• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KETENTUAN UMUM MENGENAI PERDAGANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KETENTUAN UMUM MENGENAI PERDAGANGAN"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KETENTUAN UMUM MENGENAI PERDAGANGAN

E. Pengertian Perdagangan

1. Sumber-Sumber Hukum Dagang

Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya memperoleh keuntungan. Dapat juga dikatakan, hukum dagang ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia-manusia dan badan-badan hukum satu sama lain dalam lapangan perdagangan.16

Hukum dagang Indonesia terutama bersumber pada:17 a. Hukum Tertulis yang dikodifikasikan:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel (W.v.K) Indonesia.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau Burgerlijk Wetboek (BW) Indonesia.

b. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.

Dengan kata lain, ketentuan-ketentuan yang mengatur perdagangan ada dua (2) rupa, yakni:18

1. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh negara (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dan sebagainya).

16

C.S.T.Kansil, Op.Cit., hal.7 17

Ibid.

18

(2)

2. Peraturan-peraturan yang tumbuh dan berkembang dalam perdagangan itu sendiri, sehingga menjadi kebiasaan, baik secara lokal maupun internasional.

2. Arti Perdagangan

Sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenperindag), pengertian perdagangan dirumuskan sebagai berikut: “Perdagangan adalah kegiatan jual-beli barang dan/atau jasa yang dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan/atau dengan disertai imbalan atau kompensasi.”19 Selain itu, dirumuskan juga pengertian pedagang, yakni: “Pedagang adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan perniagaan/perdagangan secara terus-menerus dengan tujuan memperoleh laba.”20 Pengertian pedagang ini dapat dikaitkan juga dengan orang yang menjalankan perusahaan (bedrijf), sehingga menjadi pengertian yang lebih luas.21

Pada umumnya, perdagangan atau perniagaan ialah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada suatu waktu dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Dalam zaman yang modern ini, perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk menjualkan

19

Pasal 1 butir 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan

20

Pasal 1 butir 2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan

21

H. Abdul Muis, Hukum Persekutuan dan Perseroan, Medan, Fakultas Hukum USU, 2006, hal.131

(3)

dan membelikan barang-barang, yang mana memudahkan dan memajukan penjualan dan pembelian.22

Perdagangan ada yang bersifat nasional dan ada yang bersifat internasional. Dikatakan bersifat nasional, apabila terjadi antara penjual dan pembeli dalam wilayah negara yang sama. Dikatakan bersifat internasional, apabila terjadi antara penjual dan pembeli yang bertempat tinggal di dalam wilayah negara yang berlainan (antarnegara).23

Adapun pemberian perantaraan itu meliputi berbagai macam pekerjaan, seperti:24

a. pekerjaan orang-orang perantara, misalnya makelar, komisioner, pedagang keliling, dsb.

b. pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), seperti: Perseroan Terbatas (PT) atau Naamloze Vennootschap (NV), Firma (Fa) atau Vennootschap Onder Firma (VOF), Perseroan Komanditer atau

Commanditaire Vennootschap (CV), dsb guna memajukan perdagangan.

c. pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas niaga, baik darat, laut, maupun udara.

d. pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya pedagang dapat menutup risiko pengangkutan dengan asuransi. e. peraturan bankir untuk membelanjai atau membiayai perdagangan.

22

C.S.T.Kansil, Op.Cit., hal.1 23

C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, Modul Hukum Dagang, Jakarta, Djambatan, 2001, hal.157

24

(4)

f. mempergunakan surat perniagaan, seperti wesel25, cek, aksep26

3. Objek Dagang (Handelszaak)

Benda perdagangan adalah hal-hal yang dapat dijadikan objek bagi badan-badan usaha, baik badan usaha perdagangan maupun badan usaha dalam bidang perekonomian secara umum.

untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah guna memperoleh kredit.

Pengertian yang paling luas dari perkataan “benda (zaak)” ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang, sedangkan dalam arti yang sempit, benda itu sebagai barang yang dapat dilihat saja. Undang-undang membagi benda-benda dalam beberapa macam:27

a. benda yang dapat diganti (contoh: uang) dan yang tidak dapat diganti (contoh: seekor kuda)

b. benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diperdagangkan) dan yang tidak dapat diperdagangkan atau di luar perdagangan (contoh: jalan-jalan, lapangan umum)

c. benda yang dapat dibagi (contoh: beras) dan yang tidak dapat dibagi (contoh: seekor kuda)

d. benda yang bergerak (contoh: perabot rumah) dan yang tidak bergerak (contoh: tanah)

25

Wissel: surat berharga yang berisi perintah dari si penarik kepada si wajib bayar untuk membayar sejumlah uang tertentu yang disebutkan jumlahnya dalam surat itu kepada orang yang ditunjuknya/ordernya, J.C.T.Simorangkir, Drs. Rudy T. Erwin, J.T.Prasetyo, Kamus Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, hal.188

26

Aksep atau Promes: suatu surat yang memuat janji pembayaran sejumlah uang yang tertentu kepada orang yang tertentu atau wakilnya di tempat dan pada waktu yang tertentu pula, C.S.T.Kansil (1994), Op.Cit., hal.182

27

(5)

Dari pembagian di atas, yang paling penting ialah yang terakhir, yaitu mengenai benda bergerak dan benda tidak bergerak, sebab pembagian ini mempunyai akibat-akibat yang sangat penting dalam hukum.28

Mengenai benda-benda bergerak ditetapkan dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPer, bahwa bezit

29

berlaku sebagai titel yang sempurna. Tentang arti dan maksud peraturan ini, diterangkan sebagai berikut (menurut “Legitimatie-Theorie dari Mr.Paul Scholten”)30

Oleh Mr.Paul Scholten juga diajarkan suatu pelembutan hukum (rechtsverfijning) bahwa perlindungan yang diberikan oleh Pasal 1977 ayat (1) KUHPer hanya berlaku terhadap perbuatan-perbuatan dalam kalangan perdagangan (handelsdaden).

:

Pada umumnya, hak milik atas suatu barang hanya dapat berpindah secara sah jika seseorang memperolehnya dari orang yang berhak memindahkan hak milik atas barang tersebut, yaitu pemiliknya. Akan tetapi, dapat dimengerti bahwa kelancaran dalam lalu lintas hukum akan sangat terganggu, jika dalam tiap jual-beli barang bergerak, si pembeli harus menyelidiki dahulu apakah si penjual sungguh-sungguh mempunyai hak milik atas barang yang dijualnya. Untuk kepentingan lau lintas hukum itulah, Pasal 1977 KUHPer menetapkan mengenai barang bergerak. Si penjual dianggap sudah cukup membuktikan hak miliknya dengan menunjukkan bahwa ia menguasai barang itu seperti seorang pemilik, yaitu bahwa menurut keadaan yang nampak keluar, barang itu seperti kepunyaannya sendiri (bezit).

31

Selanjutunya, Pasal 1347 KUHPer menetapkan bahwa hak-hak atau kewajiban-kewajiban yang sudah lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian (“gebruikelijk beding”), meskipun pada suatu waktu tidak dimasukkan dalam surat perjanjian, harus juga dianggap tercantum dalam

28

Ibid.

29

Bezit ialah suatu keadaan lahir, di mana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang oleh hukum diperlindungi dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa, Ibid., hal.63

30

Ibid., hal.67 31

(6)

perjanjian. Oleh karena apa yang dinamakan “gebruikelijk beding” ini menurut undang-undang harus dianggap sebagai dicantumkan dalam perjanjian, akibatnya ia dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang tergolong hukum pelengkap (aanvullend recht). Misalnya, jika ternyata dalam suatu kalangan perdagangan tentang suatu macam barang yang sudah lazim diperjanjikan, bahwa risiko terhadap barang dipikul oleh si penjual sampai pada saat penyerahan kepada si pembeli. Meskipun Pasal 1460 KUHPer menetapkan risiko terhadap barang yang tertentu harus dipikul oleh si pembeli, karena pasal-pasal perihal risiko ini tergolong hukum pelengkap.32 Menurut Pasal 1460 KUHPer tersebut, dalam hal suatu perjanjian jual-beli mengenai suatu barang yang sudah ditentukan sejak saat ditutupnya, perjanjian barang itu sudah menjadi tanggungan si pembeli, meskipun belum diserahkan dan masih berada di tangan si penjual. Dengan demikian, jika barang itu hapus bukan karena salahnya si penjual, si penjual masih tetap berhak untuk menagih harga yang belum dibayar.33

Dalam praktik, pengertian objek dagang ini dihubungkan dengan “isi” dari pengertian perusahaan dan secara umum yang dimaksudkan dengan “isi” perusahaan itu dapat disebut antara lain: benda-benda perdagangan termasuk yang berada dalam persediaan, inventaris perusahaan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud seperti utang-utang, juga nama dagang, merek dagang, cap dagang, serta oktroi

34 32 Ibid., hal.140-141 33 Ibid., hal.145 34

J.C.T.Simorangkir, dkk, Op.Cit., hal.110

, bahkan juga termasuk apa yang disebut sebagai goodwill (Goodwill adalah segala sesuatu yang

(7)

merupakan bagian dari usaha perniagaan atau bagian dari perusahaan untuk mempertinggi nilai dari perusahaan itu sebagai kesatuan, misalnya pesawat telepon, letak perusahaan, dsb35

Perdagangan dalam negeri berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional karena dapat mendorong pertumbuhan produksi dengan menjamin pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil produksi, disamping itu juga dapat melindungi konsumen dengan pengadaan dan penyaluran barang dan jasa dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik dan harga yang stabil. Selanjutnya, berkembangnya kegiatan perdagangan dalam negeri pada tingkat harga yang sepadan dengan pertumbuhan produksi dapat mendorong perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan rakyat.

). 4. Perdagangan Dalam Negeri

36

Kegiatan sinkronisasi perdagangan dalam negeri, meskipun diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan, namun dipandang masih sangat penting dan strategis dalam rangka mewujudkan persamaan persepsi dan pemahaman dalam penyusunan dan pelaksanaan program perdagangan dalam negeri, baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam pertemuan yang rencananya akan berlangsung dari tanggal 22-24 April 2009 tersebut, akan dibahas mengenai kebijakan teknis di bidang perdagangan dalam negeri yang akan disampaikan para direktur di lingkungan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, evaluasi pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi di bidang perdagangan dalam negeri, rencana kegiatan dekonsentrasi untuk tahun 2010, serta isu aktual dan permasalahan di bidang perdagangan dalam negeri.

Sekretaris Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Gunaryo mengatakan:

37

35

C.S.T.Kansil (1994), Op.Cit., hal.5 36

37

Gunaryo, Sekretaris Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, pada acara Pembukaan Rapat Sinkronisasi Perdagangan Dalam Negeri Tahun 2009 yang pada tahun-tahun sebelumnya disebut Forum Koordinasi Teknis (FKT), di Hotel Santosa Senggigi, Rabu malam (22/4), Sinkronisasi

(8)

Masalah perdagangan juga kelihatannya semakin banyak dikaitkan dengan masalah-masalah lain, misalnya perdagangan jasa, seperti angkutan, perbankan, asuransi, pariwisata, dan sebagainya sudah masuk dalam satu paket dengan perdagangan barang atau komoditi.38

Pembangunan perdagangan diarahkan untuk menunjang peningkatan produksi sesuai dengan perkembangan kebutuhan pembangunan serta perkembangan ekonomi dunia. Pembangunan perdagangan ditujukan pula untuk meningkatkan pendapatan produsen dan sekaligus menjamin kepentingan konsumen, meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja dan lebih memeratakan kesempatan berusaha. Guna menunjang peningkatan produksi tersebut, perlu ditingkatkan perdagangan dalam negeri dan luar negeri.39 Agar peningkatan perdagangan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan produsen dan menjamin kepentingan konsumen, kebijaksanaan perdagangan perlu diarahkan untuk menciptakan keadaan dan perkembangan harga yang layak dan bersaing melalui peningkatan efisiensi perdagangan dalam dan luar negeri. Peningkatan efisiensi perdagangan diharapkan dapat menurunkan biaya pemasaran serta memperlancar arus barang dan jasa sehingga tercipta kemantapan harga.40

Perdagangan Dalam Negeri 2009, Jum'at, 24 April 2009 (08:54 WIB), Mataram, PAB-Online,

38

Kata Pengantar dari Suhadi Mangkusuwondo, hal.x, dalam buku: J.Soedradjad Djiwandono,

Perdagangan dan Pembangunan: Tantangan, Peluang, dan Kebijaksanaan Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Jakarta, LP3ES, 1992.

39

Ibid., hal.43 40

(9)

Makin meluas dan berfungsinya sarana dan prasarana penunjang

perdagangan (perbankan, asuransi, transportasi, surveyor41,telekomunikasi, periklanan, arbitrase, bursa komoditi, kawasan

berikat (bonded zone), dan sebagainya), dapat meningkatkan efisiensi perdagangan. Hal ini dilakukan melalui upaya memperluas dan mendorong berkembangnya usaha di bidang jasa penunjang perdagangan, serta meningkatkan keterpaduan dan koordinasi kebijakan dan langkah dengan instansi-instansi pembina jasa penunjang perdagangan.42

F. Jenis Perdagangan dan Tugas Perdagangan

1. Jenis Perdagangan

Dalam perdagangan, barang-barang yang akan diekspor kadang-kadang disebut komoditi; barang yang dibeli dan didatangkan dari luar negeri disebut barang impor; barang yang dititipkan kepada pedagang lain, disuruh jual olehnya, disebut barang konsinyasi; sedangkan yang diterima dari pihak lain (dipercayakan untuk dijual) disebut barang komisi, yang artinya barang amanat orang. 43

Perdagangan bisa dikelompokkan dengan dilihat dari berbagai segi:44 a. Menurut cara menjual barang

Perdagangan besar (orangnya disebut pedagang besar), yaitu yang menjual barang semata-mata kepada pedagang lagi (distributor, dealer, dan pedagang eceran), tidak langsung kepada konsumen (pemakai).

41

Surveyor adalah seseorang yang melakukan pemeriksaan atau mengawasi dan mengamati suatu pekerjaan lainnya, yang tujuannya untuk memastikan apakah kelengkapan kapal telah terpenuhi,

42

J.Soedradjad Djiwandono, Op.Cit., hal.55-56 43

Iting P., Op.Cit., hal.7 44

(10)

Perdagangan kecil(orangnya disebut pedagang kecil atau pedagang eceran), yaitu yang menjual barang langsung kepada konsumen.

Diantara kedua macam perdagangan di atas, ada perdagangan yang menjual barang dengan tidak ada ketentuan khusus, kadang-kadang langsung kepada konsumen dan kadang kepada pedagang yang lain lagi, dan ini dianggap sebagai perdagangan menengah.

Importir yang membeli barang dari luar negeri, kemudian menjualnya semata-mata hanya kepada “distributor” saja, tidak termasuk pedagang kecil, walaupun hanya mengimpor satu macam barang saja. Dia merupakan pedagang besar yang perusahaannya kecil. b. Menurut batas-batas tempat berdagang

Perdagangan lokal, yakni pedagang yang hanya berdagang dalam satu pulau atau satu bagian dari pulau.

Perdagangan inter-insuler, yakni yang melakukan perdagangan antarpulau (dalam wilayah Indonesia).

Perdagangan lokal dan perdagangan inter-insuler disebut perdagangan dalam negeri.

Perdagangan luar negeri, meliputi:

- Perdagangan impor (pedagangnya disebut importir), yakni perdagangan yang membeli barang dari luar negeri.

- Perdagangan ekspor (pedagangnya disebut eksportir), yakni perdagangan yang menjual barang ke luar negeri.

- Perdagangan transito, yaitu perdagangan yang mendatangkan barang dari luar negeri untuk dijual lagi ke luar negeri.

(11)

c. Perdagangan dengan tenggang waktu

Perdagangan Op Levering (Perdagangan dengan penyerahan), yang mana dapat dilihat pada contoh berikut ini: Pengusaha pabrik minyak kelapa menutup perjanjian dengan penghasil kopra. Di dalam perjanjian disebutkan bahwa penghasil kopra akan menyerahkan kopranya sekian ton kepada pengusaha pabrik setiap minggu.

d. Dengan mengikuti cara memperoleh dan menyebarkan barangnya Terbagi dalam dua golongan, yaitu perdagangan mengumpul (collecterend) dan perdagangan menyebarkan (distribuerend). Perdagangan mengumpul ialah perdagangan yang membeli barang secara berangsur-angsur, mengumpulkan, dan menyediakan. Di Indonesia, perdagangan ini terutama di lingkungan eksportir yang membeli barang dari tengkulak atau langsung dari penghasil, lalu dikumpul dan diekspor dalam partai besar atau dijual kepada pedagang di kota besar. Sedangkan, perdagangan menyebarkan adalah perdagangan yang menjual barang kepada konsumen setelah melalui pengangkutan dan penyebaran.

e. Menurut barangnya

Perdagangan barang, seperti: perdagangan kopi, perdagangan kapok, perdagangan beras, dan sebagainya. Perdagangan surat berharga, seperti: perdagangan wesel, perdagangan efek, perdagangan uang dan modal.

(12)

Pembagian perdagangan juga dapat digambarkan secara singkat seperti di bawah ini:45

a. Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang:

1) perdagangan mengumpulkan (produsen-tengkulak-pedagang besar-eksportir)

2) perdagangan menyebarkan (importir-pedagang besar-pedagang menengah-konsumen)

b. Menurut jenis barang yang diperdagangkan:

1) perdagangan barang, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia (hasil pertanian, pertambangan, pabrik)

2) perdagangan buku, musik, dan kesenian

3) perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek) c. Menurut daerah, tempat perdagangan itu dijalankan:

1) perdagangan dalam negeri

2) perdagangan luar negeri (perdagangan internasional), meliputi: perdagangan ekspor, perdagangan impor, perdagangan meneruskan (transito)

2. Tugas Perdagangan

Pada pokoknya, perdagangan mempunyai tugas untuk:46

a. membawa atau memindahkan barang-barang dari tempat yang berkelebihan (surplus) ke tempat yang berkekurangan (minus). b. memindahkan barang-barang dari produsen ke konsumen.

45

C.S.T. Kansil (1994), Op.Cit., hal.3 46

(13)

c. menimbun dan menyimpan barang-barang dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam bahaya kekurangan.

G. Syarat-Syarat Perdagangan

Jika dilihat secara sepintas, tampaknya dalam transaksi perdagangan, hubungan antara pembeli dan penjual cukup sederhana, yakni pembeli membayar atas barang yang diinginkannya yang diterimanya dari penjual dan penjual menerima pembayaran tersebut atas barang yang ditawarkannya kepada pembeli. Namun, apakah memang sesederhana itu? Jawabannya adalah mungkin ada yang berpendapat ya dan ini memang ada benarnya bila dilihat dari sudut pandang yang sederhana pula, yakni hubungan antara penjual dan pembeli masih dalam satu tempat dan objek yang diperdagangkan belum (tidak) begitu besar, sehingga para pihak dapat memeriksa satu per satu barang yang menjadi objek perdagangan. Namun sebaliknya, bagaimana jika objek perdagangan itu dalam jumlah yang besar dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, sementara para pihak belum saling kenal karena berbeda tempat atau bahkan sampai melintasi batas negara (antarnegara)? Tentunya, ini tidak akan menjadi sederhana lagi. Oleh karena itu, dalam hal ini para ahli berpendapat perlu dibedakan antara perdagangan lokal dengan perdagangan luar negeri.47

Para pihak yang terlibat dalam transaksi perdagangan, jika tidak ingin dirugikan oleh pihak lainnya, maka ia harus mengetahui seluk beluk dunia perdagangan itu sendiri, di samping aturan-aturan hukum yang berlaku,

47

(14)

terlebih lagi apabila transaksinya antarnegara.48 Dengan demikian, dalam transaksi perdagangan ada diatur mengenai syarat-syarat perdagangan. Syarat-syarat perdagangan ini dapat dilihat dalam kontrak dagangnya (sales contract) yang diuraikan dalam bentuk klausul atau pasal dalam perjanjian perdagangan. Syarat-syarat perdagangan tersebut, antara lain:49

1. Loco

Maksud dari klausul ini adalah pembeli menerima penyerahan barang di gudang penjual. Risiko dan hak milik beralih kepada pembeli mulai saat barang diangkut keluar dari gudang penjual, serta segala biaya pengangkutan sejak dari gudang penjual sampai tempat tujuan ditanggung oleh pembeli.

2. Free Alongside Ship (FAS)

Maksud dari klausul ini adalah penjual menyerahkan barang di samping kapal yang disediakan oleh pembeli. Pembeli berkewajiban memikul segala biaya pengangkutan mulai dari gudang penjual sampai ke pelabuhan tujuan. Pembeli menanggung biaya pemuatan ke dalam kapal, premi asuransi, uang angkutan, biaya pembongkaran dan ongkos-ongkos lain sampai di gudang pembeli.

3. Free On Board (FOB)

Sebenarnya hampir sama dengan klausul FAS. Hanya dalam syarat FOB, penjual menyerahkan barang di atas kapal yang disediakan pembeli di pelabuhan pemuatan. Hal ini berarti, penjual dibebani biaya muat ke atas kapal. Biaya-biaya pengangkutan dan ongkos-ongkos lain sampai di atas

48

Ibid.

49

(15)

kapal menjadi tanggungan penjual, sedangkan pembeli, bebas (free) dari biaya tersebut.

4. Cost, Insurance, and Freight (CIF)

Dalam syarat ini, penjual menanggung semua biaya dan ongkos-ongkos mengangkut barang sampai pelabuhan tujuan pembeli. Yang menjadi tanggungan penjual adalah uang angkutan, premi asuransi, dan ongkos-ongkos lainnya.

5. Cost and Freight (C & F)

Hampir sama dengan CIF, hanya dalam C&F biaya asuransi (premi asuransi) dibayar/ditanggung oleh pembeli.

6. Franco

Dalam hal ini, penjual harus menyerahkan barang di gudang pembeli. Untuk itu, segala biaya yang mungkin timbul menjadi tanggungan penjual. Biaya yang sudah pasti ada yakni biaya pengangkutan, asuransi, muat dan bongkar barang. Selain itu, biaya mungkin timbul berkaitan dengan pajak/bea masuk jika barang masuk ke suatu negara/daerah tertentu.

Syarat Franco dapat merupakan syarat pembiayaan atau syarat penyerahan. Sebagai syarat pembiayaan, syarat Franco ini membuat pembeli bebas dari segala macam pembiayaan dalam pengangkutan barang sampai di tempat yang disebut di belakang kata Franco, tetapi menjadi beban penjual. Misalnya, syarat ‘Franco Jakarta’, maka pembeli bebas dari segala macam pembiayaan dan ongkos-ongkos sampai di Jakarta dan pada umumnya, pembiayaan pembongkaran ini menjadi beban penjual. Syarat Franco sebagai syarat penyerahan berarti penjual akan menyerahkan

(16)

barang-barang yang dijual itu kepada pembeli di kota yang tercantum di belakang kata Franco. Dalam hal contoh tersebut, maka penjual akan menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli di Jakarta. Jakarta di sini sebagai kota pelabuhan pembongkaran. Di sini, pembeli tidak hanya bebas dari pembebanan ongkos-ongkos dan biaya-biaya pengangkutan, tetapi juga risiko. Ini berarti bahwa risiko sampai di tempat tujuan menjadi beban penjual.

Di sini terlihat ada kekhususan dalam jual-beli dagang (transaksi perdagangan) dibandingkan dengan jual-beli biasa, yakni:50

a. perbuatan dilakukan atas nama perusahaan b. salah satu atau para pihak adalah pengusaha c. barang yang dibeli dijual kembali

d. diperlukan sarana transportasi dan asuransi e. diperlukan sejumlah dokumen

Pada umumnya, transaksi perdagangan dibuat secara tertulis yang kadang-kadang bentuknya sudah distandardisasi, artinya bagi pihak yang posisi tawarnya (bargaining position) kuat, maka dialah yang akan menentukan syarat-syarat yang diinginkan.51

50

Ibid., hal.136-137 51

Ibid., hal.137

Sementara itu, pihak lainnya (partner usahanya) hanya menyetujui. Akan tetapi, apabila belum ada standard kontrak, maka para pihak dapat saling menentukan persyaratan yang diinginkan yang

(17)

tentunya kedudukan para pihak adalah sama.52 Ini dapat dilihat dalam jual-beli biasa, sebagaimana yang terdapat dalam KUHPer.53

Incoterms merupakan seperangkat peraturan internasional yang mengatur mengenai syarat-syarat perdagangan guna memberikan kepastian tentang rumusan risiko dan tanggung jawab hukum masing-masing pihak dalam transaksi perdagangan (jual-beli) secara sederhana dan aman. Untuk pertama kalinya Incoterms diadakan pada tahun 1936 yang selanjutnya disempurnakan terus-menerus secara berkala mulai dari tahun 1953, 1967, 1976, 1980, 1990, dan terakhir 2000 yang dikenal dengan nama Incoterms 2000.

Dalam transaksi perdagangan internasional, syarat-syarat perdagangan itu diatur dalam Incoterms yang merupakan produk dari International Chamber of Commerce (Kamar Dagang Internasional). Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut.

Incoterms (International Commercial Terms)

54

Ruang lingkup Incoterms dibatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan hak dan kewajiban dari pihak-pihak dalam kontrak penjualan atau perdagangan mengenai pengiriman dari barang-barang yang dijual (‘yang berwujud (tangibles)’, tidak termasuk ‘yang tidak berwujud (intangibles)’ seperti software komputer). Incoterms selalu ditujukan untuk digunakan bagi barang-barang yang dijual dan diangkut melewati batas-batas suatu negara.

52

Ibid.

53

Pasal 1457 KUHPerdata: Jual-beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga barang yang telah dijanjikan;

Pasal 1458 KUHPerdata: Jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.

54

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis-Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor-Impor & Imbal Beli), Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2003, hal.140

(18)

Namun, dalam praktiknya kadang-kadang juga digunakan dalam kontrak perdagangan barang-barang dalam pasar domestik. Jika ini terjadi, maka ada klausula-klausula dan ketetapan lain yang berkaitan dengan ekspor dan impor dalam Incoterms menjadi tidak berguna.55

Struktur Incoterms56

1. Syarat Perdagangan Kelompok “E”

Istilah-istilah dalam Incoterms dikelompokkan dalam 4 kategori dasar yang berbeda, yang penamaannya didasarkan pada saat penentuan risiko atas kebendaan yang beralih yang terjadi dalam perdagangan.

Ex Works berarti bahwa penjual tidak lagi menanggung risiko atas

barang yang dijual, manakala ia telah menyediakan barang-barang bersangkutan di tempatnya sendiri atau tempat lainnya (yaitu tempat kerja, pabrik, gudang, dll) untuk keperluan pembeli. Dalam transaksi perdagangan internasional yang bersifat lintas negara, biasanya syarat ini sangat jarang digunakan karena tidak disukai oleh pembeli, oleh karena pembeli tidak mengetahui secara pasti mengenai persyaratan pabean yang diperlukan (Pabean adalah instansi (jawatan, kantor) yang mengawasi, memungut, dan mengurus bea masuk (impor) dan bea keluar (ekspor), baik melalui darat, laut, maupun udara57

55

Ibid., hal.142 dan 143 56

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Op.Cit., hal.104-113 57

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), edisi ketiga, cetakan ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, Balai Pustaka, 2005, hal.807

). Namun, dalam perdagangan dalam negeri yang tidak memerlukan transportasi lain selain transportasi darat, syarat perdagangan ini sangat banyak digunakan.

(19)

Syarat ini membebankan tanggung jawab yang paling ringan (minimal) bagi penjual, sedangkan pembeli memikul semua biaya dan risiko yang berhubungan dengan barang-barang yang dibeli sejak barang berada di tempat penjual.

2. Syarat Perdagangan Kelompok “F” a. Free Carrier (FCA)

FCA berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang (yang sudah mendapat izin ekspor) kepada pengangkut yang ditunjuk pembeli pada suatu tempat tertentu. Harus dicatat bahwa pemilihan tempat penyerahan mempunyai dampak pada kewajiban pemuatan dan pembongkaran barang-barang di tempat itu. Jika ditentukan bahwa penjual berkewajiban untuk menyediakan barang di tempat penjual, maka penjual bertanggung jawab atas risiko barang hingga dimuat, sedangkan jika penjual diwajibkan untuk menyediakan barang pada tempat lain, maka penjual tidak bertanggung jawab atas risiko pembongkaran barang dari pengangkut yang ditunjuk oleh penjual kepada pengangkut yang ditunjuk oleh pembeli.

b. Free Alongside Ship (FAS)

FAS berarti bahwa penjual menyediakan barang-barang dengan menempatkan barang-barang tersebut di samping (alongside) kapal di pelabuhan pengapalan yang disebut. Artinya pembeli wajib memikul semua biaya dan risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang mulai saat itu. Dalam transaksi perdagangan internasional, penjual diwajibkan untuk mengurus formalitas ekspor yang diperlukan.

(20)

c. Free On Board (FOB)

FOB berarti bahwa penjual menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal di pelabuhan yang disebut. Ini berarti bahwa pembeli wajib memikul semua biaya dan risiko atas kehilangan atau kerusakan barang-barang mulai dari titik itu. Syarat ini juga menuntut penjual untuk mengurus formalitas ekspor.

3. Syarat Perdagangan Kelompok “C” a. Cost and Freight (C&F/CFR)

Dalam CFR, penjual menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal pada pelabuhan pengapalan yang disebut. Penjual masih diwajibkan untuk membayar biaya-biaya dan ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang sampai ke pelabuhan tujuan. Tetapi risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang telah berpindah dari penjual kepada pembeli pada saat barang-barang yang dijual telah disediakan oleh penjual di atas kapal pada pelabuhan pengapalan yang disebut. Penjual dituntut untuk mengurus formalitas ekspor.

b. Cost, Insurance and Freight (CIF)

Dalam CIF, peralihan risiko dari penjual kepada pembeli atas barang-barang yang dijual juga dianggap terjadi pada saat penjual menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal pada pelabuhan pengapalan yang ditunjuk. Penjual wajib membayar semua biaya dan ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang sampai ke pelabuhan tujuan, termasuk asuransi dari barang-barang yang dijual.

(21)

Tetapi, risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang telah berpindah dari penjual kepada pembeli pada saat penjual menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal pada pelabuhan pengapalan yang disebut. Meskipun penjual wajib menutup asuransi angkutan laut terhadap risiko rugi atau kerusakan barang-barang yang dijual, namun pihak yang menjadi beneficiary (penikmat) terhadap asuransi tersebut adalah pembeli, karena pihak pembelilah yang menanggung semua risiko dari barang-barang yang dibeli olehnya selama barang dalam perjalanan. Syarat ini menuntut penjual untuk mengurus formalitas ekspor.

c. Carrier Paid To (CPT)

Dalam CPT, peralihan risiko dari penjual kepada pembeli atas barang-barang yang dijual terjadi pada saat penjual menyediakan barang-barang yang dijual pada pelabuhan pengapalan yang disebut. Penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang-barang kepada pengangkut yang ditunjuknya sendiri dan membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang sampai ke tempat tujuan, meskipun risiko atas barang-barang telah beralih kepada pembeli. Penjual diwajibkan mengurus formalitas ekspor.

d. Carriage and Insurance Paid to (CIP)

Dalam CIP, peralihan risiko dari penjual kepada pembeli atas barang-barang yang dijual terjadi pada saat penjual menyediakan barang-barang yang dijual pada pelabuhan pengapalan yang disebut. Penjual juga diwajibkan untuk menutup asuransi terhadap risiko

(22)

kerugian dan kerusakan atas barang yang menimpa pembeli selama barang dalam perjalanan serta diwajibkan juga untuk mengurus formalitas ekspor.

4. Syarat Perdagangan Kelompok “D” a. Delivered at Frontier (DAF)

DAF berarti bahwa kewajiban penjual untuk menanggung risiko atas barang-barang yang dijual berakhir jika ia telah menyediakan barang-barang yang dijual ke dalam kewenangan pembeli pada saat datangnya alat angkut yang ditunjuk oleh pembeli, namun belum dibongkar tetapi sudah diurus formalitas ekspornya, sedangkan formalitas impornya belum diurus, di tempat atau pada titik yang disebut di wilayah perbatasan, tetapi belum memasuki wilayah pabean dari negara yang bertetangga.

b. Delivered Ex Ship (DES)

DES berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal, yang belum diurus formalitas impornya di pelabuhan tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua biaya dan risiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang sampai ke pelabuhan tujuan yang disebut sebelum dibongkar.

c. Delivered Ex Quay (DEQ)

DEQ berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah menyediakan barang-barang yang dijual di atas dermaga, di pelabuhan tujuan yang disebut, tetapi belum diurus formalitas impornya. Penjual

(23)

wajib memikul semua biaya dan risiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang sampai ke pelabuhan tujuan dan membongkar barang-barang di atas dermaga. Pembeli dituntut untuk mengurus formalitas impor dan membayar semua biaya resmi, bea masuk, pajak, dan biaya lain yang dipungut atas impor.

d. Delivered Duty Unpaid (DDU)

DDU berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah menyediakan barang-barang yang dijual di atas alat angkut yang baru datang di tempat tujuan yang disebut, tetapi belum diurus formalitas impornya. Penjual wajib memikul semua biaya dan risiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang sampai ke sana, kecuali bea masuk (termasuk tanggung jawab mengurus formalitas pabean, pembayaran biaya resmi (formalitas), bea masuk, pajak, dan biaya lainnya) yang diperlukan di negara tujuan. Bea masuk tersebut harus dipikul oleh pembeli, termasuk semua biaya dan risiko yang disebabkan oleh kegagalannya mengurus formalitas impor pada waktunya.

e. Delivered Duty Paid (DDP)

DDP berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah menyediakan barang-barang yang dijual di suatu tempat tertentu, namun belum dibongkar dari atas alat angkut dan belum diurus formalitas impornya. Penjual wajib memikul semua biaya dan risiko yang terkait dengan pengangkutan barang itu sampai ke sana, termasuk bea masuk (termasuk tanggung jawab mengurus formalitas pabean,

(24)

pembayaran biaya resmi (formalitas), bea masuk, pajak, dan biaya lainnya) yang diperlukan di negara tujuan. Ini menunjukkan adanya tanggung jawab yang maksimal dari penjual.

H. Pihak-Pihak dalam Perdagangan

Dalam perdagangan, ada beberapa pihak yang terkait yakni penjual dan pembeli yang berbeda tempat dan kedudukannya maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Seorang pedagang, terutama seorang yang menjalankan perusahaan yang besar, biasanya tidak dapat bekerja seorang diri dalam menjalankan perusahaannya, maka diperlukan bantuan orang-orang yang bekerja padanya sebagai orang bawahan ataupun orang yang berdiri sendiri dan mempunyai perusahaan sendiri (yang mempunyai perhubungan tetap atau tidak dengan dia).58

Sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan yang demikian pesat, pengusaha-pengusaha kebanyakan tidak lagi berusaha seorang diri, melainkan bersatu dalam persekutuan-persekutuan atau perseroan-perseroan.59 Yang termasuk dalam golongan pekerja-pekerja perniagaan di dalam lingkungan perusahaan, yakni: pemimpin perusahaan (manager), pemegang-prokurasi (procuratie-houder atau general agent), dan pedagang berkeliling (commercial traveller).60

1. Pihak Penjual

Berikut ini akan diuraikan satu per satu pihak-pihak dalam perdagangan.

58

C.S.T.Kansil (1994), Op.Cit., hal.32-33 59

Ibid., hal.33 60

C.S.T.Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta, Aksara Baru, 1979, hal.44

(25)

Pihak penjual, yaitu pihak yang menyerahkan benda dan hak milik atas benda. Penjual dapat berstatus pengusaha atau bukan pengusaha yang mewakili kepentingan diri sendiri atau pihak lain atau kepentingan badan hukum.. Pengusaha adalah penjual yang menjalankan perusahaan.

Kewajiban penjual: a. Penyerahan Benda61

Ada dua kewajiban utama penjual, yaitu penyerahan benda dan penjaminan benda. Penyerahan ialah pengalihan benda yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan menjadi milik pembeli. Penyerahan benda mungkin mengeluarkan atau tidak mengeluarkan biaya. Jika mengeluarkan biaya, menurut Pasal 1476 KUHPer, biaya penyerahan menjadi beban penjual, sedangkan biaya pengambilan menjadi beban pembeli, kecuali jika diperjanjikan lain.

Dalam Pasal 1477 KUHPer ditentukan bahwa penyerahan harus dilakukan di tempat benda itu berada pada waktu jual-beli terjadi, kecuali jika diperjanjikan lain. Kalimat “kecuali jika diperjanjikan lain” memberi kemungkinan kepada penjual dan pembeli untuk menentukan cara lain, baik mengenai biaya penyerahan maupun tempat penyerahan. Ketentuan ini hanya mengenai biaya dan tempat penyerahan benda bergerak. Dalam praktik jual-beli benda bergerak tertentu, penjual tidak merumuskan ketentuan mengenai beban biaya dan tempat penyerahan, dengan demikian, pihak-pihak mengikuti

61

Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992, hal.37

(26)

ketentuan undang-undang. Tetapi, undang-undang memberi keleluasan untuk diperjanjikan lain.

Baik penjual maupun pembeli mempunyai kewajiban utama. Namun, manakah yang wajib dipenuhi lebih dahulu, penyerahan oleh penjual atau pembayaran harga oleh pembeli? Dalam Pasal 1478 KUHPer ditentukan, penjual tidak diwajibkan menyerahkan benda jika pembeli belum membayar harga, kecuali jika penjual mengizinkan penundaan pembayaran kepada pembeli. Jadi, kewajiban penjual menyerahkan benda, baru ada pada saat pembeli membayar harga benda. Tetapi, jika penjual mengizinkan pembeli melakukan penundaan pembayaran (diberi kelonggaran waktu), maka kewajiban menyerahkan benda itu ada walaupun belum ada pembayaran harga. Sesuai dengan Pasal 1478 KUHPer, pembeli membayar harga benda, kemudian baru menerima penyerahan benda tersebut.

Bentuk penyerahan barang atau jasa dapat dilakukan sepenuhnya dengan cara pemindahan fisik atau hanya pemindahan hak saja.62 Penyerahan barang harus diperlengkapi surat-surat yang diperlukan untuk menjadi pemilik dan pemakai, sehingga terpenuhilah kewajiban penjual dalam menanggung pihak pembeli agar dapat memakai dan memiliki barang dengan tenang dan aman.63

b. Penjaminan Benda

64

62

Soekiyah Nayono, Sri Supartini, M. Hadisumarno, Bisnis dan Hukum Perdata Dagang: Kelompok Bisnis dan Manajemen, Surakarta, PT Tiga Serangkai, 1999, hal.39

63

H.NY.Basrah, Op.Cit., hal.29 64

(27)

Menurut Pasal 1492 KUHPer, meskipun pada waktu mengadakan jual-beli tidak ditentukan syarat penjaminan, penjual demi hukum wajib menjamin pembeli bahwa benda yang dijualnya itu bebas dari tuntutan pihak ketiga dan bebas dari pembebanan hak. Menurut Pasal 1504 KUHPer, penjual wajib menjamin cacat tersembunyi pada benda yang dijual. Berdasarkan ketentuan ini, dapat dinyatakan bahwa kewajiban utama penjual mengenai penjaminan meliputi tiga hal, yaitu: a. menjamin bebas dari tuntutan pihak ketiga

b. menjamin bebas dari pembebanan hak c. menjamin bebas dari cacat tersembunyi

Walaupun undang-undang membebankan kewajiban penjaminan kepada penjual, kedua belah pihak boleh mengadakan janji khusus yang memperluas atau mengurangi bahkan meniadakan kewajiban penjaminan itu (Pasal 1493 dan 1506 KUHPer).

2. Pihak Pembeli

Pihak pembeli, yaitu pihak yang membayar harga benda. Pembeli dapat berstatus pengusaha atau bukan pengusaha, yang dapat mewakili kepentingan diri sendiri atau pihak lain atau kepentingan badan hukum. Kewajiban Pembeli65

Pembeli hanya mempunyai satu kewajiban utama, yaitu pembayaran harga. Menurut Pasal 1513 KUHPer, pembeli wajib membayar harga benda yang dibeli pada waktu dan di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian. Tetapi, jika pada waktu mengadakan jual-beli tidak ditetapkan

65

(28)

waktu dan tempat pembayaran, maka menurut Pasal 1514 KUHPer, pembeli harus membayar pada waktu dan di tempat penyerahan dilakukan. 3. Perantara dalam Perdagangan

Salah satu objek studi hukum dagang adalah Perantara Dagang66 (Pedagang Perantara). Tugas utama Pedagang Perantara adalah menghubungkan produsen dan konsumen. Untuk membakukan lembaga ini, pemerintah melalui Menteri Perindustrian dan Perdagangan mengeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan, tanggal 21 Januari 1998.67

Lembaga Perdagangan adalah suatu instansi/badan yang dapat berbentuk perorangan atau badan usaha, baik sebagai eksportir, importir, pedagang besar, pedagang pengecer, ataupun lembaga lembaga perdagangan lain yang sejenis, yang di dalam tatanan pemasaran barang dan/atau jasa, melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memindahkan barang dan/atau jasa, baik langsung maupun tidak langsung dari produsen sampai pada konsumen.

Dalam Kepmenperindag ini, digunakan istilah Lembaga Perdagangan:

68

Secara umum, Pedagang Perantara dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yakni:

69

1) Berdasarkan hubungan kerja, artinya pedagang perantara dalam menjalankan tugasnya terikat dalam perjanjian kerja antara majikan dengan pekerja, seperti: pekerja keliling, pengurus filial, pemegang prokurasi, pimpinan perusahaan.

66

Selain istilah Pedagang Perantara dalam Literatur Hukum Dagang, dikenal pula istilah Pengusaha dan Pembantu-pembantunya (HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, Jakarta: Djambatan, 1987, hal.41); Pedagang Antara (Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Jakarta: PradnyaParamita,1987, hal.43), dalam Sentosa S. (2008), Op.Cit., hal.117 67

Ibid.

68

Pasal 1 butir 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan

69

(29)

2) Berdiri sendiri, artinya pedagang perantara tidak terikat dengan pemberi kerja, seperti: agen perdagangan/perniagaan (commercial agent), makelar (broker), komisioner (factor), perantara pedagang efek

(PPE).

Berikut ini akan diuraikan satu per satu mengenai pedagang perantara, antara lain:

(a) Pemimpin Perusahaan

Pemimpin (Pimpinan) Perusahaan adalah seorang kuasa dari pemilik perusahaan (pengusaha) atau pemegang kuasa pertama dari perusahaan. Pimpinan Perusahaan menggantikan pengusaha dalam segala hal dan oleh karena itu, ia menjadi kepala seluruh perusahaan itu. Kedudukannya adalah sama dengan kedudukan seorang Direktur PT yang memimpin perusahaan atas nama pengusaha dan dianggap berkuasa untuk semua tindakan yang timbul dari perusahaan itu, kecuali kekuasaannya dibatasi.70

Seorang PP adalah juga seorang kuasa dari si pengusaha (pemilik perusahaan) yang menolong dan meringankan pekerjaan pengusaha atau pemegang kuasa dari perusahaan, yang bertindak sebagai wakil dari pimpinan perusahaan. PP bekerja pada pengusaha dan juga menjadi wakil si pengusaha itu. Ia dapat juga dipandang berkuasa untuk beberapa tindakan yang timbul dari perusahaan itu, seperti mewakili perusahaan di muka pengadilan, meminjam uang, menarik (b) Pemegang Prokurasi (PP)

70

(30)

dan mengakseptir surat wesel, mewakili pengusaha dalam hal menandatangani perjanjian dagang, surat-surat keluar, dan lain-lain.71

Pedagang berkeliling adalah orang yang bekerja pada pengusaha dan memberikan jasa perantaranya pada pembuatan persetujuan tertentu, misalnya mengadakan jual-beli barang antara majikannya dengan orang lain

(c) Pedagang Berkeliling (Commercial Traveller)

72

atau merupakan pembantu pengusaha di luar kantor untuk memperluas transaksi bisnis.73 Dalam Kepmenperindag, dirumuskan pengertian Pedagang Keliling, yakni: “Pedagang Keliling adalah perorangan yang melakukan penjualan barang-barang dengan berkeliling meggunakan kendaraan, kereta, gerobak, sepeda atau sejenisnya.”74

Perusahaan-perusahaan yang besar biasanya mempunyai banyak pedagang berkeliling. Mereka mendapat upah yang tidak tentu besarnya (disebut provisi

Pedagang berkeliling berhak atas upah yang telah dijanjikan segera sesudah perjanjian antara majikan dan pihak ketiga ditutup.

75

: upah yang diberikan), tetapi kadang-kadang juga menerima gaji tetap.76

71 Ibid. 72 Ibid., hal.48 73

Sentosa S. (2008), Op.Cit., hal.118 74

Pasal 1 butir 23 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan

75

J.C.T.Simorangkir, dkk, Op.Cit., hal.136 76

C.S.T.Kansil (1979), Op.Cit., hal.48

(d) Pengurus Filial

(31)

Pengurus filial adalah pihak yang mewakili pengusaha untuk semua hal, tetapi terbatas untuk satu cabang atau wilayah tertentu.77

Agen Perniagaan adalah orang yang mempunyai perusahaan untuk memberikan perantara pada pembuatan persetujuan tertentu, misalnya persetujuan jual-beli antara pihak ketiga dengan seorang principal, dengan siapa ia mempunyai hubungan tetap atau juga pekerjaan menurut persetujuan-persetujuan seperti itu atas nama dan untuk principalnya itu.

(e) Agen Perniagaan (Commercial Agent)

78

Oleh karena itu, tugas sebenarnya sama dengan pedagang keliling, yakni memperluas pemasaran, hanya dalam agen perniagaan/perdagangan, tidak berdasarkan hubungan kerja, tetapi berdasarkan perjanjian keagenan.79 Agen perniagaan berdiri sendiri (mempunyai perusahaan sendiri), tidak berkedudukan sebagai pekerja terhadap principalnya.80 Agen itu menerima provisi yang terdiri dari persentase tertentu dari jumlah transaksi-transaksi yang dibuat oleh agen itu.81

Makelar (Broker) adalah seorang pedagang perantara yang diangkat oleh presiden atau oleh pembesar yang oleh presiden telah dinyatakan berwenang untuk itu

(f) Makelar

82

77

Sentosa S. (2008), Op.Cit., hal.119 78

C.S.T.Kansil (1979), Op.Cit., hal.50 79

Sentosa S. (2008), Op.Cit., hal.120 80

C.S.T.Kansil (1979), Op.Cit., hal.51 81

Ibid.

82

Pasal 62 ayat (1) KUHD

.Ia menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan, yang mana

(32)

pekerjaan makelar ialah melakukan penjualan dan pembelian bagi majikannya akan barang-barang dagangan dan lainnya, kapal-kapal, andil-andil dalam dana umum dan efek-efek lainnya, obligasi-obligasi, surat-surat wesel, surat-surat order, dan surat-surat dagang lainnya, pula untuk menyelenggarakan perdiskontoan, pertanggungan, perutangan dengan jaminan kapal, perutangan uang atau lainnya83, seraya mendapat upahan atau provisi tertentu, atas amanat dan nama orang-orang dengan siapa ia tak mempunyai sesuatu hubungan yang tetap.84 Sebelum diperbolehkan melakukan pekerjaannya, makelar harus bersumpah di muka Pengadilan Negeri yang termasuk dalam daerah hukumnya.85

Segera sesudah mengakhiri semua tindakan, makelar mencatat perbuatan itu dalam buku catatannya (zakboek) dan setiap hari catatan itu disalin dalam buku harian dengan cara yang teratur disertai keterangan yang jelas dengan penyebutan yang jelas tentang nama-nama dari pihak-pihak yang bersangkutan, tentang waktu perbuatan dan penyerahan, tentang macam, jumlah, dan syarat-syarat dari perbuatan yang telah dilakukan (perbuatan yang ditutupnya)

Makelar tidak bertindak atas nama sendiri, tetapi mempunyai perusahaan yang berdiri sendiri.

86

83

Pasal 64 KUHD 84

Pasal 61 ayat (1) KUHD 85

Pasal 62 ayat (2) KUHD 86

Pasal 66 KUHD

, termasuk juga kualitas dan harga barang-barang.

(33)

Undang-Undang memandang bahwa catatan-catatan tersebut mempunyai kekuatan istimewa untuk dijadikan bukti antara kedua pihak yang bersangkutan yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang diterangkan pada catatan-catatan tersebut.87

Komisioner (Factor) adalah seorang yang menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan menutup persetujuan atas nama atau firmanya sendiri, tetapi atas amanat dan tanggungan orang lain, dan dengan menerima upahan atau provisi tertentu.

(g) Komisioner

88

Dalam menjalankan pekerjaannya, ia menghubungkan pihak-pihak pemberi kuasa (komiten) dengan pihak ketiga dengan memakai namanya sendiri. Selain bertindak atas nama sendiri, iapun tidak diwajibkan untuk menyebutkan kepada pihak ketiga dengan siapa ia

Kata “atas namanya sendiri” menunjukkan bahwa seorang komisioner tidak diwajibkan memberitahukan kepada yang memerintahkannya mengenai hubungan dagang dengan pihak tertentu yang dijalinnya (dilakukannya). Bahkan selanjutnya komisioner berbuat sebagai pengusaha sendiri dan hanya bertanggung jawab terhadap barang-barang yang diperdagangkan. Jadi, berbeda dengan makelar, karena makelar berusaha atas nama dan tanggung jawab orang lain. Selain itu, seorang komisioner tidak diangkat oleh pemerintah dan sebelum melaksanakan tugasnya, seorang komisioner tidak perlu disumpah.

87

Pasal 68 KUHD 88

(34)

berniaga 89

Tugas seorang komisioner adalah melakukan jual-beli atas perintah seseorang komiten. Dengan demikian, risiko harus dipikulnya sendiri. Berkenaan dengan risiko yang harus dipikulnya, komisioner memiliki hak retensi

, yaitu nama orang yang memberi perintah (principal). Oleh karena itu, ia berhubungan dengan pihak ketiga seolah-olah tindakan itu urusannya sendiri dan komisioner tidak menanggung dipenuhinya kontrak oleh pihak ketiga.

90

Ekspeditur adalah orang yang mengurus pengangkutan barang dagangan dan lain-lain, baik melalui daratan ataupun lautan/perairan. Di dalam KUHD disebutkan: “Ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya menjadi tukang menyuruhkan kepada orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan lainnya, melalui daratan atau perairan.”

, yaitu hak yang mana jika perlu komisioner dapat

menahan barang-barang komitennya supaya mendapat pembayaran upah dan uang sebagai pembayar barang-barang itu (uang yang telah dibayarnya) beserta bunganya.

(h) Ekspeditur

91

Hukum dagang telah menentukan kewajiban seorang ekspeditur . Pembeli yang membeli sejumlah besar barang biasanya menyerahkan pengurusan pengangkutan barang tersebut kepada ekspeditur.

92

89

Pasal 77 KUHD 90

C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, Op.Cit., hal.69 91

Pasal 86 ayat (1) KUHD 92

Pasal 86 ayat (2) KUHD

, yaitu membuat catatan-catatan dalam sebuah register harian secara

(35)

berturut-turut dan terus-menerus tentang macam dan jumlah barang-barang dagangan serta yang lainnya yang harus diangkut, termasuk juga harganya jika hal itu diketahuinya (dianggap perlu).

Ekspeditur bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan keutuhan barang-barang yang dipercayakan pengangkut kepadanya selama di perjalanan dan sampai pada saat penyerahan kepada pihak yang berhak menerimanya atau alamat tujuan yang telah ditentukan93, serta harus menanggung segala kerusakan atau kehilangan barang-barang dagangan dan lainnya yang dikirimkannya, yang disebabkan karena kesalahan atau kurang hati-hatinya.94

Dalam Undang-Undang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah:“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

4. Bank 95 93 Pasal 87 KUHD 94 Pasal 88 KUHD 95

Pasal 1angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Bank merupakan lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang usaha pembiayaan penyediaan dana (kredit) dan dalam masalah lalu lintas pembayaran, khususnya menerima atau membayar dalam jumlah yang besar. Jadi, bank bukan hanya perantara dalam hal pemberian kredit, tetapi juga dalam hal melakukan pembayaran

(36)

internasional dan pembayaran di dalam negeri.96

5. Mengenai Instansi yang Terkait dengan Penjualan

Oleh karena itu, perdagangan tidak mungkin melepaskan diri dari pada bank.

97

a. Mengurus kepentingan-kepentingan bisnis, meliputi pengurusan perizinan, penentuan harga, penentuan standard kualitas, pengurusan kepentingan perusahaan dalam perolehan hak cipta, paten dan sebagainya. Lembaga-lembaga yang mengurusi kepentingan di atas di antaranya adalah Departemen Perdagangan, Departemen Kehakiman, dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Pembinaan, pengembangan, dan koordinasi perdagangan di seluruh negara dilakukan oleh Kadin. Dalam kegiatan bisnis atau perdagangan, banyak instansi atau lembaga yang terkait baik langsung maupun tidak langsung, baik lembaga yang dibentuk oleh pemerintah maupun swasta, yang kesemuanya ditujukan untuk mendorong atau memajukan kegiatan bisnis. Dasar dibentuknya lembaga-lembaga perdagangan sebagai berikut:

b. Melayani informasi tentang bisnis

Misalnya: Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan, Departemen Penerangan, Kadin, Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS), dan Lembaga Konsumen.

c. Mengkoordinasikan perusahaan maupun pengusaha d. Mengawasi kegiatan perusahaan

Pengawasan kegiatan perusahaan ditujukan untuk mendorong agar perusahaan bergerak dalam kegiatan usaha yang sesuai dan tidak

96

M.H.Tirtaamidjaja, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan, Jakarta, Djambatan, 1953, hal.93 97

(37)

mengganggu ketertiban umum maupun stabilitas nasional. Pengawasan ini biasanya dilakukan oleh instansi/lembaga pemerintah.

e. Memberikan bimbingan kepada pengusaha f. Memperhatikan dan membela hak-hak konsumen

Konsumen sebagai pengguna barang-barang hasil produksi perlu mendapatkan petunjuk dalam pemilihan barang-barang agar tidak mudah tertipu oleh produsen atau pedagang yang tidak bertanggung jawab. Lembaga yang terkait ialah Lembaga Konsumen.

Berikut ini, ada satu lagi pihak dalam perdagangan, yakni perusahaan leasing (leasing company), karena perusahaan leasing adalah merupakan salah satu pihak yang terkait dalam perdagangan alat-alat berat yang dilakukan oleh PT United Tractors, Tbk.

6. Perusahaan Sewa Guna (Leasing Company)98

Sewa guna bergerak di bidang usaha pembiayaan penyediaan barang modal, makanya fungsi sewa guna setaraf dengan bank dan oleh karena itu, sewa guna diberi status lembaga keuangan nonbank.

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) SK Menkeu No.649 Tahun 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing, usaha sewa guna (leasing) dapat dilakukan oleh lembaga keuangan dan badan usaha tersendiri, baik berbentuk perusahaan nasional maupun perusahaan campuran.

99

Sebelum memperoleh izin usaha sewa guna, lembaga keuangan harus memperoleh izin usaha sebagai lembaga keuangan, sedangkan perusahaan

98

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., ha1.149-151 99

(38)

nasional atau campuran harus memenuhi syarat-syarat berikut (Pasal 4 SK Menkeu No.649/1974):

a. Perusahaan nasional

1) berbentuk perseroan terbatas dan pendiriannya berdasarkan hukum Indonesia

2) seluruh modal saham dimiliki oleh WNI

3) dalam tahap pertama modal yang disetor paling sedikit sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

b. Perusahaan campuran

1) berbentuk perseroan terbatas dan pendiriannya berdasarkan hukum Indonesia

2) dalam tahap pertama modal yang disetor paling sedikit sebesar Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)

3) mayoritas pemilikan saham harus berada di tangan WNI.

Untuk memperoleh izin usaha sewa guna, lembaga keuangan dan perusahaan nasional/campuran yang telah memenuhi syarat, diharuskan pula memenuhi ketentuan berikut (Pasal 5 SK Menkeu No.649/1974): a. Telah mempunyai rekomendasi/pertimbangan dari Bank Indonesia

atau untuk badan usaha yang bukan lembaga keuangan diperlukan adanya rekomendasi /pertimbangan dari Departemen Perdagangan. b. Menyampaikan feasibility study dan rencana pembiayaan usaha untuk

paling sedikit 3 tahun mendatang.

c. Tidak akan mempekerjakan tenaga warga negara asing, kecuali atas persetujuan Menkeu.

(39)

d. Dalam organisasi perusahaan akan dipekerjakan paling sedikit seorang tenaga ahli bidang hukum, seorang akuntan, dan seorang tenaga ahli bidang mana usaha sewa guna akan dititikberatkan.

e. Dalam hal diperlukan asuransi, maka penutupannya harus dilakukan pada perusahaan asuransi yang ada di Indonesia.

f. Barang yang disewagunakan harus diambil dari produksi dalam negeri, kecuali apabila produksi dalam negeri belum memungkinkan.

g. Mempunyai ruang kantor yang tetap dan beralamat jelas, sedangkan setiap pembukaan kantor cabang harus dengan persetujuan Menkeu. Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) SK Menkeu No.649/1974, leasing company yang tidak berkedudukan di Indonesia dilarang melakukan usaha sewa guna di Indonesia.

Adapun bidang usaha sewa guna, meliputi:100 a. perhubungan

b. industri (manufacturing) c. pengusahaan hutan d. pertanian

e. lain-lain yang ditetapkan kemudian dengan mendengar pandapat/pertimbangan dari departemen teknis yang berkepentingan. Perusahaan yang menjalankan kegiatan sewa guna dilarang memberi kredit/pinjaman uang, mengeluarkan jaminan bagi pihak ketiga dan usaha-usaha perbankan lainnya, kecuali lembaga keuangan nonbank yang telah diatur tersendiri.101 100 Ibid., hal.153 101 Ibid.

(40)

diperkenankan memberikan pembiayaan barang modal kepada penyewa guna yang telah memiliki NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.102

Munculnya lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dana untuk membiayai pembelian barang-barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara tiga hingga lima tahun atau lebih. Di samping hal tersebut di atas, para pengusaha juga memperoleh keuntungan-keuntungan lainnya seperti kemudahan dalam pengurusan dan adanya hak opsi.103

102

Ibid., hal.152&153 103

Referensi

Dokumen terkait

Jakarta: Departemen Agama R.I., Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2007.. Manajemen Sekolah: Teori Dasar dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas produk dan kepuasan konsumen dengan word of mouth communication.. Adapun aspek yang

Penulisan Skripsi yang berjudul “MODEL PENGELOLAAN ASET DALAM PENCAPAIAN KEMANDIRIAN OPERASIONAL DI PONDOK PESANTREN ANNUQAYAH DESA GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP”

Berdasarkan uraian di atas, menarik untuk dikaji melalui suatu studi mikro, bagaimanakah pengambilan keputusan suami-istri keluarga petani dalam menentukan jumlah keluarga

Dengan demikian, tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan profil kondisi tenaga kerja keperawatan di DKI Jakarta Utara serta menguji sejauh mana

Makam Kyai Ageng Sutawijaya atau yang dikenal dengan nama Bumi Arum Majasto sebagai salah satu rempat wisata religi yang letaknya di desa Majasto Kecamatan

Seorang direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, unutk kepentingan dan tujuan persona serta mewakili perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan

You can get to buy the book By Mick Cooper - Existential Therapies: 1st (first) Edition By Mick Cooper by on-line and also all set to download and install.. It is quite different