J. MANUSIA DAN LINGKLTNGAN, Vol. 14, No.3, November 20A7: I l5-126
KONSERVASI SAUJANA BUDAYA KAWASAN
BOROBUDUR
:ZONASI ULANG DENGAN PENDEKATAN EKOSISTEM
(Conservation of the
Borobudar Cultaral
Landscape:Repning
of area Monagement by EcosystemApproaclt)
Amiluhur
SoerosoFakultas Ekonorni, Universitas Atmajaya, Babarsari Yogyakarta 5528 I
Email : amisoeroso@yahoo.com
Diterima:
2l
September 2007 Disetujui:I
Oktober 2007Abstrak
Dalam banyak aspek, nilai saujana budaya Borubudur memiliki arti penting bagi masyarakat yang
hidup di sekitarnya. Namun demikian, sejak selesainya proyek restorasi, dan kemudian Candi Boro-budur dijadikan sebagai pusaka dunia pada tahun 1991, saujana budayanya menghadapi berbagai konflik kepentingan yang disebabkan oleh ketidak-tepatan zonasi lama (karena hanya berorientasi
kepada candi, monumen atau artifak sehingga menafikan ekosistem) dan pengelolaan yang dilaku-kan oleh banyak institusi. Masalah ini mengakibatkan risiko degradasi kualitas saujana budaya (po-lusi fisik, visual dan kebudayaan) yang berpengaruh terhadap eksistensi situs Borobudur di ma'sa depan. Berkaitan dengan kelangkaan sumberdaya lingkungan yang dimilikinya, dibutuhkan studi mendalam dengan fokus mengkonsolidasikan dan melindungi integritas saujana budaya tersebut. Data zonasi ulang dengan tujuan untuk pengelolaan dilakukan dengan menampalkan peta-peta
tematik berdasarkan pendekatan ekosistem. Hasilnya adalah: (1) zonasi konservasi Kawasan Boro-budur dialokasikan menjadi empat bagian (Mandala), (2) pentingnya konservasi pusaka sebaiknya
dikomunikasikan melalui sarana pendidikan terhadap para pengguna dan menempatkan masyarakat di sekitarnya sebagai titik penting dalam pengelolaan kawasan Borobudur. Dengan demikian,
ke-lestarian Borobudur di masa depan tergantung pada kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Manajemen Kawasan Borobudur tidak dapat hanya fokus pada situs, material atau artifak semata tetap harus bergeser untuk memperhatikan ruang dan kawasan tempat manusia hidup.
Kata kunci: Borobudur, saujana budaya, zona, ekosistem
Ahstract
The Borohudur culttrral landscape values have conferred important meanings in manv a.spects
for
those who live in its surrounding neighborhood. I,'levertheless, since the beginning of Borohudurres-toration project and the acknowledgement of Borohudur Temple as the world s heritctge in I 991
,
its cultural landscape is continuallyfacing out of the ordinary kinds of conflicts caused by unappropri-ate old zoning area (because just oriented to the temple, monument or arliJttct so thal neglected its ecos);slsm) and the taking parl of many authorities in managing Borobudur area. This issue hrings a serious concern on the risk of degrading quality of cultural landscape (pollution ofphysical, visual and cultural) *-hich af.fecting the future existence of Borobudur s site. Recognized to the scarcitt, nature oJ'environmental re.sources, a v,idespread research on such area is required and should heconducted v'ith.focus on consolidating and protecting the inlegrity sf it,s cultural londsccrlte. Data of rezoning area were obtained from thematic maps and after that being super impo.sed hasicall.r, on ecos.ystenr approach. It.r product is zone of managernent. The results indic'ole lhal.
(l)
the zoningI r6 J. naNNUSIA DAN LTNGKLINGAN Vol. 14, No.3 allocation of Borobudur conservation area is specified infour parts called
'ekomuseunr'(ecornu-seum), 'malar'(continttes), 'truhus'(growth) and 'rumbai'(fringe), (2) the intportance o/-heritage conservation should be cornmunic:ated by means of educating the users und putling the .wrrounding
society as thefocal point in managing Borobudur area. For the reoson, the survi,t,al o.f'Borobudurir site in thefunre will./ullv depend on its sustainable development policy to those prochtt'l.s. fufanage-ment of Borobudur should have not lo.focus on sites, material or arlifacls antl .shi./iing to .space or area w,here huntan heing living.
Keyv'ords: Borobudur, culturol landscape, zone, ecosystem.
PENDAHULUAN
Candi Borobudur, moumen pusaka dunia terletak di dataran Kedu yang subur, dibatasi oleh pegunungan Menoreh di sebelah selatan,
di
timur
Gunungapi Merapi dan Merbabu,di
sebelah barat sampai barat laut oleh Gu-nungapi Sumbing dan Sindoro sedangkan di bagian utara sampai timur laut oleh Gunung Tidar, Andong dan Telomoyo. Keseluruhan bentang lahan laksana sebuah amphitheatre dengan monumen tersebut berdiri di tengahnya pada dataran yang relatif rendah, menciptakan efek imajinatif yang tidak terlupakan (Taylor, 2003).Di masa 20.000 SM, atmosfir Borpbudur merupakan lingkungan danau. Sampai abad l4 M, Borobudur seolah berdiri di atas telaga; sehingga mengacu pada imajinasi Nieuwen-kamp (1932), monumen
ini
bak teratai men-gambangdi
atas air. Namun, danau tersebut semakin mengecil dan pada akhirnya hilang akibat erupsi aktivitas gunungapi (Murwanto et a|.,2004). Saujana budaya (culturalland-s c ap e) Borobudur, suatu kawasan bentanglahan manifestasi keanekaragaman interaksi antara kebudayaan hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia dengan lingkungan alamnya sehingga merepresentasikan kontinum pola penggunaan lahan yang melampaui beberapa generasi,
me-miliki keanekaragaman hayati (banyak spesies tumbuhan merupakan bahan baku obat) dan keanekaragaman budaya seperti kesenian, tari, kriya patung, kuliner dan ritual tradisional dan sebagainya. Selain itu
di
sekitar pegunungan Menoreh terdapat spesies hewan terancarn yang perltr dilindungi seperti Spizaetusbar-telsi (Elang Jawa, lambang Negara Republik Indonesia). Ekosistemnya juga memberikan pasokan air untuk irigasi persawahan dan air minum.
Pada tahun 1979, dengan menggunakan pendekatan scenic view, JtCA metnbagi ka-wasan Borobudur menjadi lirna zona pengelo-laan. Namun, hanya zona
I-III
yang diadopsi oleh Keppres RI NomorI
tahun 1992.ZonaI
(radius 200 meter dari monumen) untuk peles-tarian candi, diserahkan pengelolaannya kepada Balai Studi dan Konservasi Borobtrdur, sebuah institusidi
bawah Departemen kebudayaan dan Pariwisata. ZonaII
(radius 500 meter) merupakan taman arkeologi yang dilengkapi dengan museum, area perkantoran, lengkap dengan lahan parkir dan tempat perdagangan. Vegetasi yang ditanam di tarnan di sekitar Zona I tidak menceffninkarr nuan.sa saujana abad ke-sembilan yang dinaungi olch pepohonan tempat para bhiksu Budha mentberikan pendidikan (Taylor, 2003). Zona ini dikelola oleh BUMN, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Pram-banan dan Ratu Boko (PT TWCBPRB).Zona III rnerupakan daerah yang diatur tata guna lahannya untuk perrnukinran terbatas, per-tanian dan jalur hijau tempat area persawahan, perdesaan termasuk situs seperti Candi Mendut dan Pawon; tujuannya ttntLrk mempertahankan atmosfir dan nnansa molturnen. Namun itrtntsi dari bangunan baru (hotel, bangttnan geclung tinggi, menara telepon seltrler), mttncttlnya penunjuk (baliho) yang menghalangi pandan-gan, dan meningkatnya kepadatan kendaraan menimbulkan masalah polusi baik fisik, visual maupun budaya. Zona III clikelola oleh Petner-intah Kabupaten Magclang.
November 2007 SOEROSO, A.: KONSERVASI SAUJANA
n7
Selanjutnya, zona IV (radius 5 kilometer)diproyeksikan sebagai tempat menikmati pan-orama bersejarah untuk melindungi pemandan-gan alam yang menyatu denpemandan-gan Borobudur. Zona
V
(radiusl0
kilometer) untuk taman arkeologi nasional, pelindung monumen. ZonaIV
dan V, merupakan elemen penting dalam konteks saujana budaya, karena bagian ini menciptakan konsep museum luar ruangan yang besar. Sayangnya, kedua zonaini
tidak dilindungi oleh undang-undang (karena tidak termasukdi
dalam Keppres NomorI
tahun 1992) sehingga pembangunanfisik
tenttama gedung besar di dalamnya merajalela.Namun, sejak selesainya restorasi dan dimasukkannya Candi Borobudur ke dalam daftar pusaka dunia pada tahun
I99l
muncul beberapa isu stratejik pada kawasan tersebut yang menyiratkan terjadinyakonflik
kepen-tingan antara pengelola dan masyarakat yang berkembang dan muncul sampaidi
forum intemasional. Posisi Candi Borobudur sebagai pusaka dunia dan tujuan wisata menyebabkan paradigma pengelolaannya berorientasi pada kuantitas pengunjung, dengan tujuan pen-capaian pendapatan dalam jangka pendek. Borobudur merupakan sebuah ladang per-tempuran ekonomi (economic battlegrounA yang berkepanjangan. Setiap pihak berusaha menancapkan hegemoni dan saling tidak in-gin mengalah berdasarkan asas legalitas yangdimilikinya. Aliran masuk wisatawan setiap harinya rerata l3 ribu orang. Semuanya berebut mendaki monumen, rnengerumuni dan berdiri di atas daerah seluas 358 meter di puncaknya, tidak ada kontrol, hanya menyisakan sedikit tempat unhrk menikmatinya. Selain itu sekitar 3.000 pedagang, bahkan meningkat menjadi 7.500 pada puncak musim liburan, berjejal dan
agresif
menyorongkan dagangannya karena merasa berdagang di Candi Borobudur mempakan satu-satunya cara mempertahankan eksistensinya. Belum lagi lahan parkir yang bising dan terkesan tidak rapi serta keberadaan hotelkomersial yang menambah bebannya. Hal ini tentu saja berimplikasipada degradasi fung-sinya sebagai taman arkeologi, laboratoriumpenelitian, pelestarian lingkungan candi dan mengganggu kenyamanan kegiatan kepariwi-satan. Kesannya, tidak ada interpretasi terhadap nilai dan makna simbol monurnen.
Disamping
itu,
zonasi pengelolaan ka-wasan Borobudurbaik
berdasarkan konsepJICA, maupun Keppres Presiden
Rl
Nomor 1 Tahun 1992 dirasakan tidak re lcvan lagi karena:(l)
hanya berorientasi kepada CandiBorobudur semata sehingga mengabaikan
ekosistemnya (Engelhardt, 2005; Soeroso, 2007); lahan persawahan dan perdesaan mulai menghilang, sedangkan lahan
kritis
muncul akibat penambangan dan pemupukan tanah y angberlebiha n; (2) bata s yan g te lah d itentukandan dibatasi di dalam zona telah berubah baik karena perubahan lahan maupun karena pada awal pembuatannya lebih banyak bertumpu pada situs atau artifak yang eksis sehingga tidak memperhatikan kondisi biogeofisik dan sosial-ekonomi -bu day a masya rakat.
Model
pengelolaan dengan pemegang otoritas zonayang berbeda-beda dalam satu ka-wasan menyebabkan ketidak-efisienan oenge-lolaan dan memunculkan konflik kepentingan. Pemegang otoritas dengan berbagai nilainya berusaha menggunakan sumberdaya yang sama pada jalan yang tidak cocok. Mereka mencip-takan normative market.failure dengan mem-buat kesalahan keputusan dan atribut kultural pada market outcome atau market process.Beberapa
kali
distrsun rencana induk pengembangan Kawasan Borobudur oleh Depbudpar dan Pemkab Magelang namun tidak pernah menyentuh esensi konservasi (WHC, 2004,2005), semuanya dilakukan dengan per-timbangan arkeologis saja. Untuk itu, dengan tujuan konservasi saujana budaya, pcnelitianini
dilakukan dengan mengkaji zonasi baru Kawasan Borobudur menggunakan pendekatan ekosistem.METODE
PBNELITIAN
Daerah Penelitian
Secara ekologis, ckosistcm kar,vasan Roro-budur dibatasi Guntrng Sindoro dan Surnbing di
118 J.
ueNusIA
DAN LINGKTJNGAN Vol. l4,No.3 Kawasan di dalam wilayah ini mencakup delapan kecamatan (dari dua puluh satu keca-matan yang ada di Kabupaten Magelang) yang dianggap relatif dekat dan memiliki sumberdaya yang potensinya berpengaruh signifikan terha-dap keberadaan Candi Borobuduryaitu Salam, Borobudur, Tempuran, Mertoyudan, Mungkid, Muntilan, Ngluwar dan Salaman. Peta daerah penelitian terlihat pada Gambar 2.Alokasi Zonasi
Alokasi zonasi pengelolaan kawasan Boro-budur dilakukan berlandaskan pada komponen
geoekologi dengan menggabungkan unsur lingkungan kehidupan terestrial dan sistem pen-dukungnya sebagai kesatuan utuh menyeluruh (Gambar 3).
sisi barat laut, sedangkan Andong, Telomoyo, Merbabu dan Merapi pada sisi timur laut sampai tenggara, sedangkan di bagian selatan sampai barat membentang Pegunungan tua Menoreh (Gambar 1). Pada sisi timur sampai timur laut daerah ini merupakan satuan geomorfik batuan kuarter vulkanik Gunungapi Merapi dan Merb-abu; sebelah utara batuan breksi vulkanik Per-bukitan Tidar; sebelah selatan breksi vulkanik formasi andesit tua Pegunungan Menoreh; dan sebelah barat sampai dengan barat laut batuan kuarter vulkanik Gunungapi Sumbing.
Namun karena keterbatasan, tidak selu-ruh kawasan
diteliti,
tetapi difokuskan pada daerah yang ditetapkan dengan batas alam seperti sungai, igir gunung dan kontur antara koordinat 9.153.210-
9.170.029 meter arah Selatan-Utara, dan Barat-Timur pada koordinat 401,.520-
424.200 meter atau I 10o6'- I 10'40' BT dan 7"30'6" -7o40'40" LS. PETA EXOLOGI KAWASAIII BOROBUOUR I'"+.
l-=i#i'-l'g..l.lr a Ka f&ra.6 O l(dx*irL. 6ar.. ttcrhal fbt r{ surprl O Caf tdcnar, I CanlFror a C.tlthrt 1 Sfrluir I Sflllltt + Slltdelr.brairfrl l qullie !-.AoCOgambsr obh: Amiluhur So€rolo (2006)
ttr Hhhffeslo
November 2007 SOEROSO, A.: KONSERVASI SAUJANA
Gambar 2. Daerah Penelitian
119
PETA DAERAH PENELITIAN
N
,-+"
3 12 A l2 21 46tu E-:l Legenda I Kantor Bupali O lGnlor Kecamttan - BatsE Propinai --- Eala!K.bupalen Eatae Kecamatan -&lar Oaerah Penelithn
- Jalan Arteri - Jalan Koleklor - Jalan Laln -- Sungai El Cand! Borobudur O candi Pawn a Candi Mendut
Digambar oleh: Amiluhur Somso {2006) Somber:
Peta RBI Skala'l :25.000 Tahun 2001
t20
J.uaxuSIA
DAN LINGKUNGAN Vol. l4,No.3imajiner penghubung Candi Borobudur-Men-dut-Pawon.
Mandala I analog dengan kraton; wilayah ekomuseum kombinasi antara gatra kebu-dayaan dan alam. Daerah
ini
dijadikan pusat keunggulan karena memiliki saujana budaya yaitu:(l)
yang sengaja dirancang dan dibuat manusia khususnya Candi Borobudur dan taman di sekelilingnya, dan (2) asosiatif, per-paduan nuansa religius yang kuat dan artistik-
asosiasi kebudayaan dengan elemen alam. Oleh sebab itu, pengembangannya dilakukan dengan memberi perhatian terhadap kearifan lokal masyarakat dan lingkungan hidupnya. Wilayahini
diperuntukkan sebagai pusat pu-saka masyarakat termasuk kesenian, ritual, spiritual dan praktik kehidupan kebudayaaan-nya; serta pendidikan lingkungan, pelestarian bentanglahan perdesaan, museum luar ruangan, taman alami, taman.arkeologi dan situs berse-jarah yang lain.Lahan pertanian, persawahan dan bekas situs danau purba, diarahkan untuk dilestari-kan menjadi kawasan ekomuseum. Jalur yang berporos pada garis imajiner Candi Borobudur, Pawon dan Mendut dikembangkan sebagai daerah religi-spiritual.
Kemudian mengeksplorasi peta-peta tema-tik: (1) lereng, (2) bentuk lahan, (3) hidrologi dan (4) penggunaan lahan yang bersifat spasial; serta memperhatikan pula data (5) sosial-eko-nomi, (6) populasi, (7) vitalitas masyarakat dan (8) sebaran situs bersejarah yang bersifat non-spasial. Peta-peta tersebut ditampalkan dan se-lanj utnya hasil superpo si sinya di gunakan unfuk menentukan zonasi sekaligus batas pengelolaan kawasan Borobudur. Adapun batas-batas zonasi ditentukan berdasarkan batas-batas alam seperti igir gunung, sungai, kontur dan sebagatnya.
HASIL
PEI\ELITIAN
Alokasi Zonasi
Dari
penampalan peta geomorfologi,lereng, penggunaan lahan, hidrologi, sosial-ekonomi, vitalitas masyarakat dan situs berse-jarah serta mempertimbangkan filosofi matra mandalanya maka bentuk zonasi pengelolaan kawasan Borobudur yang dihasilkan dapat
dilihat pada Gambar 4-5. Batas alami seperti pegunungan, sungai dan kontur dijadikan
seb-agai dasar utama membagin,va menjadi bagian yangmasing-masing disebut sebagai Mandala dengan pusat magnetik-kosmis ada
di
garis; PETAZONAST P€NGELOLAAH I XAWA$AN BOROBUDUR I pERBAftttxGANoeilMN o k ii*{bi € $rbrr.*n a *neue ier4**rrmBd '.-!- ssr€6l;d *' sr.l.*i, ::.. hk'' 1-! &rn*r1' alt &'sr: ", Wtn*r rl, *x** .' 6asu 1- tuie$a! 1;; -&.'Rde s &,l*dl ;/ hr,we*ld
Gambar 4.Peta zonasi baru pengelolaan kawasan Borobudur: perbandingan dengan versi JICA (1979)
! -.,.*-"' ,-lr
i
-+r'":'*"JA)8i
r&#s'.
i OSeFtsar dei Andliiur Siafcs i2d06,
November 2007 SOEROSO, A.: KONSERVASI SAUJANA
Gambar 5. Peta zonasi baru pengelolaan kawasan Borobudur zona
I
danII
r2t
Di
sepanjang jalan pada daerah tersebut ditanam pohonreligius
bernuansa Budha, Hindu dan Jawa seperti Bodhi, Beringin, Ba-nyan, Asoka dan Sawo kecik. Mengingat dua subwilayah pada MandalaI
memiliki karak-teristrk yang berbeda, di sebelah timur Sungai Progo surplus air, sedangkan dandi
bagian bar at minu s ( struktur ge o 1o ginya b atuan ters i er)maka pengembangan wilayah permukiman, perniagaan dan industri termasuk perhotelan yang sudah terbangun dikendalikan dan diper-tahankan tidak dikembangkan.
Mandala
II
atau Malar sebagai daerah penyangga MandalaI
drjadikanjalur
hijau dengan harapan wilayah tersebut selalu segar (evergreen) dan menjadi katalisator ekologis. Vegetasi ditujukan untuk:(l)
menjagaiklim
mikro
denganmemodifikasi
rejim
suhu,mengontrol angin, melindungi tanah dari air, mengontrol erosi dan mereduksi suara, (2) eksploitasi arsitektural sebagai pembatas fisik dan penunjuk jalan, (3) estetika
-
menjaga ke-asrian dan keindahan, serta (4) fungsi lainnyay angbersi fat rel i gius dan pen gingat. Persaw
ah-an dipertahah-ankah-an dah-an ditah-anami padi secara organik dengan varietas yang pernah menjadi primadona misalnya wulu, menthik, rojoldld, ketan dan sebagainya
Sebagai wilayah negara yang diperuntuk-kan mempertahandiperuntuk-kan panorama suci-religius ke arah:
(l)
Candi Borobudur,(2) Gunung Merapi, (3) Merbabu, (4) Sumbing dan (5) perbukitan Menoreh, maka penghijauan diintensifkan dengan vegetasi yang dulu kala tumbuh atau berasosiasi dengan kawasan lama Borobudur. Area ini merupakan koridor panorama ke arah Gunung Merapi, Sumbing dan Menoreh yang menjadi batas spiritual alam dengan gunung kosmis (Gambar 6).Kemudian,
desa-desa dikembangkan sebagai ekoresor dan pusat ekobudaya yang menonjolkan kekhasan adat,ritual
dan spi-ritualnya. Seperti pada Mandala I, wilayah ini juga terbagi menjadi dua bagian pula yaitu di timur dan barat Sungai Progo. Di bagian timur memiliki surplus dan bagian barat minus keter-sediaan air sehingga kecuali remidiasi tanah, penghrjauandi
sisi barat khususnya dilahan kritis, diarahkan untuk menggunakan vegetasi yang tidak memerlukan banyak air untuk peme-liharannya.Mandala
III
(Trubus) sebagai negara gung yang memiliki saujana organik dan menerusdijadikan wilayah untuk berbagai pengem-bangan.
r22
Daerah ini merupakan peninggalan zaman dahulu karena proses evolusi jutaan tahun (di antaranya bekas danau purba Borobudur) dan juga merupakan bentanglahan yang
mengadop-si peran sosial masyarakat, serta cara hidup tradisional yang berkembang dalam waktu lama dan berlangsung hingga kini; sebagai contoh: adanya festival kesenian antar gunung, merti bumi dan lain-lain.
Beberapa sub peruntukkan Mandala
III
yaitu: (1) perekonomian dan permukiman yang dibatasi dengan persyaratan; terletak di sebelah timur laut sampai dengan tenggara Candi Boro-budur pada daerah yang berbentuk perkotaan,
(2)
daerah barat laut dipertahankan sebagai daerah dengan nuansa perdesaan dan (3) ka-wasan hutan di sebelah selatan. Bentanglahan dikembangkan secara organik dan lahan kritis diperbaiki. Evolusi faktor-faktor kebu dayaan yang berasosiasi dengan respon lingkunganalamnya dalam waktu yang lama dibentuk dan ditonj olkan komponennya dengan memperhati-kan imperatif sos ial, ekonomi, administratif dan religius. Daerah jalan utama di Kota Muntilan dikembangkan menjadi koridor Pecinan. Di beberapa lokasi, industri diarahkan pada tingkat yang kecil dan menengah serta rumah tangga
J. vRNUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. l4,No.3
FETA I(ORIBOR r[ERApt-$tl$BrHti"ilfrEf{oREH
+
{.r{sdt I t P*t{ 6*u4 i i dlr !i* h$4drr - - {r*1"r",!',{a,.r -*, 8.n*.. s_j,isfi#., S.* ,r isl6&, * garlf,#i*iPsr$s t *r" 4 ,144\ 't &'i'| l^trl El { .F} &?,4axt*, ' r'r,r, Pj,,n! I V.'"t ltuirtd * :.n.' fl*al I ll.rrd d* lrl !l i+,{! *#Sp$t$ ra"#}h$Gambar 6. Peta koridor ke arah panorama suci-religius Merapi-Sumbing-Menoreh
sedangkan industri berat tidak disarankan. Selanjutnya, daerah yang banyak memiliki mata air dilestarikan karena menjadi sumber ke-hidupan bagi yang lainnya. Di sebelah selatan,
sepanj ang perbukitan Menoreh dikembangkan menjadi kawasan bioregion. Daerah lereng yang mudah longsor diperkuat dan diperbaiki dengan cara bioteknik (bioengineering) yaitu penggunaan perkuatan teras dengan mendaya-gunakan vegetasi tahunan. Kemudian juga perlu ditanam rumput-rumputan (Graminae) seperti Ponatherum paniceum dan rumput citronella (Andropogon nardus) yang dapat menutup tebing dan mencegah hanyutan tanah pada lahan miring (Hyene, 1987).
Wilayah aliran sungai ditangani secara ekohidrauhk (ecological hidraulic)
-
meng-gabungkan antara utilitas atau pemanfaatan dan pelestarian sungai secara simultan. Vegetasidi sepanjang sempadan sungai yang memiliki fungsi hidrologi dan ekologi dipertahankan bahkan ditingkatkan komposisinya dan di-berikan koridor masing-masing di sisi kiri dan kanan tepi luar bantaran sungai. Sekurang-kurangnya 100 meter di kanan dan
kiri
sungai besar atau 50 meter untuk anak sungai yang berada di luar daerah permukiman (SuratKepu-Novernber 2007 SOEROSO. A.: KONSERVASI SAtIJANA 123 tusan Mentan Nomor 837 dan 887 tahun 1980).
Berdasarkan profil rnelintang sungai, zona: ( 1) aquatik, dengan frekuensi penggenangan air tinggi mempunyai jenis turnbuhan air seperti rumput-rumputan air, (2) amfibi yang memiliki vegetasi paku-pakuan dan pisang, sefta (3) ker-ing, dengan waktu penggenangan air jarang, rnerniliki tanaman semi keras sampai keras seperti bambu, gayam, sukun, kluwih dan seb-againya. Oleh karena ketiganya memiliki jenis vegetasi berbeda rnaka dipcrlukan perlakuan dan perhatian yang l.idak sama.
Vegetasi tebing sungai akan nrenyebabkan peredaman kccepatan air dan menggeser dis-tribusinya ke tengah sungai dan menurunkan
tingkat erosi lahan yang rnasuk ke sungai. Perrghijauan tcbing sebaiknya menggunakan vegetasi lokal yang secal a ckologis sesuai. Na-rnun, kerapatan vegetasi pcrlu diperhitungkan karena dapat rnenyehabkan tingkat muka air naik sehingga perlu dikendalikan agar tidak men imbu I kan banj ir. Selain rnenj aga ekosistern,
vegetasi tersebut dapat memberikan
nilai
tarnbah bagi ckonorni dan aktivitas rekreasi. Bahkan beberapa tanaman seperti gayam akan rnembantu purifi kasi air.Pulau-pulau di tengah sungai dipertahan-kan kebcradaannya. Adanya pulau
di
sungai menyebabkan arus air terbendung secara tidak permanen sehingga rnengurangi laju aliran dan menimbulkan diversifikasi kecepatan air. Muka air di hulu akan naik sedangkan dihilir
hrrun serta menirnbulkan loncatan airdi
beberapa tempat yang rnengakibatkan peningkatan in-tensitas dinanrika air sungai (Maryono, 2003). Keberadaan dinamika air sungai akan menin-gkatkan keanckaragatnan hayatinya. Selain itu vegetasi yang tumbuh di atasnya dapat dijadi-kan sarang bururrg hcranak-pinak, yang akhir-nya dapat clijadikan obyek bird watching.Manclala
IV
(lnancalregara) merupakan wilayah nrnrbai (ta,s,sel) atau tcpi(f
inge); dae-rah pcnclukung rvilayahl.
2 dan 3, mcncakup tiga kabupator dan dua propinsi yaitu Kabu-paten Magelarrg dau Purrvorejo cli Propinsi Jawa Tengah clan Kulorr Progo di DIY. Batas wilayahnya clinanris. clapat diperluassanr-pai dengan zona ekologis Rorobudur (luas 159.871,6 ha), scsuai kerbutulrannya ('fabcl l). Standar dan Persyaratarr
Secara umuln untuk Ir4andala
I
danII,
persyaratan koefisicn clasar bangunan (KDB) yaihr rasio luas bangunan dcngan luas lahan dan koefisien lantai bangunan(KLII)
berupa rasio luas lantai satu clcngan kescluruhan bangunan, serta pengaturan tata bangunan pcrlu dilaga dengtrn kctat. KDR rnaksitntrnt30D/n,dan KLB sebesar 0,6. Kctirrggian bangunan maksirnum dua lantai. dcngan suclut 30" dari poros (as) jalan. Khusus untuk kawasandi
dalam pagar Candi Borobuclur, tidak dipcrkcnankan ada penarnbahan dan pcngcnrbangan bangunan baik yang baru maupun yang sudah ada.Untuk rnanr]ala
lll
subIll.l
dantll.2
dan MandalalV
rcl)[]
rnaksirnum 35oh, dan KLB sctrcsar 0,3. Kctirrssian bangrmatr maksirnttmtiga lantai. rlcrrgan sudut -J5" clari poros (as) jalan, scrlarrgkarr untuk sub
Ill.3
yang berada di pcgununsan Mcnoreh, persyaratannya sama dengatt N'larrdalaI.
Dacralrini
scbaiknya di-petakan nrcnjadi cagar sau.jana buclaya, hanya bcbcrapa bunsunan tcrfentu yang diizinkan clidirikan di alas pcgunungan. Agar tidak rne-nimbulkanpolusi visual
dari
arah bawah pegunungan. bcntuk bangunan scbaiknya tersenrhunyi clihalik pohon atau tersamar se-hingga tanrpak rlcnyatu dcngan bentangalam clisekeli Iingnya. Perlu aturlur khusus tcrhadapteknik
rnaupun desain yang dipcrkerrankan sehingga tidak nrcllgut'arrgi cstetika.Wa.iatr harrgunarr diarahkan sesuai clengan karakteristik arsitcktrrral .larva dengan oricntasi ke arah nrang tclbuka, kccuali untuk daerah yang suclah
lrcrniliki ciri
khas sepcrti daerahPecinarr rli Mrrntilan tclrrp dipcrtahankan bcrnu-ansa oricrrtal. scilirngkan bangrrnan larna yang bcrttualt.sa [lropa sc[rc1'li cli Mcrtoyuclan tetap dipertahankarr bcrgaya lndichc-aksidcntal. Garis senrparlarr hrlrqrrrran ((iSR) dihiturrg dari batas pcl<ar arrgarr bangunan clise suaikarr dcngan RIK alarr (r-14 rnctcr rrrrluk pcrrnrrkirnan dan-pcrniagaarr clair (r- I 7 ntctcr tnrtrrk pcrkantoran. ['r.o1tcr"ti \/ang rlillarrgrrn lranrs rncnggunakan
No Zona Narna Luas (lla) KDts (9/") Kr-,B (%) T (lt)
/(,)
I Mandala I Likornusculrr 39 r.415 2 Sub I.l _132.215 35 30 I 30 3 Sub I.2 59. I 60 30 60 2 30 4 Mandala II Malar 252-1.5 57 5 Sub IL I 46t951 30 60 2 30 6 Sub lI.2 l06l .600 30 60 2 307 Mandala III 'l"rubus tiLI 2654tt.5
8 Sub III I 6. t09,868 35 30 3 35
9 Sub Ill.2
ll
3t)0 736 35 30 J1 35t0 Sub lll.3 1.8-s,1.881 3-5 30 2 30
lt
Mandala IV Rurnbai 22.217.e04l2 Sub lV.l I 5. t97"2.15 * * * ,I
l3 Sub IV.2 ?.04ft(i,) * * * ,l
lbtal 46 4l8.ltt I
r24
konstnrksi dan bahan yang dipersyaratkan teru-tama tahan gempa. Pengaturan ruang hijau dan ruang terbuka lremperhatikan kelestarian eko-sistemnya. Kriteria vegetasi yang dibutuhkan adalah rnemiliki nilai estetika, dapat menyerap oksigen tinggi, intensif rnenjadi peredam, tahan cuaca clan hama penyakit,dapat menahan laju
air, morfologinya bervariasi, perneliharaau
t idak in ten si f; ketinggi annya bervarias i, kerapa-tan sedang, tidak beracun, rnerupakan habitus lokal atau berasosiasi clengan vegetasi ternpo dulu yang eksis di daerah Borobudur.
Ruang publik scpcrti lapangan sepak-bola
Kujon dan pasar tradisional
di
dekat ('andi Borobudur clipertalrankan sebagai tempat ko-munikasi dan sosialisasi nrasyarakat. Kemudi-atr, dengan bantuarr teknologi dan pengetahuan, lahan kritis perlu ditangani clan diubah rnenjadi produktif. Akhirnya, rvalaupun tidak mudah tuntuk menunrbuhkan kesaclaran masyarakat, tetapiupaya pcrryuluhan, kampanye dan perha-tian terhadap penggLrnaan teknologi ramah ling-kungan, rlurah dan terbarukan harLrs dilakukan terus-mcnenrs. Meskiptrntidak
seluruhnya clapat, dengan kincir air scclcrhana daerah tan-dus di sebelalr barat Sungai Progo dapat diairi bahkan darinya dapat dialiri listrik. Kincir anginJ. nanNuSIA DAN LINGKUNGAN I'abel
l.
Namao luas dan standar mandalaKeterangan: *) cliatur ketnudian;T: ketinggian harrgrrrran (lantai).
''1: sudut bangtrnan dari as jalan.
Vol. 14, No.3
dapat dipasang pula di pegunungan Menoreh,
listriknya clapat menyentuh daerah terpencil yang sclarna ini bclurn teraliri.
Keterlibatan pencluduk lokal dalam penge-lolaan konservasi diharapkan akan meningkat-kan.jumlah hari kunjungan, merneratakan beban clan kerrntungan yang rncrupakan persyaratan bagi pemlrangunan bcrkelanjutan. Dasarnya, pcnggunaan paradigrna holistik yang bertitik tolak pada pembangunan menyeluruh, bukan hanya terhadap fisik ekonorni tetapi juga bu-claya konrunitas lokal, clengan nlengutarnakan keanckaragaman clan integrasi dalam bentuk sirnbiosis rnanusia dan alarn.
KE,SI NI PU I,AN
Flasil zonasi Karvasan Borobudur yang bar"u adalah satu sistcm perrgelolaan dengan empat bagian perrdukurrg; rnasing-nrasing dise-but set-.agai Marrclala
-
ekotnuscunl, lltalar,tru-bLrs clau runrhai. Zonasi ini diharapkan dapat (i) diyadikan sarana untuk nrcniadakan konflik dua vcrsi zcrnasi
(JI('A
clan KcpprcsNo
ll1992), tcrutanra rrrcnjadikan zonalV-V
JICA jelas nlasalalr hukurn pcngclolaannya, dan(ii)
lebilrNovember 2007 SOEROSO, A.: KONSERVASI SAUJANA
memperhatikan kawasan alam dan kebudayaan komunitas
di
sekitarnya untuk kepentingan pelestarian candi atau situs bersejarah lainnya. Namun pluralitas pemegang otoritas menjadi-kan hambatan lain penyelesaian konflik.Zonasi secara holistik memberdayakan seluruh sumberdaya yang ada, baik yang
beru-jtd
(tangihle) clan tidak berujud (intangible) dengan menonjolkan kembali peran komu-nitas; karena pada mereka terdapat empati besar tanpa harus rrrengisolasinya.Konsep ini mengintegrasikan clan rnelindungi integritas saujana budaya kawasan Borobudur sesuai dengan karaktemya sebagai ruang yang ramah terlradap manusia dengan segala aspek tradisi dan praktik kehidupannya.hnplikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
(i)
Diperlukanrevisi
KeppresRI
No. ll1992: (ii) pembangunan masyarakat sebagai basis konservasi perlu penguatan dengan me-nunrbuhkan rasa arif memanfaatkan sumber-daya, peduli dan bangga terhadap kekayaan alam dan sosial-budaya yang dimilikinya tanpa merusak sendi kehidupan dan tata lingkungan hidup di sekelilingnya sehingga mereka dapatmenjadi panglima atas ranah yang mereka lindungi;
(iii)
otoritas pengelola selunrh zona konservasi di Kawasan Borobudur sebaiknya tunggal mewaki li selunrh stakeholders.Cara pandang Cartesian harus dihindari, fokus pengelolaan bukan hanya terhadap fisik monumen, sitrrs rnaterial, artifak dan kompo-nen fisik lainnya untuk kepentingan hegemoni yang bersilat sentralistik serta menekankan penggunaan el i t i s ( ek sk I usi f pariwisata) derrgan
mementingkan pelestarian Candi Borobudur semata tetapi untuk pcmhangLrnan berkelan--jutan.
Narnun clcnrikiarr. penclitiarr ini tidak lcpas dari keterbatasan yaitu batas daerah studi yang sempit, di rnasa depan sebaiknya dapat diper-luas rncliputi sclrrruh wilayah ekologis yang terbentang nrclintasi bebc'rapa kabupaten di dua wilayah propirrsi .lawa Tengah dan DIY
sehingga akan rnenrbcrikan nuansa yang lebih korrkrit.
t25
DAFTAR PUSTAKA
Costanza, R. I 997 . The Value of The World's Ecosystern Serviccs A Natural Capital. Nahre,387-395.
Engelhardt, R.A. 2005. World
I{eritoge:
Its Impli<:ation rrncl Relevonce .forlhtman-l/y.
Presenteclat
I,JNITAR HiroshirnaOffice for Asia and the Pacific Training Worksh<)p
on thc
Conservation and Managemertt on World Heritage Sites. [{iroslrirna, Japan.April
l8th, 2005. Hugget, R.J. I 995. Geoecrtkv.r': unEwtlutiona-q, Approac'ft. Lortdon: Rotttledge. Heyne,
K.
1987. Tumbrilton BergunaInclone-sic. Teriernahan
olch:
Radan Litbang Departemerr Kcltutanatt RI.Jilid
I-IV. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. International Clouncil on Motruments and Sites(ICOMOS), 1990. C'hurter o.f Interna-lional ('ourtcil on fufonuments and Sites
(lCOht),\) /in'thc Prclec'tion and Mana-gentcnt rlf the An'lneological Iterilage. International Council on Monuments and Sites (ICOMOS).
Intematiorral tJnion for Conservation of Nature and Natural Resources
(IUCN).
1978. Ncttional Purks, Consen,trtiort&
Deve-loTtmenl: The Role o.f'Protec'ted Area in Su,slainirtg Srtciel.r,. Washington, D.C: It ICN-Srnithsonian lnstitution Press. JapanInternational
Cooperation Agency(JICA). 1979. Shdy, kntri,sm Brtrohudur ond Prornbonon Ardtaeologic:ol Park: Iiinol Reprtrt..lapan: .ll(lA.
Jaringan Pclcstarian Prrsaka Incloncsia (.lPPI), Intcrnatiorral Coutrcil
on
Monutlents ancl Sitcs(ICOMOS)
Indoncsia dan Kerncntrian Kcbuclayaan dan PariwisataR.l. 2003 . PiuSqtrttt Pclc.sluriun Pu,suka
Incktrte,sitr.
('iloto:
.laringan Pclcstarian Pusaka lrrdonesia, lrrtcrrrational Council on N4orrrrrrrcnts arrd Sitcs (l('OMOS) Inclorrcsia rlan Kcrncntriart Kcbuclayaan tlan I'arilvisata R.lKcraf, A.S. 2002. [itiko Littghturgon. Jakarta: Korrrpas.
126 J. HANNUSIA DAN LINGKTJN(;AN Vol. l4,No.3 The Bur:ra Charter. 1999. The Australia ICO-MOS (lhartcr for The Conservation
of
Placcs
of
Clultural Significancc: Rcvi-sions.The
tlnited
Nations Educational, Scientificand Cultural Organizatiorr (UNESCO). 1972. Convention Concernirrg the Pro-tcction of thc World Cultural and Natural llcritage.
The LJnited Nations Eclucational, Scientific and Cultural Organization (UNESCTO). 2003. "fhc Fourth Intcrnational Expert Meeting on Rorobuclrrr. Borobudur, Magelang, Central of Java, Indonesia.
IJndang-undang l)asar Republik Indonesia 1945
tJndang-unclang RI Nornor 23 talrun 1997 tcn-tang Pengclolaan l-ingkungan Hidup. Undang-undang RI Nornor 24 tahun 1992
ten-tang'fata Ruang.
Unclang-undang RI Nomor 5 tahun 1990 ten-tang Cagar Budaya.
Verband fur Geooekologic
in
Deutchland e.v(Vgod).
2006. l,Vhatis
Geoecology? http : //rvww. geoockologi e. deWorld ('ornmission on llnvironrnent and Devel-opnlent (WECD). 1987. Our Common Fulure. New York: World Clommission on Environmcnt and f)cvelopment Worlcl llcritage (lornrnittee (WHC). 2004. The
I) e r: i,s i r t r t,s A d o p t a r I h1, 2 8 t h Se,ssiorr o I' th e Worlcl
l{erilogc
Committee (28 COM I5 8.59) ut ,Sruhrnr, Cihina 28 June-7.luly 2004. Suzlrou: WHC..
2005. The Dec'isions Adopted bV29th Se,r,sion
o./'the
Worldlleritage
Crtnrmittee (29 ('OM 78.53) ut Durhan, South A{iica l0-17 July 2005. Durban: WIJC.Maryono,
A.
2003. Pembangunon Sungoi, I)onrytak dan Re.,sloro.ri Sungoi.Jog-jakarta: Magister Sistem 'I'eknik, Pro-grarn Pascasarjarra Universitas Gadjah Mada.
Moons, E. 2003. T-he Developntent and Ap-plicalion o.f' Econontic: tr/alucrlion Tec'h-niques and T'heir (J,se in Envirutnmenlol
Policy:
A
Surve.v. Bclgiurn: Energy, Transport and Environrnent, Centcr for Economic Studics. Katholieke [Jniver-site it L,euven.Murwanto, FI., Y. Gunnell, S. Suharsono, S. Sutikno and F. Lavigne. 2004. Borobu-dur Monument (.lcrva, Indonesio) Stood by,4 N ctturuI Loke ; C hrono,stratigraphic
Evidenc'e and llistoric'al Implic'otions. The Holocene,
l4
(3): 459-463. Nietrwenkamp, W.O.J. 1932. De BorohoedoerMaitreyo is Lotu,s Troon. Nederlanclsch-Indie Oud en Nieuw 16,261,295 and 321. Dutch.
Ohara,
K.
l99tt. T'he Imuge r2f' 'Ecornu,seum'inJapon. Pacific Friends, 25(12): 26-27 .
Soeroso,
A.
2007. Penilaian Kawasan Boro-hudur dolant KerangkaMultiatribut
Ekonomi Lingkungon dan Impl iko,s in.va teilt cr dap K e b ij o kan Ekow is ata. Disertasi tidak diterbitkan. Pascasarjana UGM: Jogjakarta
Surat Keputrrsan Merrtan Nonror 887 tahun
I 980.
Sutikno. 2003. Land (/tilizrrtion Zoning Frome-n,rn'k. Paper presentecl to UNESCO. 'faylor. K, 2003.
()rltural
Lonclscape as OpenAir
Mtt,rcturr: Bor"obrtdur l|torldIIeri-luge Site and It,s Seuing. Humanities Rcsearch,