• Tidak ada hasil yang ditemukan

MISKONSEPSI SISWA SD TENTANG PERUBAHAN WUJUD BENDA: Digali Menggunakan Wawancara dalam Bahasa Ibu‒Bahasa Melayu Sambas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MISKONSEPSI SISWA SD TENTANG PERUBAHAN WUJUD BENDA: Digali Menggunakan Wawancara dalam Bahasa Ibu‒Bahasa Melayu Sambas"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MISKONSEPSI SISWA SD TENTANG

PERUBAHAN WUJUD BENDA: Digali Menggunakan

Wawancara dalam Bahasa Ibu‒Bahasa Melayu Sambas

ARTIKEL PENELITIAN

Oleh

ALVIONITA SILVIANTY F03111003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PMIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

(2)
(3)

1

MISKONSEPSI SISWA SD TENTANG

PERUBAHAN WUJUD BENDA: Digali Menggunakan

Wawancara dalam Bahasa Ibu‒Bahasa Melayu Sambas

Silvianty, Sutrisno, Silitonga

Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Untan Pontianak Email: alongvio@gmail.com

Abstrak: Keberadaan bahasa ibu di Indonesia seperti ‘terlupakan’, padahal bahasa ibu memegang peranan penting dalam pembelajaran. Survei deskriptif sederhana ini diarahkan untuk menemukan bentuk miskonsepsi siswa dan menghasilkan model wawancara dalam bahasa ibu khususnya bahasa melayu Sambas. Sebanyak 12 siswa kelas V yang dipilih berdasarkan gender dan tingkat pengetahuan diwawancara. Teknik Interview About Instances digunakan sebagai model untuk menggali miskonsepsi siswa tentang perubahan wujud benda dalam peristiwa daur air. Ditemukan miskonsepsi siswa di semua konsep perubahan wujud benda pada peristiwa daur air, terutama pada kondensasi. Siswa menganggap peristiwa daur air hanya terkait proses mencair dan membeku. Di samping itu, terdapat perbedaan miskonsepsi siswa menurut gender dan tingkat pengetahuan. Pengembangan instrumen Interview About Instances yang lebih bernuansa lokal disarankan sehingga cocok dengan latar budaya responden terutama siswa usia sekolah dasar.

Kata kunci: miskonsepsi, daur air, bahasa ibu

Abstract: Mother tongue existence in Indonesia was being forgotten, whereas it plays a part in learning. Twelve students, representing gender and three distinct achievement groups were interviewed, using the Interview About Instances in mother tongue to probing students’ misconception. Simple descriptive survey was conducted. Students appear to have misconceptions about state changes of water cycle in all concept, primarily in condensation. In fact, interviews reveal that students tend to view water cycle as confined to freezing and melting. Besides that, there are differences of students’ misconception according gender and achievement groups. Developing the Interview About Instances instrument that will support more to each interviewees’ cultural identity especially for students in basic education age range is suggested.

(4)

2 rogramme for International Student Assessment (PISA) 2012 menempatkan Indonesia pada urutan ke-61 dalam membaca dan urutan ke-64 dalam sains di antara 65 negara lain yang menjadi baik anggota maupun mitra OECD (OECD, 2014: 5). Dengan perkataan lain, banyak siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang mengalami kesulitan memahami IPA. Kiranya, cukup beralasan, jika diperkirakan siswa Sekolah Dasar (SD) juga mengalami kesulitan serupa.

Walaupun, dalam Portal Jurnal Ilmiah Universitas Tanjungpura (Untan) (http://jurnal.untan.ac.id/), hingga 2014 belum ditemukan penelitian tentang miskonsepsi siswa SD tentang konsep IPA yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) FKIP. Tetapi, sesungguhnya sejak 2008 telah ada sejumlah penelitian ini yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Pendidikan Fisika FKIP Untan (Burhanuddin, 2010).

Khusus tingkat SD, pada awalnya memang hanya sedikit peneliti yang sungguh memperhatikan keberadaan miskonsepsi ini, karena saat itu ada anggapan bahwa siswa SD sungguh belum memiliki pengetahuan awal. Belakangan anggapan tersebut mulai ditinggalkan. Sedikit demi sedikit penelitian miskonsepsi di tingkat SD semakin berkembang (Sutrisno, Kresnadi, dan Kartono, 2007: 3-8).

Ada tiga penelitian tentang miskonsepsi siswa SD yang telah dilakukan oleh mahasiswa program studi Pendidikan Fisika FKIP Untan sejak 2007 hingga 2010. Menurut Burhanuddin (2010), penelitian tentang: magnet (Muniarni, 2008), energi panas (Nita, 2008), dan gaya sebelum dan sesudah pembelajaran (Halijah, 2009). Mengingat belum ditemukannya penelitian tentang miskonsepsi yang dilakukan oleh mahasiswa PGSD FKIP Untan hingga 2014, kiranya penelitian semacam itu perlu dilakukan pada konsep-konsep IPA SD yang lain oleh program studi Pendidikan Fisika FKIP Untan. Penelitian ini merupakan penelitian miskonsepsi siswa tentang perubahan wujud benda pada tema-tema terkait fisika menurut Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013.

Tabel 1

Rekapitulasi Skripsi-skripsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Untan 2007-2009 yang Menggunakan Wawancara sebagai

Alat Pengumpul Data

No. Kode Data Teknik Wawancara Tingkat

1. 3/MS/III/24 Tidak disebutkan SMP

2. 4/MS/III/20 Clinical Interview (CI) SMP

3. 6/MS/III/19 Clinical Interview (CI) dan Interview About

Instances (IAI) SMP

4. 10/MS/III/57 Individual Demonstration Interview (IDI) dan

Interview About Instances (IAI) SMA

5. 17/MS/III/36 Tidak disebutkan SMP

6. 18/MS/III/35 Tidak disebutkan SMP

7. 24/MS/III/37 Wawancara Terstruktur SMA

8. 29/MS/III/25 Clinical Interview (CI) SD

9. 37/MS/III/20 Tidak disebutkan SMP

(Sumber; Burhanuddin, 2010)

P

(5)

3 Meta-etnografi dari 46 skripsi mahasiswa program studi Pendidikan Fisika FKIP Untan (Burhanuddin, 2010) menunjukkan ada sembilan penelitian yang menggunakan wawancara sebagai alat pengumpul data. Satu (1) penelitian di tingkat SD; 6 penelitian di tingkat SMP; dan 2 penelitian di tingkat SMA. Dari penelitian-penelitian tersebut ada empat penelitian yang menerapkan teknik wawancara Interview About Instances (IAI), Individual Demonstration Interview (IDI), dan/atau Clinical Interview (CI).

Dari Tabel 1 terlihat penelitian tentang miskonsepsi siswa SD menggunakan teknik Clinical Interview (CI) terdapat pada kode data 29/MS/III/25 (Nita, 2008). Tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai wawancara yang dilakukan. Namun, berdasarkan hasil temuan utama (abstrak), fokus penelitian tersebut adalah pada deskripsi miskonsepsi siswa tentang energi panas.

Penelitian miskonsepsi tentang daur air telah dilakukan baik pada siswa, mahasiswa, maupun guru. Bar (1989) meneliti siswa dengan rentang umur 7-15 tahun; Ben-zvi-Assarf dan Orion (2005) meneliti siswa kelas 7-9; Shepardson, Wee, Priddy, Schellenberger dan Harbor (2009) meneliti siswa lintas usia; Cardak (2009) meneliti mahasiswa dengan rentang umur 20-26; Schaffer (2013) meneliti mahasiswa calon guru; dan Baysen dan Baysen (2013) meneliti guru taman kanak-kanak. Selain itu, sejumlah peneliti memfokuskan penelitian miskonsepsi siswa pada konsep-konsep tertentu, misalnya tentang perubahan wujud air (Osborne dan Cosgrove, 1983); tentang fenomena terkait air (Schibeci, Fetherstonhaugh dan Griffin, 1993); tentang evaporasi (Russel, Harlen, dan Watt, 1989; Coştu, Ayas, dan Niaz, 2009). Penelitian ini fokus pada empat konsep utama dalam peristiwa daur air yaitu: evaporasi, kondensasi, presipitasi, dan infiltrasi.

Miskonsepsi siswa dapat dideteksi dengan berbagai cara. Suparno (2005) menyebutkan beberapa alat deteksi yang sering digunakan para peneliti dan guru untuk menggali miskonsepsi siswa, yaitu: peta konsep, tes pilihan ganda dengan alasan, tes esai, diskusi dalam kelas, praktikum dengan tanya jawab, dan wawancara. Dalam penelitian ini, wawancara dipilih sebagai alat untuk menggali miskonsepsi siswa SD, karena, “The interview is also particularly appropriate when dealing with young children, illiterates, those with language difficulties, and those of limited intelligence.” (Best, 1981: 165).

Pengajaran IPA dengan menggunakan gambar ternyata lebih efektif dari pengajaran konvensional karena,”pictorial models help us [to, sic!] visualize and make sense of physical reality.” (Bass et al. dalam Oliveira et al., 2013: 367). Peneliti lain memfokuskan penelitiannya pada manfaat gambar dalam memahami sebuah teks berita (Carney dan Levin, 2002). Penelitian tersebut menguatkan untuk menggunakan teknik Interview About Instances (IAI) (Osborne dan Gilbert, 1979) yaitu, wawancara yang diawali dengan menyajikan beberapa gambar yang mengilustrasikan contoh dan bukan contoh dari suatu kejadian IPA untuk menggali miskonsepsi siswa (Sutrisno, Kresnadi, dan Kartono, 2007: 3-12) dalam penelitian ini.

Gambar 1 menyajikan persentase dari negara-negara Asia Timur, Selatan, dan Tenggara yang telah menerapkan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran (Kosonen dalam UNESCO Bangkok, 2005: 3). Korea (urutan ke-5 PISA) dan Jepang (urutan 7 PISA) mendekati 100%, kemudian Cina (urutan

(6)

ke-4 1 PISA) mendekati 70% memiliki persentase akses pendidikan dengan bahasa ibu. Sedangkan Indonesia (urutan ke-64 PISA) hanya 10% menerapkan bahasa ibu dalam pembelajaran. Karena itu, bahasa ibu memegang peranan dalam pembelajaran khususnya sebagai bahasa pengantar.

Gambar 1 Estimasi populasi negara-negara yang memiliki akses pendidikan dalam bahasa ibu di Asia Timur, Selatan, dan Tenggara (Kosonen dalam UNESCO Bangkok, 2005: 3)

Walaupun bahasa ibu memiliki kedudukan penting dalam kurikulum (UNESCO Bangkok, 2008: 3), dan diharapkan menjadi bahasa pengantar dalam proses pembelajaran (NBE dalam UNESCO, 2012: 19) namun keberadaannya di Indonesia seperti “terlupakan” (urutan ke-61 PISA dalam membaca).

Siswa akan mendapatkan pelajaran yang optimal jika pembelajaran dilakukan dengan bahasa ibu saat mulai masuk sekolah hingga kelas 5 atau 6 SD. Setelah siswa memahami suatu konsep melalui bahasa ibu, mereka tidak perlu mempelajari ulang konsep tersebut dengan bahasa kedua. Mereka hanya perlu mempelajari kosakata untuk dapat mengomunikasikan apa yang mereka tahu (UNESCO Bangkok, 2008: 3). Dalam penelitian ini, bahasa ibu digunakan sebagai alat untuk menggali miskonsepsi siswa SD. Dengan bahasa ibu, diharapkan siswa dapat mengungkapkan pengetahuannya lebih maksimal.

Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan pada penggalian miskonsepsi siswa SD tentang perubahan wujud benda menggunakan teknik wawancara dalam bahasa ibu dengan topik peristiwa daur air yang disajikan dalam gambar.

METODE

Penelitian ini berbentuk survei deskriptif sederhana dengan fokus miskonsepsi siswa SD tentang perubahan wujud benda dalam peristiwa daur air khususnya yang berkaitan dengan fisika, menggunakan teknik wawancara berdasarkan gambar, dilakukan dengan menggunakan bahasa ibu. Disebut bersifat deskriptif sederhana karena hanya membahas suatu keadaan tertentu secara terpisah tanpa menghubungkannya dengan keadaan yang lainnya (Azwar dan Prihartono, 2014: 16). 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Ko re an S o u th Ko re an N o rt h Jap an Sr i L an ka Mal d ive s V ie t N am C am bo dia Mo n go lia Ba n gl ad es h A fg h an is tan In d ia C hi na Myan mar N e p al La o s Th ail an d Mal ays ia Si n gap o re Iran Phi lip p in e s In d o n es ia Bhu tan Pa ki stan Ti mo r L es te Bru n ei Perc en t

(7)

5 Sampling purposive digunakan untuk memilih 12 siswa untuk diwawancarai dan dianggap mewakili seluruh siswa kelas V SD Islam Terpadu Nurul Islam Singkawang tahun ajaran 2015/2016. Ukuran sampel tidak dipersoalkan karena hanya diperkirakan secara hipotetis bahwa jumlah dianggap cukup sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian (Nawawi, 2012: 166). Wawancara menggunakan bahasa melayu Sambas dialek Singkawang. Pengambilan sampel mewakili gender serta tingkat pengetahuan (tinggi, sedang, dan rendah) berdasarkan rekomendasi guru mengacu pada hasil belajar siswa. Siswa yang menjadi sampel adalah 12 siswa kelas V pada tahun ajaran 2015/2016. Siswa tersebut sudah memperoleh materi tentang daur air 6 minggu sebelum penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik komunikasi langsung (Nawawi, 2012: 101) dengan wawancara dalam bahasa ibu untuk menggali miskonsepsi siswa sebagai alat pengumpul data. Wawancara dilakukan menggunakan teknik Interview About Instances (IAI), yakni wawancara yang diawali dengan menyajikan beberapa gambar yang mengilustrasikan contoh dan bukan contoh dari suatu kejadian IPA untuk menggali miskonsepsi siswa (Sutrisno, Kresnadi, dan Kartono, 2007: 3-12).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Wawancara dilaksanakan pada tanggal 26-27 November 2015 diikuti oleh 12 siswa kelas V Nuh SD Islam Terpadu Singkawang. Wawancara berlangsung secara bergiliran saat jam pelajaran di ruang perpustakaan. Data yang diperoleh berbentuk rekaman dan video wawancara, kemudian disalin ke dalam bentuk transkripsi wawancara. Empat konsep utama yang digali, yaitu: evaporasi, kondensasi, presipitasi, dan infiltrasi.

Tabel 2

Karakteristik Sampel menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pengetahuan

No. Kode Gender Nilai Tingkat Pengetahuan

1. AR L 100 Tinggi 2. FA L 100 Tinggi 3. AI P 100 Tinggi 4. PS P 100 Tinggi 5. SU L 100 Sedang 6. YU L 100 Sedang 7. SS P 100 Sedang 8. NA P 100 Sedang 9. DM L 70 Rendah 10. FE L 66 Rendah 11. FI P 100 Rendah 12. FL P 80 Rendah

Karena tidak ditujukan untuk generalisasi, maka tidak dilakukan uji statistik apa pun. Walaupun demikian, dalam analisis dideskripsikan juga perbedaan miskonsepsi siswa antar gender dan tingkat pengetahuan. Tingkat pengetahuan telah

(8)

6 dicapai berdasarkan nilai aspek pengetahuan ulangan harian KI-3/KD-3.6 mata pelajaran IPA. Tingkat pengetahuan siswa terbagi atas 3 kelompok (Tabel 2), yaitu: tinggi, sedang, dan rendah.

Berikut disajikan semua miskonsepsi yang ditemukan. Evaporasi

1. Hujan merupakan sumber air bagi laut. 2. Ada proses pengembunan di laut.

3. Air laut berubah menjadi gelombang karena proses penguapan. 4. Pada proses penguapan, wujud air laut cair berubah menjadi

butiran kecil tetap cair.

5. Proses penguapan pada daur air sama seperti peristiwa proses pencairan pada es batu.

6. Uap air akan masuk ke dalam air sehingga terjadi penguapan. 7. Penguapan terjadi hanya jika matahari bersinar.

Kondensasi

1. Awan berwujud padat seperti es batu.

2. Jika awan disinari oleh matahari maka awan akan mencair. 3. Awan akan mengembun jika disinari oleh matahari.

4. Awan akan mengembun karna cuaca panas.

5. Awan mengembun karena menampung banyak air. 6. Awan mencair karena petir.

7. Awan mengembun karena penguapan yang terjadi secara terus-menerus.

8. Pengembunan sama seperti peristiwa es batu yang mencair. 9. Pengembunan sama seperti peristiwa butiran kecil yang

menguap berubah jadi es batu. Presipitasi

1. Awan mendung karena tidak ada matahari.

2. Hujan turun karena matahari yang menyinari awan menyebabkan awan mencair.

3. Hujan turun karena matahari yang menyinari awan menyebabkan awan mengembun.

4. Hujan turun karena panas matahari.

5. Hujan sama seperti peristiwa es batu yang mencair.

6. Hujan turun sama seperti peristiwa embun yang terkena panas lampu spirtus.

7. Hujan turun sama seperti peristiwa butiran-butiran hujan yang keluar dari es batu.

8. Awan menyimpan air seperti balon. 9. Hujan turun karena awan penuh.

10.Hujan terjadi dimulai dari proses penguapan.

11.Angin meniup gumpalan awan sehingga menjadi hujan. Infiltrasi

1. Air masuk ke dalam tanah karena diserap oleh tumbuhan lewat akar.

(9)

7 2. Air masuk ke dalam tanah karena diserap oleh tumbuhan lewat

aliran air.

3. Air masuk ke dalam aliran air dalam tanah lewat sungai. 4. Air masuk ke dalam aliran air dalam tanah lewat danau.

5. Air masuk ke dalam aliran air dalam tanah karena mengendap di danau.

6. Air mengalir dari laut ke sungai. Pembahasan

Wawancara dilakukan berdasarkan konsep pada peristiwa daur air, yaitu: evaporasi, kondensasi, presipitasi, dan infiltrasi untuk menggali konsepsi siswa tentang perubahan wujud benda tiap konsep tersebut. Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik Interview About Instances (IAI) (Osborne dan Gilbert, 1979), wawancara dirancang berdasarkan gambar peristiwa daur air. Gambar digunakan dalam wawancara agar membantu memvisualisasikan proses daur air kepada siswa pada tahap operasional konkret. Selain itu, bahasa ibu digunakan untuk membantu siswa dalam memahami pertanyaan dan menciptakan nuansa yang leluasa untuk siswa agar mengutarakan konsepsi mereka dengan lancar.

Siswa mendapatkan pengajaran tentang daur air 6 minggu sebelum pelaksanaan wawancara sehingga ingatan siswa diperkirakan baik untuk wawancara. Keseharian siswa di sekolah menggunakan Bahasa Indonesia dalam interaksi dengan guru terutama di saat jam pelajaran, sehingga pada awal wawancara masih terdapat kesan kaku dalam menjawab pertanyaan awal. Selanjutnya, perlu waktu untuk penyesuaian bahasa dalam tanya jawab.

Kejadian yang tidak diperkirakan muncul saat pelaksanaan wawancara, seperti: listrik padam, banyak nyamuk, kebisingan renovasi sekolah, kunjungan siswa kelas lain ke perpustakaan, dan siswa lain yang terluka mungkin mempengaruhi hasil wawancara.

Ditemukan sejumlah miskonsepsi yang kerap muncul. Miskonsepsi siswa paling banyak muncul terkait dengan konsep kondensasi. Siswa menganggap awan akan mengembun jika disinari oleh matahari (FL, NA, SS, PS, AR). Ada juga anggapan bahwa pengembunan sama seperti peristiwa es batu yang mencair (SU, DM, AI, PS FI, FL). Jadi, siswa menganggap penyebab kondensasi terjadi adalah matahari, karena matahari dianggap panas sehingga dapat dianalogikan sebagai penyebab es batu (awan) mencair yang nanti dianggap akan menghasilkan hujan (presipitasi).

Tidak hanya tentang kondensasi, tetapi juga tentang fenomena presipitasi ditemukan miskonsepsi hampir serupa. Kebanyakan siswa menganggap hujan seperti peristiwa es batu yang mencair (FL, FI, PS, FE, YU). Sebagian mereka menganggap hujan turun karena matahari yang menyinari awan sehingga menyebabkan awan mencair (FI, FL). Dengan demikian, terlihat bahwa siswa memandang perubahan wujud benda pada proses daur air pada ruang lingkup air membeku [awan berwujud padat seperti es batu (FL)] kemudian mencair. Hal ini konsisten dengan Henriques (2000) “Younger students tend to view the water cycle by focussing on the properties of water. They see the water cycle primarily in terms of freezing and melting.”

(10)

8 Ada siswa yang menganggap wujud air tidak mengalami perubahan pada proses penguapan (YU). Hal ini serupa dengan temuan Russel (1989) siswa pada rentang umur yang sama (10-11 tahun) menganggap air tidak mengalami perubahan wujud untuk berpindah menuju awan. Setelah itu, awan mengembun karena menampung banyak air (AR), karena awan penuh maka hujan turun (SU). Awan dianggap menyimpan air seperti balon (SU). Philips (Schaffer, 2013: 38) dengan temuan serupa, “Clouds are bags of water.” Jadi, siswa menganggap awan sebagai tempat penyimpanan air yang sewaktu-waktu akan penuh, kemudian tumpah menjadi hujan.

Perbedaan antara miskonsepsi siswa laki-laki dan perempuan terjadi di semua konsep daur air. Miskonsepsi siswa antar gender yang paling bertentangan ada pada konsep evaporasi. Saat hujan, matahari dianggap tidak ada oleh siswa laki-laki (YU), sedangkan siswa perempuan menganggap matahari merupakan faktor yang mempengaruhi hujan turun (AI).

Temizkan (2003) menemukan perbedaan gender mempengaruhi miskonsepsi siswa dalam konsep gaya dan gerak, walaupun hal tersebut tidak berlaku pada kategori active force dan resistance. Temuan tersebut sejalan dengan temuan peneliti yaitu terdapat perbedaan miskonsepsi antara siswa laki-laki dan perempuan. Namun, karena peneliti tidak membuat kategori rinci untuk setiap konsep daur air, ada kemungkinan bahwa miskonsepsi pada kategori tertentu tidak dipengaruhi oleh perbedaan gender.

Perbedaan miskonsepsi siswa antarkelompok tingkat pengetahuan juga terjadi di semua konsep daur air. Perbedaan miskonsepsi siswa antarkelompok tingkat pengetahuan paling bervariasi pada konsep evaporasi. Pada konsep evaporasi, siswa kelompok tingkat pengetahuan tinggi mengalami miskonsepsi mengenai penyebab penguapan (AR); siswa kelompok tingkat pengetahuan sedang mengalami miskonsepsi tentang perubahan wujud air (YU); sedangkan siswa kelompok tingkat pengetahuan rendah mengalami miskonsepsi mengenai hasil penguapan (DM).

Eryılmaz dan Tatlı dalam Temizkan (2003) menemukan siswa dengan tingkat pengetahuan tinggi mengalami lebih sedikit miskonsepsi. Dalam hal ini, terdapat sedikit perbedaan dengan temuan peneliti. Jika dilihat dari frekuensi miskonsepsi siswa di semua konsep daur air secara keseluruhan, siswa kelompok tingkat pengetahuan tinggi memang mengalami miskonsepsi lebih sedikit dibandingkan dengan siswa kelompok tingkat pengetahuan rendah. Tetapi, bila dibandingkan dengan siswa kelompok tingkat pengetahuan sedang, siswa kelompok tingkat pengetahuan tinggi mengalami miskonsepsi lebih banyak. Perbedaan temuan ini diduga karena faktor-faktor yang belum dikontrol dalam penelitian ini, seperti: sikap siswa, kondisi sosial dan ekonomi keluarga, atau lingkungan sehingga mempengaruhi miskonsepsi siswa.

Pada umumnya, penelitian semacam ini menggunakan wawancara sebagai cara mengumpulkan data. Osborne dan Cosgrove (1983) menggunakan teknik Clinical Interview dalam menggali konsepsi siswa 8-17 tahun tentang perubahan wujud air, yang dimodifikasi dengan teknik Interview About Instances yang dikenal dengan teknik Interview About Events (IAE) (Osborne, 1980; Cosgrove dan Osborne, 1981). Konsep yang diteliti terkait dengan perubahan wujud air, yaitu: menguap, mengembun, mendidih, dan mencair.

(11)

9 Schibeci, Fetherstonhaugh dan Griffin (1993) menggunakan teknik Interview About Instances dalam menggali konsepsi 715 siswa pada kelas 9 dan 10 dengan fokus pada fenomena yang lebih spesifik, misalnya sebuah diagram menunjukkan ada air di danau pada musim hujan, kemudian di danau yang sama pada musim panas tidak ada air. Setelah itu, siswa akan ditanya mengapa tidak ada air di danau saat musim panas? Ke manakah airnya pergi? Selanjutnya, kuesioner dibuat berdasarkan hasil wawancara, terakhir, dilakukan tes kepada siswa berbentuk 20 soal pilihan ganda.

Ben-zvi-Assarf dan Orion (2005) menggunakan lima (5) tipe alat pengumpul data dalam menggali miskonsepsi sekitar 1000 siswa kelas 7-9. “Five types of research tools were used in this study: Likert type questionnaires, open questions, drawings, word associations, and interviews.” Hasil penelitian tersebut menunjukkan, “Most of the sample population studied were aware of the atmospheric part of the water cycle, but ignored its groundwater part.” Kebanyakan siswa sadar akan proses yang terjadi di atmosfer, hal ini karena siswa cenderung peka dengan peristiwa yang dialami mereka sehari-hari seperti hujan. Temuan ini juga konsisten dengan temuan peneliti walaupun dengan sampel jauh lebih sedikit (12 siswa). Tidak banyak siswa mengungkapkan konsepsi mereka mengenai konsep infiltrasi. Hal ini karena materi yang diajarkan untuk siswa kelas V pada materi daur air belum mencakup konsep infiltrasi, sehingga konsepsi yang disampaikan siswa masih sebatas pemikirannya sendiri. Siswa cenderung menyampaikan konsepsi berdasarkan pelajaran yang diperoleh.

Penelitian miskonsepsi siswa tentang konsep daur air (Ben-zvi-Assarf dan Orion, 2005) dan perubahan wujud air (Osborne dan Cosgrove, 1983) adalah hal yang berbeda dari segi konsep yang diteliti. Sedangkan Schibeci, Fetherstonhaugh dan Griffin (1993) berfokus pada fenomena yang ada di kehidupan sehari-hari kemudian dibahas dengan konsep daur air dan perubahan wujud benda. Perbedaan yang ada dalam penelitian sekarang adalah berfokus pada konsep perubahan wujud benda yang ada pada peristiwa daur air. Perubahan wujud benda yang dimaksud adalah bagaimana wujud air yang semula cair pada proses penguapan dari laut kemudian dapat kembali lagi menjadi air yang berwujud cair ke laut.

Penelitian ini hanya menggali miskonsepsi siswa tentang perubahan wujud benda pada peristiwa daur air secara umum sehingga menjadi sebuah keterbatasan. Selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian serupa untuk menggali miskonsepsi siswa tentang perubahan wujud benda pada peristiwa daur air di tiap konsep secara mendalam agar miskonsepsi siswa tiap konsep daur air tentang perubahan wujud benda dapat digali.

Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan langsung atau dengan penyesuaian instrumen untuk penelitian selanjutnya tentang perubahan wujud benda pada peristiwa daur air. Penelitian selanjutnya disarankan untuk mengembangkan instrumen baik dengan modifikasi dalam segi bahasa ibu maupun teknik wawancara yang hendak digunakan, sehingga diharapkan model wawancara dengan bahasa ibu untuk siswa kelas rendah dapat digunakan dalam menggali miskonsepsi siswa.

(12)

10 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Bentuk miskonsepsi siswa tentang perubahan wujud benda dalam peristiwa daur air, yang ditemukan adalah:

a. Penguapan diartikan sama seperti peristiwa es batu yang mencair sehingga penguapan terjadi hanya jika matahari bersinar. Penguapan tidak berupa perubahan wujud dari cair ke uap. Penguapan terjadi karena uap air yang masuk ke dalam air. Mereka juga mengatakan bahwa hujan merupakan sumber air bagi laut. Gelombang air laut terjadi karena penguapan.

b. Awan dianggap padat seperti es batu akan mencair bila disinari oleh matahari atau karena petir.

c. Hujan terjadi karena ada penguapan sehingga langit penuh dengan awan. Matahari yang menyinari awan menyebabkan awan mengembun/mencair. Awan dipandang seperti balon yang menyimpan air.

d. Air masuk ke dalam tanah karena diserap oleh tumbuhan melalui akar. Kemudian, air masuk ke dalam tanah lewat sungai/danau. Air mengalir dari laut ke sungai.

2. Terdapat perbedaan miskonsepsi siswa menurut gender. Frekuensi miskonsepsi yang muncul pada siswa laki-laki lebih sedikit dibandingkan dengan siswa perempuan. Hanya pada konsep evaporasi, frekuensi miskonsepsi yang muncul pada siswa laki-laki 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan siswa perempuan. 3. Terdapat perbedaan miskonsepsi siswa menurut tingkat pengetahuan yang telah dicapai. Perbedaan miskonsepsi siswa antarkelompok tingkat pengetahuan paling bervariasi pada konsep evaporasi. Pada konsep evaporasi, siswa kelompok tingkat pengetahuan tinggi mengalami miskonsepsi mengenai penyebab penguapan; siswa kelompok tingkat pengetahuan sedang mengalami miskonsepsi tentang perubahan wujud air; sedangkan siswa kelompok tingkat pengetahuan rendah mengalami miskonsepsi mengenai hasil penguapan.

Saran

Disarankan dilakukan pengembangan instrumen Interview About Instances yang lebih bernuansa lokal perlu dilakukan/dibuat sehingga cocok dengan latar belakang responden. Disarankan juga penelitian lanjutan yang diarahkan untuk konsepsi-konsepsi IPA SD yang lain. Penelitian yang mencakup responden yang lebih banyak untuk keperluan generalisasi temuan, ini juga baik jika dilakukan. DAFTAR RUJUKAN

Azwar, Azrul dan Prihartono, Joedo. (2014). Metode Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Batam: Binarupa Aksara.

Bar, Varda. (1989). Children’s Views about the Water Cycle. Science Education. 73 (4): hal. 481-500 (1989). DOI: 10.1002/sce.3730730409.

Baysen, Engin dan Baysen, Fatma. (2013). Turkish Prospective Kindergarten Teachers’ Conceptions Concerning some Selected Atmospheric Events. International Journal of Elementary Education. 2 (5): hal. 32-37. DOI: 10.11648/j.ijeedu.20130205.11.

(13)

11 Ben-zvi-Assarf, Orit dan Orion, Nir. (2005). A Study of Junior High Students’

Perceptions of the Water Cycle. Journal of Geoscience Education. 53 (4): hal. 366-373.

Best, John W. (1981). Research in Education. (Fourth Edition). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Best, John W dan Kahn, James V. (2006). Research in Education. (Tenth Edition). Boston: Pearson Education Inc. (Online).

(https://www.academia.edu/5382594/Research_in_Education_Tenth_Edition _, dikunjungi tanggal 16 Maret 2015).

Burhanuddin. (2010). Miskonsepsi dalam Pelajaran Fisika: Sebuah Rangkuman Meta-Etnografi Skripsi-skripsi Penelitian Mahasiswa Pendidikan Fisika FKIP Untan 2007-2009. Pontianak: Skripsi. FKIP Untan.

Cardak, Osman. (2009). Science Students’ Misconceptions of the Water Cycle According to their Drawings. Journal of Applied Sciences.9 (5): hal. 865-873. DOI: 10.3923/jas.2009.865.865-873.

Carney, Russell N., dan Joel R. Levin. (2002). Pictorial illustrations still improve students' learning from text. Educational psychology review. 14 (1): 5-26. DOI: 10.1023/A:1013176309260.

Henriques, Laura. (2000). Children's misconceptions about weather: A review of the literature. Paper presented at the annual meeting of the National Association of Research in Science Teaching, New Orleans, LA, April 29, 2000. (Online). (http://web.csulb.edu/~lhenriqu/NARST2000.htm,

dikunjungi tanggal 10 Januari 2016).

Nawawi, Hadari. (2012). Metode Penelitian Bidang Sosial. (Cetakan ke-13). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus: What 15-year-olds know and what they can do with what they know.(Online).

(http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf, dikunjungi tanggal 10 Maret 2015).

Oliveira, Alandeom W., et al. (2013). Teaching Science through Pictorial Models during Read-Alouds. Journal of Science Teacher Education. 24 (2): hal. 367-389. (Online). (http://link.springer.com/article/012-9289-9#page-1, dikunjungi tanggal 8 April 2015). DOI: 10.1007/s10972-012-9289-9.

Osborne, Roger J. dan Gilbert, John K. (1979). Investigating Student Understanding of Basic Physics Concepts Using an Interview-About- Instances Technique. Research in Science Education. 9 (1): hal. 85-93. DOI: 10.1007/BF02359147.

(14)

12 Osborne, Roger J. dan Cosgrove, Mark M. (1983). Children’s Conceptions of the

Changes of State of Water. Journal of Research in Science Teaching. 20 (9): hal. 825-838. DOI: 10.1002/tea.3660200905.

Russell, Terry, Harlen, Wynne & Watt, Dot. (1989). Children's ideas about

evaporation, International Journal of Science Education. 11 (5): hal. 566-576, DOI: 10.1080/0950069890110508.

Schaffer, Dannah Lynn. (2003). The Development and Validation of a Three-Tier Diagnostic Test Measuring Pre-Service Elementary Education and Secondary Science Teachers’ Understanding of the Water Cycle.

Missouri: Disertasi. The Faculty of the Graduate School University of Missouri.

Schibeci, R. A., Fetherstonhaugh, A., & Griffin, S. (1993). Conceptions of Water-Related Phenomena. Research in Science Education. 23 (1): hal. 259-265. DOI: 10.1007/BF02357069.

Shepardson, Daniel P., Wee, Bryan, Priddy, Michelle, Schellenberger, Lauren & Harbor, Jon. (2009). Water Transformation and Storage in the Mountains and at the Coast: Midwest students’ disconnected conceptions of the hydrologic cycle. International Journal of Science Education. 31 (11): 1447-1471, DOI: 10.1080/09500690802061709.

Suparno, Paul. (2013). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. (Cetakan ke-2). Jakarta: Grasindo.

Sutrisno, Leo. (2007). Remediation of Weaknesses of Physics Concepts. Pontianak: Untan Press.

Sutrisno, Leo, Hery Kresnadi, & Kartono. (2007). Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: PJJ S1 PGSD.

Temizkan, Derya. (2003). The Effects of Gender on Different Categories of Students’ Misconceptions About Force and Motion. Ankara: Tesis. Department of Secondary Science and Mathematics Education Middle East Technical University.

UNESCO Bangkok. (2005). First Language First: Community-based Literacy Programmes for Minority Language Contexts in Asia. (Online).

(http://unesdoc.unesco.org/images/0014/001402/140280e.pdf, dikunjungi tanggal 14 Oktober 2015).

UNESCO Bangkok. (2008). Improving the Quality of Mother Tongue-based Literacy and Learning. (Online).

(http://unesdoc.unesco.org/images/0017/001777/177738e.pdf, dikunjungi tanggal 20 Maret 2015).

UNESCO. (2012). World Data on Education: Finland. (Online).

(http://www.ibe.unesco.org/fileadmin/user_upload/Publications/WDE/2010/ pdf-versions/Finland.pdf, dikunjungi 20 Maret 2015).

Gambar

Gambar 1 Estimasi populasi negara-negara yang memiliki akses pendidikan  dalam bahasa ibu di Asia Timur, Selatan, dan Tenggara (Kosonen  dalam UNESCO Bangkok, 2005: 3)

Referensi

Dokumen terkait

Jika ada form yang belum diisi, maka sistem akan memberitahukan anda ketika tombol Lanjut diKlik... Input Riwayat

Berdasarkan pengujian dan analisis yang dilakukan terhahadap kinerja keuangan perusahaan antara lain kinerja likuiditas, kinerja aktifitas, kinerja solvabilitas,

Pasal tersebut menjadi dasar daripada adanya Perdana Mentri dalam system Pemerintahan NKRI ini, hal ini menjadi kontradiktif dengan Bentuk Negara yang ada didalam Pasal 1 UUDS 1950

Apabila kita menggunakan teori Kelsen untuk menjelaskan pengertian Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum0, bukan berarti pandangan Kelsen

Dampak perubahan status peserta pensiun terhadap penerapan sistem pencatatan akuntansi dana pensiun pada PT Taspen (Persero) KCU Surabaya adalah pencatatan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kandungan nitrogen tajuk, tetapi jenis legum berpengaruh

Pemodelan Hybrid (ARIMA dan Neural Network ) dilakukan karena pada data curah hujan selain terdapat pola linier dapat juga terdapat pola non linier sehingga

Dari beberapa orientasi dan tujuan yang telah dipaparkan di atas, maka proses pembelajaran bahasa Arab pada hakikatnya dapat disimpulkan paling tidak menjadi dua macam