sering ditemukan; nyeri punggung dan tungkai, tukak tenggorokan serta nyeri dada kadang-kadang di jumpai dan dapat terjadi ruam mukulopapular. Biasanya semua gejala ini menghilang secara spontan dan cepat. Anak akan sembuh dalam waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak yang tersisa.

Gambaran klinis pada meningitis tuberkulosa :

Gejala awal biasanya di dahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak. Meningitis biasanya mulai perlahan –lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang ringan saja. Sering di jumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis dantidur nya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, anoreksia, obstipasi dan muntah juga sering di jumpai.

Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala ransangan meningeal mulai nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan mistagismus. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.Stadium terminal berupa kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi pernapasan cheyne Stokes. Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan stadium lainya, namun jika tidak di obati umumnya berlangung 3 minggu sebelum anak meninggal (Ngastiyah, 2012)

(26)

Bakteri : haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae, mycobacterium tuberculosa dan Escherichia colli

Organisme masuk ke aliran darah

Faktor imunologi : Defesiensi imunoglobin&Anak yang mendapat imunodepresan

Faktor maternal : ruptur membran fetal& infeksi maternal pada minggu terakhir Virus : echovirus, coxsackie virus,

virus gondongan

Kerusakan neurologis Thrombus aliran darah

serebral meningitis

Reaksi radang pada meningen

Vasospasme pembuluh darah serebri CO2↑

Eksudet purulen menyebar ke dasar otak dan medula

spinalis

Transudat cairan Permeabilitas vaskuler

pada serebri

TIK↑

Volume tekanan otak Edema serebral Volume cairan

interstitial ↑ Kebocoran cairan dari intrvaskuler

MK : ketidakefektifan

perfusi jaringan serebral Sirkulasi di serebral ↓ Ketidakseimbangan ion

Hiperaktivitas neuron Kelainan depolarisasi neuron

Ggn hemostatis neuron Ketidakseimbangan asam basa kejang Keb. Energi ↑ MK : resiko cedera Pelepasan zat

virogen endogen Aktivitas makrofag dan virus

Suhu tubuh ↑ Instabil thermoregulasi Merangsang kerja hipotalamus MK : hipertermi Hidrosefalus Peningkatan CSS

Obstuksi pada saluran ventrikel

TIK ↑

(27)

Bagan 2.1 WOC Meningitis

Sumber: Price & Wilson (2006) , Muttaqin (2008) & Suriadi & Yuliani (2010).

- Penurunan kesadaran - TD ↑

Merangsang

saraf simpatis Menekan saraf di servikal

Mual dan muntah MK : Resiko aspirasi Ransangan otot di sekitar servikal Otot berkontraksi

Otot pada tengkuk meregang Kaku kuduk Edema serebral mesenpalon desensepalon Penekanan pd hipotalamus Ransangan pd hipofise anterior ↑ evavorasi Keringat berlebihan Diaphoresis MK : kekurangan Volume cairan Kerusakan pada fungsional farmasi kerja RAS Kesadaran ↓

MK : pola nafas tidak efektif Penurunan refleks batuk Penumpukan sekret di jalan nafas MK: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas demam Penekanan pada pusat pernapasan Upaya bernapas ↑ Mk: ketidakefektifan pola nafas Penekanan pada pusat pernapasan Sesak nafas

(28)

7. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis a. Sistem Pernapasan

Pada anak dengan meningitis laju metabolisme akan meningkat, sebagai kompensasi tubuh pernapasan akan mengalami peningkatan pula sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan terutama pada jaringan perifer. Pasien meningitis sering terjadi peningkatan TIK yang dapat menyebabkan terjadinya koma. Pasien koma pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingga terdapat gangguan kebutuhan O2 (Brunner & Suddart, 2013).

b. Sistem Thermogulasi

Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan

“set poin”. Demam terjadi karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat. (Suriadi & Yuliani, 2010).

c. Sistem Neurologis

Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi pada jaringan otak yang beresiko pada abses serebri. Keluhan yang muncul pada anak meningitis adalah kejang atau bahkan penurunan kesadaran serta positifnya pemeriksaan ransangan meningeal pada anak (Muttaqin, 2008).

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis 1) Meningitis purulenta

a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.

b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat

(29)

di ulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila kejang belum berhenti, ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama diberikan secara intramuskular.

c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.

d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di bagi dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg BB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis . Pada hari ke-10 pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tersebut di lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum normal pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di atas atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resisten kuman.

2) Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian kombinasi obat antituberkulosis dan di tambahkan dengan kortikosteroid, pengobatan sitomatik bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah dan fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS dan INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/ hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1 mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid

(30)

seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

1) Gangguan kesadaran

Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk membantu

pemasukan O2perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain

itu pasien koma juga mengalami inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung urine. Kebersihan kulit perlu di perhatiakn terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan. Oleh karena itu jika akan memasang kateter urine harus konsultasi dahulu dengan dokter. Buat catatan khusus jika belum ada catatan perawatan untuk mencatat hasil observasi pasien.

2) Resiko terjadi komplikasi

Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde tetapi untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi dehidrasi cairan yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl 0,9% dalam perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan secara cermat dan setiap mengganti cairan harus dicatat pada pukul berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan kecukupan cairan atau tidak.

Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di perhatikan, teutama pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan pada

(31)

sendi-sendi dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan tetapi usahakan agar kepala tidak ikut terangkat (bergerak).

3) Gangguan rasa aman dan nyaman

Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu bersikap lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan tahu). Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan pasien tersebut menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien koma matanya selalu terbuka. Untuk menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan pasien kearah jendela. Untuk pasien yang akan melakukan tindakan, ajak lah pasien berbicara sewaktu melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar (Ngastiyah, 2012).

4) Penatalaksanaan kejang a) Airway

(1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.

(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan

(3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.

b) Breathing

(1) Isap lendir sampai bersih c) Circulation

(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.

(2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).

(32)

9. Pencegahan Meningitis

Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak mengalami kematian yang tragis. Perawat memainkan peran yang signifikan dalam memberikan penyuluhan kepada keluarga mengenai berbagai tindakan pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian vaksinasi yang dapat mencegah terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis dan tetanus) Hib (Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis yang di sebabkan oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab meningitis akibat komplikasi dari pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu vaksin BCG

(Bacillus Calmette-Guerin) diberikan untuk mencegah penyakit TBC,

pemberian dilakukan pada usia 1 bulan (Pusdiknakes, 2015).

B. Konsep Asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis 1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi : a. Identitas Pasien

Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.

b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama

Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran. 2) Riwayat penyakit saat ini

Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit kepala dan demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak

(33)

mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.

3) Riwayat penyakit dahulu

Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi pada saat hamil (Muttaqin, 2008).

4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak

Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan adalah organ yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi pengaturan motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan seperti retardasi mental, gangguan kelemahan atau ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis). Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan usia.

c. Pemeriksaan Fisik 1) Tingkat Keadaran

kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi & Sukarmin, 2009).

(34)

2) Tanda-tanda vital

Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal 36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan < 50 x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008).

3) Kepala

Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis akan ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk, 2009).

4) Mata

Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan di temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.

5) Hidung

Biasanya tidak ditemukan kelainan. 6) Mulut

Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi.

7) Telinga

Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di sebabkan oleh infeksi E.colli.

(35)

8) Dada

a) Thoraks

1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.

2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya tidak ditemukan kelainan. 3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti

ronkhi pada pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.

b) Jantung

penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100-140x/i).

9) Kulit

Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.

10) Ekstremitas

Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat gerak.

11)Genitalia, jarang di temukan kelainan. 12)Pemeriksaan saraf kranial

a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak ada kelainan.

b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.

c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien dengan meningitis yang tidak disertai penurunan

(36)

kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan. Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.

d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.

e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris.

f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.

h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.

i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.

13) Sistem motorik

Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.

14) Pemeriksaan ransangan meningeal a) Kaku kuduk

Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.

b) Tanda kernig positif

Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna. c) Tanda brudzinski

(37)

Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka d hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin, 2008).

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :

a) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari 100/mm3(normal : < 6/µL).

b)

Pewarnaan gram CSS

c) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial dan pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa biasanya normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa).

d) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan pada meningtis virus protein sedikit meningkat.

Tabel 2.1 karakteristik Cairan Serebro Spinal pada bayi dan anak

Sumber : Meadow & Newell (2006).

Karakteristik cairan serebrospinal (LCS) pada bayi dan anak Normal Meningitis viral Meningitis bakterial Penampakan Jernih Jernih atau agak

keruh

Berkabut atau purulen

Sel (mm3) 0-4 20-100 500-5000

Tipe Limfosit Limfosit Neutrofil

Protein g/L 0,2-0,4 ↑ ↑↑

Glukosa mmol/L

(38)

2) Pemeriksaan laboratorium

a) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan trombosit, protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan leukosit diperlukan untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan leukopenia mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk terutama pada penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya dengan memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang di sertai trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata. (leukosit normal : 5000-10000/mm3, trombosit

normal : 150.000-400.000/mm3, Hb normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada laki-laki : 14-18gr/dl).

b) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200 gr/dl).

3) Pemeriksaan cairan dan elektrolit

a) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum (Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+ normal : 136-145mmol/L, K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).

b) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH. 4) Pemeriksaan kultur

a) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab.

b) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.

c) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab. 5) Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam mendiagnosis meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam mengenali faktor resiko. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainya (Betz & Sowden, 2009).

(39)

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

Berdasarkan Diagnosis Keperawatan Nanda 2015-2017,diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain:

a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses inflamasi, edema pada otak.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan kesadaran.

d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan di otak, perubahan tingkat kesadaran.

e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak. f. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses

inflamasi.

g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran h. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang

optimal.

3. Intervensi Keperawatan

Bulechek (2009) dan Moorhead (2009), menjelaskan teori rencana keperawatan yang dapat dilakukan untuk diagnosa keperawatan diatas adalah :

Tabel 2.2 : Diagnosis dan perencanaan keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Faktor resiko a. Gangguan serebrovaskuler b. penyakit neurologis. a. Status sirkulasi 1) Tekanan darah sistol 2) Tekanan darah diastol 3) Tekanan nadi 4) PaO2 (tekanan parsial oksigen dalam darah arteri) 5) PaCO2 (tekanan

parial

Terapi oksigen

1. Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea 2. Pertahankan jalan

napas yang paten 3. Atur peralatan

oksigenasi

4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi

pasien

(40)

karbondioksida dalam darah arteri 6) Saturasi oksigen 7) Urine output 8) Capillary refill. b. Status neurologi 1) Kesadaran 2) Fungsi sensorik dan motorik kranial 3) Tekanan intrakranial 4) Ukuran pupil 5) Pola istirahat-tidur 6) Orientasi kognitif 7) Aktivitas kejang 8) Sakit kepala. hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi. Manajemen edema serebral 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing, pingsan 2. Monitor tanda-tanda vital 3. Monitor karakteristik cairan serebrospinal : warna, kejernihan,konsistensi 4. Monitor status pernapasan: frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, PaO2,PaCO2, pH, Bicarbonat 5. Catat perubahan pasien dalam berespon terhadap stimulus 6. Berikan anti kejang

sesuai kebutuhan 7. Batasi cairan 8. Dorong

keluarga/orang yang penting untuk bicara pada pasien

9. Posisikan tinggi kepala 30o atau lebih.

Monitoring peningkatan intrakranial

1. Monitor tekanan perfusi serebral

2. Monitor jumlah, nilai dan karakteristik pengeluaran cairan serebrispinal (CSF) 3. Monitor intake dan

(41)

4. Monitor suhu dan jumlah leukosit

5. Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala kaku kuduk

6. Berikan antibiotik 7. Letakkan kepala dan

leher pasien dalam posisi netral, hindari fleksi pinggang yang berlebihan

8. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi serebral 9. Berikan agen farmakologis untuk mempertahankan TIK dalam jangkauan tertentu. Monitor tanda-tanda vital 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan cepat

2. Monitor kualitas dari nadi

3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 4. Monitor pola pernapasan abnormal (misalnya, cheyne-stokes, kussmaul, biot,apneustic,ataksia dan bernapas berlebihan)

5. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 6. Monitor adanya

cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,

peningkatan sistolik) 7. Identifikasi penyebab

dari perubahan vital sign.

(42)

2. Kekurangan volume cairan Batasan karakteristik a. Haus b. Kelemahan c. Kulit kering d. Membran mukosa kering e. Peningkatan frekuensi nadi f. Peningkatan hematokrit g. Peningkatan kosentrasi urine h. Peningkatan suhu tubuh i. Penurunan berat badan tiba-tiba j. Penurunan haluan urine k. Penurunan pengisian vena l. Penurunan tekanan darah m. Penurunan turgor kulit. Faktor yang berhubungan a. Kegagalan mekanisme regulasi b. Kehilangan cairan aktif. a. Keseimbangan cairan Kriteria hasil : 1) Tekanan darah 2) Keseimbangan

intake output dalam 24 jam

3) Berat badan stabil 4) Turgor kulit 5) Kelembaban membran mukosa 6) Serum elektrolit 7) Hematokrit 8) Edema perifer 9) Bola mata cekung

dan lembek 10)Kehausan 11)Pusing.

b. Dehidrasi Kriteria hasil :

1) Warna urine keruh 2) Fontanela cekung 3) Nadi cepat dan

lambat

4) Peningkatan BUN

blood urea Nitrogen)

5) Peningkatan suhu tubuh.

Manajemen cairan 1. Timbang BB setiap

hari dan monitor status pasien

2. Hitung atau timbang popok dengan baik 3. Jaga dan catat intake

dan output

4. Monitir status hidrasi 5. Monitor hasil

laboratorium yang relevan dengan dengan retensi cairan 6. Monitor status hemodinamik 7. Monitor tanda-tanda vital 8. Berikan terapi IV seperti yang ditentukan

9. Berikan cairan dengan tepat

10.Tingkatkan asupan oral

11.Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik 12.Berikan produk-produk darah. Manajemen elektrolit 1. Monitor nilai serum

elektrolit abnormal 2. Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit 3. Pertahankan kepatenan akses IV 4. Berikan cairan sesuai

resep, jika diperlukan 5. Ambil spesimen

sesuai order untuk dapat melakukan analisis level elektrolit (ABG, urine, dan level serum) dengan tepat

(43)

6. Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda

dan gejala

ketidakseimbangan cairan dan/elektrolit

menetap atau

memburuk

7. Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan.

Manajemen muntah 1. Identifikasi

faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap muntah (obat-obatan dan prosedur) 2. Posisikan untuk mencegah aspirasi 3. Tunggu minimal 30

menit setelah episode mutah sebelum menawarkan cairan kepada pasien

4. Tingkatkan pemberian cairan secara bertahap jika tidak ada muntah yang terjadi selama 30 menit. 3. Ketidakefektifan pola nafas Batasan karakteristik a. Bradipnea b. Dispnea c. Penggunaan otot bantu penapasan d. Penurunan kapasitas vital e. Penurunan tekanan ekspirasi f. Penurunan a. Status penrnapasan : ventilasi Kriteria hasil 1) Frekuensi pernapasan 2) Irama pernapasan 3) Kedalaman pernapasan 4) Penggunaan otot bantu nafas 5) Suara nafas tambahan 6) Retraksi dinding dada

7) Dispnea saat istirahat 8) Atelektasis.

Terapi oksigen

1. Bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea dengan tepat 2. Pertahankan

kepatenan jalan nafas 3. Berikan oksigen

tambahan seperti yang diperintahkan

4. Monitor aliran oksigen 5. Periksa perangkat pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa kosentrasi yang telah di tentukan sedang di

(44)

tekanan inpsirasi g. Pernapasan bibir h. Pernapasan cuping hidung i. Pola nafas abnormal j. Takipnea. Faktor yang berhubungan a. Cedera medula spinalis b. Gangguan neurologis c. Nyeri b. Status pernapasan : kepatenan jalan nafas Kriteria Hasil : 1) frekuensi pernapasan 2) pernapasan cuping hidung 3) mendesah berikan 6. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat diganti 7. Pantau adanya

tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis.

Monitor neurologi

1. Pantau ukuran pupil, bentuk kesimetrisan dan reaktivitas 2. Monitor tingkat kesadaran 3. Monitor GCS 4. Monitor status pernapasan. Monitor tanda-tanda vital 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

3. Monitor kualitas nadi 4. Monitor frekuensi dan

irama pernapasan 5. Monitor suara paru 6. Monitor pola

pernapasan abnormal 7. Monitor suhu, warna,

dan kelembapan kulit. 8. Identifikasi dari

penyebab perubahan vital sign.

4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Batasan karakteristik a. Batuk yang tidak efektif b. Gelisah c. Dispnea d. Mata terbuka lebar a. Status pernapasan: kepatenan jalan nafas Kriteria hasil: 1) Frekuensi pernapasan 2) Irama pernapasan 3) Kemampuan untuk mengeluarkan sekret 4) Penggunaan otot

Kepatenan jalan nafas 1. Pastikan kebutuhan

oral suctioning

2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning

3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning 4. Monitor status oksigen

(45)

e. Perubahan pola nafas f. Sianosis g. Sputum dalam jumlah yang berlebihan h. Suara nafas tambahan Faktor yang berhubungan a. Infeksi b. Difungsi neuromuskular c. Mukus berlebihan d. Benda asing di jalan nafas. bantu pernapasan 5) Batuk. b. Status pernapasan Kriteria hasil: 1) Kedalaman inspirasi 2) Suara auskultasi nafas 3) Kepatenan jalan nafas 4) Kapasitas vital 5. Berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal

Manajemen jalan nafas 1. Buka jalan nafas. 2. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi.

3. Lakukan fisioterapi dada bila perlu

4. Auskultasi suara nafas , catat adanya suara tambahan

5. Monitor respirasi dan status O2

Manajemen batuk

1. Bantu pasien untuk mengatur posisi duduk.

2. Dorong pasien untuk melakukan latihan nafas dalam

3. Dorong pasien untuk tarik nafas dalam selama dua detik dan batukkan, lakukan dua atau tiga kali berturut turut

Monitor tanda-tanda vital

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah

3. Monitor kualitas nadi 4. Monitor frekuensi dan

irama pernapasan 5. Monitor suara paru 6. Monitor pola

pernapasan abnormal 7. Monitor suhu, warna,

dan kelembapan kulit. 8. Identifikasi penyebab

(46)

dari perubahan vital sign. 5. Nyeri akut Batasan karakteristik a. Diaforesis b. Ekspresi wajah nyeri c. Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrumen nyeri d. Mengekspresika n perilaku (gelisah,mereng ek, menangis, waspada) e. perubahan pada parameter fisiologis (mis.,tekanan darah, frekueni jantung, frekuensi pernapasan) f. perubahan selera makan Faktor yang berhubungan Agen cedera biologis (infeksi, a. Tingkat nyeri Kriteria hasil : 1) Nyeri yang di laporkan 2) Panjangnya episode nyeri

3) Ekspresi nyeri wajah 4) Berkeringat berlebihan 5) Kehilangan nafsu makan. b. Kontrol nyeri Kriteria hasil : 1) Mengenali kapan nyeri terjadi 2) Menggambarkan faktor penyebab 3) Menggunakan tindakan pencegahan 4) Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik.

c. Status kenyamanan Kriteria hasil : 1) Nyeri berkurang 2) Kecemasan berkurang 3) Stres berkurang 4) Ketakutan berkurang. Manajemen nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

5. Kontrol lingkungan

yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

6. Kurangi faktor presipitasi nyeri 7. Pilih dan lakukan

penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi,

interpersonal)

8. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 9. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 10.Evaluasi tingkat keefektifan kontrol nyeri 11.Tingkatkan istirahat 12.Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.

(47)

iskemia). Pemberian Analgesik 1. Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,dosis dan frekuensi

3. Cek riwayat alergi 4. Monitor vital sign

sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

5. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

6. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala.

Monitor tanda-tanda vital

1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan cepat

2. Monitor kualitas dari nadi

3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 4. Monitor pola pernapasan abnormal (misalnya, cheyne-stokes, kussmaul, biot,apneustic,ataksia dan bernapas berlebihan)

5. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 6. Monitor adanya

cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,

peningkatan sistolik) 7. Identifikasi penyebab

(48)

sign.

6. Hipertermia Batasan karakteristik a. Apnea

b. Bayi tidak dapat mempertahanka n menyusu c. Gelisah d. Hipotensi e. Kulit kemerahan f. Kulit terasa hangat g. Latergi h. Kejang i. Koma j. Stupor k. Takikardia l. Takipnea m. Vasodilatasi Faktor yang berhubungan a. Peningkatan laju metabolisme b. Penyakit c. Sepsis a. Termoregulasi Kriteria hasil : 1) Merasa merinding saat dingin 2) Berkeringat saat panas 3) Tingkat pernapasan 4) Melaporkan kenyamanan suhu 5) Perubahan warna kulit 6) Sakit kepala Perawatan demam 1. Pantau suhu dan

tanda-tanda vital lainya

2. Monitor warna kulit dan suhu

3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tak di rasakan

4. Beri obat atau cairan IV

5. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan 6. Dorong konsumsi cairan 7. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas jika di perlukan

8. Berikan oksigen yang sesuai

9. Tingkatkan sirkulasi udara

10. Mandikan pasien dengan spon hangat dengan hati-hati.

Pengaturan suhu

1. monitor suhu paling tidak setiap 2 jam sesuai kebutuhan 2. monitor dan laporkan

adanya tanda gejala hipotermia dan hipertermia

3. tingkatka intake cairan dan nutrisi adekuat 4. berikan pengobatan

antipiretik sesuai kebutuhan.

(49)

Manajemen pengobatan 1. Tentukan obat apa

yang di perlukan, dan kelola menurut resep dan/atau protokol 2. Monitor efektivitas

cara pemberian obat yang sesuai.

Manajemen kejang 1. Pertahankan jalan

nafas

2. Balikkan badan pasien ke satu sisi

3. Longgarkan pakaian 4. Tetap disisi pasien

selama kejang 5. Catat lama kejang 6. Monitor tingkat

obat-obatan anti epilepsi dengan benar. 7. Resiko Aspirasi Faktor resiko a. Penurunan motilitas gastrointestinal b. Penurunan tingkat kesadarn c. Peningkatan residu lambung a. Status pernapasan: kepatenan jalan nafas 1) Frekuensi pernapasan 2) Irama pernapasan 3) Tersedak

4) Suara nafas tambahan

b. Pencegahan aspirasi 1) Memposisikan tubuh

untuk miring ketika makan dan minum jika dibutuhkan. 2) Mengidentifikasi faktor-faktor resiko. Pencegahan aspirasi 1. Monitor tingkat kesadaran, refleks batuk dan kemampuan menelan

2. Monitor stastus pernapasan

3. Jaga kepala tempat tidur ditinggikan 30 menit setelah pemberian makan 4. Periksa residu pada

selang makanan atau lebih besar 100 cc pada selang.

Manajemen muntah 1. Kaji emesis terkait

dengan warna, konsistensi, akan adanya darah, waktu dan sejauh mana kekuatan emesis. 2. Ukur atau perkirakan

volume

(50)

antiemetik yang di berikan untuk mencegah muntah bila memungkinkan

3. Tingkatkan pemberian cairan secara bertahap jika tidak ada muntah yang terjadi selama 30 menit. 4. Monitor efek manajemen muntah secara menyeluruh. Pengaturan posisi 1. Jelaskan kepada pasien badan pasien akan di balik

2. Jangan menempatkan pasien pada posisi

yang bisa meningkatkan nyeri. 3. 8. Resiko cidera Faktor resiko 1) Eksternal a) Gangguan fungsi kognitif b) Agens nosokomial 2) Internal a) Hipoksia jaringan b) Gangguan sensasi (akibat dari cedera medula spinalis, dll) a. Kontrol resiko Kriteria hasil :

1) Klien terbebas dari cidera

2) Klien mampu

menjelaskan cara atau metode untuk mencegah cidera 3) Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan 4) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 5) Mampu mengenali perubahan status kesehatan. b. Kejadian jatuh 1) Jatuh dari tempat

tidur

2) Jatuh saat di pindahkan.

Manajemen lingkungan 1. Sediakan lingkungan

yang aman untuk pasien

2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik

3. Dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakir dahulu pasien

4. Memasang side rail tempat tidur

5. Menyediakan tempat tidur yang aman dan bersih 6. Membatasi pengunjunng 7. Memberikan penerangan yang cukup 8. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya

(51)

Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016).

c) Malnutrisi. perubahan status

kesehatan dan penyebab penyakit.

Pencegahan jatuh

1. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh

2. Sediakan pengawasan ketat dan /atau alat pengikatan

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian

Pada penelitian ini jenis penelitian yang di gunakan adalah kualitatif dengan desain studi kasus yang di jabarkan secara deskriptif. Metode penelitian ini di lakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang keadaan secara objektif. Penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan kasus meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2107. Tempatnya di ruang Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Pengelolaan kasus dilakukan selama 7 hari, pada partisipan I peneliti mulai mengelola dari tanggal 24 sampai 30 Mei 2017. Sedangkan pada partisipan II di mulai pada tanggal 25 sampai 31 Mei 2017.

C. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Sampel merupakan bagian populasi yang akan di teliti atau sebagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (Hidayat, 2012).

Pada penelitian ini populasi yang di gunakan adalah semua pasien anak yang mengalami meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Sampel diambil sebanyak 2 orang secara

purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan berdasarkan pada

(53)

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah: 1. Kriteria inklusi

a) Semua pasien anak dengan masalah meningitis yang dirawat di ruangan HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP.Dr.M.Djamil Padang.

b) Pasien dan Orangtua bersedia menjadi responden. 2. Kriteria eksklusi

Pasien pulang dalam hari rawatan kurang dari lima hari dan berada di luar kota.

D. Instrumen Pengumpulan data

Alat dan instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian adalah format asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi ), alat perlindungan diri (Handscoon dan maker) dan alat pemeriksaan fisik (Tensi meter, Termometer, stetoskop, timbangan, arloji dengan detik dan penlight).

1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari: identitas pasien, identifikasi penanggung jawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar, pemeriksaan fisik, data psikologis, data ekonomi sosial, data spiritual, lingkungan tempat tinggal, pemeriksaan laboratorium dan program pengobatan. 2. Format analisa data terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, data,

masalah dan etiologi.

3. Format diagnosa keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, diagnosa keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah, serta tanggal dan paraf dipecahkannya masalah.

4. Format rencana asuhan keperwatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, diagnosa keperawatan, intervensi NOC dan NIC.

5. Format implementasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, implementasi keperawatan, dan paraf yang melakukan implementasi keperawatan.

(54)

6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan, dan paraf yang mengevaluasi tindakan keperawatan.

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan data 1. Jenis data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang di dapatkan secara langsung, dimana sumber data secara langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2014). Pada penelitian ini data primer di dapatkan langsung dari pasien seperti pengkajian, meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.

b. Data Sekunder

Pada penelitian ini data sekunder didapatkan langsung dari keluarga, rekam medis dan Ruang Rawat Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2. Teknik Pengumpulan data a. Teknink Wawancara

Wawancara digunakan untuk menemukan permasalahan yang diteliti dan mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini wawancara dilakukan kepada pasien dan keluarga. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data tentang identitas pasien, riwayat kesehatan pasien (sekarang, dahulu dan riwayat kesehatan keluarga) dan aktivitas sehari-hari pasien. b. Observasi

Observasi yang dilakukan peneliti berkaitan dengan keadaan fisik pasien serta kegiatan sehari-hari pasien seperti polamakan, pola aktivitas dan lain-lain (Sugiyono, 2014).

Gambar

Tabel 2.1 karakteristik Cairan Serebro Spinal pada bayi dan anak
Tabel 2.2 : Diagnosis dan perencanaan keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

Memorandum Program Sanitasi merupakan dokumen kesepakatan bersama seluruh program dan kegiatan pembangunan sektor sanitasi Kabupaten Padang Lawas Utara yang dilaksanakan oleh

Pada usia 10 tahun, penderita mulai mengalami kesulitan untuk berjalan karena terjadi  proses kelemahan dan degenerasi otot skeletal yang terus berlangsung dengan

Sistem pengklasifikasian penentuan status gizi ini menggunakan metode Naïve Bayes Classification yang dapat digunakan oleh Puskesmas Jiken untuk menentukan status

Koloni dari Aspergillus flavus umumnya tumbuh dengan cepat dan mencapai diameter 6-7 cm dalam 10-14 hari Kapang ini memil iki warna permulaan kuning yang akan berubah

Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode pendampingan secara komprehensif kepada siswa MA-Alwathoniyyah Semarang melalui sosialisasi aplikasi desain grafis,

Melalui kegiatan pembelajaran discovery learning, peserta didik dapat berpikir kritis dan kreatif dalam menjelaskan dan menentukan penyelesaian sistem pertidaksamaan dua variabel

Seluruh Direksi Bank tidak memiliki rangkap jabatan sebagai Komisaris, Direksi atau Pejabat eksekutif pada bank, perusahaan dan atau lembaga lain, tidak memiliki saham pada

Gambar 4.68 Model Rumah Tradisional Tionghoa Siheyuan dan Marga Tjhia