• Tidak ada hasil yang ditemukan

Problematika pembelajaran Baca Tulis Al-Quran (BTA) pada anak berkebutuhan khusus (tunanetra) di Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB) YKTM Budi Asih Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Problematika pembelajaran Baca Tulis Al-Quran (BTA) pada anak berkebutuhan khusus (tunanetra) di Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB) YKTM Budi Asih Semarang"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BACA

TULIS AL-QURAN (BTA) PADA ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS (TUNANETRA) DI

MADRASAH IBTIDAIYAH LUAR BIASA (MILB)

YKTM BUDI ASIH SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

dalam Ilmu Agama Islam

Oleh :

MUHAMMAD SYARIF HIDAYATULLAH

NIM: 133111092

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2018

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Judul : Problematika Pembelajaran Baca Tulis Al-Quran (BTA) pada Anak Berkebutuhan Khusus (Tunanetra) di Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB) YKTM Budi Asih Semarang.

Penulis : Muhammad Syarif Hidayatullah NIM : 133111092

Mempelajari al-Quran merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Tidak menutup kemungkinan bagi anak berkebutuhan khusus. Pada kajian ini, terfokuskan membahas tentang problematika yang dihadapi pendidik dalam pembelajaran baca tulis al-Quran pada peserta didik tunanetra di MILB YKTM Budi Asih Semarang. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Proses pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya pengolahan data menggunakan tiga langkah, yaitu: reduksi data, penyajian data (display data), menyimpulkan data.

Selanjutnya hasil penelitian ini menunjukan bahwa, dalam pembelajaran baca tulis al-Quran pada peserta didik tunanetra di MILB YKTM Budi Asih Semarang memiliki kesamaan pada pembelajaran pada umumnya, hanya saja perlu adanya modifikasi guna menyesuaikan kondisi peserta didik. Tentunya dalam menghadapi peserta didik yang tidak dalam kategori normal akan menemui beberapa hambatan, diantara : keterbatasan fisik pada peserta didik yang memiliki kelemahan pada indra pengelihatannya, kepekaan meraba huruf braille, perbedaan kemampuan menangkap

(7)

pelajaran pada masing-masing anak, motivasi belajar peserta didik yang tidak stabil, kurangnya dorongan dari orang tua, sarana dan prasaran yang belum memadahi, serta kurangnya tenaga pendidik. Upaya pendidik dalam mengatasi permasalahan tersebut yakni dengan cara senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik dalam menyampaikan pelajaran, menggunakan metode sorogan, ditujukan agar peserta didik lebih maksimal memahami materi yang dipelajarinya, memaksimalkan penggunaan al-Quran braille, serta senantiasa sabar dalam mengikuti mood peserta didik yang tidak stabil.

Kata kunci : Problematika pembelajaran baca tulis al-Quran pada peserta didik tunanetra.

(8)

TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab Latin dalam

skripsi ini berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan R.I Nomor: 158/1987 dan Nomor:

0543b/U/1987. Penyimpangan penulisan kata sandang [al-]

disengaja secara konsisten supaya sesuai teks Arabnya.

Arab

Latin

Arab

Latin

ا

a

ط

ب

b

ظ

ت

t

ع

ث

غ

g

ج

j

ف

f

ح

ق

q

خ

kh

ك

k

د

d

ل

l

ذ

ż

م

m

ر

r

ن

n

ز

z

و

w

س

s

ه

h

ش

sy

ء

ص

ي

y

ض

Bacaan mad:

ā = a panjang

ī = i panjang

ū = u panjang

Bacaan diftong:

ْ وَأ = au

ْ يَأ = ai

ْ يِا = iy

viii

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur dengan ketulusan hati penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya yang tiada hingga. Selanjutnya shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW, yang dengan keteladanan, keberanian, dan kesabarannya membawa risalah Islamiyah sejak zaman kegelapan hingga saat ini masih terasa buahnya.

Skripsi berjudul “Problematika Pembelajaran Baca Tulis Al-Quran (BTA) pada Anak Berkebutuhan Khusus (Tunanetra) di Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB) YKTM Budi Asih Semarang”

Skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat bantuan baik moril maupun materi dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan berendah hati dari rasa hormat yang dalam penulis mengucapakan terimakasih kepada:

1. Dr. Raharjo, M.Ed, St., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, yang telah memberikan ijin penelitian dalam rangka penyusunan skrispsi ini.

2. H. Mursid, M.Ag selaku dosen pembimbing I dan Hj. Nur Asiyah, M.S.I selaku dosen pembimbing II yang telah

(10)

bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengaruh dalam penulisan skripsi ini.

3. Dosen, pegawai, dan seluruh civitas akademik di lingkungan Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

4. Segenap keluarga, terutama Bapak Ibu tercinta (Bapak Asyhadi, serta Ibunda Aslikhah), beserta kedua adikku (Muhammad Ilham Baharuddin, dan Naily Zahrotun Nif’ah) yang selalu mencurahkan kasih sayang, perhatian, kesabaran, ketabahan serta untaian do’a yang tulus sepanjang waktu demi keberhasilan penulis.

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis hingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Penulis berdo’a semoga semua amal dan jasa baik dari semua pihak dapat pahala yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran untuk perbaikan dan kesempurnaan dalam berkarya dikemudian hari. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya.Amin. Semarang, 15 Januari 2018 Penulis MUHAMMAD SYARIF H NIM. 11311102 x

(11)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ...

i

PERNYATAAN KEASLIAN ...

ii

PENGESAHAN ...

iii

NOTA DINAS ...

iv

ABSTRAK ...

vi

TRANSLITERASI ...

viii

KATA PENGANTAR ...

ix

DAFTAR ISI ...

xi

BAB I : PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang ...

1

B.

Rumusan Masalah ...

7

C.

Tujuan dan Manfaat Penelitian ...

8

BAB II : LANDASAN TEORI

A.

Deskripsi Teori ...

10

1.

Problematika ...

10

2.

Pembelajaran ...

11

3.

Baca Tulis al-Quran ...

21

4.

Anak Berkebutuhan Khusus ...

24

5.

Pembelajaran Baca Tulis al-Quran

pada Peserta Didik Tunanetra ...

28

B.

Kajian Pustaka Relevan ...

47

(12)

C.

Kerangka Berfikir ...

50

BAB III : METODE PENELITIAN

A.

Jenis dan Pendekatan Penelitian...

54

B.

Tempat dan Waktu Penelitian ...

55

C.

Jenis dan Sumber Data ...

55

D.

Fokus Penelitian ...

56

E.

Teknik Pengumpulan Data ...

56

F.

Uji Keabsahan Data ...

57

G.

Teknik Analisis Data ...

58

BAB IV : DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

A.

Deskripsi Data ...

60

B.

Analisis Data ...

74

C.

Keterbatasan Penelitian ...

78

BAB V : PENUTUP

A.

Kesimpulan ...

81

B.

Saran ...

83

C.

Penutup ...

84

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN - LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Quran sebagai kitab suci terakhir memiliki posisi penting dalam sistem ajaran Islam. Hal ini karena al-Quran merupakan firman Allah SWT sebagaimana yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Quran menjadi sumber utama ajaran Islam yang memiliki otentisitas yang tak terbantahkan. Akan tetapi, kaum muslimin juga mengimani kitab suci lain seperti Taurat, Zabur, dan Injil. Secara mendasar, pesan dari semua kitab suci adalah sama karena bersumber dari Allah SWT. Meskipun demikian, substansi pesan al-Quran tetap relevan sepanjang zaman. Al-Quran merupakan kitab suci yang memiliki pengaruh amat luas dan mendalam terhadap jiwa manusia. Kitab ini telah digunakan oleh kaum muslimin sebagai pedoman perilaku, dasar setiap tindakan, melandasi berbagai aspirasi, memelihara berbagai harapan dan memperkokoh identitas kolektif, sehingga dalam Islam mewajibkan setiap muslim untuk mempelajarinya.

Mempelajari Al-Qur’an itu merupakan keharusan bagi setiap umat Islam mulai dari membaca, menulis dan seterusnya. Memperbanyak membaca Al-Qur’an merupakan pekerjaan yang disukai Allah, sehingga seorang muslim memiliki hati yang hidup dan diterangi dengan petunjuk Allah. Agama Islam mendorong

(14)

2

umatnya untuk menjadi umat yang pandai, maka umat Islam harus menuntut ilmu. Karena ilmu adalah sebuah bekal untuk kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Kewajiban umat Islam untuk menuntut ilmu tercantum dalam hadits.

Rasulullah saw. bersabda:

ٍيرِظْنِش ُنْب ُيرِثَك اَنَ ثَّدَح َناَمْيَلُس ُنْب ُصْفَح اَنَ ثَّدَح ٍراَّمَع ُنْب ُماَشِه اَنَ ثَّدَح

َِّللَّا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ٍكِلاَم ِنْب ِسَنَأ ْنَع َنيِيرِس ِنْب ِدَّمَُمُ ْنَع

هيلع الله ىلص

ملسو

َوَو ٍمِلْسُم ِِّلُك ىَلَع ٌةَضيِرَف ِمْلِعْلا ُبَلَط

ِهِلْهَأ ِْيرَغ َدْنِع ِمْلِعْلا ُعِضا

َؤُلْؤُّللاَو َرَهْوَْلْا ِريِزاَنَْلْا ِدِِّلَقُمَك

َبَهَّذلاَو

.

1

Hisyam ibn `Amar meriwayatkan hadis kepada kami:

Hafsh ibn Sulaiman meriwayatkan hadis kepada kami:

Katsir ibn Syindhir meriwayatkan hadis kepada kami:

Dari Muhammad ibn Sirin, Dari Anas ibn Malik yang

berkata: Rasulullah saw bersabda: Mencari ilmu itu

Fardlu atas setiap Muslim, dan orang yang meletakkan

ilmu kepada selain ahlinya, maka seperti mengalungi

babi dengan permata, mutiara dan emas”.

Hadits di atas menjelaskan bahwasanya bagi setiap individu yang beragama Islam baik laki-laki maupun perempuan, muda ataupun tua, dalam keadaan normal ataupun berkebutuhan khusus (diffabel) berkewajiban untuk menuntut ilmu. Kewajiban menuntut ilmu tidak ada batasan dan dilakukan sepanjang hayat (long life education).

1 Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ibnu Majah, Sunan Ibnu

(15)

3

Setiap warga negara tanpa terkecuali mempunyai kedudukan dan hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Jadi, tidak ada alasan untuk mengenyampingkan warga negara yang berkebutuhan khusus (diffabel) untuk memperoleh pendidikan, seperti yang tercantum dalam QS. An-Nur ayat 61:

                                                                                                           ... 

Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu miliki kuncinya atau dirumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. … (Q.S. an-Nur/24: 60)2

2 Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta:

(16)

4

Dijelaskan pula dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, sebagai berikut:

ِالله ِدْبَع ِنْب ِِلِاَس ْنَع ٍباَهِش ِنْبا ْنَع ِكِلاَم ْنَع َةَمَلْسَم ُنْب ِالله ُدْبَع اَنَ ثَّدَح

الَلاِب َّنِإ َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ِالله ُلْوُسَر َّنَأ ِهْيِبَأ ْنَع

ُ ي َؤ

ِِّذ ُن

ِب َل

ْي ٍل

َف

ُك

ُول ا

َو ْشا

َر ُب

َح او

َّتّ

ُ ي َن

ِدا

َي

ْبا ُن

ُا ِِّم

َم

ْك ُت

ٍمو

َُّث

َق

َلا

َو َك

َنا

َر

ُج

الا

َأ

ْع َم

َل ى

ُ ي َن

ِدا

َح ي

َّتّ

ُ ي َق

َلا

َل ُه

َأ

ْص َب

َح

ْت

َأ

ْص َب

َح

ْت

3

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Ibnu Syihab dari Salim bin ‘Abdullah dari Bapaknya, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan saat masih malam, maka makan dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.” Perawi berkata, “Ibnu Ummi Maktum adalah seorang sahabat yang buta, ia tidak akan mengumandangkan adzan (shubuh) hingga ada orang yang mengatakan kepadanya, sudah shubuh sudah shubuh.4

Ayat dan hadits tersebut di atas mengisyaratkan bahwa anak berkebutuhan khusus sudah selayaknya mendapat hak yang sama dengan anak normal untuk mengenyam bangku pendidikan meskipun dengan cara yang berbeda. Penegasan atas hak bagi anak yang berkebutuhan khusus (diffabel) untuk memperoleh pendidikan khusus/ luar biasa tercamtum dalam Undang-Undang Dasar No. 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 yang berbunyi : “ Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

3 Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Matan Masykul

al-Bukhori, (Madinah: Syirkah al-Munawir Asia, 1138 H), hlm. 116.

4 Aplikasi Kitab Hadits Online, http://www.lidwa.com, diakses 22

(17)

5

intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.5

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Bab VI bagian kesebelas pasal 32 butir 1 mengenai pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus yang menyatakan bahwa “pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisisk, emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.6

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Anak yang termasuk ke dalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah “anak luar biasa” dan “anak cacat”. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk pelayanan kebutuhan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan

5 Undang-Undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Tahun 2003 pasal 5.

6 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

(18)

6

potensi mereka. Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB).7

Anak berkebutuhan khusus bukanlah anak yang berbahaya atau anak yang harus disingkirkan agar keluarga tidak malu karena keberadaannya. Mereka sama seperti anak lainnya, butuh kasih sayang, butuh perhatian, dan tentunya butuh belaian lembut dari kedua orangtuanya. Meskipun tampak tidak sempurna, mereka jug amemiliki kemampuan yang juga dimiliki anak normal pada umumnya. Bahkan, mereka memiliki kemampuan spesifik yang lebih dibandingkan mereka yang normal.8 Oleh karenanya, mereka juga memiliki hak yang sama (dari pada mereka yang normal) khusunya dalam bidang pendidikan.

Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB) YKTM Budi

Asih Semarang merupakan salah satu institusi yang memberikan

layanan pendidikan dan perhatian khusus bagi anak penyandang cacat, beberapa diantaranya adalah penyandang tunanetra terdapat pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an. Sekolah khusus seperti MILB YKTM Budi Asih Semarang membutuhkan berbagai hal yang berbeda dengan sekolah lainnya, yakni diperlukan modifikasi dalam proses pembelajarannya, meliputi materi/bahan, tujuan, media, metode, sarana prasarana, evaluasi dan kompetensi guru

7 Aproditta M, Panduan Lengkap orangtua & Guru untuk Anak

dengan Disleksia, (Jogjakarta : Javalitera, 2012), hlm. 43-44.

8 Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Yogyakarta: Katahati,

(19)

7

yang khusus disesuaikan dengan kondisi peserta didik, sehingga memudahkan peserta didik berkebutuhan khusus (tunanetra) dalam mengikuti kegiatan pembelajaran al-Qur’an.

Membayangkan nasib dari anak berkebutuhan khusus yang pada umumnya dikucilkan dalam masyarakat, menarik penulis untuk mencoba melihat bagaimana sebuah lembaga yang luar biasa dalam mengolah beberapa anak berkebutuhan khusus, dalam pembelajaran Baca Tulis al-Quran. Mengingat betapa pentingnya ilmu tersebut bagi kalangan kaum muslimin. Atas dasar rasa keingintahuan dan juga rasa empati terhadap anak berkebutuhan khusus, penulis mengangkat judul “Problematika pembelajaran Baca Tulis Al-Quran (BTA) pada anak berkebutuhan khusus (tunanetra) di Mardrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB) YKTM Budi Asih Semarang”.

B. Rumusan Masalah

Dari berbagai paparan permasalahan tersebut, penulis mengangkat perumusan masalah yang akan di bahas dalam kajian ilmiah ini

1. Apa saja problematika pembelajaran Baca Tulis Al-Quran (BTA) pada anak berkebutuhan khusus (tunanetra) di Mardrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB) YKTM Budi Asih Semarang?

2. Bagaimana solusi dari problematika yang ditemukan dalam proses pembelajaran Baca Tulis Al-Quran (BTA) pada anak

(20)

8

berkebutuhan khusus (tunanetra) di Mardrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB) YKTM Budi Asih Semarang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan : a. Mendeskripsikan problematika pembelajaran Baca

Tulis Al-Quran (BTA) pada anak berkebutuhan khusus (tunanetra) di Mardrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB) YKTM Budi Asih Semarang.

b. Mendeskripsikan solusi dari problematika yang dihadapi dalam pembelajaran Baca Tulis Al-Quran (BTA) pada anak berkebutuhan khusus (tunanetra) di Mardrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB) YKTM Budi Asih Semarang.

2. Manfaat Penelitian

Penulis berharap dalam penulisan karya ilmiah/hasil penelitian ialah dapat memberikan kontribusi / manfaat bagi kehidupan sekitar, berikut diantara manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini.

a. Kegunaan Teoritik

Sebagai tambahan cakrawala intelektual dan khasanah keilmuan terutama dalam ilmu pendidikan

(21)

9

dan pengajaran baca tulis Al-Qur’an khususnya pada siswa berkebutuhan khusus.

b. Kegunaan Praktis

1) Bagi tenaga pendidik diharapkan dapat meningkatkan proses pembelajaran baca tulis Al-Qur’an khususnya pada siswa berkebutuhan khusus.

2) Bagi peneliti, dapat memperoleh wawasan tentang problemtika pembelajaran baca tulis Al-Qur’an khususnya pada siswa berkebutuhan khusus serta strategi dalam penyelesaian masalah tersebut.

3) Bagi pembaca/masyarakat, diharapkan memperoleh gambaran tentang strategi dalam penyelesaian kendala yang dihadapi dalam mengajar baca tulis Al-Qur’an pada siswa berkebutuhan khusus.

(22)

10

BAB II

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BACA TULIS AL-QURAN (BTA) PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

(TUNANETRA)

A. Kajian Teori 1. Problematika

Problematika (kata dasar ‘problem’) adalah salah satu kata serapan dari bahasa Inggris yang dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti “suatu permasalahan”.9 Di dalam kehidupan ini permasalahan akan senantiasa menemui yang namanya permasalahan. Hal tersebut, bukan untuk menjadikan manusia tersebut semakin terpuruk dalam lautan masalah, akan tetapi diharuskan untuk berlari mencari jalan keluar dari permasalahan yang sedang menimpanya.

Dalam menangani problem/kasus pada umumnya dapat dilihat sebagai keseluruhan perhatian dan tindakan kasus (yang dialami oleh seseorang) yang diharadapkan kepadanya sejak awal sampai dengan diakhirinya perhatian da tindakan tersebut. Dalam pengertian itu penanganan kasus meliputi :

9 http://kbbi.web.id/problem, diakses pada 26 September 2017,

(23)

11

a. pengenalan awal tentang kasus (dimulai sejak mula kasus itu dihadapkan)

b. pengembangan ide-ide tentang rincian masalah yang terkandung didalam kasus itu

c. penjelajahan lebih lanjut tentang segala seluk beluk kasus tersebut, dan akhirnya

d. mengusahakan upaya-upaya kasus untuk mengatasi atau memecahkan sumber pokok permasalahan itu.

Setiap permasalahan pokok biasanya memerlukan strtegi dan teknik tersendiri. Untuk itu diperlukan keahlian konselor dalam menjelajahi masalah, penetapan masalah pokok yang menjadi sumber permasalahan secara umum, pemilihan strategi dan teknik penanganan atau pemecahan masalah pokok itu, serta penerapan/ pelaksanaan strategi dan teknik yang dipilihnya itu.10

2. Pembelajaran

Pembelajaran berasal dari bahasa Inggris

“instruction” yang dimaknai sebagai usaha yang bertujuan membantu orang belajar. Menurut Miarso (2004) dalam bukunya Nyanyu Khodijah menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan

10 Prayitno, Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling,

(24)

12

oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan atau kompetensi dalam merancang atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Dapat pula dikatakan bahwa pembelajaran adalah usaha yang dilakukan oleh pendidik atau orang dewasa lainnya untuk membuat pembelajar dapat belajar dan mencapai hasil yang maksimal.

Smith Ragan (1933) dalam bukunya Nyanyu Khodijah menyatakan bahwa pembelajaran adalah desain dan pengembangan penyajian informasi dan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada hasil belajar tertentu. Walter Dick (dalam Duffy dan Jonassen, 1992) dalam bukunya Nyanyu Khodijah mendefinisikan pembelajaran sebagai intervensi pendidikan yang dilaksanakan dengan tujuan tertentu, bahan dan prosedur yang dilaksanakan dengan tujuan tertentu, bahan atau prosedur yang ditargetkan pada pencapaian tujuan tersebut, dan pengukuran yang menentukan perubahan yang diinginkan pada perilaku. Dengan membandingkannya dengan istilah kurikulum, Snelbecker seperti yang dikutip oleh Reigeluth (1983) dalam bukunya Nyanyu Khodijah juga menyatakan bahwa perbedaan utama antara kurikulum dan pembelajaran adalah bahwa kurikulum berkaitan dengan apa yang diajarkan sedang pembelajaran berkaitan dengan bagaimana mengajarkannya.

Dalam pengggunaan sehari-hari, istilah pembelajaran sering kali disamakan dengan istilah pengajaran, padahal

(25)

13

keduanya memiliki asal kata yang berbeda. Pembelajaran berasal dari kata dasar “belajar”, sedang pengajaran berasal dari kata dasar “mengajar”. Dengan demikian, istilah pembelajaran lebih berfokus pada proses belajar yang terjadi pada diri pembelajar, sedang istilah pengajaran lebih berorientasi pada proses mengajar yang dilakukan oleh guru. Menurut Miarso (2004:528) dalam buku nya Nyanyu Khodijah pembelajaran adalah usaha mengelola lingkungan belajar dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu.11

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam sistem pembelajaran terdiri dari peserta didik, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Materialnya meliputi buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan penyampaian informasi, praktik, belajar ujian dan sebagainya.12

11 Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press,

2014), hlm.175-176.

12 Dirman dan Cicih Juarcih, Kegiatan Pembelajaran Yang

Mendidik (Dalam Rangka Implementasi Standar Proses Pendidikan Siswa),

(26)

14

Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu rekayasa yang diupayakan untuk membantu peserta didik agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan maksud dan tujuan.13 Oleh karena itu, pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan. Di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen, yaitu guru, siswa, dan materi pelajaran atau sumber belajar. Interaksi antara ketiga komponen utama ini melibatkan sarana dan prasarana seperti metode, media, dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta suatu proses pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan.14

Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, maka Perencanaan Proses Pembelajaran meliputi:

a. Silabus

Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi

pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi

13 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya

Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, (Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya, 2002), hlm. 184.

14Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran

(27)

15

waktu, dan sumber belajar.Silabus dikembangkan

oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI)

dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta

panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan

(KTSP).

Dalam

pelaksanaannya,

pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para

guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah

sekolah/ madrasah atau beberapa sekolah, kelompok

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau

Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.

Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi

dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di

bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas

provinsi yang bertanggung jawab di bidang

pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen

yang menangani urusan pemerintahan di bidang

agama untuk Ml, MTs, MA, dan MAK.

b.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RPP

dijabarkan

dari

silabus

untuk

mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam

upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan

pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara

lengkap

dan

sistematis

agar

pembelajaran

(28)

16

berlangsung

secara

interaktif,

inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta

didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan

ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

RPP disusun untuk setiap KD yang dapat

dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.

Guru merancang penggalan RPP untuk setiap

pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di

satuan pendidikan. Adapun komponen RPP sebagai

berikut :

1)

Identitas mata pelajaran

Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan

pendidikan, kelas, semester, program/program

keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran,

jumlah pertemuan

2)

Standar kompetensi

Standar kompetensi merupakan kualifikasi

kemampuan minimal peserta didik yang

menggambarkan

penguasaan

pengetahuan,

sikap, dan keterampilan yang diharapkan

(29)

17

dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada

suatu mata pelajaran.

3)

Kompetensi dasar

Kompetensi

dasar

adalah

sejumlah

kemampuan yang harus dikuasai peserta didik

dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan

penyusunan indikator kompetensi dalam suatu

pelajaran.

4)

Indikator pencapaian kompetensi

Indikator kompetensi adalah perilaku

yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk

menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar

tertentu yang menjadi acuan penilaian mata

pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi

dirumuskan dengan menggunakan kata kerja

operasional yang dapat diamati dan diukur, yang

mencakup

pengetahuan,

sikap,

dan

keterampilan.

5)

Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan

proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai

oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi

dasar.

(30)

18

6)

Materi ajar

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip,

dan prosedur yang relevan, danditulis dalam

bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan

indikator pencapaian kompetensi.

7)

Alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan

keperluan untuk pencapaian KD dan beban

belajar.

8)

Metode pembelajaran

Metode pembelajaran digunakan oleh

guru untuk mewujudkan suasana belajardan

proses

pembelajaran

agar

peserta

didik

mencapai kompetensi dasar atau seperangkat

indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan

metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi

dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari

setiap indikator dan kompetensi yang hendak

dicapai pada setiap mata pelajaran.Pendekatan

pembelajaran tematik digunakan untuk peserta

didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.

(31)

19

9)

Kegiatan pembelajaran

a)

Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal

dalam suatu pertemuan pembelajaran yang

ditujukan untuk membangkitkan motivasi

dan memfokuskan perhatian peserta didik

untuk berpartisipasi aktif dalam proses

pembelajaran.

b)

Inti

Kegiatan

inti

merupakan

proses

pembelajaran

untuk

mencapai

KD.

Kegiatan pembelajaran dilakukan secara

interaktif,

inspiratif,

menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang

yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai dengan bakat, minat,

dan perkembangan fisik serta psikologis

peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara

sistematis dan sistemik melalui proses

eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

(32)

20

c)

Penutup

Penutup

merupakan

kegiatan

yang

dilakukan

untuk

mengakhiri

aktivitas

pembelajaran yang dapat dilakukan dalam

bentuk

rangkuman

atau

kesimpulan,

penilaian dan refleksi, umpan balik, dan

tindak lanjut.

10)

Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses

dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator

pencapaian kompetensi dan mengacu kepada

Standar Penilaian.

11)

Sumber belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada

standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta

materi

ajar,

kegiatan

pembelajaran,

dan

indikator pencapaian kompetensi.

15

3. Baca Tulis Al-Quran (BTA) a. Baca Al-Quran

Belajar al-Quran memang tidak mengenal batas usia. Meskipun demikan, jika poses mempelajari

15 Permendiknas No. 41 Tahun 2007, tentang Standar Proses

(33)

21

Quran telah dimulai sejak dini niscaya akan menghasilkan penguasaan yang lebih baik terhadap al-Quran. Usia anak-anak sekolah MI/SD menjadi usia ideal untuk membelajarkan al-Quran. Langkah dasar untuk mengawali pembelajaran al-Quran adalah membaca yang mana di mulai dengan pengenalan serta mengidentifikasi huruf hijaiyah hingga pada taraf membaca dengan baik dan benar yang sesuai kaidah tajwid.

Membaca ayat al-Quran dengan sesuai kaidah tajwid adalah suatu yang sangat penting. Karena ibadah penting dalam Islam, yakni solat, memerlukan pembacaan al-Quran yang baik dan benar. Selain hal itu, hanya membacanya saja sudah dinilai ibadah dan merupakan sebuah amalan yang mulia. Sehingga al-Quran menjadi Kitab Suci dan memiliki peran sentral dalam kehidupan kaum Muslimin.

Ilmu dalam hal pembacaan al-Quran yang dikenal dengan nama “tajwid” (berasal dari kata jawwada, yang berarti membuat sesuatu mejadi lebih baik). Dalam kitab Syarh jazariyah dan al-itqan, yang dikutip oleh Ash-Shaffat, mengungkap empat cara baca yang tidak diperbolehkan. Pertama, at-tar’id (berguruh) yakni mengguruhkan suara sebagaimana orang yang mengigil. Kedua, at-tathrib (kegirangan), merupakan lawan yang pertama, membaca dengan “mendendang”

(34)

22

hingga melalaikan yang seharusnya seharusnya dibaca pendek-dipanjangkan atau sebaliknya, karena gramatika bahasa Arab tidak pernah memperbolehkannya. Ketiga,

at-tahzin (ekspresi sedih), kurangnya menghayati sisi dalam makna al-Quran. Keempat, at-tarqish (menari-nari/banyak gerak) hendaknya membaca dengan diam dan menghayati dari kandungannya. Oleh karena itu, Ibnu al-Jazari (w.833 H/1412 M) menghukumi wajib dalam penerapan ilmu tajwid dalam membaca al-Quran karena ditujukan untuk menjaga keagungan Kitab Suci.16 b. Tulis Al-Quran

Melalui tulisan, rekam jejak perkembangan kemajuan tradisi kemanusiaan dapat diketahui. Dengan adanya tulisan kita mampu mengetahui banyak hal yang terjari pada masa lalu. Dengan tulisan pula kita dapat menuangkan ide-ide kita untuk diketahui orang lain. Dengan kata lain, tulisan menjadi alat bantu komunikasi yang efektif antara manusia yang terpisah ruang dan waktu. Perkembangan bahasa manusia, yang pada awalnya merupakan konvensi ujaran untuk menghubungkan presepsi seseorang dengan yang lainnya sehingga terjalin komunikasi yang baik dan efektif, pada tahap selanjutnya dituangkan dalam bentuk

16 Ahmad Lufti, Pembelajaran al-Quran dan Hadits, (Jakarta:

(35)

23

tulisan.perkembangan tulisan pun mengalami evolusi, dari yang paling sedehana sampai yang kita gunakan saat ini. Hal ini terkait juga dengan perkembangan alat bantu untuk menulis.

Al-Quran yang salah satu nama lainnya adalah

al-Kitab, yang berarti “yang tertulis”. Rekaman al-Qran

dalam bentuk tulisan memiliki manfaat yang sangat besar bagi umat Islam. Karena proses penyampaian al-Quran dalam bentuk tulisan meminimalisir kesalahtafsiran maupun cara bacanya. Oleh sebab itu, begitu penting memiliki kemampuan menulis al-Quran bagi setiap muslim.

Al-Quran sebagai sumber utama ajaran Islam yang harus dipelajari, dihayati dan diamalkan oleh pemeluknya. Proses tersebut dapat dilakukan dengan jalan membaca dan mempelajari tulisan ayat al-Quran. Oleh karena itu pembelajaran menulis al-Quran sangat penting diberikan, karena dengan menulis anak dapat membaca kembali huruf-huruf yang ditulisnya. Selain itu, anak akan lebih cepat dan tahan lamauntuk mengingatnya.17

(36)

24

4. Anak Bekebutuhan Khusus

Kelahiran anak merupakan kebahagiaan tiada tara yang tidak bisa dibandingkan dengan harta ataupun nyawa. Namun, itu adalah gambaran perasaan jika sepasang orang tua baru mendapatkan anak yang normal. Kemudian, bagaimana perasaan bagi seseorang yang mengetahui ketika anaknya lain dari yang lain. Meskipun demikian, sebagai orang tua harus rela menerima dan itu adalah merupakan sebuah amanah yang telah tertitipkan. Karena sesungguhnya, manusia tidak berhak menolak apa yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Apapun pemberian-Nya itulah yang terbaik diantara yang terbaik. Maka sebagai orang tua wajib untuk menjaga, merawat, dan memberikan pendidikan sebagai bentuk rasa terima kasih kita terhadap Yang Maha Esa. Penentu kebahagiaan hidup manusia adalah seorang anak, anak hanyalah sarana kecil untuk mengukir senyum di bibir orang tuanya. Kesuksesan seorang anak juga bukan dibangun berdasarkan kesempurnaan fisik semata.

Sebagai orang tua, yang harus dilakukan ialah bagaimana cara melihat “mutiara” yang ada di dalam ketidaksempurnaan anak. Gali “mutiara” itu hingga menghasilkan mutiara-mutiara lain yang menjadi pegangannya untuk bisa bertahan hidup disaat orang tuanya tak sanggup mendampinginya. Pada hakikatnya, setiap orang

(37)

25

dikaruniai kemampuan yang berbeda-beda karena sesungguhnya Tuhan itu Maha-adil.18

Menurut para ahli, anak berkebutuhan khusu memiliki bakat yang tinggi dibandingkan dengan akan yang normal. Untuk mencapai itu semua, sebagai orangtua harus memahami apa yang diinginkan dari anak.19 Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya. Terdapat banyak sekali jenis-jenisnya, yang meliputi:

a. Tunanetra (tidak dapat melihat); adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Definisi tunanetra menurut Kaufman dan Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.20 Tunanetra mempunyai kebiasaan, bila mengamati suatu benda pasti akan diraba, dicium, dan masuk kedalam mulut. Diraba untuk mengetahui apa yang sedang dipegang. Dicium untuk mengetahui bagaimanakah bau dari benda yang dipegang. Masuk mulut untuk mengetahui bagaimanakah rasa dari benda

18 Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Yogyakarta: Katahati,

2010), hlm. 13-18.

19 Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, hlm. 33.

20 Aproditta M, Panduan Lengkap orangtua & Guru untuk Anak

(38)

26

yang dipegang.21 Oleh karenanya proses pembelajaran menekan kan pada alat indera yang lain.

b. Tunarungu (tidak dapat mendengar); adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran, baik permanen ataupun tidak permanen. Kerena memiliki hambatan dalam pendengaran, individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu tersebut harus menggunakan bahasa verbal, bahasa isyarat, dan bahasa tubuh.

c. Tunagrahita (cacat pikiran, lemah daya ingat, idiot); adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.

d. Tunadaksa (cacat tubuh); adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit, atau akibat kecelakaan.

e. Tunalaras (cacat suara dan nada); adalah individu yang mengalami hambatan dalm mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma

21 Ardhi Wijaya, Seluk-beluk Tunanetra & Strategi

(39)

27

dan aturan yang berlaku disekitarnya. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal, yaitu pengaruh dari lingkunag sekitar.

f. Kesulitan belajar; adalah individu yang memiliki ganguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, dan berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injuiry, disfungsi minimal otak, disleksia, disgrafia, dan afasia perkembangan. Individu mengalami gangguan motorik, gangguan koordinasi gerak, ganggauan orientasi arah dan ruang, dan keterlambatan perkembangan konsep.22

Dalam hal pembelajaran baca tulis al-Quran ini yang menjadi perhatian penting ialah bagi kalangan anak yang memiliki kelainan yang berupa disleksia (kesulitan membaca) dan juga Disgrafia (kesuliatan menulis)

5. Pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an pada Peserta Didik Tunanetra

a. Pengertian Pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an pada Peserta Didik Tunantera

22 Aproditta M, Panduan Lengkap orangtua & Guru untuk Anak

(40)

28

Pembelajaran untuk peserta didik penyandang tunantera pada dasarnya memiliki kesamaan dengan pembelajaran peserta didik pada umumnya. Hanya saja, ketika dalam pelaksanaannya memerlukan modifikasi agar sesuai dengan anak yang melakukan pembelajaran tersebut, yang dalam hal ini adalah anak tunanetra sehingga pesan atau materi yang disampaikan dapat diterima ataupun dapat ditangkap dengan baik dan mudah oleh peserta didik tunanetra tersebut dengan menggunakan semua sistem inderanya yang masih berfungsi dengan baik sebagai sumber pemberi informasi.23

Adanya pembelajaran baca tulis al-Qur’an pada peserta didik tunanetra bertujuan menjadikan peserta didik menjadi diri yang terampil dalam membaca dan menulis al-Qur’an secara benar, lancar, serta dapat memahaminya sesuai dengan materi pembelajaran al-Qur’an yang diajarkan meskipun dengan kendala yang mereka miliki.

Kegiatan membaca dan menulis al-Qur’an merupakan salah satu bidang pembelajaran pada mata pelajaran PAI yang sangat penting untuk dipelajari dan dikuasai. Tanpa memiliki kemampuan baca tulis yang memadai sejak dini, seseorang akan mengalami kesulitan belajar dikemudian hari, karena membaca menulis tidak hanya berguna untuk

(41)

29

mata pelajaran PAI saja, tetapi juga berguna untuk mata pelajaran lainnya.

Peserta didik tunanetra mengalami keterbatasan dalam penglihatan, dimana keterbatasan ini menjadi faktor penghambat bagi mereka untuk dapat menguasai komponen dasar pendidikan tersebut. Meskipun mereka memiliki kekurangan secara fisik, namun mereka mempunyai kemampuan lain, kemampuan lain di sini berarti mengacu pada kemampuan inteligensi yang cukup baik dan daya ingat yang kuat.24 Sehingga mereka berhak mendapatkan pengajaran al-Qur’an yang sama dengan yang lainnya.

Oleh karena itu, pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra adalah proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang menyandang tunanetra dan lingkungannya, yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung dan memungkinkan terjadinya anak tunanetra belajar, sehingga terjadi perubahan perilaku anak tunanetra ke arah yang lebih baik serta berorientasi pada pengembangan kemampuan membaca, menulis dan memahami isi kandungan al-Qur’an.

24 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam

(42)

30

b. Metode Pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an pada Peserta

Didik Tunanetra

Metode pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an pada peserta didik tunanetra adalah suatu proses, prosedur, cara, langkah yang harus ditempuh dalam usaha menyampaikan pengetahuan, memberikan bimbingan membaca dan menulis al-Qur’an, dan mempersiapkan anak tunanetra untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Pada dasarnya metode yang digunakan untuk peserta didik tunanetra hampir sama dengan peserta didik normal, hanya yang membedakan ialah adanya beberapa modifikasi dalam pelaksanaannya, sehingga para peserta didik tunanetra mampu mengikuti kegiatan pembelajaran yang bisa mereka ikuti dengan pendengaran ataupun perabaan.25

Dalam pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra bisa dilakukan dengan bermacam-macam metode. Menurut Ardhi Wijaya dalam bukunya yang berjudul “Seluk-beluk Tunanetra & Strategi Pembelajarannya”, beberapa metode yang dapat dilaksanakan dengan menggunakan fungsi pendengaran dan perabaan pada pembelajaran al-Qur’an, tanpa harus menggunakan penglihatan, antara lain:

(43)

31

1) Metode Ceramah

Metode ceramah ialah cara penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada peserta didik.

Metode ceramah dapat diikuti oleh tunantera karena dalam pelaksanaan metode ini guru menyampaikan materi pelajaran dengan penjelasan lisan dan peserta didik mendengar penyampaian materi dari pendidik.

2) Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara pendidik mengajukan pertanyaan dan perserta didik menjawab atau suatu metode di dalam pembelajaran di mana pendidik bertanya sedangkan murid menjawab tentang materi yang ingin diperolehnya.

Peserta didik tunanetra mampu mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode tanya jawab, karena metode ini merupakan tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indra pendengaran.

3) Metode Diskusi

Metode diskusi adalah salah satu alternatif metode yang dapat dipakai oleh seorang pendidik di kelas

(44)

32

dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para peserta didik.

Peserta didik tunanetra dapat mengikuti kegiatan belajar belajar yang menggunakan metode diskusi, mereka dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi itu karena dalam metode diskusi, kemampuan daya fikir peserta didik untuk memecahkan suatu persoalan lebih diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan indera penglihatan.

4) Metode Sorogan

Metode sorogan adalah metode individual dimana peserta didik mendatangi pendidik untuk mengkaji suatu buku dan pendidik membimbingnya secara langsung.

Metode ini dapat diikuti oleh peserta didik tunanetra dan inti dari metode ini adalah adanya bimbingan langsung dari guru kepada peserat didik dan seorang pendidik dapat mengetahui langsung sejauhmana kemampuan paserta didiknya dalam memahami suatu materi pelajaran.

5) Metode Bandongan

Metode bandogan adalah salah satu metode pembelajaran dalam pendidikan Islam dimana peserta didik atau santri tidak menghadap pendidik atau kyai

(45)

33

satu demi satu, tetapi semua peserta didik dengan membawa buku atau kitab masing-masing.

Metode bandongan ini bisa dipergunakan dalam pembelajaran kitab atau al-Qur’an dan inti dari metode ini adalah pendidik memberikan penjelasan materi kepada peserta didik tidak secara perorangan. Metode ini merupakan kebalikan dari metode sorogan.

Tunanetra dapat mengikuti metode ini, arena metode ini dapat diikuti degan tanpa menggunakan indera penglihatan.

6) Metode Drill

Metode drill atau latihan adalah suatu metode dalam menyampaikan pelajaran dnegan menggunakan latihan secara terus menerus sampai peserta didik memiliki ketangkasan yang diharapkan.

Peserta didik tunanetra mampu mengikuti metode ini jika materi yang disampaikan dan media yang digunakan mampu mendukung mereka untuk memahami materi pelajaran. 26

c. Media Pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an pada Peserta Didik Tunanetra

Seperti yang kita ketahui anak tunanetra memunyai keterbatasan dalam indera penglihatannya sehingga

(46)

34

mereka memerlukan pelayanan khusus serta media pembelajaran yang khusus juga agar mereka mendapatkan ilmu pengetahuan dan mencapai cita-citanya seperti anak-anak normal lainnya.

Media pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra adalah sarana atau alat khusus yang digunakan peserta didik tunanetra untuk menunjang proses pembelajaran agar lebih mudah dalam membaca dan menulis al-Qur’an.

Adapun media yang dapat digunakan dalam pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra, ialah: 1) Al-Qur’an Braille

Braille adalah sejenis tulisan sentuh yang digunakan oleh para tunanetra. Sistem ini diciptakan oleh seorang Perancis yang bernama Louis Braille yang juga merupakan seorang tunanetra.27 Dengan munculnya tulisan braille juga memunculkan yang namanya al-Qur’an braille sebagai media membaca al-Qur’an bagi tunanetra.

Sebagai Muslim, tanpa terkecuali, mustahil untuk berlepas diri dari al-Qur’an. Karena inilah satu-satunya cara agar bisa tetap berada di jalur yang tepat. Hingga kebahagiaan di dunia maupun di akherat yang senantiasa didoakan benar-benar bisa diraih. Hal ini

(47)

35

tidaklah terasa begitu sulit bagi mereka yang masih diberi amanah untuk bisa menikmati lekukan-lekukan indah hijaiyyah dengan penglihatannya.

Selain itu, mushaf al-Qur’an braille memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan mushaf Qur’an yang biasa kita gunakan. Jika mushaf al-Qur’an biasa beratnya tidak sampai 1 kg, maka mushaf al-Qur’an braille beratnya 22 kg. Dan dalam satu set al-Quran huruf braille tebalnya 1.500 halaman yang dibagi dalam 30 buku masing-masing satu juz. Jika ketebalan mushaf al-Qur’an biasa 5-10 cm, maka mushaf al-Qur’an braille 100 cm dengan ukuran 25 x 30,5 cm.28 Tunanetra belajar huruf-huruf braille sama juga pada braille Arab yang terdiri dari 6 buah titik timbul. Posisi titik-titik di atas adalah posisi huruf

braille yang dibaca dari kiri kekanan. Sementara itu, kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai ganguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif dalam proses belajar.

2) Al-Qur’an Audio

Satu harapan yang indah adalah terwujudnya satu keinginan agar mushaf al-Qur’an bisa diakses oleh

28 Nugraha Jati Hadi Hanatra, “Perancangan Prototipe Portable

Display Barille Ayat al-Qur’an Menggunakan Mikrokontroler dan LED”,

(48)

36

siapa pun, tanpa terkecuali. Karena al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh manusia.

Media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang disampaikan dituangkan dalam lambang-lambang auditif, baik verbal maupun non verbal.29

Karena itu, al-Qur’an audio akan sangat efektif bila dengan menggunakan bunyi dan suara, dapat merangsang pendengar untuk menggunakan daya imajinasinya sehingga penyandang tunanetra dapat menvisualisasikan pesan-pesan yang ingin kita sampaikan.

3) Reglet dan Stylus

Reglet dan stylus adalah alat atau segala sesuatu yang dipakai untuk mengerjakan dan atau dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran membaca dan menulis al-Qur’an adalah dengan reglet dan penanya atau “stylus”.

Mengingat peserta didik tunanetra memunyai keterbatasan di dalam mengamati secara visual, maka media pembelajaran membaca dan menulis braille

menggunakan reglet dan stylus.30 Yang digunakan untuk memelajari huruf-huruf hijaiyah.

29 Ardhi Wijaya, Seluk-beluk Tunanetra.., .hlm. 87. 30 Ardhi Wijaya, Seluk-beluk Tunanetra.., .hlm. 75.

(49)

37

Pembelajaran al-Qur’an peserta didik tunanetra bisa menggunakan media al-Qur’an braille, al-Qur’an digital, al-Qur’an audio serta reglet dan stylus dengan cara penggunaannya yang berbeda. Namun kebanyakan, para peserta didik tunanetra lebih tertarik pada al-Qur’an braille

untuk membaca, karena dengan tingkat kesulitan yang dimiliki menimbulkan suatu tantangan tersendiri dalam memelajarinya.

Dalam pembelajaran membaca dan menulis braille

bagi peserta didik tunanetra, pendidik memunyai persepsi yang tidak berbeda dengan pendidik lain. Persepsi pendidik merupakan dasar dari pelaksanaan pembelajaran termasuk pembelajaran bagi peserta didik tunanetra. Karena semua anak tidak terkecuali termasuk anak tunanetra pasti memunyai potensi, walaupun anak tunanetra memunyai keterbatasan, potensi mereka perlu dikembangkan semaksimal mungkin. Oleh karena itu sebagai pendidik anak tunanetra, harus memunyai modal dasar kesabaran, ketelatenan dan kreativitas, dan sekaligus mau menjadi pengganti mata siswa tunanetra.

d. Langkah-langkah Pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an pada Peserta Didik Tunanetra

Langkah-langkah pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra adalah urutan cara mengenai proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang

(50)

38

menyandang tunanetra dan lingkungannya, yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung dan memungkinkan terjadinya anak tunanetra belajar, sehingga terjadi perubahan perilaku anak tunanetra ke arah yang lebih baik serta berorientasi pada pengembangan kemampuan membaca, menulis dan memahami isi kandungan al-Qur’an.

Sesungguhnya proses pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra di Sekolah Luar Biasa tidak berbeda dengan sekolah pada umumnya. Hanya saja membutuhkan modifikasi dalam pelaksanaannya. Berikut ini langkah-langkah pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra yang terbagi dalam tiga tahap:

1) Perencanaan pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an pada peserta didik tunanetra

Langkah penyusunan perencanaan pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra pada dasarnya hampir sama dengan penyusunan perencanaan pembelajaran pada umumnya. Pendidik menyusun silabus dan RPP sebelum melaksanakan pembelajaran.

Namun dalam langkah-langkah pembelajaran tersebut yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan dalam perencanaan pembelajaran pada peserta didik tunanetra adalah sebagai berikut :

(51)

39

a) Menetapkan bidang kajian/mata pelajaran yang akan dipadukan.

b) Memelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar bidang kajian/mata pelajaran.

c) Memilih atau menetapkan tema/topik pemersatu. Dengan ketentuan sebagai berikut :

(1) Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa.

(2) Ruang lingkup tema disesuaikan usia dan perkembangan siswa termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa.

(3) Membuat matrik atau bagan hubungan kompetensi dasar dan tema atau topik pemersatu.31

Pada prinsipnya, perencanaan pembelajaran agama Islam yang baik (khususnya pembelajaran al-Qur’an) bagi peserta didik tunanetra ialah pembelajaran khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik tunanetra, dengan mengacu pada apa, bagaimana dan dimana pembelajaran itu dilakukan. Seperti tentang apa yang diajarkan, bagaimana metode-metode pembelajaran yang

31 Imam Usman Gani, “Pembelajaran OM Terpadu”, http://www.

(52)

40

akan diterapkan, serta dimana tempat pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak tunanetra.

2) Pelaksanaan pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an pada peserta didik tunanetra

Dalam pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra, pada dasarnya sama dengan pelaksanaan pembelajaran pada umumnya. Hanya saja ketika pelaksanaanya memerlukan modifikasi agar sesuai dengan anak yang melakukan pembelajaran tersebut, yang dalam hal ini adalah peserta didik tunanetra.32 Pertama-tama pendidik harus menguasai karakteristik/strategi pembelajaran yang umum pada anak-anak normal, meliputi tujuan, materi, alat, cara, lingkungan, dan aspek-aspek lainnya. Langkah berikutnya adalah menganalisis komponen-komponen mana saja yang perlu atau tidak perlu dirubah/dimodifikasi dan bagaimana serta sejauh mana modifikasi itu dilakukan jika perlu. Pada tahap berikutnya, pemanfaatan indera yang masih berfungsi secara optimal dan terpadu dalam praktek/proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar.

Dalam pelaksanaannya meliputi beberapa kegiatan, antara lain :

(53)

41

a) Kegiatan Awal

Kegiatan awal merupakan pendahuluan dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.33 Pada kegiatan awal ini, pendidik menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. Dengan berdo’a bersama, kemudian pendidik mengecek kehadiran dengan mengadakan presensi serta mengaitkan kehidupan sehari-hari menggunakan pokok bahasan yang akan dipelajari. Pendidik menyuruh peserta didik untuk membaca surat-surat pendek yang meraka hafal secara bersama-sama sebelum memulai pembelajaran yang akan dilakukan. Kemudian pendidik mulai menjelaskan tujuan pembelajaran.

b) Kegiatan Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai

33 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama

(54)

42

dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakuan secara sistematis dan sistemik.34

Pada kegiatan inti ini, pendidik menyampaikan materi pembelajaran al-Qur’an dengan menggunakan metode dan media yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Agar peserta didik lebih memahami materi tersebut, pendidik harus mengulang-ulang untuk menjelaskan kembali materi yang diajarkan. Selain itu, untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman peserta didik, pendidik dianjurkan untuk melakukan interaksi, seperti misalnya dengan memberikan tanya jawab kepada peserta didik tentang materi al-Qur’an yang diajarkan.

c) Kegiatan Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

Sama halnya dengan proses kegiatan penutup untuk peserta didik normal lainnya, sebelum mengakhiri pembelajaran, pendidik mengevaluasi sejauh mana materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik. Yakni dengan cara memberikan

(55)

43

pertanyaan kepada peserta didik secara lisan maupun tulisan yang terkait dengan materi al-Qur’an yang diajarkan. kemudian diakhiri dengan berdo’a.35

Dengan adanya rangkaian kegiatan yang semacam ini, maka semua aspek tersebut akan tergambarkan sebagai bagian dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau skenario pembelajaran.

Adapun dalam pelaksanaannya, kegiatan yang bisa dilakukan oleh peserta didik tunanetra ialah dengan menggunakan indera peraba dan indera pendengarannya.36 Keterbatasan pada indera penglihatan tidak menyurutkan niat/menghalangi seseorang dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Keterbatasan fisik dan pola gerak inilah yang membedakan kegiatan pembelajaran dengan peserta didik normal lainnya. Oleh karena itu, pada setiap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentunya harus lebih disesuaikan dengan kondisi peserta didik tunanetra. 3) Evaluasi hasil pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an pada

peserta didik tunanetra

Evaluasi hasil pembelajaran al-Qur’an dilakukan pendidik setelah menyampaikan materi pembelajaran pada

35 Ardhi Wijaya, Seluk-beluk Tunanetra.., .hlm. 92.

36 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus..., hlm.

(56)

44

peserta didik. Hal ini agar pendidik dapat mengetahui pemahaman dan penguasaan materi yang telah disampaikan pada peserta didik.

Sama halnya dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran al-Qur’an bagi peserta didik tunanetra, pelaksanaannya tidak jauh berbeda dengan peserta didik normal pada umumnya. Hal yang membedakannya yaitu pada materi tes atau soal dan teknik pelaksanaan tes. Materi tes atau pertanyaan yang diajukan kepada peserta didik tunanetra tidak mengandung unsur-unsur yang memerlukan persepsi visual. Namun apabila menggunakan tes tertulis, soal diberikan dalam huruf

braille atau menggunakan reader (pembaca) apabila menggunakan huruf awas.37

Evaluasi pembelajaran pada peserta didik tunanetra adalah proses hasil dari keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai belajar. Evaluasi hasil pembelajaran pada umumnya berupa bentuk tes formatif maupun sumatif. Sedangkan pada evaluasi pembelajaran secara umum atau secara khusus dalam pembelajaran al-Qur’an untuk peserta didik tunantera yang dapat digunakan, ialah sebagai berikut:

(57)

45

a) Evaluasi balikan (feed back) dari proses kegiatan Evaluasi tersebut digunakan sebagai umpan balik hasil kegiatan peserta didik dapat dipakai sebagai titik tolak perencanaan program tindak lanjut dari kegiatan peserta didik. Seperti misalnya pendidik memberikan contoh bacaan yang salah dalam al-Qur’an, kemudian peserta didik dituntut untuk menganalisis dan membetulkan apabila bacaan tersebut salah.

b) Evaluasi hasil kegiatan belajar

Evaluasi hasil kegiatan belajar dilakukan setelah latihan maka sebagai kelengkapan dari hasil belajar peserta didik dapat diberikan soal-soal yang berbeda dan setingkat. Kemajuan dapat dilihat dari hasil evaluasi tersebut. Seperti meminta peserta didik untuk membaca dan menulis surat-surat al-Qur’an.38

Dengan beberapa kriteria tersebut, seorang pendidik dapat memilih atau menentukan hasil belajar yang akan dinilai. Dengan demikian pendidik dapat menentukan teknik apa yang akan digunakan dalam menilai hasil pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra tersebut.

Dari langkah-langkah pembelajaran al-Qur’an pada peserta didik tunanetra tersebut, seorang pendidik (kelas maupun mata pelajaran tertentu) seharusnya

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dari berbagai pengertian tentang Good Governance dapat disimpulkan bahwa suatu konsep tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan penggunaan otoritas politik dan

[r]

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode ekstraksi spin kolom diperoleh RNA virus yang lebih banyak dibandingkan dengan metode

Bahwa Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah tidak kalah penting dan potensialnya dengan pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah

Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun mengakibatkan pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi terus menerus, menyebabkan

Infestasi ektoparasit pada anjing yang berumur kurang dari 1 (satu) tahun memiliki sebaran rata-rata (41.6%) lebih tinggi dari anjing.. Anjing yang berumur kurang

Saldo utang bank pada awal periode ditambah dengan jumlah kredit baru yang akan diterima dari bank dikurangi dengan utang bank yang jatuh tempo dan akan dibayar pada periode

Audit Energi pada Proses Produksi Susu Pasteurisasi di Unit Usaha Pengolahan dan Pemasaran Susu (UUPP) Gabungan Koperasi Susu Indonesia.. (GKSI) Ujung Berung Bandung, Jawa