• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan salah satu persoalan penting itu adalah pengisian jabatan-jabatan. Secara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan salah satu persoalan penting itu adalah pengisian jabatan-jabatan. Secara"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 Dalam hukum tata negara, konsep jabatan merupakan isu yang penting dan salah satu persoalan penting itu adalah pengisian jabatan-jabatan. Secara umum dikenal dalam konsep hukum dikenal ada dua jenis jabatan, yaitu jabatan yang bersifat politis dan jabatan negeri. Dikatakan oleh Jimly Asshiddiqie, jabatan politik diisi dengan prosedur politik (political appointment), sedangkan jabatan administratif diisi menurut prosedur teknis administratif.1 Prosedur politik biasanya dilakukan dengan cara pemilihan maupun pengangkatan yang dilakukan atas dasar politik. Dalam konteks daerah, Kacung Marijan mencatat bahwa sebelumnya pejabat-pejabat di daerah merupakan tunjukan dari pusat, setelah adanya kebijakan desentralisasi, pejabat-pejabat daerah didasarkan atas pemilihan.2 Pejabat daerah dimaksud adalah gubernur, bupati dan wali kota sebagai jabatan-jabatan politik. Landasan konstitusional pengisian jabatan kepala daerah adalah Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa, gubernur, bupati dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.3 Frase “dipilih secara demokratis” tidak harus diartikan dipilih

1

Jimly Asshiddiqie, 2008, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT. Buana Indah Populer, Jakarta, hlm. 750

2

Kacung Marijan, 2006, Demokratisasi di Daerah : Pelajaran dari Pilkada Secara Langsung,

Pustaka Eureka dan Pusat Studi Demokrasi dan HAM (PusDeHAM), Surabaya, hlm. 25, dipetik oleh Ni’Matul Huda, 2011, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, FH UII Press Yogjakarta, hlm. 189

3

(2)

secara langsung, tetapi secara tidak langsung pun dapat diartikan demokratis, sepanjang prosesnya demokratis.4

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menentukan bahwa kepala daerah dipilih secara langsung. Keputusan pembuat undang-undang memilih cara pemilihan secara langsung oleh rakyat di daerah dimaksudkan untuk dapat melahirkan kepala daerah yang legitimate. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan sebuah kompetisi dalam konteks demokrasi lokal yang berpotensi melahirkan konflik bahkan sengketa yang penyelesaiannya dilakukan dengan jalur hukum yang tersedia.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa perselisahan hasil pemilukada merupakan kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memerikasa dan mengadilinya.5 Hal itu merupakan konsekuensi dari pemilihan kepala daerah dimasukan dalam rezim pemilu. Karena masuk dalam rezim hukum pemilu, maka sesuai Pasal 24C UUD NRI 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa untuk tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final mengenai perselisihan hasil pemilu.

4

Ni’Matul Huda, Op.Cit., hlm.190

5

Lihat Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844. Pasal 236C

(3)

Sejak MK mulai beroperasi dengan kewenangnya pada tahun 2008 sampai dengan 30 Juni 2012, sengketa pemilukada yang masuk di MK berjumlah 568 perkara dengan rincian 56 perkara dikabulkan, 338 perkara perkara ditolak, 114 perkara tidak dapat diterima, dan 15 perkara ditarik kembali, 1 perkara dinyatakan gugur.6 Putusan MK adalah bersifat final, yakni putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding)7. Artinya tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan atas putusan MK. Putusan MK dalam pelaksanaannya tidaklah selalu mulus, Maruarar Siahaan8 menunjukan bentuk-bentuk perlawanan terhadap putusan MK, yaitu dalam bentuk-bentuk pengabaian (ignore), serangan balik (strike back) dalam bentuk pencarian forum lain untuk berupaya menguji kembali putusan MK yang telah final dan mengikat, akan sangat mempengaruhi implementasi putusan tersebut secara efektif dan efesien. Perlawanan tersebut bukan saja dilakukan oleh peserta pemilukada tetapi juga dilakukan oleh lembaga penyelenggara yang semestinya netral.

Salah satu putusan MK yang kontroversial adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/PHPU.D-VIII/2010 tanggal 7 Juli 2010 tentang

6

www.mahkamahkonstitusi.go.id Rekapitulasi Perkara PHPU 2008 sampai dengan April 2013

diakses pada tanggal 28 April 2013, dapat diakses di http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.RekapPHPUD

7

Lihat Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226.

8

Maruarar Siahaan, Implementasi Putusan No. 27/PHPU.D-VIII/2010 Mengenai Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Lamongan, Jurnal Konstitusi, Volume 8 Nomor 1, Februari 2011, hlm. 4

(4)

perselisihan hasil Pemilukada Kotawaringin Barat. Putusan MK tersebut langsung menetapkan pemenang yaitu atas nama Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih.9 Pemilukada Kotawaringin Barat hanya diikuti dua pasangan calon yaitu nomor urut 1 (satu) atas nama H. Sugianto dan H. Eko Soemarno, nomor urut 2 (dua) atas nama Dr. H. Ujang Iskandar, S.T, M.Si dan Bambang Purwanto, S.ST. Salah satu pasangan calon telah didiskualifikasi oleh MK sehingga yang tersisa hanya satu pasangan calon dan tidak mungkin dilakukan pemilukada ulang, sehingga Mahkamah Konsitusi perlu langsung menetapkan pemenang.10 Beberapa pakar, akademisi, dan praktisi hukum berpendapat, didiskualifikasinya pasangan calon kepala daerah, apalagi penetapan calon terpilih, bukanlah wewenang MK. Jika dilakukan, MK telah melampaui kewenangannya.11 Noorwahidah menyebutkan beberapa pakar yang berpendapat demikian tersebut di antaranya adalah mantan Hakim MK, H.A.S Natabaya, Peneliti senior dari Cetro yang juga pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, dan Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Rizky Argama.12

Kontroversi putusan MK tersebut berdampak pada proses pelaksanaannya oleh KPU Kotawaringin Barat. KPU Kotawaringin Barat dengan tegas menolak melaksanakan amar Putusan MK yang memerintahkan KPU Kotawaringin Barat menerbitkan Surat Keputusan (SK) Penetapan

9

Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor: 45/PHPU.D-VIII/2010, tanggal 7 Juli 2010,hlm.193-194

10

Lihat Pertimbangan Hukum Hakim, [3.30],Ibid., hlm. 192

11

Noorwahidah, Sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat (Analisis Putusan MK No.45/PHPU.D-VIII/2010 dari Perspektif Hukum Negara dan Hukum Islam), Jurnal Konstitusi, Volume 8 Nomor 1, Februari 2011, hlm.27

12 Ibid

(5)

Pasangan Calon Nomor Urut 2 (dua) atas nama Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih,13 kemudian KPU Kotawaringin Barat menyerahkan putusan MK dan Berita Acara Pleno kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotawaringin Barat untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangnnya.

Penolakan oleh KPU Kotawaringin Barat tersebut dinilai oleh Panwaslu telah melanggar batas waktu yang telah ditentukan, yaitu paling lambat 3 (tiga) hari setelah adanya putusan MK, putusan MK harus dilaksanakan. Menyikapi hal tersebut KPU menugaskan KPU Provinsi untuk dapat mengambil opsi pengambilalihan rapat pleno penetapan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat, menjadi tugas dan wewenang rapat pleno KPU Provinsi Kalimantan Tengah untuk menindaklanjuti Putusan MK R.I. No. 45/PHPU.D-VIII/2010, sesuai Surat KPU No.20/KPU/I/2011.14 Berdasarkan penetapan KPU Provinsi Kalimantan Tengah untuk melaksanakan putusan MK, Menteri Dalam Negeri melaksanakan pengesahan pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati definitif Kotawaringin Barat.

Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pengesahan pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat diuji oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta karena dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang

13

Ahmad Pebriandi, Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat (Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :45/PHPU.D-VIII/2010), Skripsi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta,2011, ,hlm 124

14

Lihat Eksepsi Tergugat II Intervensidalam Perkara Nomor : 153/G/2011/PTUN-JKT, tanggal 21 Maret 2012, hlm.69

(6)

baik. Gugatan diajukan oleh H. Sugianto Sabran dan Eko Soemarno sebagai penggugat, Menteri Dalam Negeri sebagai tergugat, Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto sebagai para tergugat II (dua) intervensi. Pengujian Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pengesahan Pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat dikabulkan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Amar Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 153/G/2011/PTUN-JKT yang dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal 21 Maret 2012 menyatakan batal :

a. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor : 131.62-584 Tahun 2011, tanggal 8 Agustus 2011 tentang Pemberhentian Pejabat Bupati Kotawaringin Barat dan Pengesahan Pengangkatan Bupati Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah.

b. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor : 132.62-585 Tahun 2011, tanggal 8 Agustus 2011 tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Kotawaringin Barat Provinsi KalimantanTengah.15

Adapun ketentuan yang dijadikan landasan pengujian Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut di atas adalah Pasal 109 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 junctis Pasal 99 dan Pasal 100 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008.

15

(7)

Berdasarkan ketentuan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menyatakan bahwa usul pengesahan adalah dilengkapi berita acara dan berkas pemilihan, oleh karenanya berdasarkan logika hukum (legal reasoning), pengesahan pengangkatan kepala daerah ada sebuah proses penelitian “berita acara dan berkas pemilihan”, konsekuensinya Menteri Dalam Negeri ada kewenangan hukum untuk menerbitkan atau tidak mengenai pengesahan pengangkatan kepala daerah.16 Selain bersandar pada ketentuan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta juga mempertimbangkan bahwa terdapat fakta dan dugaan yang mengarah pada putusan MK dijatuhkan berdasarkan fakta-fakta yang tidak benar yakni adanya kesaksian palsu.17 Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut Majelis Hakim berkesimpulan:

Bahwa penerbitan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 8 Agustus 2011 tentang pemberhentian Pejabat Bupati Kotawaringin Barat dan pengesahan pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah dari aspek prosedur maupun substansi adalah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2) juncto ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 99 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, khususnya melanggar asas-asas kecermatan.18

Putusan PTUN Jakarta di atas berakhir di Mahkamah Agung (MA). Putusan Mahkamah Agung Nomor 452/K/TUN/2012 pada tanggal 23 Januari 2013 menolak permohonan kasasi baik dari pihak Menteri Dalam Negeri

16 Ibid., hlm.101 17 Ibid., hlm.105 18 Ibid

(8)

maupun Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto.19 Putusan tersebut menarik untuk dikaji lebih jauh, karena Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pengesahan pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat merupakan pelaksanaan putusan MK yang langsung menetapkan pemenang. Putusan MK inilah yang ditolak oleh KPU Kotawaringin Barat dan DPRD Kotawaringin Barat yang berakibat tidak terpenuhinya syarat-syarat pengesahan pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati terpilih Kotawaringin Barat yakni tidak adanya usul dari DPRD Kotawaringin Barat.20 Tidak dipenuhinya syarat dimaksud menjadi alasan untuk mempersoalkan keabsahan Keputusan Menteri Dalam Negeri di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Keputusan menteri dalam negeri terkait tentang pengesahan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dapat dikategorikan sebagai keputusan tata usaha negara (KTUN). Meskipun demikian, para ahli hukum belum ada persesuaian pendapat terkait tentang keputusan tersebut merupakan objek sengketa di pengadilan tata usaha negara (PTUN) atau tidak. Pendapat yang menyatakan bahwa keputusan tersebut sebagai objek sengketa tata usaha negara adalah H.A.S Natabaya dalam keterangannya sabagai ahli dari pihak pelawan dalam sengketa perlawanan terhadap Dismissal Prosedur Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta

19

Lihat www.metronews.com MA Batalkan Surat Keputusan Pengangkatan Bupati Kotawaringin

Barat, tanggal 22/04/13 dapat diakses di

http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/04/22/1/148579/MA-Batalkan-SK-Pengangkatan-Bupati-Kotawaringin-Barat

20

Meskipun ada usul DPRD Kobar, tetapi substansi yang diusulkan tidak sesuai dengan Putusan MK No. 45/PHPU.D-VIII/2010, yang diusulkan adalah Pasangan Calon yang didiskualifikasi oleh MK berdasarkan rapat pleno pelaksanaan putusan MK oleh KPUD Kotawaringin Barat yang dilalukan secara voting dengan hasil 3 suara untuk Pasangan yang didiskualifiasi MK, dan 2 suara untuk Pasangan Calon Pemenang versi MK.

(9)

yang dimohonkan oleh Ir. Iskandar Maliki, menyatakan bahwa sengketa tersebut bukan sengketa mengenai hasil pemilukada tetapi sengketa terhadap proses penerbitan KTUN, sengketa ini mengenai hasil dari Keputusan Menteri Dalam Negeri.21 Sementara Maruarar Siahaan berpendapat sebaliknya, dikatakan bahwa KPU, Presiden dan Menteri Dalam Negeri yang mengangkat pasangan calon bupati dan Wakil Bupati sebagai KTUN yang individual, final dan konkrit merupakan satu pengecualian yang tidak menjadi objek sengketa tata usaha negara.22

Perbedaan pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa secara konseptual belum ada tolak ukur atau parameter yang pasti mengenai kompetensi absolut peradilan tata usaha negara untuk menguji tindakan aparatur pemerintah dalam hal pengesahan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang secara tegas dikatakan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai salah satu tahapan dalam pemilukada. Dalam praktik, pengesahan pengangkatan kepala daerah terpilih menjadi persoalan hukum manakala prosedur yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak laksanakan oleh pembuat keputusan yakni Presiden atau Menteri Dalam Negeri a.n Presiden.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang “Pengujian Keputusan Menteri Dalam Negeri Tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Pengadilan Tata Usaha Negara (Studi Kasus Putusan Nomor

21

Lihat Keterangan Ahli dalam Perkara Nomor : 09/PLW/2012/PTUN-JKT tanggal 12 April 2012, hlm. 34

22

(10)

153/G/2011/PTUN-JKT Mengenai Pembatalan Keputusan Menteri Dalam NegeriTentang Pengesahan Pengangkatan Bupati Dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas diajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Menteri Dalam Negeri dapat melakukan pengesahkan pengangkatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih tanpa usul dari DPRD?

2. Apakah ketentuan dalam Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mengatur mekanisme pengesahan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dapat diabaikan oleh Pemerintah dalam rangka melaksanakan Putusan MK yang langsung menetapkan pemenang pada Pemilukada Kotawaringin Barat? 3. Apakah landasan teoritikal dan yuridis alasan hukum (ratio decidendi)

Putusan Nomor : 153/G/2011/PTUN-JKT mengenai Pembatalan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pengesahan Pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat?

(11)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman mengenai Keputusan Menteri Dalam Negeri berupa pengesahan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diuji oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, secara khusus Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 153/G/2011/PTUN-JKT. Terdapat tiga hal utama yang dikaji dari kasus tersebut yaitu :

1. Untuk mengetahui apakah tindakan hukum menteri dalam negeri dapat mengeluarkan keputusan tentang pengesahan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang dilakukan tanpa usul dari DPRD. 2. Untuk mengetahui apakah ketentuan-ketentuan prosedural pengesahan

pengangkatan kepala daerah/wakil kepala daerah dapat diabaikan, mengingat adanya putusan MK yang langsung menetapkan pemenang atas sengketa Pemilukada Kabupaten Kotawaringin Barat.

3. Untuk mengetahui landasan teori dan yuridis ratio decindendi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 153/G/2011/PTUN-JKT, yang membatalkan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pengesahan Pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya ilmu hukum tata negara dan hukum administrasi negara tentang pengujian

(12)

tindakan/perbuatan hukum aparat pemerintah dalam pengesahan pengangkatankepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Secara praktis, penelitian ini dimaksudkan untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemangku kepentingan dalam proses pengesahan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah, baik itu pemerintah pusat sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan keputusan tentang pengesahan pengangkatan kepala daerah/wakil kepala daerah, DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang berwenang mengusulkan pengangkatan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih kepada pemerintah pusat, dan lembaga peradilan yang berwenang untuk menguji KTUN dalam sistem peradilan di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada belum ada penelitian yang mengangkat permasalahan yang penulis rumuskan dalam penelitian ini, tetapi telah ada beberapa karya ilmiah yang membahas kisruh Pemilukada Kotawaringin Barat yaitu :

1. Ahmad Pebriandi, Analisis Yuridis Putusan MK tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat (Berdasarkan Putusan MK No. 45/PHPU.D-VIII/2010), Skripsi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, 2011. Dalam penelitian tersebut menguraikan mengenai kewenangan MK dalam memutus sengketa

(13)

Pemilukada Kabupaten Kotawaringin Barat, serta menjelaskan pelaksanaan putusan MK No.45/PHPU.D-VIII/2010 yang ditolak oleh KPU Kotawaringin Barat sehingga diambil alih oleh KPU Provinsi sesuai arahan KPU Pusat. Dalam kesimpulannya menyatakan bahwa Keputusan MK harus dilaksanakan, dan semua pihak harus menerima putusan tersebut.

2. Noorwahidah, Sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat (Analisis Terhadap Putusan MK No. 45/PHPU.D-VIII/2010 dari Perspektif Hukum Negara dan Hukum Islam), Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 1, Februari 2011. Dalam tulisannya membahas isu tentang kewenangan MK yang mendiskualifikasi pasangan calon dan langsung menetapkan pemenang. Dengan pendekatan Hukum Negara dan Hukum Islam, menyatakan bahwa putusan MK tidak bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan. Putusan tersebut merupakan bagian dari kewenangan MK. Lebih lanjut ditegaskan oleh Noorwahidah, putusan MK walaupun menimbulkan kontroversi, memberikan kepastian hukum, selain itu putusan itu melahirkan kemanfaatan dan kemaslahatan yang sejalan dengan maqashid asy-syari’ah (tujuan syariat).

3. Maruarar Siahaan, Implementasi Putusan No. 27 PHPU.D-VIII/2010 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Lamongan, Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 1 Februari 2011. Dalam tulisan tersebut beberapa hal yang disinggung mengenai sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat. Hal penting yang diungkapkan

(14)

adalah mengenai perlawanan terhadap putusan MK oleh lembaga negara yang semestinya netral. Selain itu salah bentuk perlawanan lain yang dilakukan, meskipun tidak menyebabkan implementasi efektif putusan MK dalam sengketa terkendala, adalah pengajuan penetapan hasil pemilukada yang telah melalui pengujian dengan putusan MK menjadi sengketa tata usaha negara di Pengadilan Tata Usaha Negara. Dengan tegas dikatakan bahwa keputusan KPU, presiden atau menteri dalam negeri atas nama presiden yang mengangkat pasangan calon bupati/wakil bupati menjadi bupati/wakil bupati sebagai KTUN yang individual, final, dan konkrit merupakan suatu pengecualian yang tidak menjadi objek sengketa tata usaha negara dan tidak tunduk pada yurisdiksi Peradilan Tata Usaha Negara.

Referensi

Dokumen terkait

 Undang-undang Barat menetapkan sesiapa yang berminat untuk mengusahakan kawasan tidak perlu mendapat kebenaran daripada pembesar Melayu, tetapi mestilah membuat permohonan

pimpinan di perusahaan anda adalah orang yang sudah cukup berumur dan sudah sering mejadi ketua di perusahaan tersebut dengan kinerja yang sangat baik, akan tetapi menurut rekan

Uraian diatas merupakan salah satu contoh konsep representasi dalam media, khususnya iklan. Produser iklan nampaknya ingin memberikan bingkai tentang gambaran kecantikan wanita yang

Sifat ± sifat fisik batuan reservoir seperti porositas, resistivitas, dan saturasi air merupakan sifat fisik batuan reservoir yang diperlukan dalam perhitungan

prosedur dan aturan yang ada di Politeknik Negeri Malang. Usaha peningkatan efektivitas sumber daya manusia merupakan alternatif yang tepat untuk mempertahankan kemampuan

Keunggulan Economic Value Added (EVA) menurut Mulia (2002: 133), yaitu (1) memfokuskan pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban sebagai konsekuensi investasi, (2)

garis B), profil B’ (hilangnya lung sliding dengan garis B), profil C (konsolidasi paru yang ekuivalen dengan gambaran garis pleura yang tebal dan

Matriks SWOT dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana strategi pemasaran perusahaan yang sesuai berdasarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam rangka