• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem

kekerabatan berdasarkan prinsip “purusa” (patrilineal). Sistem kekerabatan

patrilineal yang dianut oleh masyarakat Bali atau sistem kebapakan atau kapurusa. Menurut masyarakat Bali, khususnya yang beragama Hindu, hal ini mengandung

arti bahwa seorang pria (kapurusa) dalam keluarga, bertanggung jawab atas

sebagian besar kewajiban (swadharma) yang harus dilaksanakan oleh keluarga

bersangkutan (Dyatmikawati, 2008). Jadi dengan kata lain peranan anak laki-laki di Bali lebih berpengaruh dibanding dengan anak perempuan.

Pulau Bali terkenal dengan citra keajegan budayanya. Citra ini membuat

Bali selalu dibayangkan memiliki kultur-tradisi yang senantiasa tegar (ajeg).

Dengan demikian, homogenisasi identitas orang Bali diikuti oleh kontruksi citra bahwa budaya mereka senantiasa kuat dan lentur menghadapi arus perubahan zaman. Seperti halnya citra yang tertanam pada budaya Minang, budaya Bali juga dianggap memiliki kesolidan dan kekenyalan dalam menghadapi modernitas maupun Globalitas (Dwipayana, 2005).

Budayayang masih melekat di Bali saat ini adalah sistem tata nama orang Bali, yaitu pemberian nama atau penamaan kepada setiap anak yang lahir sesuai dengan urutan kelahirannya. Penamaan dibagi berdasarkan sistem kasta/keturunan dan urutan kelahiran anak. Anak di Bali memiliki urutan penamaan hingga anak

(2)

keempat. Anak pertama dimulai dari penggunaan nama Gede yang berarti besar, atau wayan yang berarti wayah yang berarti tua atau Putu berarti anak atau Luh untuk anak wanitanya. Anak kedua diberi nama Made yang berasal dari kata

madya dan berarti tengah yang sapaannya sering disebut dengan Kadek. Anak

kedua juga disebut Nengah. Anak ketiga diberi nama Nyoman atau Komang, yang

diambil dari kosa kata anom yang berarti muda. Anak keempat disebut Ketut,

yang etimologinya diambil dari kata kitut yang berarti ekor (Antara, 2012).

Uraian tersebut, tentu memunculkan berbagai persoalan baru. Persoalan pertama adalah jika dalam suatu keluarga tidak terdapat anak laki-laki tentu akan memunculkan persoalan dalam hal pewarisan dan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan jumlah anak yang nantinya mempengaruhi jumlah keluarga ideal pada masyarakat Bali. Persoalan kedua adalah adanya benturan antara budaya tata nama masyarakat Bali dengan program pemerintah yang dikenal dengan Program Keluarga Berencana (KB). KB yang mempunyai slogan untuk keluarga yang ideal adalah “dua anak cukup” akan berhadapan dengan budaya

Bali yang ajeg yakni dengan empat anak. KB merupakan gerakan dari pemerintah

merujuk pada suatu masa dimana ide tentang penanganan masalah kependudukan dumulai dan disosialisasikan ke tengah-tengah masyarakat yang kemudian menunjuk pada masa pemerintah meneguhkan komitmen politiknya untuk menangani masalah kependudukan secara serius dengan membatasi angka kelahiran (BKKBN, 1995).

Mengacu pada hasil sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk di Bali mencapai 3.890.757 jiwa atau hampir 4 juta jiwa. Jumlah penduduk tahun 2010

(3)

ini meningkat pesat dari sensus penduduk tahun 2000 yang berjumlah 3.146.999 jiwa atau mengalami rata-rata laju pertumbuhan 2,14% tiap tahunnya

(Wingantara, 2012). Ini bisa jadi menandakan bahwa budaya Bali yang ajeg

perlahan berhasil menurunkan kepopuleran KB, yang pada tahun 1970 sempat manjadikan Bali sebagai propinsi dengan urutan teratas tingkat nasional dalam pelaksanaan KB dengan menggunakan kontrasepsi jangka panjangnya di kalangan masyarakat Bali.

Desa Sobangan merupakan desa yang berada di Kabupaten Badung, Propinsi Bali, yang hingga saat ini masih melestarikan budaya Bali dengan sistem kekerabatan patrilinealnya. Jumlah penduduk Desa Sobangan 3.486 jiwa dengan 964 kepala keluarga, sebagian masyarakat Desa Sobangan bekerja sebagai petani (BPS, 2012). Hasil sensus penduduk tahun 2012 di Desa Sobangan menunjukan bahwa rata-rata keluarga di Desa Sobangan memiliki anak yang jumlahnya lebih dari dua anak yakni rata-rata 3,6 anak/kepala keluarga. Petani yang merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat di Desa Sobangan menarik untuk di cermati terkait pengambilan keputusan untuk menentukan jumlah keluarga ideal di kalangan keluarga petani.

Melihat persoalan tersebut, sikap atau peranan pengambilan keputusan suami-istri dalam suatu keluarga di Bali menjadi hal yang menarik untuk diamati. Dikemukakan oleh Sudarta dan Artini (1999) bahwa dalam suatu keluarga umumnya suami (kepala keluarga) dan istrinya merupakan simbol yang paling dihormati dan pemegang kekuasaan tertinggi atau sentral pengambil keputusan dalam keluarga mereka, yang sangat mempengaruhi kelangsungan hidup mereka.

(4)

Sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat Bali, juga ikut memberikan corak terhadap peranan suami maupun istri dalam pengambilan keputusan (Sudarta, 2007).

Sistem kekerabatan patrilineal masyarakat Bali, disamping istri mengikuti suami atau tinggal di pihak kerabat suami, istri juga tidak berhak mewarisi harta kekayaan. Hal ini berarti bahwa sumber daya pribadi istri sangat terbatas yang dapat disumbangkan ke dalam keluarga mereka. Sumber daya pribadi yang terbatas ini membawa implikasi bahwa wewenang istri dalam pengambilan keputusan pada berbagai bidang menjadi sangat terbatas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarta (2002), mengenai pengambilan keputusan sumai-istri dalam bidang sosial budaya pada masyarakat patrilineal Bali menujukkan bahwa, masih dominannya pengaruh suami dalam menentukan keputusan.

Berdasarkan uraian di atas, menarik untuk dikaji melalui suatu studi mikro, bagaimanakah pengambilan keputusan suami-istri keluarga petani dalam menentukan jumlah keluarga idealdi Desa Sobangan, Kabupaten Badung, Propinsi Bali.Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengambilan Keputusan Suami-Istri Keluarga Petani dalam Menentukan Jumlah Keluarga Ideal pada Masyarakat Patrilineal Bali”

B. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pola pengambilan keputusan suami-istri keluarga petani dalam menentukan jumlah keluarga ideal pada masyarakat patrilineal Bali?

(5)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan pengambilan keputusan suami-istri keluarga petani dalam menentukan jumlah keluarga ideal pada masyarakat patrilineal Bali.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pola pengambilan keputusan suami-istri keluarga petani

di Desa Sobangan.

b. Untuk mengetahui persepsi suami-istri keluarga petani mengenai program

Keluarga Berencana.

c. Untuk mengetahui persepsi suami-istri keluarga petani tentang kedudukan

anak laki-laki dalam keluarga.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan peneliti mampumengembangkan ilmu keperawatan di bidang komunitas dan maternitas berkaitan tentang budaya Bali dan peran suami-istri keluarga petani dalam menentukan jumlah keluarga ideal.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam merencanakan dan

mengembangkan program keluarga berencana di Bali, guna mengatasi pesatnya laju pertumbuhan penduduk di Bali.

b. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan

(6)

c. Bagi peneliti, sebagai tambahan informasi dan pengetahuan dalam bidang keperawatan maternitas dan komunitas yang hubungannya dengan jumlah keluarga ideal.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang pengambilan keputusan suami-istri keluarga petani dan keluarga berencana telah bnyak dilakukan, akan tetapi berkaitan dengan jumlah keluarga ideal dan budaya setempat belum banyak dilakukan. Berdasarkan pengamatan terbatas yang diketahui oleh peneliti dalam penelusuran kepustakaan, masih sedikit penelitian tentang jumlah keluarga ideal di Bali. Adapun kajian yang pernah dilakukan sebagai berikut

1. Ekayanthi (2005) melakukan penelitian tentang “Persepsi Pria Pasangan

Usia Subur Terhadap Partisispasi Pria Dalam Program Keluarga Berencana

di Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan Propinsi Bali”. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui persepsi pria pasangan usia subur terhadap partisipasi pria dalam program KB. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan populasi penelitian seluruh suami dari pasangan usia subur (PUS) di Kecamatan Tabanan. Hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa jenis metode kontrasepsi pria paling banyak digunakan pria pasangan usia subur adalah kondom. Penelitian Ekayanthi dengan penelitian yang akan dilakukan sama-sama dilakukan di Propinsi Bali dan meneliti tentang KB, namun terdapat perbedaan yang signifikan mengenai kabupaten dan desa tempat dilaksanakan penelitian. Kabupaten dan desa tempat dilaksanakannya

(7)

penelitian Ekayanthi bertempat di Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, sementara penelitian yang akan dilakukan bertempat di Desa Sobangan, Kabupaten Badung.

2. Sudarta (2002) tentang “Pengambilan Keputusan Suami-Istri Keluarga Petani

di Bidang Sosial Budaya (Studi Kasus di Desa Ayunan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung)”. Penelitian ini menggunakan rancangan kuantitatif yang didukung secara kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pengambilan keputusan suami-istri keluarga petani di bidang sosial budaya. Hasil penelitian pengambilan keputusan di bidang sosial budaya suami lebih dominan, dengan kata lain suami memerlukan perundingan bersama istri dalam menentukan pilihan atau sikapnya. Persamaan penelitian Sudarta dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang pola pengambilan keputusan pada suami-istri keluarga petani. Perbedaan penelitiannya terletak pada bidang dan lokasi tempat penelitian.

3. Syarief (2003) tentang “Partisipasi Suami Dalam Keluarga Berencana Pada

Kebudayaan Matriarkhat di Desa Korong Gadang Kec. Kuranji Kodya

Padang-Sumbar”. Penelitian ini menggunakan rancangan survei deskriptif

kuantitatif dan didukung interpretatif secara kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah tingkat pengetahuan, sikap, dan prilaku atau partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada kebudayaan matriarkhat. Hasil penelitiannya yaitu tingkat pengetahuan suami tentang KB relatif tinggi (54,2%), sikap suami terhadap KB relatif rendah (51%), dan menurut pendapat tokoh masyarakat, pada dasarnya adat dan

(8)

kebudayaan Minangkabau tidak mempertentangkan masalah KB dan KB pada pria/suami. Persamaan penelitian Syarief dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang program KB dan perbedaannya adalah pada metode penelitian yang digunakan.

Referensi

Dokumen terkait

Penindakan dan pelarangan melintas bagi kendaraan bermuatan berlebih diluar wewenang Jasa Marga, namun saat ini Jasa Marga bekerjasama dengan pihak Polri dalam hal ini PJR

Pidana penjara bervariasi, yaitu mulai dari penjara sementara minimal satu hari sampai pidana penjara seumur hidup. Pidana penjara seumur hidup hanya tercantum

jarangnya melalui kombinasi diagram Th/U dan (Th/Yb- Ta/Yb) serta Zr/Y menunjukkan karakter sumber magmatisme dan afinitas magma Granitoid Pulau Bangka dipengaruhi dari

Antara Penggugat dengan Para Tergugat telah terjadi hubungan perjanjian utang piutang yang belum dibayar kepada Penggugat sebesar Rp.673.755.000,- (Enam ratus tujuh puluh tiga

[r]

[r]

Banyak pendekatan yang dapat digunakan, salah satunya adalah model konseling spiritual teistik, berfokus pada nilai-nilai religius Islam untuk mengem- bangkan fitrah,

Visual data mining adalah sebuah teknik yang dapat digunakan untuk menemukan kecenderungan dalam data yang belum diketahui sebelumnya, tingkah laku dan juga