• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bagian I PENDAHULUAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

Bagian I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Gereja adalah tempat yang bisa memberikan setiap orang dapat menerima didikan rohani yang sesuai dengan apa yang tercantum dalam Alkitab. Menurut KBBI, gereja adalah gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama Kristen, dan atau badan organisasi umat Kristen yang memiliki satu kepercayaan, ajaran dan tata cara ibadah. Dari pengertian kedua, gereja adalah organisasi, maka orang-orang yang mengatur gereja memiliki suatu wewenang dalam mengatur kehidupan bergereja karena di dalam gereja tidak hanya pendeta, tetapi ada majelis dan jemaat. Gereja adalah pedoman belajar rohani bagi setiap orang yang berada di dalamnya. Untuk itu, struktur dalam gereja adalah struktur yang melayani anggota-anggota gereja dalam rangka keterlibatan mereka, karena kepemimpinan gereja pada hakekatnya adalah kepemimpinan pelayanan.1 Dalam bahasa inggris, kata gereja adalah Church yang berasal dari bahasa Kuriakon yang berarti “Milik Tuhan”. Kata ini biasa digunakan untuk menunjukkan hal-hal lainnya seperti tempat, orang-orang, atau denominasi yang menjadi milik Tuhan.2

Yang menjadi dasar gereja adalah umat dan atau persekutuan serta orang-orang yang berada di dalamnya. Oleh karena itu tujuan dari gereja adalah pertumbuhan hidup rohani orang Kristen secara pribadi. Pertumbuhan dan kedewasaan hidup rohani orang Kristen secara pribadi adalah dasar pertumbuhan gereja. Pertumbuhan gereja harus dimulai dari kualitas hidup rohani.3 Sehingga, setiap pribadi yang menjadi bagian dari gereja mendapat perhatian khusus agar mampu menjadi pribadi yang bertumbuh di dalam Yesus Kristus. Gereja hadir sebagai “gereja yang mendidik”. Berkaitan

1

Widi Artanto, Gereja dan Misi-NYA: Mewujudkan Kehadiran Gereja dan Misi-Nya di Indonesia

(Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia, 2016), 17.

2 Charles C Ryrie, Teologi Dasar: Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab ( Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1986), 143.

(2)

2

dengan pembinaan rohani, maka gereja perlu melakukan pendidikan agama Kristen (PAK). Sebagaimana pandangan Miller bahwa PAK di gereja merupakan suatu pelayanan yang berdiri di atas tradisi Kristen.

Gereja memiliki kurang lebih enam fungsi yakni pertama, gereja adalah persekutuan yang beribadah. Orang belajar beribadah dengan mengambil bagian dalam kebaktian. Kedua, gereja adalah persekutuan yang menebus. Artinya, kebutuhan dasar para anggotanya terpenuhi dan hubungan yang terputus dapat dipersatukan serta disembuhkan kembali. Ketiga, gereja sebagai persekutuan belajar-mengajar. Gereja menyediakan kesempatan belajar bagi orang dengan segala kategori usia. Dalam gereja, orang mencari jawaban dari injil terhadap pertanyaan yang ditimbulkan oleh pengalaman hidup. Keempat, gereja adalah persekutuan yang peduli akan kebutuhhan orang lain terutama yang sakit, miskin, lemah, dan kesepian. Gereja berusaha melayani siapa pun, khususnya yang paling hina dan lemah. Kelima, gereja adalah persekutuan yang ingin membagikan iman kepada orang yang belum menerima kabar baik. Keenam, gereja adalah persekutuan yang bekerja sama dengan kelompok lain, baik kelompok yang berbeda agama, sosial dll. 4

Berbicara mengenai tugas gereja khususnya Pendidikan Agama Kristen, maka penulis melakukan penelitian di salah satu gereja, yakni GMIT Imanuel Kefamnanu. Kefamnanu adalah ibu kota Kabupaten Timor Tengah Utara dan salah satu kabupaten di Propinsi NTT. Gereja Imanuel terletak di Kota kefamnanu yang sering disebut sebagai Kota “SARI – Sehat, Aman, Rindang dan Indah”. Gereja Imanuel berada di Kota Kefamnanu. Secara geografi, GMIT Imanuel berada di tengah kota.

Hal ini diteliti karena adanya penggabungan dalam pendidikan agama kristen terhadap anak usia batita-remaja. Pola pikir anak pada usia remaja, biasanya sudah mulai bersifat kritis, sehingga memunculkan gap pola pikir dengan anak-anak usia batita, balita, masa kanak-kanak awal-akhir dan remaja. Gereja mengadakan pendidikan khusus terhadap anak usia remaja. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Dien Sumiyatiningsih yakni

4

Dien Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik: Buku Pegangan Untuk Mengajar Pendidikan Agama Kristen (Yogyakarta: ANDI, 2006), 27-29.

(3)

3

gereja seharusnya memiliki pendidikan khusus terhadap para remaja karena pada usia-usia seperti itu adalah usia yang sensitif, dan pada usia ini antara 13-17 tahun, anak memasuki tahapan kematangan intelek. Anak remaja mulai mampu berpikir jauh melebihi dunia nyata dan keyakinannya sendiri, yaitu memasuki dunia ide-ide. Tahap ini merupakan awal berpikir hipotesis-deduktif yang merupakan cara berpikir ilmiah.5

Selain itu dalam tahap ini, anak remaja didorong oleh spiritualitas diri mereka untuk menemukan identitas diri, sehingga gereja berperan penting dalam usia ini. Sesuai dengan perkembangan ego, remaja berada dalam situasi pencarian identitas diri. Di satu sisi, remaja ingin memiliki identitas pribadi yang meliputi identitas dalam seksualitas, pekerjaan/panggilan, dan sosial. Di sisi lain, remaja juga ingin menyisihkan rasa kekaburan identitasnya. Dengan begitu mereka mulai dan ingin belajar berbagai peran yang lebih khusus. Mereka belajar dalam peran dan mencari peran mana yang sesuai dengan pribadi mereka dan diintegrasikan menjadi identitas yang konsisten.6

Gereja memiliki peran penting dalam usia remaja ini, namun dalam jemaat GMIT Imanuel Kefamnanu, nyatanya masih terdapat masa transisi antara Pasca-Sekolah Minggu dan Pra-Katekisasi. Kelihatannya dalam gereja tersebut tidak ada perhatian terhadap anak pada masa Pasca-Sekolah Minggu dan Pra-Katekisasi karena anak sudah berumur 13 tahun, kebanyakan orang tua menyuruh anaknya untuk ke sekolah minggu. Sementara itu, remaja sendiri merasa bahwa dirinya sudah tidak cocok dengan komisi sekolah minggu. Secara biologis remaja juga memasuki tahap perkembangan dalam masa pubertas sehingga dalam pikiran mereka tidak selayaknya mengikuti sekolah minggu. Di sisi lain, mereka sudah hidup dalam masyarakat yang lebih realistis. Sementara itu, dalam sekolah minggu pengajarannya lebih kepada cerita-cerita mitos dalam Alkitab dan pengenalan tokoh-tokoh Alkitab, dll.

Kondisi di atas membuat pembinaan rohani di GMIT Imanuel Kefamnanu menjadi kurang efektif karena GMIT Imanuel Kefamnanu menggabungkan

5

Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik, 26. 6 Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik, 127.

(4)

4

anak usia batita-remaja dalam satu komisi dengan pengajaran yang sama. Sementara itu anak dengan usia 6-12 menyebutnya sebagai masa pembentukan kebiasaan dorongan berprestasi yang cenderung menetap sampai dewasa sehingga masa ini disebut sebagai masa kritis dalam dorongan berprestasi. Elizabeth B. Hurlock adalah seorang psikolog menyebut masa ini sebagai usia berkelompok karena anak ingin diterima oleh teman-teman sebayanya sebagai anggota kelompok dan saat anak ingin menyesuaikan diri dengan standar kelompok dalam penampilan, berbicara dan perilaku.7

II. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran gereja dalam pendidikan agama kristen terhadap anak remaja yang memasuki masa transisi antara pasca sekolah minggu dan pra-katekisasi di GMIT Imanuel Kefamenanu, TTU?

III. Tujuan Penelitian

Dalam penelitan ini yang menjadi tujuan penelitian adalah

1. Mendeskripsikan pendidikan agama kristen bagi anak remaja yang memasuki masa transisi antara pasca sekolah minggu dan pra-katekisasi di GMIT Imanuel Kefamenanu, TTU.

IV. Manfaat Penelitian

Adapun dari hasil pra-penelitian penulis mengkritisi program gereja dalam proses belajar mengajar pada komisi PAR (Pendidikan Anak dan Remaja).Yang menjadi persoalan adalah proses belajar anak usia batita dan remaja digabung menjadi satu sedangkan berdasarkan psikologi perkembangan anak, pemahaman anak usia batita sampai remaja sudah jauh berbeda dan hal ini membuat proses belajar menjadi kurang efektif. Oleh karena itu penulis menawarkan psikologi perkembangan sebagai model pembelajaran sehingga ada pemb edaan antara anak usia batita dan remaja seperti membuka 1 komisi khusus remaja dengan proses pembelajaran, pembinaan dan pedidikan yang relevan dengan anak usia batita maupun remaja yang berbasis kategoril.

7

Christiana Hari Soetjiningsih, Spikologi Perkembangan: Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak-Kanak Akhir (Jakarta: PRENADA, 2012), 248.

(5)

5

V. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengambilan data dengan cara “Observasi” dan “Wawancara”. Alasan penulis memilih metode observasi agar penulis dapat memahami konsteks situasi sosial, pengalaman langsung, mendapatkan informasi tambahan serta mendapatkan kesan pribadi. Alasan penulis memilih metode wawancara karena penulis akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi.

VI. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis akan membaginya dalam lima bab. Bab pertama memaparkan latar belakang masalah yang akan diteliti oleh peneliti berdasarkan rumusan dan tujuan penelitian serta metode penelitian yang akan digunakan, tempat/lokasi, informan dan sumbangan penelitian. Bab kedua memaparkan terdiri dari teori “Psikologi Perkembangan” dan teori identitas lainnya sebagai teori pendukung yang akan digunakan oleh peneliti. Bab ketiga memaparkan hasil penelitian. Bab keempat memaparkan tentang analisis terhadap hasil penelitian dengan teori-teori pendukung. Bab kelima memaparkan kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirobil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis

Dayah Darul Hijrah adalah sebuah lembaga pendidikan pesantren yang menerapkan kurikulum terpadu antara kurikulum pesantren modern, salafi dan kurikulum Dinas Pendidikan

Dari hasil kuesioner, menunjukkan bahwa secara umum masyarakat Duri Kepa membuang sampah secara rutin yang berarti mereka sebenarnya mengerti bahwa sampah sebaiknya segera

(2) Dalam hal penyelenggaraan statistik sektoral tersebut dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah yang bersangkutan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Dalam penelitian ini akan digunakan metode MAR dengan pendekatan algoritma Expectation-Maximization (EM) sebagai metode untuk mengestimasi parameter dengan studi kasus pada

Perencanaan evaluasi pembelajaran yang telah dilaksanakan yang meliputi kualitas butir soal, kualitas hasil belajar, kualitas waktu dalam perencanaan dan Kriteria

Terjadi peningkatan nilai rasio cabang sungai ke arah hilir pada DAS Cihejo, sementara itu terjadi penurunan pada ketiga DAS yang lain.. Peningkatan R b ke arah hilir

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Quarniasih (2017) dengan judul “ Efektivitas Effelurage Massase Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Persalinan Kala